3.10 Kerangka operasional
Melasma tipe epidermal
Kelompok B
AX oral pagi + krimTC malam
Evaluasi klinis: ‐ Melasma Severity Scale
- Skor
MASI Evaluasi efek samping
Kelompok A
Lampu Wood
Klinis melasma di wajah
Krim tabir surya inorganik SPF
33 Pasien
datang berobat ke
Poliklinik Sub Bag Kosmetik
IKK RSUP H. Adam
Malik Medan
Melasma Severity Scale ≥ 2 dan Skor MASI
Krim ambifilik
i
AX oral pagi + gel AX pagi
malam
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Sub Bagian Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan mulai bulan Januari – Mei 2011. Dalam penelitian ini
diikutsertakan 54 orang pasien wanita penderita melasma tipe epidermal. Dari ke 54 orang pasien yang mengikuti penelitian dibagi atas dua kelompok yaitu 27 pasien yang diobati dengan AX oral disertai gel
AX, sebagai kelompok terapi dan 27 pasien lainnya yang diobati dengan AX oral disertai krim TC sebagai kelompok kontrol. Hanya 50 pasien yang menyelesaikan penelitian hingga minggu ke 8, 1 pasien
dari kelompok terapi dan 3 pasien dari kelompok kontrol tidak melanjutkan pengobatan dengan alasan yang tidak jelas.
Kelompok terapi Kelompok kontrol
Total Variabel
Kelompok usia N N N
4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok usia tahun
20-34 3
11,5 3
12,5 6
12,0 35-65
23 88,5
21 87,5
44 88,0
Total 26
100,0 24
100,0 50
100,0
4.1.1. Kelompok usia
Kriteria pengelompokan usia berdasarkan klasifikasi Erikson’s Stages of Physchosocial Development
yang mengklasifikasikan usia 12-19 tahun sebagai subyek kelompok remaja, usia 20-34 tahun sebagai dewasa muda dan usia 35-65 tahun sebagai dewasa.
Oleh karena subyek penelitian ini adalah pasien melasma dengan usia
≥ 21 tahun, maka pada penelitian ini kelompok usia subyek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok usia 20-34 tahun dan 35-65 tahun.
Dari 50 pasien melasma, usia termuda adalah 27 tahun dan tertua adalah 54 tahun. Pada penelitian ini didapatkan pasien melasma pada kelompok terapi, usia 20-34 tahun sebanyak 3 orang
11,5 dan terbanyak pada kelompok usia 35-65 tahun yaitu sebanyak 23 orang 88,5. Rerata usia adalah 41,50 tahun dan standart deviasi ±5,649. Sedangkan pasien melasma pada kelompok kontrol, usia
20-34 tahun sebanyak 3 orang 12,5 dan terbanyak pada kelompok usia 35-65 tahun yaitu 21orang 87,5. Rerata usia adalah 42,69 tahun dan standart deviasi ±6,498. Pada penelitian ini tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna antara kelompok terapi dan kelompok kontrol mengenai karakteristik subyek berdasarkan kelompok usia p0,05. Rerata usia pasien melasma pada penelitian ini adalah 42,12 tahun
dengan standart deviasi ±6,073. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Rikyanto 2001-2003 di Yogyakarta, dari 320
pasien diketahui bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita kasus melasma adalah 31-40 tahun sebanyak 128 orang 42,4. Peringkat kedua adalah kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 113 orang
Universitas Sumatera Utara
37,4, diikuti kelompok usia 50 tahun keatas sebanyak 39 orang 12,9 dan selanjutnya kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 22 orang 7,3.
20
Begitu juga dengan hasil penelitian Koesoema 2008 di Medan, dari 100 orang dimana pasien melasma terbanyak dijumpai pada kelompok usia diatas 40 tahun
sebanyak 83,6 dengan usia termuda 32 tahun dan tertua berumur 68 tahun.
30
Penelitian Sudharmono dkk. 2004 di Jakarta, dari 145 pasien diketahui bahwa kelompok usia tersering yang menderita kasus
melasma adalah kelompok usia 25-44 tahun sebanyak 74 orang 51,03. Peringkat kedua adalah kelompok usia 45-64 tahun sebanyak 64 orang 46,21, diikuti kelompok usia 65 tahun keatas dan
selanjutnya kelompok usia 15-24 tahun masing-masing sebanyak 2 orang 1,38.
