Analisa Pengaruh Faktor – Faktor Sosial Budaya terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu lansia di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan

(1)

Analisa Pengaruh Faktor – Faktor Sosial Budaya terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu lansia di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan

Hartati A. M. Simamora

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan F a k u l t a s K e d o k t e r a n

Universitas Sumatera Utara Medan, 2 0 0 7


(2)

Judul : Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Budaya terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan

Peneliti : Hartati A. M. Simamora

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Tahun akademik : 2006/ 2007

Pembimbing Penguji

………. ………Penguji I

(Ns. Achmad Fathi, S. Kep) (Ns. Achmad Fathi, S. Kep)

NIP. 132 307 956 NIP. 132 307 956

………Penguji II (Jenni Purba, S. Kp, MNS) NIP. 132 258 270

………Penguji III (Ns. Ismayadi, S. Kep)

NIP. 132 299 798

Program Studi Ilmu Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan.

………. ………

Erniyati, S. Kp, MNS Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp. A(K)

NIP. 132 238 510 NIP. 140 105 363


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Budaya Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan

Yang telah dipersiapkan oleh:

Hartati. A. M Simamora 021101037

Telah diperiksa dan disetujui untuk seminar Dihadapan peserta seminar dan Komisi Penilaian Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Dosen Pembimbing Skipsi

Ns. Achmad Fathi, S. Kep


(4)

Judul : Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Budaya terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan.

Peneliti : Hartati A. M. Simamora

Program : Pendidikan Ners

Tahun akademik : 2006/2007

ABSTRAK

Program pelayanan posyandu lansia adalah sebuah program yang ditetapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan lansia di masyarakat yang dijalankan oleh Puskesmas. Dalam memberikan pelayanan

Posyandu lansia sangat perlu petugas kesehatan untuk mengetahui unsur sosial budaya yang ada pada lansia tersebut karena faktor sosial budaya

lansia akan mempengaruhi perilaku sehat, perilaku untuk beresiko mendapat penyakit, perilaku mencari pelayanan kesehatan sebelum gejala

penyakit tambah buruk, keefektifan untuk memelihara kesehatan dan keikutsertaan dalam pengobatan terhadap penyakit.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pemanfaatan posyandu lansia, dan menganalisa faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi pemanfaatan posyandu lansia di wiyalah Binaan Puskesmas Darussalam Medan dengan menggunakan desain deskripsi korelasi. Sampel

diambil dari lansia yang berkunjung ke Puskesmas Darussalam Medan sebanyak 50 orang. Penentuan jumlah sampel berdasarkan tabel power analysis dengan power 0.80, level of significance 0.05 dan effect size 0.40. Sampel diambil dengan teknik convenience sampling. Karakteristik sampel

dideskripsikan dengan menggunakan analisa deskriptif untuk mengetahui frekuensi, persentase dan mean. Sedangkan untuk menganalisa pengaruh

faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia digunakan metode analisis korelasi regresi linear ganda. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12.0.

Hasil analisis regresi linier ganda dengan metode backward menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial budaya mempengaruhi pemanfaatan pelayanan posyandu lansia (pendidikan, dukungan keluarga, spiritualitas, organisasi sosial, dan mata pencaharian) berhubungan secara keseluruhan dengan nilai signifikan P adalah 0,023 dikatakan signifikan bila nilai P < 0.05, faktor sosial budaya yang paling mempengaruhi pemanfaatan pelayanan posyandu lansia adalah sistem mata pencahariaan. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,50, hal ini mengartikan bahwa pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia positif dengan interpretasi memadai.


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan dan berkatNYA yang selalu menyertai penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Budaya terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan”, yang merupakan

salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Ns. Achmad Fathi, S. Kep, selaku pembimbing skripsi saya yang telah menyediakan waktu, arahan, dan masukan yang berharga dalam penulisan skripsi ini.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Bapak Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) selaku Kepala Departemen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Ibu Erniyati, S. Kp, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terimakasih penulis juga kepada Ibu Ns. Nur Asiah, S. Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, Ibu Jenni Purba, S. Kp, MNS selaku Dosen Penguji II dan Bapak Ns. Ismayadi, S. Kep selaku Dosen Penguji III, dan seluruh staf pengajar beserta staf administrasi di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada responden yang bersedia meluangkan waktu membantu penulis melakukan


(6)

penelitian, Ibu Helmina selaku ketua program posyandu lansia beserta staf-stafnya di Puskesmas Darussalam Medan yang selalu memberi masukan dan arahan kepada penulis selama penelitian ini. Terima kasih pula saya ucapkan kepada Ibu Evi Karota Bukit, S. Kp, MNS yang membantu saya dalam memberi masukan dan kritikan guna memperbaiki penelitian ini.

Dan tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda P.Simamaora dan Ibunda G. Pane tercinta yang menjadi motivasi dalam hidupku yang selalu berdoa dan menyanyangiku, memberiku dorongan baik moril maupun materiil. kakakku Sondang Simamora dan adek-adekku, serta semua keluarga yang mendukungku dalam doa, memberikan motivasi dan perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Sahabat-sahabat terbaikku spesial Dahlia yang meluangkan waktumu untuk selalu membantuku, Yesi, Eka, Merine yang selalu memberiku dorongan dan semangat dan selalu menghibur aku dalam suka dan duka. Teman seperjuanganku Imelda, Linda, Ida Risma, Iis, Wiwik, Diana, Muzawir yang selalu bersamaku, membantuku, memberiku motivasi. Teman PSIK USU 2002 Ida Tiur, Eli, Lenni, Moko, Jusuf, Pryma, Dwi Ratna, Jonny, Deasy, Nots, Ahmad, Bincar yang banyak memberikan masukan, berbagi pengetahuan dan mendukungku dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya, terimakasih atas bantuan dan perhatiannya padaku. Senior-senior tercinta kak Martini, kak Sihol, kak Ira, Kak Friskila, kak Desri yang memberiku semangat.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan kasih karuniaNYA kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan


(7)

penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Juni 2007


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Ucapan Terimakasih ... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... x

Daftar Skema ... xi

Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 3

3. Pertanyaan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian ... 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 1. Konsep Sosial Budaya……… 6

1.1. Konsep Sosial………. 6

1.1.1. Defenisi Sosial………... 6

1.1.2. Cakupan Sosial……….. 6

1.1.3. Faktor-faktor Sosial………... 7

1.2. Konsep Budaya……….. 9

1.2.1. Defenisi Budaya……… 9

1.2.2. Cakupan Budaya……… 10

1.2.3. Faktor-faktor Budaya………. 10


(9)

1.3.1 Pendidikan/Pengetahuan………..…… 13

1.3.2 Dukungan Keluarga……….…. 14

1.3.3 Spiritualitas……..……….… 15

1.3.4 Sistem Mata Pencaharian Hidup……….. 16

1.3.5 Sistem Organisasi Sosial………….………. 17

2. Posyandu lansia……….. 18

2.1. Lanjut Usia... 18

2.1.1. Defenisi... 18

2.1.2. Batasan-batasan usia lanjut... 18

2.1.3. Proses menua dan perubahan-perubahan pada lansia 19 2.2. Pelayanan Kesehatan di Komunitas……….. 21

2.2.1. Primary Health Care……… 21

2.2.2. Upaya Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Lansia 23 2.2.3. Peran Perawat... 26

2.2.4. Pemanfaatan Pelayan Posyandu Lansia... 27

Bab 3 Kerangka Konseptual 1. Kerangka Konseptual ... 31

2. Defenisi Operasional ... 32

3. Hipotesa Penelitian ... 34

Bab 4 Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian ... 35

2. Populasi dan Sampel ... 35

Populasi ... 35

Sampel ... 35


(10)

4. Pertimbangan Etik ... 36

5. Instrumen Penelitian ... 37

Kuesioner Penelitian ... 37

Reliabilitas ... 38

6. Pengumpulan Data ... 39

7. Analisa Data ... 40

Bab 5 Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 42

2. Pembahasan... 47

Bab 6 Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ... 57

2. Saran ... 58

Daftar Pustaka ... 59

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 63

2. Instrumen Penelitian ... 64

3. Surat Izin Data Pendahuluan dari PSIK FK USU ... 69

4. Surat Izin Penelitian dari PSIK FK USU ... 70

5. Surat Keterangan Penelitian dari Puskesmas Darussalam Medan 71 6. Uji reliabilitas Cronbach Alpha SPSS versi 12.0 ... 72

7. Uji reliabilitas KR 20... 73


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Defenisi Operasional ... 32 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden ... 43 3. Deskripsi Faktor-faktor Sosial Budaya ... 44 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Faktor-Faktor Sosial Budaya

yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu lansia ... 44

5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden yang Memanfaatkan

Posyandu Lansia ... 46 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Pemanfaatan Posyandu

Lansia oleh Responden ... 46

7. Hubungan Faktor-faktor Sosial Budaya Dengan Pemanfaatan Posyandu

Lansia ... 47

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman 1. Kerangka Penelitian Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Budaya Terhadap


(12)

Judul : Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Budaya terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan.

