pengobatan pasien melasma yang datang berobat ke Poliklinik Sub Bagian Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan masalah
Apakah pemberian AX oral disertai gel AX lebih efektif dibandingkan AX oral disertai krim TC dalam memperbaiki gambaran klinis pasien melasma penurunan nilai Melasma
Severity Scale dan skor MASI?
1.3 Hipotesis
Terdapat perbaikan gambaran klinis penurunan nilai Melasma Severity Scale dan skor MASI yang lebih baik dengan pemakaian AX oral disertai gel AX dibandingkan AX
oral disertai krim TC.
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan efektifitas pemberian AX oral disertai gel AX dibandingkan AX oral disertai krim TC terhadap pasien melasma.
1.4.2 Tujuan khusus
Universitas Sumatera Utara
A. Mengetahui perubahan gambaran klinis penurunan nilai Melasma Severity
Scale dan skor MASI yang terjadi setelah diterapi dengan AX oral disertai
gel AX. B.
Mengetahui perubahan gambaran klinis penurunan nilai Melasma Severity Scale
dan skor MASI yang terjadi setelah diterapi dengan AX oral disertai krim TC.
C. Mengetahui efek samping yang terjadi setelah pemberian terapi AX oral
disertai gel AX pada pasien melasma. D.
Mengetahui efek samping yang terjadi setelah pemberian terapi AX oral disertai krim TC pada pasien melasma.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Membuka wawasan
mengenai penanganan melasma. 1.5.2 Sebagai alternatif terapi pada pengobatan melasma dengan efek samping
minimal. 1.5.3
Menjadi data bagi penelitian selanjutnya dalam hal penanganan melasma.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka teori
faktor paparan
sinar matahari
faktor obatāobatan
tertentu faktor
genetik faktor
endokrin faktor
kosmetika
morfologi melanosit,
struktur matriks
melanosom, aktivitas
tirosinase, tipe
melanin yang di i t
i preoksidasi
lipid membran
selular estrogen,
progesteron, MSH,
ACTH lipoprotein obat
anti epilepsi, tetrasiklin,
fotosensitisasi klorokuin dll
terbentuk radikal
bebas
tertimbun diatas
lapisan dermis
stimulasi melanosit
produksi melanin
MELASMA
Universitas Sumatera Utara
1.7 Kerangka
konsep
AX oral disertai gel AX
MELASMA AX
oral disertai krim TC
1. Evaluasi klinis:
- Perubahan
Melasma Severity
Scale -
Perubahan skor MASI
2. Evaluasi efek samping
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Melasma 2.1.1 Pendahuluan
Melasma merupakan kelainan hipermelanosis yang sangat sering dijumpai, bersifat didapat, dengan distribusi simetris pada daerah yang sering terpapar sinar matahari dan biasanya
dijumpai pada wanita usia reproduksi. Melasma muncul dalam bentuk makula berwarna coklat
terang sampai gelap dengan pinggir yang iregular, biasanya melibatkan daerah dahi, pelipis, pipi, hidung, di atas bibir, dagu, dan kadang-kadang leher. Meskipun melasma dapat mengenai semua
orang, akan tetapi lebih sering pada wanita Asia dan Hispanik berkulit gelap.
2-11,15-18,19
2.1.2 Epidemiologi
Insiden pasti melasma masih belum diketahui. Banyaknya bahan-bahan pemutih yang dijual bebas berpengaruh terhadap keterbatasan insiden pasti yang sebenarnya.
1,2,4,6
Diperkirakan di Amerika Serikat, sekitar 5-6 juta wanita menderita kelainan ini.
10,15
Prevalensi melasma pada kulit Asia tidak diketahui akan tetapi diperkirakan berkisar 40 terjadi pada wanita dan 20
pada pria.
6
Di Asia Timur dilaporkan pasien yang datang berobat ke klinik kulit setiap tahunnya sebesar 0,25-40.
20
Di RSUP. H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari sampai Desember 2009, dari total 5.369 pasien yang berobat
Universitas Sumatera Utara
ke Poliklinik Sub Bagian Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 22 orang 0,41 diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis melasma.
9
Melasma terutama mengenai wanita usia reproduksi, sedangkan pria hanya 10 dari keseluruhan kasus, dan secara klinis serta histologis memberikan gambaran yang sama seperti
pada wanita.
1,3,4,6,8,10,11
Penelitian oleh Goh dan Dlova di Singapura mendapatkan rasio melasma antara wanita dan pria sebesar 21:1. Di Indonesia perbandingan kasus melasma antara wanita dan
pria adalah 24:1, terbanyak pada wanita usia subur berusia 30-44 tahun dengan riwayat terpapar langsung sinar matahari.
