suatu intervensi medis dan melihat adanya beberapa kesulitan dalam melakukan perilaku kesehatan yang disarankan.
Survei lapangan menunjukkan bahwa keluarga mengetahui tentang posyandu lansia dan kebutuhan lansia, mereka mengharapkan petugas kesehatan memberikan
waktu untuk memberikan pengajaran kepada keluarga lansia bagaimana cara merawat dan menangani lansia. Sehingga lansia yang membutuhkan pertolongan dalam
keperluan sehari-hari dapat diberikan anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan lansia. Keluarga juga mengatakan tidak mempunyai waktu untuk mengantar lansia ke
Posyandu. Jika dilihat dari sisi manfaat pelayanan keluarga lansia mengatakan pengobatan herbal dan terapi Nuga,Ceragem yang lebih cocok untuk kesembuhan
lansia disamping lansia dapat mengikuti kegiatan terapi sesuai kondisi kesehatannya.
5.1.2. Pengaruh KebiasaanTradisi terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel kebiasaan p=0,05
mempunyai pengaruh signifikan terhadap pemanfaatan posyandu lansia untuk menjelaskan model tersebut dengan ExpB atau OR= 4,385 pada confidence interval
1,987-9,677 confidence level 95. Nilai confidence interval tersebut bersifat positif artinya dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa kebiasaan atau tradisi keluarga
merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk
menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan pendapat Geersten,1998 mengatakan kuatnya tradisi keluarga memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pola-pola tingkah laku
yang sudah terlembagakan dalam masyarakat akan mendorong kepada bentuk karakteristik tingkah laku yang sama, kesamaan ini mendorong kepada tipe
kepribadian dasar keluarga lansia dalam memilih pelayanan kesehatan yang sesuai dengan nilai yang dianut karena itu perlu pendekatan multidisiplin mengingat
berbagai isu yang berhubungan dengan lansia perlu menyiapkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan lansia.
Kebudayaan memengaruhi seseorang untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain. Setiap kelompok masyarakat memiliki tradisi,
kebiasaan dan budaya yang unik dan akan berpengaruh kepada cara berfikir cara memandang sesuatu, cara bersikap, cara berperilaku yang beriorentasi pada ilmu
pengetahuan dalam menghadapi masalah kesehatan agar sehat dan tepat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Norma-norma itu mengenai kebiasaan-
kebiasaan hidup, adat istiadat dan tradisi- tradisi hidup yang dipakai turun-temurun. Soekanto,2005 artinya kebiasaan berperilaku hidup sehat sudah merupakan tradisi
yang melekat pada sekelompok orang yang berlaku secara turun temurun. Kebiasaan sosial budaya masyarakat di dunia timur sampai sekarang masih
menempatkan orang-orang usia lanjut pada tempat terhormat dan penghargaan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan lansia dan kedudukan lansia dalam
keluarga perlu di perhatikan dan dihargai sehingga lansia yang berada dalam keluarga tetap merasakan kebahagiaan bersama dengan keluarga. Berbeda dengan pendapat
Universitas Sumatera Utara
Brojklehurst dan Allen 1987 lansia sering dianggap lamban, baik dalam berfikir maupun dalam bertindak. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat
zaman sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada social involvement keterlibatan sosial yang dianggap penting dan meyakinkan. Contohnya dalam
bidang pendidikan lansia masih tetap butuh melanjutkan pendidikanya, sehingga dapat meningkatkan inteligensi dan memperluas wawasanya. Hal ini merupakan
suatu dukungan bagi lansia dalam menghadapi masalah yang terjadi. Latar belakang budaya memengaruhi hubungan antara kelompok sosial dengan orientasi medis
Suchman, 1965. Artinya bilamana pelayanan itu menurut kebiasaan keluarga bermanfaat untuk kesehatan anggota keluarga maka pelayanan tersebut akan
dimanfaatkan dengan optimal karena itu akan berpengaruh kepada kebahagiaan lansia. Selaras dengan itu Adam 1990 dalam Anderson 2007 mengatakan program
dan pelayanan sebaiknya direncanakan agar tersedia, dapat diterima dan sesuai dengan budaya masyarakat yang menerima pelayanan. Kompetensi budaya menuntut
para praktisi dan sistem pelayanan untuk memahami persepsi klien keluarga dan masyarakat terhadap kebutuhan kesehatan mereka.
Survei lapangan menunjukkan bahwa keluarga lansia berpendapat anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat mengurus diri sendiri
sesuai dengan tradisi orang timur bahwa hormat kepada orang tua adalah kunci kesehatan lansia baik secara fisik terutama secara mental dengan tindakan nyata dari
anggota keluarga bukan harus dibawa ke posyandu lansia. Disamping penyakit lansia adalah penyakit karena faktor usia sehingga dalam pemilihan pengobatan harus lebih
Universitas Sumatera Utara
hati-hati. Menurut mereka bahwa terapi yang paling sesuai dengan lansia adalah kebutuhan secara kejiwaan maka mereka lebih diaktifkan mengikuti kegiatan bersama
arisan, pengajian, piknik kegiatan silaturahmi antar lansia atau di ikutkan dalam acara hari besar dan berkumpul dengan anak cucu, dituakan dalam adat dan sewaktu-
waktu dibawa rekreasi kemudian perlu di ikutkan dalam mengambil keputusan dalam keluarga.
Untuk kesehatan fisik tetap diperhatikan apabila sakit tentu menggunakan jasa pelayanan kesehatan itu pun melihat kondisinya karena lansia yang sakit tidak
harus mengkonsumsi obat medis dapat juga mengkonsumsi jamu, obat herbal yang sifatnya alami karena obat alami tidak mempunyai efek samping untuk kesehatan
lansia.
5.1.3. Pengaruh Kepercayaan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di