21
Menurut kepustakaan dikatakan melasma timbul pada usia reproduksi sekitar 30-55 tahun. Menurut Rigopoulos
dkk., umur yang dikenai biasanya wanita paruh baya.
30
Kelompok usia ini merupakan usia reproduksi sehingga hormon estrogen meningkat dan usia mulai bekerja yang dihubungkan dengan aktivitas di luar ruangan, sering terpapar sinar matahari serta
penggunaan berbagai bahan kosmetika untuk mempercantik penampilan, dan alat kontrasepsi khususnya hormonal yang memicu terjadinya melasma.
Tabel 4.2 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan suku Kelompok terapi
Kelompok kontrol Total
Variabel Suku
N N N
Batak 23
88,5 18
75 41
82,0 Jawa
1 3,8
5 20,8
6 12,0
Minangkabau Lainnya Aceh
Total 2
26 7,7
0,0 100,0
1 24
0,0 4,2
100,0 2
1 50
4,0 2,0
100,0
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Suku
Pada penelitian ini, dijumpai suku yang dominan yaitu suku Batak, dimana pada kelompok terapi ada 23 orang 88,5, dan pada kelompok kontrol ada 18 orang 75. Dan kemudian diikuti oleh suku
Jawa, Minangkabau, dan Aceh. Pada analisa statistik tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara dua kelompok penelitian ini p0,05. Menurut kepustakaan, melasma dapat mengenai semua ras terutama
wanita yang berkulit gelap seperti ras Hispanik dan Asia yang tinggal pada daerah dengan intensitas radiasi sinar UV yang tinggi.
1,2,4,7,8,15,22-24
Tabel 4.3 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan pekerjaan Kelompok terapi
Kelompok kontrol Total
Variabel Pekerjaan
N N N
PNS 18
69,2 14
58,3 32
64,0 Peg. Swasta
1 3,8
3 12,5
4 8,0
Wiraswasta 6
23,2 4
16,7 10
20,0 Tidak Bekerja
1 3,8
3 12,5
4 8,0
Total 26
100,0 24
100,0 50
100,0
Universitas Sumatera Utara
4.1.3. Pekerjaan
Pada penelitian ini didapati bahwa pekerjaan dari pasien melasma yang terbanyak adalah Pegawai Negeri Sipil, yaitu sebanyak 32 orang 64, kemudian wiraswasta, pegawai swasta dan tidak bekerja
Ibu Rumah Tangga. Pada kelompok terapi, pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah 18 orang 69,2 dan pada kelompok kontrol adalah 14 orang 58,3. Dan secara statistik tidak ada perbedaan
yang bermakna antara dua kelompok ini p0,05. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Rikyanto 2001-2003, dari 110 pasien melasma yang
terbanyak adalah Pegawai Negeri Sipil sejumlah 63 orang 57,3, kemudian peringkat kedua Ibu Rumah Tangga 32 orang 29,1 dan pegawai swasta menduduki peringkat terakhir dengan jumlah 15 orang
13,6.
20
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sudharmono dkk. 2004, berdasarkan pekerjaan didapatkan bahwa 66 orang 45,52 adalah Ibu Rumah Tangga. Jenis pekerjaan lain seperti Pegawai
Negeri Sipil, pegawai swasta, wiraswasta, bervariasi dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
21
Sebaiknya jenis pekerjaan perlu dibedakan di dalam atau di luar ruangan, lama pajanan sinar matahari dalam sehari, dan proteksi terhadap sinar matahari misalnya jenis pakaian, payung dan topi.
21
Jenis pekerjaan penting diketahui untuk evaluasi kasus melasma yang berhubungan dengan aktivitas diluar rumah. Jenis pekerjaan juga dapat menggambarkan kebutuhan sehari-hari untuk selalu tampil
cantik sehingga perlu mempercantik diri dengan kosmetika yang kadang justru dapat merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya melasma.