Peneliti : Hartati A. M. Simamora

Program : Pendidikan Ners

Tahun akademik : 2006/2007

ABSTRAK

Program pelayanan posyandu lansia adalah sebuah program yang ditetapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan lansia di masyarakat yang dijalankan oleh Puskesmas. Dalam memberikan pelayanan

Posyandu lansia sangat perlu petugas kesehatan untuk mengetahui unsur sosial budaya yang ada pada lansia tersebut karena faktor sosial budaya

lansia akan mempengaruhi perilaku sehat, perilaku untuk beresiko mendapat penyakit, perilaku mencari pelayanan kesehatan sebelum gejala

penyakit tambah buruk, keefektifan untuk memelihara kesehatan dan keikutsertaan dalam pengobatan terhadap penyakit.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pemanfaatan posyandu lansia, dan menganalisa faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi pemanfaatan posyandu lansia di wiyalah Binaan Puskesmas Darussalam Medan dengan menggunakan desain deskripsi korelasi. Sampel

diambil dari lansia yang berkunjung ke Puskesmas Darussalam Medan sebanyak 50 orang. Penentuan jumlah sampel berdasarkan tabel power analysis dengan power 0.80, level of significance 0.05 dan effect size 0.40. Sampel diambil dengan teknik convenience sampling. Karakteristik sampel

dideskripsikan dengan menggunakan analisa deskriptif untuk mengetahui frekuensi, persentase dan mean. Sedangkan untuk menganalisa pengaruh

faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia digunakan metode analisis korelasi regresi linear ganda. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12.0.

Hasil analisis regresi linier ganda dengan metode backward menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial budaya mempengaruhi pemanfaatan pelayanan posyandu lansia (pendidikan, dukungan keluarga, spiritualitas, organisasi sosial, dan mata pencaharian) berhubungan secara keseluruhan dengan nilai signifikan P adalah 0,023 dikatakan signifikan bila nilai P < 0.05, faktor sosial budaya yang paling mempengaruhi pemanfaatan pelayanan posyandu lansia adalah sistem mata pencahariaan. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,50, hal ini mengartikan bahwa pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia positif dengan interpretasi memadai.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keberhasilan pemerintah dalam Pembangunan Nasional di berbagai bidang, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran telah meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia, akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2003). Hal ini terbukti berdasarkan data Biro Pusat Statistik Sumut menunjukkan jumlah penduduk lansia di atas 60 tahun terjadi peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2002 sebesar 554.761 jiwa (4,6%), pada tahun 2003 sebesar 657.156 jiwa (5,5%), pada tahun 2004 sebesar 688.524 jiwa (5,7%), pada tahun 2005 sebesar 721.040 jiwa (5,8%) dan diproyeksikan pada tahun 2005-2010 jumlah lansia sekitar 1 juta orang (8,5% dari jumlah penduduk). Begitu juga dengan jumlah lansia di seluruh Indonesia juga mengalami peningkatan tiap dekade dan diperkirakan pada tahun 2020, akan mencapai 28,28 juta jiwa atau 11,34 persen dari total penduduk Indonesia (Suardiman, 2004).

Peningkatan usia harapan hidup tersebut belum disertai dengan peningkatan kualitas hidup yang baik karena bersamaan dengan bertambahnya usia, terjadi pula penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai perubahan fisik yang terjadi pada semua tingkat seluler, organ, dan sistem. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan kejadian penyakit pada lansia (Nurchasanah, 2003).


(14)

sosial, budaya, kesehatan maupun psikologis yang menyebabkan lansia menjadi tidak mandiri dan menjadi beban bagi orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Suardiman, 2004). Pembinaan kesehatan usia lanjut yang terpadu dan berkesinambungan diperlukan bagi lansia baik berupa upaya preventif, kuratif, maupun rehabilitatif dengan memperhatikan faktor lingkungan sosial budaya serta potensi yang ada dalam masyarakat dalam Primary Health Care (Suwandono et al, 2000). Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan utama di masyarakat juga memiliki perhatian terhadap kesehatan lansia. Hal ini terbukti dikembangkannya posyandu lansia sebagai wadah perawatan bagi lansia.

Namun terkadang lanjut usia kurang memperdulikan kesehatannya dan tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada secara optimal seperti memanfaatkan pelayanan posyandu lansia yang dikembangkan oleh puskesmas setempat. Dari data Biro Pusat Statistik jumlah lansia yang mendapat pelayanan kesehatan di Sumatera Utara 0,32% dari jumlah lansia yang ada (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2004). Hal ini juga dibuktikan dari data Puskesmas

Mojo Kec.Gubeng Kota Surabaya Jawa Timur tahun 2004 dimana kunjungan ke

posyandu lansia oleh lansia yang sakit sebanyak 18,09%, kunjungan posyandu lansia oleh lansia yang tidak sakit 2,09% (Hartiningsih, 2001).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor, menurut Denver (1984 dalam Juanitas, 1998) salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan adalah faktor sosial budaya, yaitu yang menyangkut norma atau nilai-nilai yang ada di masyarakat, sehingga dalam upaya meningkatkan pemanfaatan fasilitas atau pelayanan kesehatan seperti puskesmas, posyandu, dan lain-lain maka petugas


(15)

kesehatan sangat penting untuk melakukan pendekatan secara sosial budaya untuk mengetahui persepsi individu, diharapkan pelayanan kesehatan yang ada dapat diterima oleh lansia dan digunakan sebagaimana mestinya.

Sejauh ini penelitian yang terkait dengan pengaruh sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia belum ada, sedangkan informasi tersebut penting untuk perawatan lanjut usia berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai budaya, disamping itu perawat juga perlu untuk mengetahui isu-isu dari berbagai macam budaya di bidang kesehatan untuk memahami perbedaan budaya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada lansia (Easton, 1999).

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang terkait dengan analisa pengaruh faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia yang penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Darussalam merupakan area tempat dilakukannya program pelayanan posyandu lansia.

2. Tujuan Penelitian

2.1. Mengidentifikasi pemanfaatan posyandu lansia oleh lansia di wilayah

kerja Puskesmas Darussalam Medan.

2.2. Menganalisa pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia oleh lansia di wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan

3. Pertanyaan Penelitian

3.1. Bagaimana pemanfaatan posyandu lansia oleh lansia di wilayah kerja


(16)

3.2. Faktor sosial budaya mana yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan?

4. Manfaat Penelitian

4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam memberikan praktik pelayanan keperawatan yang komprehensif dan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap lansia.

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi kepada tenaga pendidik untuk memberikan penekanan materi pada faktor-faktor yang mempengaruhi lansia dalam pemanfaatan posyandu lansia khususnya faktor sosial budaya.

4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal pada penelitian berikutnya yang meneliti lebih lanjut analisa pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Sosial Budaya

Konsep Sosial Konsep Budaya

Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pemanfaatan Posyandu lansia Pendidikan/Pengetahuan

Dukungan Keluarga Spiritualitas

Sistem Mata Pencaharian Hidup Sistem Organisasi Kemasyarakatan

2. Posyandu lansia

Lanjut Usia Defenisi

Batasan-batasan usia lanjut

Proses menua dan perubahan-perubahan pada lansia Pelayanan Kesehatan di Komunitas

Primary Health Care

Upaya Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Lansia Peran Perawat


(18)

1. Konsep Sosial Budaya 1.1. Konsep Sosial 1.1.1.Defenisi Sosial

Kata sosial berasal dari bahasa latin yaitu ’socius’ yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan bersama (Salim, 2002). Sudarno (dalam Salim, 2002) menekankan pengertian sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan dari hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga, kelompok, kelas) didalam posisi-posisi sosial tertentu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat pada waktu tertentu. Winandi (dalam Ibrahim, 2003) mendefenisikan struktur sosial sebagai seperangkat unsur yang mempunyai ciri tertentu dan seperangkat hubungan diantara unsur-unsur tertentu. Dapat disimpulkan bahwa sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat yang lahir, tumbuh, dan berkembangan dalam kehidupan bersama.

1.1.2.Cakupan Sosial

Cakupan sosial menurut Sudarno ada dua yaitu interaksi sosial dan hubungan sosial. Interaksi sosial didefenisikan sebagai interaksi lembaga sosial, individu, dalam tata hubungan yang dikendalikan oleh kepentingan tertentu (Salim, 2002), sedangkan Soerjono Soekanto mendefenisikan interaksi sebagai hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok (Ibrahim, 2003). Hubungan sosial merupakan hubungan antara lembaga, individu yang bersifat umum yang memiliki dasar kegiatan kemasyarakatan (Soedarno dalam Salim, 2002).


(19)

1.1.3.Faktor-Faktor Sosial

Faktor sosial menurut Anderson meliputi pendidikan dan suku bangsa (Muzaham, 1995), sedangkan Gottlieb (1983, dalam Kuntjoro 2002) menyebutkan dukungan keluarga sebagai salah satu faktor sosial. Dengan mengadaposi pendapat Anderson dan Gottlieb tersebut maka faktor-faktor sosial adalah pendidikan, suku, dukungan keluarga.

1.1.3.1.Pendidikan

Pendidikan sebagai suatu konsep, memiliki sifat yang cukup terbuka untuk menelaah. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (Notoatmodjo, 1993).

Pengertian pendidikan digunakan untuk menunjuk atau menyebutkan suatu jenis peristiwa yang dapat terjadi di berbagai jenis lingkungan. Jenis peristiwa ini ialah interaksi antara dua manusia atau lebih yang dirancang untuk menimbulkan atau berdampak timbulnya suatu proses pengembangan atau pematangan pandangan hidup pribadi. Jenis lingkungan tempat terjadinya interaksi ini dapat berupa keluarga, sekolah, tempat kerja, tempat bermain, berolahraga atau berekreasi, ataupun tempat lain (Muzaham, 1995).