20
Sudharmono dkk. 2004 di Jakarta, dari 145 pasien melasma hampir seluruh pasien berjenis kelamin wanita 97,93, kecuali 3 pasien berjenis kelamin pria
2,07.
21
Meskipun melasma dapat mengenai semua ras akan tetapi paling sering dijumpai pada ras berkulit gelap tipe kulit Fitzpatrick IV-VI terutama pada wanita ras Asia dan Hispanik yang
tinggal pada daerah dengan radiasi ultraviolet yang tinggi.
1,2,4,7,8,15,22-24
Pada wanita ras Latin, melasma lebih sering terjadi pada tipe kulit III-IV.
17
2.1.3 Etiologi
Etiologi melasma masih belum dimengerti.
1-3,23,25
Adapun faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis melasma diantaranya faktor endokrin, predisposisi genetik, paparan radiasi
UV, dan faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor yang terlibat lainnya adalah kandungan tertentu yang terdapat dalam kosmetika, defisiensi nutrisi, obat-obat yang bersifat fototoksik, dan fotosensitif
atau fotoalergik, dan obat-obatan antikonvulsan yang apabila berkombinasi dengan sinar matahari akan ikut terlibat dalam patogenesis melasma.
1-5,8,10,12,15,16,24
Dari sekian banyak faktor etiologi yang berhubungan dengan melasma, paparan sinar matahari terlihat sangat berperan
penting.
5,8,22,26
Penelitian oleh Sanchez dkk., semua pasien yang bertempat tinggal di Puerto Rico
Universitas Sumatera Utara
dan sebagian besar onset melasmanya terjadi selama musim panas, pasien merasa pada musim dingin melasma mereka nyata berkurang. Pasien ini juga mengatakan bahwa paparan sinar
matahari akan memperparah melasma mereka.
5
Pathak dkk. memperkirakan bahwa pengaruh genetik dan paparan sinar matahari adalah yang sangat berperan.
4,12,27
Beberapa dari faktor-faktor tersebut telah diobservasi sedangkan yang lainnya telah dilakukan uji klinis.
5
Kira-kira sepertiga kasus melasma pada wanita, dan sebagian besar pada pria adalah idiopatik.
3,27,28
2.1.4 Patogenesis
Patogenesis melasma selalu digunakan dalam pelaksanaan proses diagnosis maupun proses pengobatan. Pengetahuan tentang patogenesis melasma banyak berkaitan dengan biologi,
biokimia, patofisiologi dan patologi dari proses pigmentasi kulit, baik ditingkat selular, biomolekular dan jaringan kulit. Juga berhubungan langsung dengan faktor penyebab melalui
beberapa mekanisme yang bersifat spesifik.
27
A. Sistem Pigmentasi Kulit
Sistem pigmentasi manusia terdiri dari 2 dua tipe sel, yaitu melanosit dan keratinosit beserta komponen selular yang berinteraksi membentuk hasil akhir yaitu
pigmen melanin.
27
Melanosit yaitu suatu sel eksokrin, yang berada di lapisan basal epidermis dan matriks bulbus rambut. Setiap melanosit lapisan basal dihubungkan
melalui dendrit-dendrit melanosit dengan 36 keratinosit yang berada pada lapisan malphigi epidermis, ini yang disebut dengan unit melanin lapisan epidermal. Melanosit
memproduksi tirosinase dan melanosom. Di dalam melanosit diproduksi dua subtipe melanin, eumelanin dan feomelanin. Tirosinase berperan dalam pembentukan dua subtipe
melanin tersebut.
29,30
Universitas Sumatera Utara
Skema 1. Pigmentasi kulit Tirosin
hidroksilasi 3,4-dihidroksifenilalanin DOPA
oksidasi enzim tirosinase DOPAquinon
Pembentukan melanin di dalam melanosom
Bermigrasi ke dalam dendrit-dendrit dari melanosit setiap melanosit berhubungan
dengan beberapa keratinosit
Unit Melanin Epidermal
Sesuai dengan kepustakaan aslinya no.30
Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dari polimerisasi dan oksidasi pada proses melanogenesis. Terdapat 2 pigmen melanin yaitu, eumelanin
coklat-hitam dan feomelanin kuning-merah. Eumelanin bersifat lebih dominan.
27,29,31
Melanin ditransfer dari melanosit ke epidermis melalui keratinosit. Degradasi melanosom dilakukan oleh asam hidrolase lisosom selama keratinosit naik menuju
permukaan epidermis, dan akhirnya melanin hilang bersama lepasnya stratum korneum.