20
Tabel 4.4 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan riwayat keluarga
Universitas Sumatera Utara
Kelompok terapi Kelompok kontrol
Total Variabel
Riwayat keluarga N N N
Ada 7 26,9 11 45,8 18 36,0
Tidak ada 19
73,1 13
54,2 32
64,0 Total
26 100,0
24 100,0
50 100,0
4.1.4. Riwayat keluarga
Menurut kepustakaan dikatakan bahwa genetik merupakan faktor utama dalam perkembangan melasma, yang disokong dengan timbulnya melasma dalam keluarga. Lebih dari 30 pasien mempunyai
riwayat keluarga dengan melasma juga. Pada saudara kembar identik dilaporkan bersama menderita melasma, tapi pada keadaan yang sama pada saudara kandung lain malah tidak dijumpai adanya riwayat
melasma. Moin dkk. menyatakan melasma pada keluarga dijumpai sebanyak 54,7 kasus, dan terdapat juga hubungan yang signifikan antara melasma dengan etnis. Gohel menyatakan riwayat keluarga dengan
melasma sebanyak 10,2 dan Vasquez menyatakan sebanyak 70,4.
33
Hasil penelitian Koesoema 2008 menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara faktor genetik dengan terjadinya melasma. Terlihat dari 100 subyek yang menderita melasma
mempunyai keluarga yang juga menderita hal yang sama yaitu sebanyak 36 orang 36.
30
Pada penelitian ini, dari 50 subyek penelitian, adanya anggota keluarga yang juga menderita melasma dijumpai pada 18 orang 36,0, sedangkan 32 orang 64,0 lainnya tidak mempunyai
anggota keluarga yang juga menderita melasma.
Tabel 4.5 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kemungkinan faktor
Universitas Sumatera Utara
predisposisi Kelompok terapi
Kelompok kontrol Total
Variabel Faktor
Predisposisi N N N
Sinar matahari 14
53,9 9
37,5 23
46,0 Hormonal
7 26,9
9 37,5
16 32,0
Kosmetika 4
15,4 6
25,0 10
20,0 Obat-obatan
1 3,8
00,0 1
2,0 Total
26 100,0
24 100,0
50 100,0
4.1.5. Faktor predisposisi
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari anamnesis pasien melasma, faktor predisposisi timbulnya melasma adalah sering terpapar sinar matahari. Dimana pada kelompok terapi terdapat 14
orang 53,9 dan kelompok kontrol terdapat 9 orang 37,5. Penyebab kedua adalah pengaruh hormonal kontrasepsi hormonal dan kehamilan, pada kelompok terapi terdapat 7 orang 26,9 dan
kelompok kontrol terdapat 9 orang 37,5. Kemudian diikuti dengan pemakaian kosmetika, pada kelompok terapi terdapat 4 orang 15,4 dan kelompok kontrol terdapat 6 orang 25. Selanjutnya
adanya riwayat pemakaian obat-obatan, pada kelompok terapi terdapat 1 orang 3,8. Dari kedua kelompok variabel ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik p0,05.
Penelitian Koesoema 2008, terlihat hubungan yang bermakna antara paparan sinar matahari dengan terjadinya melasma, yaitu paparan sinar matahari yang lebih dari 10 tahun. Penelitian
Setyaningsih, melasma didapati pada subyek dengan masa kerja rata-rata selama 13 tahun.
48
Menurut kepustakaan, sinar matahari merupakan faktor penyebab terjadinya melasma dengan puncak paparan yang
harus dihindari mulai pukul 10.00 sampai dengan 14.00.
4,8
Berbeda dengan penelitian Moin dkk. dimana sinar matahari menduduki peringkat kedua setelah kehamilan, yaitu 9,8.
33
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Koesoema 2008, juga terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian kontrasepsi dengan melasma, yaitu yang menggunakan kontrasepsi menderita melasma sebanyak 64
dimana terbagi sebanyak 46 menggunakan kontrasepsi hormonal dan 18 menggunakan kontrasepsi non hormonal.
30
Menurut Lapeere dkk. dikatakan juga bahwa pengaruh hormonal menyebabkan terjadinya melasma salah satunya adalah penggunaan kontrasepsi ora1.