1.1.3.2.Suku

Suku merupakan unit-unit kebudayaan, dimana latar belakang kebudayaan tersebut berbeda-beda. Perbedaan ini akan menghasilkan tingkah laku yang berbeda pula, baik itu tingkah laku individu maupun tingkah laku kelompok. Tingkah laku yang dimaksud bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan


(20)

mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran. Pada manusia, tingkah laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah laku dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi di atasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekitarnya (Muzaham,1995).

1.1.3.3.Dukungan Keluarga

Keluarga didefenisikan oleh Friedman (1992) sebagai dua individu atau lebih yang bergabung bersama karena adanya ikatan saling berbagi dan ikatan kedekatan emosi yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian keluarga. Keluarga mengemban fungsi untuk kesejahteraan anggota keluarga yang mencakup 5 bidang yaitu biologi, ekonomi, pendidikan, psikologi dan sosial budaya (WHO,1978 dikutip dari Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005). Dukungan keluarga mengacu pada sistem atau jaringan yang membantu individu dalam proses kehidupan. Sebagai makhluk sosial tentunya individu tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, maka manusia membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang sekitarnya berupa penghargaan, perhatian, dan cinta (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005).

Gottlieb (1983, dalam Kuntjoro 2002) mendefenisikan dukungan sosial

(social support) sebagai inti verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau

tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang dekat dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.


(21)

Dukungan keluarga terjadi sepanjang hidup, dimana sumber dan jenis keluarga berpengaruh terhadap tahap lingkaran kehidupan keluarga.

1.2. Konsep Budaya 1.2.1.Defenisi Budaya

Istilah kebudayaan atau culture dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Yunani culere yang berarti mengerjakan tanah. Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta ’buddhayah’, yaitu bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kata budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk ’budi-daya’ yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa, dan rasa. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtisar manusia (Widyosiswoyo, 2004).

Koentjaraningrat (1987) mendefenisikan kebudayaan sebagai seluruh total pikiran, karya, dan hasil manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. Taylor (dalam Ibrahim, 2003) mendefenisikan kebudayaan sebagai segala sesuatu yang termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan menurut Kroeber dan Kluckhohn adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya. Dan menurut Ki Hajar


(22)

Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai (Widyosiswoyo, 2004). Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, hasil karya manusia, dan kebiasaan yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat yang diperoleh setelah proses belajar.

1.2.2.Cakupan Budaya

Kebudayaan yang diartikan sebagai totalitas pikiran, tindakan dan karya manusia tersebut mempunyai tiga wujud (Koentjoroningrat, 1987 dalam Ibrahim, 2003). Pertama, kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma-norma, peraturan, yag bersifat abstrak yang hanya dapat dirasakan, tetapi tidak dapat dilihat dan diraba. Widyosiswoyo (2004) mengatakan gagasan-gagasan yang ada di masyarakat saling terkait antara satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk suatu sistem budaya atau culture system, contohnya adalah adat istiadat dan ilmu pengetahuan.

Wujud kedua adalah suatu kompleks aktivitas, tingkah laku berpola, perilaku, upacara-upacara serta ritus-ritus dari manusia dalam masyarakat yang mempunyai sifat dapat dirasakan dan dilihat tetapi tidak dapat diraba. Widyosiswoyo (2004) mengatakan wujud ini sebagai Sistem Sosial atau social

system, contohnya adalah gotong royong dan kerja sama.

Wujud ketiga adalah kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia yang bersifat dapat dilihat, dirasa, dan diraba. Wujud ini paling konkrit


(23)

yang disebut kebudayaan fisik atau material (material culture), contohnya adalah Candi borobudur, rumah adat sampai kepada pesawat terbang, pesawat ruang angkasa.

1.2.3.Faktor-faktor Budaya

Menurut Kluckhohn dalam karyanya Universal Categories Of Culture, ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal (Ibrahim, 2003; Widyosiswoyo, 2004). Tujuh unsur tersebut adalah spiritualitas, sistem organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, kesenian.

1.2.3.1.Spiritualitas

Berger & Williams (1992) menyatakan bahwa spritualitas dibatasi sebagai keyakinan atau hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, keilahian dan kekuatan yang menciptakan kehidupan. Sementara agama

mengacu kepada sistem yang diorganisasikan dengan penyembahan, spritualitas dan praktek.

Spiritualitas adalah kepercayaan atau suatu hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, pencipta atau sumber segala kekuatan (Burkhdart, 1993 dalam Kozier, Ebr, Blais & Wilkinson, 1995). Sementara itu Mickey et al (1992 dalam Hamid, 1999) menguraikan spiritualitas sebagai suatu multi dimensi, yaitu dimensi, yaitu dimensi eksisitensial dan dimensi agama. Dimensi eksisitensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Hamid (1999) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang terus-menerus antara dua dimensi tersebut.


(24)

1.2.3.2.Sistem organisasi dan kemasyarakatan

Sistem organisasi dan kemasyarakatan merupakan produk dari manusia sebagai homo socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah, namun manusia dengan akalnya membentuk kekuatan dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat kerja bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yaitu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Organisasi adalah unit sosial yang sengaja dibentuk dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Ibrahim, 2003).

1.2.3.3.Sistem pengetahuan

Sistem pengetahuan merupakan produk dari manusia sebagai homo

sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri dan juga dari

pemikiran orang lain. Kemampuan manusia untuk mengingat apa yang telah diketahui, kemudian menyampaikan kepada orang lain melalui bahasa menyebabkan pengetahuan menyebar luas. Terlebih apabila pengetahuan itu dapat dibukukan, maka penyebarannya dapat dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

1.2.3.4.Sistem mata pencaharian hidup

Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebagai

homo economicus menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus

meningkat. Dalam tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan hewan. Tetapi dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat. Setelah bercocok tanam, kemudian beternak yang terus meningkat (rising

demand) yang kadang-kadang cenderung serakah. Sistem mata pencaharian hidup


(25)

1.2.3.5.Sistem teknologi dan peralatan

Sistem teknologi dan peralatan merupakan produksi dari manusia sebagai

homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan

tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat. Dengan alat-alat ciptaannya itu, manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya.

1.2.3.6.Bahasa

Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode), yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan. Bahasa-bahasa yang telah maju memiliki kekayaan kata yang besar jumlahnya sehingga makin komunikatif.

1.2.3.7.Kesenian

Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah mencukupi kebutuhan fisiknya, manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Semuanya itu dapat dipenuhi melalui kesenian. Kesenian ditempatkan sebagai unsur terakhir karena enam kebutuhan sebelumnya, pada umumnya harus dipenuhi lebih dahulu.

1.3. Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pemanfaatan Posyandu lansia

Dalam undang-undang kesehatan No.23 Tahun 1992 disebutkan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Notoatmodjo, 2003).


(26)

Setiap individu bahkan yang sudah lanjut usia berupaya untuk tetap sehat dengan cara berusaha untuk memperoleh kesehatan tersebut baik dari Rumah Sakit, Pelayanan Kesehatan Masyarakat maupun dari pengalaman orang terdahulu. Namun banyak faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan termasuk sosial budaya (Denver dalam Juanitas, 1998). Berikut ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah posyandu lansia yang merupakan program pelayanan kesehatan lansia di puskesmas.

1.3.1 Pendidikan/Pengetahuan

Umumnya lansia memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya tingkat pendidikan ini berkorelasi positif dengan buruknya kondisi sosial ekonomi sebagian besar lansia, rendahnya derajat kesehatan dan ketidakmandirian (bergantung pada keluarga lain) lansia secara ekonomi (PKBI, 2001). Peranan pendidikan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kesehatan sesuai dengan kematangan intelektual seseorang. Makin tinggi tingkat kematangan intelektual seseorang akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada (Tukiman, 1994).

Hasil studi Notoatmodjo (1990 dalam Tukiman, 1994) menemukan bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan penggunaan posyandu. Umumnya seseorang dengan tingkat pendidikan formalnya lebih tinggi biasanya mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi bila dibandingkan dengan orang yang tingkat pendidikan formalnya lebih rendah. Kecenderungan seseorang untuk tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan didasari oleh pengetahuan yang


(27)

berhubungan dengan suatu program maupun pelayanan kesehatan tersebut. Sementara pengetahuan yang ada pada setiap orang terbentuk dari seberapa jauh orang tersebut mandapatkan informasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan.

1.3.2. Dukungan Keluarga

Anggota keluarga membutuhkan dukungan dari keluarganya karena hal ini membuat individu tersebut merasa dihargai, anggota keluarga siap memberikan dukungan untuk menyediakan bantuan dan tujuan hidup yang ingin dicapai individu (Friedman, 1998). Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosialnya (Kane, 1988 dalam Friedman, 1998).

Dukungan terhadap anggota keluarga yang telah lanjut usia sangatlah diperlukan dari orang-orang yang dekat dengan mereka terutama keluarga agar lansia dapat menikmati kehidupan di hari tua dengan bergembira atau merasa bahagia. Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang bersifat mengingatkan lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan, memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan aktivitas yang menjadi hobinya, memberi kesempatan kepada lansia untuk menjalankan ibadah dengan baik, memeriksakan kesehatan dan memberikan waktu istirahat yang cukup kepadanya sehingga lansia tidak mudah stress dan cemas. Hal yang perlu diperhatikan anggota keluarga adalah perlunya mengajak lansia untuk berdiskusi tentang hal-hal baru dan sering memberi petunjuk atau petuahnya sehingga lansia merasa tetap eksis dan memiliki rasa percaya diri dalam mengambil keputusan untuk kepentingan kehidupan dirinya (Kuntjoro, 2002).