30
Jika terdapat inflamasi kulit dan kemudian kerusakan selular, beberapa melanosom
Universitas Sumatera Utara
masuk ke dalam dermis dan ditangkap oleh makrofag, maka sel-sel ini yang kemudian dikatakan sebagai melanofag.
28
Karakteristik keadaan untuk melasma yaitu terjadi kelainan proses pigmentasi berupa hipermelanosis epidermal, yang disebabkan oleh peningkatan produksi melanin tanpa
perubahan jumlah melanosit, dengan mekanisme peningkatan produksi melanosom, peningkatan melanisasi dari melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar,
peningkatan pemindahan melanosom ke dalam keratinosit, dan peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit.
27
B. Patogenesis faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya melasma
a. Faktor
Endokrin
Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain : Melanin Stimulating Hormone
MSH, ACTH, lipotropin, estrogen, dan progesteron.
27,31
Melanin Stimulating Hormon MSH merangsang melanogenesis melalui
interaksi dengan reseptor membran untuk menstimulasi aktivitas adenyl cyclase c- AMP dan juga meningkatkan pembentukan tirosinase, melanin dan penyebaran
melanin. Hipermelanosis yang difus berhubungan dengan insufisiensi korteks adrenal. Peningkatan MSH dan ACTH yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari akan terjadi bila
kortisol mengalami defisiensi sebagai akibat dari kegagalan mekanisme inhibisi umpan balik.
27
Estrogen dan progesteron baik natural maupun sintetis diduga sebagai penyebab terjadinya melasma oleh karena sering berhubungannya dengan kehamilan Snell,
1964, penggunaan obat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron Esoda, 1963; Resnick, 1967; Cook dkk., 1961, penggunaan estrogen konjugasi pada
Universitas Sumatera Utara
wanita postmenopause Parker, 1981 dan pengobatan kanker prostat dengan dietilbestrol Ross dkk., 1981.
1,18
Meskipun peran estrogen dalam menginduksi melasma belum diketahui, namun dilaporkan bahwa melanosit yang mengandung
reseptor estrogen menstimulasi sel-sel tersebut menjadi hiperaktif.
1
Peranan hormon estrogen dan progesteron pada kehamilan yang disertai melasma juga belum diketahui dengan pasti. Pathak dkk. berpendapat bahwa melasma tidak
akan hilang setelah proses kelahiran atau penghentian penggunaan obat kontrasepsi. Kelainan ini dapat memudar akan tetapi lebih sering persisten untuk jangka waktu
yang lama, dan timbul kembali pada kehamilan berikutnya.
3,4,11,23
Dari penelitian ternyata 77 wanita yang menderita melasma karena pemakaian pil kontrasepsi, juga
menderita melasma gravidarum.
27
Pada penelitian Iraji di Iran menunjukkan dari 230 wanita hamil, 27,6 menderita melasma. Muzzaffar di Pakistan menyatakan dari 140
wanita hamil, 46,4 menderita melasma dan pada satu penelitian di Perancis oleh Estev dkk. 1994 pada 60 wanita hamil, dilaporkan prevalensi sebanyak 5 n=3.
Prevalensi melasma pada penelitian lainnya dilaporkan sebanyak 50-70.
32
Pada mamalia, hormon pituitari dan ovarium merangsang terjadinya melanogenesis.
29
Walaupun estrogen disangka memegang peranan penting dalam etiologi melasma, terdapat insiden yang rendah diantara para wanita postmenopause yang
mendapat terapi pengganti.
2,3,27
Perez dkk. mengevaluasi profil endokrinologik pada 9 wanita dengan melasma idiopatik dan menemukan adanya peningkatan level leutinizing hormon LH dan level
estradiol serum yang rendah, abnormalitas diduga akibat adanya disfungsi ovarium ringan.
Pada 15 pasien pria dengan melasma idiopatik juga menunjukkan profil
Universitas Sumatera Utara
hormon yang abnormal, dengan peningkatan level sirkulasi LH dan level testosteron serum yang rendah dibanding kontrol, mungkin oleh karena testicular resistance.
1,4 ,5,18
Disamping itu juga terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit autoimun tiroid dengan melasma. Penelitian oleh Lutfi dkk. pada 108 wanita yang tidak hamil
dan menemukan hubungan yang bermakna antara penyakit tiroid autoimun dan melasma, terutama pada wanita yang penyakit tersebut didapat pada saat hamil atau
setelah menggunakan obat kontrasepsi oral. Pada penelitian ini penderita penyakit tiroid empat kali lebih besar menderita melasma n=84 dibanding kontrol
n=25.
1,4,5,23
b. Predisposisi Genetik