8
Menurut kepustakaan juga dikatakan bahwa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya melasma, 50-70 wanit hamil didapati menderita melasma. Pada penelitian Iraji terdapat 27,6 wanita hamil
menderita melasma, sedangkan menurut Muzaffar 46,4 wanita hamil menderita melasma. Secara klinis makin sering hamil maka risiko mendapat melasma akan semakin besar oleh karena pada kehamilan
terjadi peningkatan hormon pituitary dan ovari yang berhubungan dengan melanosit.
32
Pada penelitian Moin dkk. didapatkan bahwa mereka yang menggunakan bahan kosmetika mempunyai prevalensi melasma yang rendah oleh karena kebanyakan kosmetika didaerah mereka Iran
mempunyai sifat sebagai tabir surya inorganik. Namun penelitian yang dilakukan pada pria India didapatkan penggunaan kosmetik sebagai pemicu melasma yaitu mereka yang memakai topikal minyak
mustard.
33
Hasil penelitian Koesoema 2008 didapatkan bahwa kosmetika alas bedak sangat berisiko dalam menyebabkan melasma. Hal ini berkaitan dengan bahan yang terkandung didalam alas bedak
tersebut yaitu ekstrak tumbuhan namun tidak dijelaskan lebih rinci tumbuhan apa saja yang terkandung didalamnya. Berdasarkan kepustakaan ekstrak tumbuhan ini bila kontak dengan kulit ditambah dengan
paparan sinar matahari akan menyebabkan phytophotodermatitis sehingga dapat menimbulkan hiperpigmentasi.
30
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan pola melasma Kelompok terapi
Kelompok kontrol Total
Variabel Pola melasma
N N N
Sentrofasial
9 34,6
13 54,2
22 44,0
Malar
14 53,9
10 41,6
24 48,0
Mandibular
3 11,5
1 4,2
4 8,0
Total
26 100,0
24 100,0
50 100,0
4.1.6. Pola melasma
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pola melasma yang terbanyak pada kelompok terapi adalah pola malar didapati 14 orang 53,9, pola sentrofasial 9 orang 34,6 dan pola mandibular 3
orang 11,5. Pada kelompok kontrol pola melasma terbanyak adalah pola sentrofasial sebanyak 13 orang 54,2, pola malar didapati 10 orang 41,6 dan pola mandibular didapati 1 orang 4,2.
Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudharmono dkk. 2004, dimana pola yang terbanyak adalah pola malar sejumlah 97 orang 66,90, pola sentrofasial 42 orang 28,96, dan
tidak ditemukan pola mandibular 0.
21
Demikian halnya dengan penelitian Hurley dkk. dimana pola yang terbanyak adalah pola malar sebanyak 72 dan pola sentrofasial 28.
48
Penelitian Moin dkk. didapatkan hasil yang terbanyak pada pola malar sebanyak 65,9 dan pola sentrofasial sebanyak
33,8.
33
Penelitian Setyaningsih didapatkan juga hasil yang terbanyak adalah pola malar sebanyak 47,37 dan pola campuran sebanyak 46,49.
49
Begitu juga dengan penelitian Koesoema 2008, didapati pola melasma yang terbanyak yaitu pola malar sebanyak 43 orang 58,9, pola campuran sebanyak 20
orang 27,4 dan pola sentrofasial sebanyak 10 orang 13,7.
30
Universitas Sumatera Utara
4.2. Melasma Severity Scale
4.2.1 Perbandingan hasil pengobatan antara kelompok terapi dengan kelompok kontrol terhadap
Melasma Severity Scale minggu 0, 4 dan 8. Tabel 4.7 Perbandingan
Melasma Severity Scale antara kelompok terapi dan kelompok kontrol dari minggu 0-minggu 8.