(28)

Spiritualitas adalah kepercayaan atau suatu hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, pencipta atau sumber segala kekuatan (Burkhdart, 1993 dalam Kozier, Ebr, Blais & Wilkinson, 1995). Pada lanjut usia keyakinan dan pengalaman spiritual merupakan bagian penting dalam memberikan warna, transisi kehidupan seperti saat-saat terakhir dalam hidup dan kematian menantang seseorang untuk mendalami keyakinannya dan bertumbuh (Luecknotte, 2000). Agama atau keyakinan spiritual dan pengalaman dapat menjadi instrumen dalam menolong lanjut usia dalam menghadapi takut (Hall, 1997 dalam Luecknotte, 2000). Spiritual merupakan strategi koping yang penting (Pargament, 1998 dalam Rowe & Allen, 2004).

Beberapa karakteristik yang meliputi hubungan spiritualitas antara lain adalah hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan Tuhan (Hamid, 1999). Pertama hubungan dengan diri sendiri merupakan kekuatan dari dalam diri

seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri

sendiri, kepercayaan pada masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri (Burkhdart, 1993 dalam Kozier, Ebr, Blais &

Wilkinson, 1995).

Kedua yaitu hubungan dengan orang lain, terbagi atas harmonis dan tidak harmonis. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orangtua dan orang sakit, serta menyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis berkaitan dengan konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan


(29)

ketidak harmonisan dan friksi (Burkhdart, 1993 dalam Kozier, Ebr, Blais & Wilkinson, 1995).

Ketiga yaitu hubungan dengan alam, merupakan hubungan yang harmoni meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim, dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Burkhdart, 1993 dalam Kozier, Ebr, Blais & Wilkinson, 1995). Terjalinnya hubungan baik antara manusia dengan alam akan menghindarkan perusakan alam (Anwar, 2006). Keempat yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan ini meliputi agamais ataupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut sembahyang dan berdoa, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta bersatu dengan alam (Burkhdart, 1993 dalam Kozier, Ebr, Blais & Wilkinson, 1995).

1.3.4. Sistem mata pencaharian hidup

Salah satu yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah keterjangkauan (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Penelitian oleh Ongko (1988 dalam Tukiman, 1994) tentang demand masyarakat ke balai kesehatan masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh faktor harga. Individu akan lebih mudah memanfaatkan suatu pelayanan kesehatan apabila pelayanan yang diberikan bebas biaya (Marr & Giebing, 2001).

Lanjut usia yang ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaaan utama. Hal ini berakibat pada menurunnya pendapatannya (Suardiman, 2001). Buruknya kondisi sosial ekonomi sebagian besar lansia, akan mempengaruhi rendahnya derajat kesehatan


(30)

dan ketidakmandirian (bergantung pada keluarga lain) lansia secara ekonomi, kondisi ini akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan (PKBI, 2001).

1.3.5. Sistem organisasi Sosial

Sistem organisasi sosial/masyarakat adalah sistem sosial yang terbentuk karena adanya kebutuhan dari masyarakat itu sendiri yang bertujuan agar dapat beradaptasi terhadap lingkungannya yang didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang dibentuk dan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (Koentjaraningrat, 1990). Lanjut usia yang umumnya sudah pensiun mengakibatkan kontak sosialnya berkurang dan seringnya ditinggal anggota keluarga yang semakin sibuk dengan urusan masing-masing menyebabkan adanya keinginan bagi sebagian besar lansia untuk bertemu dengan teman sesama lansia. Terbentuk posyandu lansia di berbagai wilayah, menjadikannya sebuah tempat untuk bertemu dengan teman-teman lansia dan saling berbagi cerita mulai dari cara pencegahan penyakit, anak hingga cucu mereka (Sulistyawati, 2006).

Dalam sebuah artikel berjudul “it’s cool to be geri” oleh Mucha tahun 2000 dikatakan bahwa tujuan utama dari kelompok lansia adalah memperhatikan kebutuhan perkembangan lansia dari segi fisik, pekerjaan yang mampu dilakukan oleh lansia dan menyediakan kesempatan untuk melakukan kegiatan yang dapat dilakukan pada komunitas lansia. Untuk itu para lansia membentuk suatu kelompok lansia yang menghimpun para lansia dalam upaya meningkatkan kualitas mereka, yang biasa dilakukan dalam bentuk periodik.


(31)

2. Posyandu lansia 2.1. Lanjut Usia

2.1.1.Defenisi Lanjut Usia

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1965 yang menyatakan seseorang sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mancapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 mengenai kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun keatas (Suardiman, 2001). Berdasarkan kebijakan operasional Departemen Sosial lanjut usia adalah mereka yang berusia 60 tahun keatas baik yang potensial maupun yang tidak potensial (Syamsuddin, 2003). Sesuai dengan batasan lanjut usia menurut WHO South East Asia Regional Office (Organisasi Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah usia lebih dari 60 tahun (Rully, 2004).

Usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Seseorang yang sudah beranjak jauh dari periode hidupnya yang terdahulu sering melihat masa lalunya, biasanya penuh penyesalan dan cenderung ingin hidup pada masa sekarang dan mencoba mengabaikan masa depan sedapat mungkin (Haas, 1976 dalam Hurlock, 1980).


(32)

WHO membagi lansia berdasarkan tingkatan umur, yakni: usia pertengahan (middle age) antara 54-59 tahun, lanjut usia antara 75-90 tahun dan sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro membagi lanjut usia menjadi tiga bagian yakni umur 65 atau 70-75 tahun (young

old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very old) (Nugroho, 2000).

Sedangkan Hurlock (1980) membagi lanjut usia menjadi dua bagian yaitu usia lanjut dini berkisar antara usia 60-70 tahun dan usia lanjut mulai pada usia 70 tahun sampai akhir kehidupan.

2.1.3.Proses menua dan perubahan-perubahan pada lansia

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam Nugroho, 2000). Bondan (2005) mengatakan bahwa proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu, kemunduran ini digambarkan melalui empat tahap yaitu kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (limitations), ketidakmampuan (disability) dan keterhambatan (handicap). Proses menua ini adalah proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Dapat disimpulkan proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah dan dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho, 2000).

Perubahan yang pada umumnya dihadapi oleh lansia dapat dikelompokkan ke dalam perubahan ekonomi, perubahan sosial budaya, perubahan kesehatan dan perubahan psikologis (Suardiman, 2001). Perubahan ekonomis pada lansia ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaaan utama. Hal


(33)

keluarga lainnya. Dalam penelitian di lapangan/komunitas, didesa maupun kota 78,3% mengaku hidup serba pas-pasan, 14,1% mengaku hidupnya berlebih, 7,6% mengaku hidupnya dalam kekurangan dan hanya 1,4% mengaku dapat hidup memanfaatkan tabungan sebelumnya (Darmojo & Martono, 1991).

Perubahan sosial budaya pada lansia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun. Disamping itu kecenderungan meluasnya keluarga inti akan mengurangi kontak sosial lansia. Hal ini dapat juga karena makin

melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati (Suardiman, 2001).

Perubahan kesehatan/faal tubuh pada lansia adalah alamiah, maka manusia yang mulai menjadi tua akan mengalami berbagai perubahan, baik yang menyangkut kondisi fisik yang mengalami penurunan fungsi fisik tubuh secara keseluruhan yang bersifat patologis berganda (multyple pathology) yang ditandai dengan adanya kemunduran fungsi alat indra, berkurangnya ealstisitas organ paru-paru, jantung, ginjal dan tulang. Tekstur kulit menjadi kering, kekakuan dan kerapuhan pada sendi sehingga kerentanan terhadap penyakit akan meningkat yang biasanya bersifat kronis dan progresif (Nugroho, 2000). Pendapat Rossman (1980) dan Whitbourne (1985) (dalam Rully, 2004) dapat diketahui bahwa penampilan fisik mulai berubah dari penampilan tubuh sekitar pada pertengahan kehidupan. Perubahan tersebut dicirikan oleh rambut yang mulai menipis dan beruban, berat badan meningkat hingga sekitar 50 tahun dan sedikit menurun setelah itu akibat munculnya pendistribusian lemak kembali, tampak kerutan-kerutan pada wajah, kaki, lengan, bagian bawah, perut, pantat dan lengan bagian atas, tulang menjadi rapuh dan keropos serta pada wanita kadang-kadang terjadi perpendekan atau pelipatan tulang belakang.

Perubahan psikologis yang dihadapi lansia pada umumnya meliputi : kesepian, terasing dari lingkungan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin, post power

syndrome, dan sebagainya. Kehilangan perhatian dan dukungan dari lingkungan


(34)

dapat menimbulkan konflik atau keguncangan. Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol dari pada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia (Suardiman, 2001).

2.2. Pelayanan Kesehatan di Komunitas 2.2.1.Primary Health Care

Primary Health Care atau pelayanan kesehatan utama adalah suatu

pendekatan pelayanan kesehatan dimana fokusnya adalah promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit melalui rangkaian perawatan kesehatan dimana yang menjadi perhatian dari Primary Health Care (PHC) adalah kesehatan komunitas atau populasi dalam satu area tertentu (Institute of Medicine, 1994 dalam Jan, R. A. et al, 2000). Dengan kata lain PHC adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan kepada metoda dan teknologi praktis, ilmiah, dan sosial yang dapat diterima secara umum baik melalui individu maupun keluarga dalam masyarakat, melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta dengan biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri dan menentukan nasib sendiri (Effendy, 1998).

Tujuan dari PHC yaitu memungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan, melibatkan individu, keluarga, dan masyarakat dalam mengidentifikasi prioritas kesehatan dan perencanaan serta implementasi perawatan kesehatan, pelayanan kesehatan lebih diutamakan pada upaya preventif dan promotif daripada kuratif, mengintegrasikan perkembangan


(35)

kesehatan dengan perkembangan sosial ekonomi, serta memberi perhatian terhadap kepercayaan klien dalam menerima praktik perawatan kesehatan (Abramson & Kark, 1983 dalam Jan, R. A. et al, 2000). Sesuai dengan pendapat McElmurry, Swider, dan Watanakij (1992 dalam Jan, R. A. et al, 2000), diperlukan strategi dalam mendukung perawatan diri dan manajemen diri. Seorang individu diajarkan untuk menggunakan pengetahuan, keahlian, dan sikap dalam meningkatkan derajat kesehatan individu maupun masyarakat. Strategi PHC kini telah dikembangkan dengan dibangunnya pelayanan kesehatan bagi

public seperti puskesmas maupun posyandu.

Di Indonesia puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan tingkat pertama. Azwar (1996) mendefenisikan puskesmas sebagai suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok. Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas ada 20 usaha pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Salah satu kegiatan pokok puskesmas adalah upaya kesehatan usia lanjut (Effendy, 1998). Maka berdasarkan kebutuhan lansia terhadap pelayanan kesehatan, puskesmas membuat program posyandu lansia. Perencanaan program lansia di puskesmas Mojo di Jawa Tengah telah dilaksanakan walaupun sarana untuk posyandu lansia belum ada sehingga belum dapat dilaksanakan pengembangan posyandu lansia (Hartiningsih, 2001).

Posyandu lansia merupakan suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, pembentukan dan pelaksanaannya oleh masyarakat yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup lansia dengan membantu lansia dalam memperoleh


(36)

derajat kesehatan yang optimal, menemukan secara dini penyakit pada lansia, sebagai wahana informasi bagi lansia dan keluarga dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan lansia serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memelihara kesehatan lansia (Ismuningrum, 2001). Salah satu manfaat dari program posyandu lansia yang dirasakan oleh lansia terdapat pada artikel yang berjudul DIY: Provinsi Lansia oleh Suardiman (2001) menyatakan bahwa secara ideal untuk menuju kepada lansia yang mandiri, sejahtera dan bermanfaat yang perlu dipersiapkan secara dini oleh masing-masing individu itu sendiri dengan dukungan keluarga dan lingkungan masyarakat.

Kegiatan program posyandu lansia yang dilakukan Puskesmas Darussalam berupa pelayanan kesehatan dan pencacatan pada Kartu Menuju Sehat (KMS) yang terdiri dari pemeriksaan lab (HB, reduksi urine, protein urine), pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran mental, konsultasi kesehatan, penyuluhan kelompok lansia, rujukan ke rumah sakit, pengobatan (seperti : anemia, DM, gangguan ginjal, dll) serta pembinaan senam lansia (Puskesmas Darussalam, 2005).

2.2.2. Upaya Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Lansia

Menurunnya fungsi tubuh pada lansia yang seiring dengan aging process menyebabkan lansia rentan terhadap berbagai macam penyakit (Nugroho, 1995). Berbagai perubahan yang terjadi baik perubahan fisik, psikologis, dan sosial dapat menurunkan kemandirian, produktifitas kerja, dan kualitas fisiknya (Depkes RI, 1993, dalam Rasmaliah, 1996). Angka kejadian penyakit kronis dan gangguan mental meningkat maka adanya dukungan rehabilitatif menjadi sangat diperlukan (BMJ, 2001).


(37)

Melihat berbagai kekhususan penampilan penyakit pada usia lanjut maka terdapat dua prinsip pelayanan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan pelayanan kesehatan pada lansia yaitu Prinsip Holistik dan Tatakerja dan Tatalaksana sacara TIM (Darmojo dan Martono, 1999). Pertama yaitu Prinsip Holistik yang mengandung artian baik secara vertikal atau horisontal. Secara vertikal berarti pelayanan harus dimulai dari pelayanan di masyarakat sampai ke pelayanan rujukan tertinggi, yaitu rumah sakit. Holistik secara horisontal berarti bahwa pelayanan kesehatan harus merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan lansia secara menyeluruh yang mencakup aspek pencegahan (preventif), promotif, penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Pendapat Bondan (2006) mengenai keperawatan gerontik secara holistik yaitu menggabungkan aspek pengetahuan dan ketrampilan dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual lansia Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi lansia ke arah perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan, memaksimalkan kualitas hidup lansia.

Kedua yaitu Tatakerja dan Tatalaksana secara TIM. Tim geriatri merupakan bentuk kerjasama multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dalam mencapai tujuan pelayanan geriatri yang dilaksanakan. Menurut Rully (2004) pendekatan interdisiplin merupakan model pendekatan yang melihat manusia secara utuh dan tidak diobati dengan hanya melihat per bagian tubuh yang sakit. Pendekatan interdisiplin sebagai salah satu model pendekatan


(38)

pelayanan pasien lanjut usia, seyogyanya dapat diterapkan di berbagai institusi kesehatan yang melayani orang lanjut usia.

Pelayanan lansia ini meliputi kegiatan upaya-upaya antara lain upaya promotif, upaya preventif, upaya kuratif, upaya rehabilitasi (Asfriyati, 2000). Upaya promotif, yaitu menggairahkan semangat hidup bagi lansia agar mereka tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan tentang kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri, makanan dengan menu yang mengandung gizi yang seimbang, kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan lansia, pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, membina keterampilan agar dapat mengembangkan kegemaran sesuai dengan kemampuan, meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

Upaya preventif yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan. Upaya preventif dapat berupa kegiatan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini penyakit-penyakit lansia, kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur, penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya kacamata, alat bantu dengar, dan lain-lain agar lansia tetap merasa berguna, penyuluhan untuk mencegah terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pada lansia, pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan.

Upaya kuratif yaitu upaya pengobatan bagi lansia. Upaya kuratif dapat berupa kegiatan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan spesialis melalui sistem rujukan Upaya rehabilitasi yaitu upaya mengembalikan fungsi organ yang


(39)

telah menurun. Upaya rehabilitasi dapat berupa kegiatan memberikan informasi, pengetahuan, dan pelayanan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya kacamata, alat bantu dengar dan lain-lain, mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental lansia, pembinaan lansia dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktifitas didalam maupun di luar rumah, nasihat cara hidup yang sesuai dengan penyakit yang diderita, dan perawatan fisio terapi.

1.2.3.Peran Perawat

Bila penjaminan kualitas berbicara tentang pelaksanaan kerja secara profesional oleh para tenaga berkualitas, maka peran dan kontribusi para perawat merupakan hal yang penting. White (1982 dalam Lueckentte, 2000) menyatakan bahwa peran perawat tidak hanya terbatas di institusi rumah sakit saja melainkan perawat juga berperan dalam mempertahankan derajat kesehatan komunitas dimana kualitas perawat yang diperlukan harus memiliki kompetensi yang tinggi karena klien yang dihadapi adalah komunitas atau masyarakat luas. Perawat komunitas juga berperan dalam meminimalkan terjadinya transmisi atau penularan penyakit di komunitas.

Berdasarkan Quad Council (1999 dalam Lueckentte, 2000) seorang perawat komunitas bekerja sesuai dengan langkah-langkah berikut: (1) Menggunakan proses yang komprehensif dan sistematis melakukan pengkajian terhadap kesehatan masyarakat dan membuat intervensi yang sesuai dengan keadaan masyarakat. (2) Membangun hubungan kerjasama dengan pihak lain yaitu bahwa perawat harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat dengan melakukan pendekatan dan menjalin rasa percaya satu sama lain agar masyarakat mau menerima apa yang disampaikan oleh


(40)

perawat. (3) Fokus pada langkah pencegahan yaitu perawat komunitas harus mampu mengenali kelompok resiko tinggi terhadap suatu macam penyakit, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan. (4) Menciptakan lingkungan yang sehat dengan memberikan informasi tentang lingkungan yang sehat dan yang nyaman untuk tempat tinggal. (5) Menentukan target pelayanan yaitu perawat harus dapat menentukan siapa yang membutuhkan pelayanan yang disediakan. (6) Membuat prioritas kebutuhan yaitu mendahulukan masyarakat yang benar-benar membutuhkan pelayanan segera. (7) Memelihara sumber daya. (8) Kolaborasi dengan pihak lain seperti kader maupun organisasi masyarakat.

Perawat komunitas harus dapat mengenali kelompok khusus yang beresiko mengalami penurunan derajat kesehatan seperti para lansia. Perawat komunitas perlu memahami proses penuaan dan masalah yang mungkin muncul karena proses penuaan tersebut sehingga dengan demikian perawat dapat menyediakan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan lansia supaya lansia mampu bertanggung jawab dalam usaha mempertahankan derajat kesehatan mereka (Stone & McGuire, 1998). Perawat lansia di komunitas juga melibatkan perawat jiwa komunitas dan anggota tim kesehatan mental komunitas (Watson, 2003).