Kelompok terapi Kelompok kontrol
Total Variabel
Melasma Severity Scale
N N N
Mgg 0
2
12 46,2
6 25,0
18 48,0
3
14 53,8
18 75,0
32 52,0
Total
26 100,0
24 100,0
50 100,0
Mgg 4
00,0 6
25,0 6
12,0
1
13 50,0
10 41,7
23 46,0
2
11 42,3
6 25,0
17 34,0
3
2 7,7
2 8,3
4 8,0
Total
26 100,0
24 100,0
50 100,0
Mgg 8
1 3,8
5 20,8
6 12,0
1
15 57,7
10 41,7
25 50,0
2
10 38,5
7 29,2
17 34,0
3
0,0 2
8,3 2
4,0
Total
26 100,0
24 100,0
50 100,0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 memperlihatkan perbandingan Melasma Severity Scale antara kelompok terapi dan kelompok kontrol dari minggu ke 0 sampai minggu ke 8. Pada awal penelitian, 32 orang 52 dari keseluruhan
jumlah subyek penelitian memiliki nilai Melasma Severity Scale adalah berat nilai=3 dan 18 orang 48 adalah sedang nilai=2.
Pada kelompok terapi didapati nilai Melasma Severity Scale minggu ke 4 lebih rendah dibandingkan minggu ke 0 sebanyak 23 orang 88,5 sedangkan nilai Melasma Severity Scale minggu
ke 4 lebih rendah dibandingkan minggu 8 sebanyak 6 orang 23,1 dengan nilai=0, artinya: lesi melasma sangat mirip dengan kulit normal disekitarnya atau sangat sedikit sisa hiperpigmentasi dan 20
orang lagi 76,9 memiliki nilai Melasma Severity Scale seperti pada minggu ke 4. Tidak ditemukan adanya peningkatan nilai Melasma Severity Scale pada minggu ke 8. Penurunan nilai Melasma Severity
Scale dari minggu ke 0 sampai minggu ke 4 secara statistik adalah bermakna p=0,0001. Penurunan nilai
Melasma Severity Scale dari minggu ke 4 sampai minggu ke 8 secara statistik adalah bermakna
p=0,014. Pada kelompok kontrol didapati nilai Melasma Severity Scale minggu ke 4 lebih rendah
dibandingkan minggu ke 0 sebanyak 22 orang 91,7 sedangkan nilai Melasma Severity Scale minggu ke 4 lebih rendah dibandingkan minggu ke 8 sebanyak 4 orang 16,7 dengan nilai=0, artinya: lesi
melasma sangat mirip dengan kulit normal disekitarnya atau sangat sedikit sisa hiperpigmentasi dan 15 orang lagi 62,5 memiliki nilai Melasma Severity Scale seperti pada minggu ke 4. Ditemukan adanya
peningkatan nilai Melasma Severity Scale pada minggu ke 8 sebanyak 5 orang 20,83. Penurunan nilai Melasma Severity Scale
dari minggu ke 0 sampai minggu ke 4 secara statistik adalah bermakna p=0,0001. Penurunan nilai Melasma Severity Scale dari minggu ke 4 sampai minggu ke 8 secara
statistik tidak bermakna p=0,623.
Universitas Sumatera Utara
4.3. Skor MASI 4.3.1 Perbandingan hasil pengobatan antara kelompok terapi dengan kelompok kontrol
terhadap Skor MASI minggu 0-minggu 8. Tabel 4.8 Perbandingan skor MASI antara kelompok terapi dan kelompok kontrol dari
minggu 0-minggu 8. Skor MASI
Variabel Kelompok terapi
Kontrol
Mean
7,1692 9,1083
SD 3,6172 5,4141
p-value 0,0001
Tabel 4.8 memperlihatkan perbandingan hasil pengobatan antara kelompok terapi dengan kelompok kontrol terhadap perubahan skor MASI mulai dari minggu ke 0 sampai minggu ke 8. Pada
kelompok terapi terjadi penurunan skor MASI, dimana mean skor MASI pada minggu ke 0 adalah 16,496 dan setelah minggu ke 8 adalah 9,327. Sedangkan mean skor MASI mulai dari minggu ke 0 sampai
minggu ke 8 adalah 7,1692. Pada kelompok kontrol terjadi penurunan skor MASI, dimana mean skor MASI pada minggu ke 0 adalah 17,496 dan setelah minggu ke 8 adalah 8,388. Sedangkan mean skor
MASI mulai dari minggu ke 0 sampai dengan minggu ke 8 adalah 9,1083. Pada penelitian ini penurunan skor MASI baik kelompok terapi maupun kelompok kontrol yang dinilai mulai dari minggu ke 0 sampai
minggu ke 8 secara statistik adalah bermakna p=0,0001.
4.4 Efek samping