1.2.4.Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas/tenaga kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut (Azwar, 1996).

Rosenstock (dalam Muzaham, 1995) mengatakan beberapa teori tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain kepekaan seseorang terhadap penyakit, persepsi seseorang terhadap konsekuensi dari penyakit, persepsi seseorang terhadap keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pelayanan kesehatan dan persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan di dalam mengunakan pelayanan kesehatan.

Azwar (1996) mengatakan suatu pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai persyaratan pokok yang dapat memberi pengaruh kepada konsumen


(41)

dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu: tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar (pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat), mudah dicapai dari sudut lokasi untuk menentukan permintaan yang efektif, terjangkau dari sudut biaya sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat, bermutu yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Menurut Lapau (1997, dalam Rifai, 2005) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu: faktor sosiodemografis (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar family, kebangsaan, suku bangsa, agama), faktor sosiopsikologis (persepsi terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan), faktor ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan), dapat digunakan pelayanan kesehatan (meliputi jarak antara rumah penderita dengan tempat pelayanan kesehatan), dan variabel yang menyangkut kebutuhan (meliputi morbidity, gejala penyakit yang dirasakan oleh penderita yang bersangkutan, status terbatasnya keaktifan yang kronis, hari-hari dimana tidak dapat melakukan tugas dan diagnosa).

Sedangkan menurut Denver (1984) dalam Juanitas (1998) faktor determinan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu: (1) Faktor sosiobudaya termasuk norma-norma atau nilai-nilai yang ada di masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap pemanfaatan pelayanan, pengaruh teknologi terhadap pemanfaatan suatu pusat pelayanan bisa positif maupun negatif. (2) Faktor organisasi. (3) Faktor interaksi pemberi (provider) dan penerima pelayanan kesehatan (masyarakat).

Faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan sebagai berikuti: predisposing

factor (knowledge), enabling factors (affordable, accesible, needs), reinforcing factor (amenities) (Green, 1980 dalam Tukiman, 1994). Pertama Predisposing Factors (faktor pencetus), faktor predisposisi adalah faktor yang mempengaruhi

jenis dan jumlah sumber yang timbul dari dalam diri individu. Faktor predisposisi adalah faktor yang mendahului perilaku yang menjelaskan alasan atau motivasi untuk berperilaku terutama dalam perilaku kesehatan, hal inilah yang


(42)

menyebabkan masing-masing individu memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh pengetahuan.

Pada prinsipnya seseorang menggunakan jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi perilakunya yang terbentuk antara lain dari pengetahuannya. Kecenderungan seseorang untuk tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan didasari oleh pengetahuan orang yang bersangkutan akan pengetahuan yang berhubungan dengan suatu program maupun dengan pelayanan kesehatan tersebut. Sementara itu sejumlah pengetahuan yang ada pada setiap orang yang terbentuk dari seberapa jauh orang tersebut mendapatkan informasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan (Tukiman, 1994). Hasil penelitian Notoatmodjo, dkk (1990 dalam Tukiman, 1994) menunjukkan pengetahuan berhubungan dengan tinggi rendahnya penggunaan posyandu. Semakin banyak informasi yang diterima oleh masyarakat tentang pelayanan kesehatan semakin baik persepsinya terhadap pelayanan tersebut. Pengetahuan individu tentang pentingnya untuk mempertahankan kesehatan juga diperlukan agar individu memiliki persepsi yang positif terhadap pelayanan kesehatan sehingga ia mau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dengan optimal (Effendy, 1998).

Kedua Enabling factors (faktor yang memudahkan), faktor predisposisi harus didukung pula oleh hal-hal lain agar individu memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor pendukung/faktor yang memudahkan antara lain affordable (keterjangkauan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan biaya pelayanan kesehatan), accesible (ketercapaian pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan jarak ke tempat pelayanan kesehatan ), needs (kebutuhan kesehatan yang lebih menitik beratkan pada pelayanan yang diberikan oleh perawat atau petugas


(43)

kesehatan dimana pelayanan yang diberikan harus mencakup pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh agar pencapaian peningkatan kesehatan dapat terjangkau) (Sociological Research Online, 1997). Andersen (1975, dalam Muzaham, 1995) mengatakan bila enabling factors telah terpenuhi maka individu cenderung menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada saat sakit. Untuk penyakit yang tergolong berat maka kondisi ekonomi merupakan penentu akhir bagi individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Ketiga Reinforcing factors, adalah faktor penguat perubahan perilaku seseorang di bidang kesehatan. Beberapa faktor penguat ini antara lain menyangkut sikap petugas, tokoh masyarakat, teman sebaya, dan lain-lain (Green, 1980 dalam Tukiman, 1994). Kenyamanan pelayanan (amenities) merupakan salah satu dari kewajiban etik. Kenyamanan yang dimaksudkan tidak hanya menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi yang terpenting yaitu menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana tindakan perawatan ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Menurut Rockeach (1972, dalam Tukiman, 1994) sikap sebagai suatu kumpulan (organisasi) keyakinan-keyakinan yang relatif abadi terhadap suatu objek atau situasi yang mempengaruhi (predisposisi) seseorang untuk memberikan respon dengan cara-cara yang disukainya. Sikap disini diartikan sebagai sikap petugas kesehatan dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan. Semakin baik sikap seseorang terhadap suatu program biasanya akan cenderung mengikuti suatu program secara baik. Sementara itu sikap petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan besar pengaruhnya terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan serta mempengaruhi persepsi lansia akan pelayanan kesehatan yang diberikan (Bintang, 1989 dalam Tukiman, 1994).


(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Skema 1. Kerangka konsep penelitian analisa pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia

Kerangka konsep dari penelitian ini bertujuan untuk megidentifikasi pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Lansia sebagai kelompok yang beresiko tinggi mengalami gangguan kesehatan agar dapat mempertahankan derajat kesehatan yang optimal (Stone, McGuire & Eigsti, 1998).

Posyandu lansia sebagai program puskesmas tentunya memerlukan perhatian dan kerjasama dari lansia itu sendiri agar program posyandu lansia ini berhasil dan dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan Pelayanan kesehatan oleh seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya (Denver, 1984 dalam Juanitas, 1998). Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan pemanfaatan fasilitas atau pelayanan kesehatan seperti puskesmas, posyandu, dan lain-lain oleh petugas

Faktor Sosial Budaya

- Pendidikan/Pengetahuan

- Dukungan keluarga

- Spiritualitas

- Sistem mata pencaharian hidup

- Sistem organisasi kemasyarakatan

Pemanfaatan Posyandu Lansia

- Sistem teknologi dan peralatan

- Bahasa

- Kesenian


(45)

kesehatan sangat penting untuk melakukan pendekatan secara sosial budaya untuk mengetahui persepsi individu, diharapkan pelayanan kesehatan yang ada dapat diterima oleh lansia dan digunakan sebagaimana mestinya (Juanitas, 1998).

Dalam penelitian ini faktor-faktor sosial budaya yang diteliti hanya pendidikan/pengetahuan, dukungan keluarga, sistem mata pencaharian hidup, spiritualitas, sistem organisasi sosial karena menurut literatur ke lima faktor inilah yang lebih berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Sedangkan suku bangsa, tidak diteliti namun diidentifikasi pada data demografi.

Faktor-faktor lain yaitu sistem teknologi dan peralatan, bahasa dan kesenian tidak diteliti karena diasumsikan kurang berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia.

2. Defenisi Operasional

Tabel 1. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel independen : Faktor sosial budaya a. Pendidikan/

Pengetahuan

Proses pengembangan dan kematangan pandangan hidup lansia yang diperoleh

dari tingkat pendidikan formal, informasi dan cara

mendapatkan informasi mengenai program posyandu lansia dan

mempengaruhi

Kuesioner No 1-4

Hasil yang akan didapat:

Nilai tertinggi 11 dan

terendah 4


(46)

pemanfaatkan posyandu lansia.

Tabel 1. Sambungan

Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel independen :

b. Dukungan

keluarga

c. Spiritualitas

d.Sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi e. Sistem organisasi sosial

Bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga berupa materi, nasehat, perhatian yang dapat membantu lansia dalam memutuskan untuk memanfaatkan posyandu lansia.

Suatu keyakinan yang dimiliki lansia dalam kehidupannya meliputi aspek yang berasal dari diri sendiri, orang lain, alam dan kepercayaan kepada Tuhan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia.

Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh lansia yang dapat menyokong hidupnya atau keluarganya secara finansial dan berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia.

Perkumpulan yang merupakan tempat yang memberikan fasilitas/pelayanan kesehatan Kuesioner No 5-8 Kuesioner No 9-12 Kuesioner No13-16 Kuesioner No 17-20 Hasil yang akan didapat: Nilai tertinggi 10 dan terendah 4 Nilai tertinggi 8 dan terendah 4 Nilai tertinggi 9 dan terendah 4 Nilai tertinggi 8 dan terendah 4 Interval Interval Interval Interval


(47)

pada lansia yang mempengaruhi dalam pemanfaatan posyandu lansia

Tabel 1. Sambungan

Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel dependen : Pemanfaatan posyandu lansia

Aktivitas yang dilakukan lansia dalam penggunaan fasilitas kesehatan pada program posyandu lansia untuk meningkatkan kesehatannya.

Kuesioner No1-11

Hasil yang akan didapat: Nilai tertinggi 11 dan

terendah 0

Rasio

3. Hipotesa

Hipotesa yang digunakan pada penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu sebagai berikut :

a. Adanya pengaruh pendidikan/pengetahuan terhadap pemanfaatan posyandu

lansia

b. Adanya pengaruh dukungan keluarga terhadap pemanfaatan posyandu lansia

c. Adanya pengaruh spiritualitas terhadap pemanfaatan posyandu lansia

d. Adanya pengaruh sistem mata pencaharian hidup terhadap pemanfaatan

posyandu lansia

e. Adanya pengaruh sistem organisasi sosial terhadap pemanfaatan posyandu


(48)

Hipotesa penelitian yang akan dibuktikan adalah menerima Hipotesa alternatif (Ha) yaitu adanya pengaruh faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia dimana nilai signifikan p<0,05


(49)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif korelasi, yaitu jenis penelitian yang menelaah hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau kelompok subjek (Notoatmodjo, 2002). Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah lansia yang bertempat tinggal di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan.

2.2. Sampel

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik convenience sampling yang dilakukan dengan mengambil responden yang tersedia pada saat itu dan telah memenuhi kriteria sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2002). Penentuan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dilakukan berdasarkan tabel power analysis untuk koefisien perbandingan dengan level of significance (α) sebesar 5%, power of test (1-β) sebesar 80% dan effect size (δ) sebesar 40%, sehingga didapat jumlah sampel sebanyak 50 orang (Polit & Hungler, 1995).


(50)

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) lansia yang berusia ≥ 60 tahun, (2) lansia yang mendapatkan pelayanan posyandu lansia dari Puskesmas Darussalam, (3) dapat berbahasa Indonesia dengan baik, (4) bisa mendengar, (5) bersedia menjadi responden penelitian.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 sampai 26 Mei tahun 2007 di Puskesmas Darussalam Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi karena dari hasil studi pendahuluan ditemukan bahwa Puskesmas Darussalam merupakan Puskesmas yang mengadakan program Posyandu lansia. Program ini dilakukan di tiga wilayah yaitu di Kelurahan Sei Putih Barat yang diadakan satu bulan sekali, di Kelurahan Sei Kambing D yang diadakan satu bulan sekali dan Puskesmas Darussalam itu sendiri yang diadakan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia yang diadakan setiap hari. Puskesmas Darussalam merupakan salah satu puskesmas yang aktif melakukan program posyandu lansia dan yang memiliki pengunjung lansia yang cukup tinggi. Posyandu lansia yang menjadi salah satu program di Puskesmas Darussalam yang memiliki kegiatan seperti pemeriksaan HB/darah/urine, pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran tekanan darah, konsultasi kesehatan, pengukuran mental, serta pembinaan senam lansia (Puskesmas Darussalam, 2005).

4. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan


(51)

prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan cacatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode pada masing-masing lembar kuesioner. Dan peneliti memusnahkan instrumen penelitian setelah proses penelitian selesai. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

5. Instrumen Penelitian 5.1. Kuesioner Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner yang disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada kerangka konsep dan tinjauan pustaka. Kuesioner terdiri dari tiga bagian, yaitu kuesioner data demografi, kuesioner data faktor-faktor sosial budaya dan kuesioner data pemanfaatan posyandu lansia.

Kuesioner data demografi responden meliputi usia, pendidikan, status, agama, suku bangsa, pekerjaan, dan penghasilan perbulan.

Kuesioner data faktor-faktor sosial budaya responden meliputi pendidikan/pengetahuan (1-4), dukungan keluarga (5-8), spiritualitas (9-12), sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi (13-16), sistem organisasi sosial (17-20).


(52)

Kuesioner pemanfaatan posyandu lansia oleh responden terdiri dari 11 pertanyaan yang merupakan closed ended dichotomy question yaitu dalam bentuk pertanyaan jawaban ”Ya” dan ”Tidak” (Burn & Grove, 1993). Dimana dari antara pertanyaan-pertanyaan tersebut terdapat 10 pertanyaan positif (pertanyaan nomor 1, 3, 4, 5 ,6, 7, 8, 9, 10, 11) dengan penilaian untuk jawaban ”Ya = 1” dan ”Tidak = 0” dan satu pertanyaan negatif (pertanyaan nomor 2) dengan penilaian untuk jawaban ”Ya = 0” dan ”Tidak = 1”. Maka untuk pemanfaatan posyandu lansia diperoleh nilai tertinggi 11 dan nilai terendah 0. Berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (1992):

rentang banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas, dengan rentang (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah) sebesar 11 dan banyak kelas 3 kategori (pemanfaatan buruk, sedang dan baik) maka didapatkan panjang kelas sebesar 3. Menggunakan P = 3 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, data pemanfaatan posyandu lansia oleh lanjut usia

dikategorikan sebagai berikut:

0-3 = pemanfaatan buruk 4-7 = pemanfaatan sedang 8-11 = pemanfaatan baik

5.2. Reliabilitas Instrumen

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam


(53)

ruang lingkup yang sama. Karena alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek (Ritonga, 1997). Dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas konsistensi internal karena memiliki kelebihan yaitu, pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen kepada satu subyek studi (Dempsey & Dempsey, 2002: Azwar, 2003).

Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan formula Cronbach Alpha dalam Program SPSS versi 12,0 untuk kuesioner faktor-faktor sosial budaya adalah 0,793 (lihat pada lampiran). Untuk uji reliabilitas kuesioner pemanfaatan posyandu lansia digunakan formula KR 20 secara manual dengan hasil 0,87. Menurut Polit & Hungler (1995) suatu instrumen yang baru reliabel bila koefisiennya 0,70 atau lebih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner faktor-faktor sosial budaya dan kuesioner pemanfaatan posyandu lansia yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Selain itu instrumen telah divaliditas oleh ahli Komunitas PSIK FK USU.

6. Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan panduan kuesioner dengan dibantu oleh petugas kesehatan yang ada pada puskesmas. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU, kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Lalu bersama surat rujukan dari Dinas Kesehatan Kota Medan surat izin tersebut dikirimkan ke


(54)

tempat penelitian yaitu Puskesmas Darussalam Medan. Setelah mendapat izin, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian. Pada saat pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent. Responden yang bersedia, diwawancarai dan diberi kesempatan bertanya apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami. Selesai wawancara, peneliti memeriksa kelengkapan data dan jika data yang kurang, dapat langsung dilengkapi. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis.

7. Analisa Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti melakukan pengolahan data atau analisis data. Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, dilanjutkan dengan memberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data. Kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPSS versi 12,0.

Pengolahan data demografi meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status, agama, suku, pekerjaan, dan penghasilan keluarga perbulan, dilakukan untuk mendiskripsikan frekuensi dan presentase.

Pengolahan data faktor-faktor sosial budaya yang meliputi pendidikan/pengetahuan, dukungan keluarga, spiritualitas, sistem mata pencaharian, dan sistem organisasi sosial. Untuk pendidikan/pengetahuan


(55)

(kuesioner nomor 1-4) diperoleh nilai tertinggi 11 dan nilai terendah 4. Untuk dukungan keluarga (kuesioner nomor 5-8) diperoleh nilai tertinggi 10 dan nilai terendah 4. Untuk spiritualitas (kuesioner nomor 9-12) diperoleh nilai tertinggi 8 dan nilai terendah 4. Untuk sistem mata pencaharian (kuesioner nomor 13-16) diperoleh nilai tertinggi 9 dan nilai terendah 4. Untuk sistem organisasi sosial (kuesioner nomor 17-20) diperoleh nilai tertinggi 8 dan nilai terendah 4.

Untuk pengolahan data terhadap pemanfaatan posyandu lansia oleh responden terdiri dari 11 pertanyaan, untuk setiap pertanyaan positif yang menjawab ’Ya’ mendapat nilai 1 dan yang menjawab ’Tidak’ mendapat nilai 0 (nol) dan untuk pertanyaan negatif yang menjawab ’Ya’ mendapat nilai 0 (nol) dan yang menjawab ’Tidak’ mendapat nilai 1. Maka untuk pemanfaatan posyandu lansia diperoleh nilai tertinggi 11 dan nilai terendah 0.

Metode statistik yang digunakan untuk menggambarkan dan menentukan pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia adalah metode analisis korelasi regresi linier ganda. Metode ini digunakan karena jumlah variabel bebas lebih dari dua variabel.

Dalam analisis korelasi regresi linier ganda digunakan metode backward untuk melakukan pemilihan variabel independen dalam analisis multivariate regresi linier ganda dimana semua variabel dimasukkan ke dalam model, tetapi kemudian satu persatu variabel independen akan dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Variabel yang pertama kali dikeluarkan adalah variabel yang mempunyai korelasi parsial terkecil dengan variabel dependen. Kriteria pengeluaran atau P-out (POUT) adalah 0,10 artinya variabel yang mempunyai nilai p lebih besar atau sama dengan 0,10 dikeluarkan


(56)

dari model, dikatakan signifikan bila nilai P-value < 0,05 (Hastono, 2001). Koefisien korelasi (R) untuk menyatakan derajat hubungan, nilai R menunjukkan besarnya pengaruh dari beberapa faktor (variabel independen) secara bersama-sama terhadap variabel dependen dengan pembagian (Burn & Grove, 1993):

0.1-0.3 : Korelasi rendah, hubungan positif dengan interpretasi lemah. 0.3-0.5 : Korelasi sedang, hubungan positif dengan interpretasi memadai. > 0.5 : Korelasi tinggi, hubungan positif dengan interpretasi kuat.


(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai analisa faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia yang diperoleh melalui proses pengumpulan data yang dilakukan sejak 21 Mei sampai 26 Mei 2007 di Puskesmas Darussalam Medan.

Selain menjawab pertanyaan penelitian tentang analisa pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia, dalam bab ini juga dijabarkan deskripsi karakteristik responden.

Karakteristik Responden

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 50 orang. Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status, agama, suku bangsa, pekerjaan, penghasilan.

Dari data yang diperoleh (lihat tabel 5.1) menunjukkan bahwa usia lansia yang terbanyak adalah yang berusia 60-70 tahun (54%). Jenis

kelamin responden yang terbanyak adalah wanita (60%), pendidikan terakhir yang terbanyak adalah SD (46%). Mayoritas responden berstatus

sudah menikah dan belum janda/duda (74%), beragama Islam (68%), bersuku Batak (40%) dan wiraswasta (46%). Berdasarkan penghasilan, kategori responden yang terbanyak adalah mempunyai penghasilan dibawah

Rp.820.000 (94%).

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan presentase karakteristik responden

Karakteristik Frekuensi Persentase

Usia

60-70 tahun > 70

27 23

54 46 Jenis kelamin


(58)

Pria Wanita 20 30 40 60 Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMU Akademi/PT 3 23 12 11 1 6 46 24 22 2 Status Menikah Janda/duda 37 13 74 26 Agama Islam Kristen Protestan Katolik 34 15 1 68 30 2 Suku Batak Melayu Jawa Lain-lain 20 5 17 8 40 10 34 16 Pekerjaan Pensiunan PNS Wiraswasta Lain-lain 10 13 17 20 46 34 Penghasilan <Rp. 820.000

Rp. 820.000-Rp. 1.640.000

47 3

94 6

Deskripsi Faktor-faktor Sosial Budaya

Deskripsi faktor-faktor sosial budaya yang meliputi variabel pendidikan/pengetahuan, dukungan keluarga, sistem mata pencaharian, spiritualitas dan sistem organisasi sosial terdiri dari nilai range, minimum, maximum, mean, dan standart deviasi untuk masing-masing variabel (lihat

tabel 5.2). Tabel 5.2. Deskripsi faktor-faktor sosial budaya

Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Pendidikan 7 4 11 5.84 2.160

Dukungan keluarga 5 4 9 6.36 1.258

Spiritualitas 3 5 8 6.52 .909

Sistem organisasi sosial 4 4 8 6.62 .901

Sistem mata pencaharian 3 6 9 8.56 .760

Distribusi frekuensi dan persentase faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi pemanfaatan posyandu lansia dapat dilihat pada tabel 5.3.


(59)

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase faktor-faktor sosial budaya yang

mempengaruhi pemanfaatan posyandu lansia.

No Faktor Sosial Budaya Frekuensi Persentase

1 Informasi posyandu

Tidak pernah Pernah 25 25 50 50

2 Sumber informasi

Tidak pernah tahu Anggota keluarga Teman (sesama lansia) Dokter/perawat/bidan 25 14 7 4 50 28 14 8

3 Tujuan posyandu

Pengobatan Perawatan

Pencegahan & pemeliharaan

40 5 5 80 10 10

4 Kegiatan posyandu

Tidak Ya 38 12 76 24

5 Tinggal bersama

Sendiri

Suami/istri/anak

Suami/istri, anak dan cucu

2 15 33 4 30 66

6 Dukungan nasehat

Tidak pernah Pernah 35 15 70 30

7 Dukungan materi

Tidak pernah Pernah 45 5 90 10

8 Mengantar ke posyandu

Tidak pernah Kadang-kadang Selalu 35 13 2 70 26 4

Tabel 5.3. Sambungan

No Faktor Sosial Budaya Frekuensi Persentase

9 Masalah kesehatan sendiri Tidak ada Ada 16 34 32 68 10 Menerima perhatian

Tidak Ya 32 18 64 36 11 Berbagi pengalaman

Tidak Ya 26 24 52 48 12 Kesehatan bagian iman


(1)

Kuesioner data faktor-faktor sosial budaya

Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan informasi mengenai posyandu lansia?

Tidak pernah Pernah

2. Dari mana Bapak/ibu mendapatkan informasi mengenai posyandu lansia?

1. Tidak pernah tahu Anggota keluarga Teman (sesama lansia) Dokter/perawat/bidan

3. Apakah tujuan dari program posyandu lansia? 1. Pengobatan penyakit

2. Perawatan terhadap penyakit

3. Pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan

4. Apakah Bapak/Ibu mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam program posyandu lansia di Pukesmas Darussalam?

1. Tidak 2. Ya

5. Selama ini Bapak/ibu tinggal dengan siapa ? 1. Sendiri

2. Bersama suami/istri/anak

3. Bersama suami/istri, anak dan cucu

6. Apakah Bapak/ibu pernah memperoleh nasehat dari keluarga untuk mengikuti pelayanan program posyandu lansia dari Puskesmas Darussalam?

2. Tidak pernah 3. Pernah

7. Apakah Bapak/ibu pernah memperoleh dukungan dari keluarga berupa materi untuk mengikuti pelayanan program posyandu lansia dari Puskesmas Darussalam ?


(2)

2. Pernah

8. Apakah anggota keluarga mengantar anda untuk ikut serta dalam program posyandu lansia?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Selalu

9. Apakah ada merasa bahwa anda mempunyai masalah kesehatan yang tidak dapat anda tangani sendiri?

1. Tidak ada 2. Ada

10.Apakah anda menerima banyak perhatian dari petugas kesehatan dan teman-teman yang berkunjung ke puskesmas?

1. Tidak 2. Ya

11.Apakah anda bertukar informasi dan pengalaman dengan teman-teman maupun petugas kesehatan?

1. Tidak 2. Ya

12.Apakah anda meyakini bahwa kesehatan merupakan bagian dari iman anda kepada Tuhan?

1. Tidak 2. Ya

13.Apakah setiap pelayanan yang diberikan posyandu lansia memerlukan biaya?

1. Ya 2. Tidak

14.Apakah biaya yang dikeluarkan dapat mempengaruhi anggaran belanja keluarga?

1. Ya 2. Tidak


(3)

1. Diri sendiri

2. Bantuan dari sanak keluarga

3. Bantuan dari pemerintah berupa Askes, dan lain-lain

16.Apakah tempat diadakannya pelayanan Posyandu Lansia

membutuhkan biaya tranportasi? 1. Ya

2. Tidak

17.Apakah peralatan yang digunakan sudah lengkap dan sesuai dengan jenis kegiatan yang dilakukan?

1. Tidak 2. Ya

18.Apakah posyandu lansia memberikan pelayanan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan kebutuhan anda?

1. Tidak 2. Ya

19.Apakah petugas kesehatan mampu memberikan pelayanan dengan cepat dan terampil?

1. Tidak 2. Ya

20.Apakah puskesmas menjalin kerjasama dengan rumah sakit, dokter ahli, serta ahli terapi lainnya untuk kesembuhan pasien?

1. Tidak 2. Ya


(4)

C.

Kuesioner data pemanfaatan pelayanan posyandu lansia

No. Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah anda sering berkunjung ke Puskesmas ini?

2 Apakah anda berkunjung ke Puskesmas ini hanya karena sakit? 3. Ketika anda sakit apakah anda akan menerima pengobatan

yang diberikan oleh Puskesmas Darussalam?

4. Apakah anda melakukan pemeriksaan darah dan urine sesuai yang dijadwalkan oleh Puskesmas Darussalam?

5. Apakah anda mengikuti senam lansia pada waktu yang ditentukan oleh Puskesmas Darussalam?

6. Apakah anda mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh Puskesmas Darussalam?

7. Apakah anda mengikuti program pengukuran mental yang dianjurkan pada waktu yang ditentukan oleh Puskesmas Darussalam?

8. Apakah anda melakukan pengukuran TB/BB pada waktu yang ditentukan oleh Puskesmas Darussalam?

9. Apakah anda melakukan pengukuran tekanan darah pada waktu yang ditentukan oleh Puskesmas Darussalam?

10. Bila penyakit yang anda derita tidak dapat diatasi di Puskesmas Darussalam, apakah anda menerima untuk dirujuk ke rumah sakit oleh Puskesmas ini?


(5)

Uji reliabilitas Kuesioner Faktor-Faktor Sosial Budaya menggunakan formula Cronbach Alpha dalam Program SPSS versi 12,0

Reliability

Warnings

The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis.

Case Processing Summary

10 100.0

0 .0

10 100.0

Valid Excludeda

Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.793 20

Cronbach's


(6)

CURRICULUM VITAE

Nama : Hartati A. M Simamora

Tempat/ tanggal lahir : Dolok Sanggul/ 07 Agustus 1984

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Menteng VII Gg. Gereja N0. 5 Medan

Pendidikan :

1. TK Swasta Kristen katolik Tahun 1995 − 1996

St. Maria Dolok Sanggul

2. SD Negeri 173396 Dolok Sanggul Tahun 1990-1996

3. SMP Negeri 1 Dolok Sanggul Tahun 1996-1999

4. SMU Negeri 5 Medan Tahun 1999-2002