Subjek dan Objek Jual Beli

48 Saat Terjadi Jual Beli Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian perdata, perjanjian jual beli itu dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga begitu kedua belah pihak setuju tentang harga barang-barang maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1457 KUH Perdata yang berbunyi ; “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika mereka mecapai sepakat tentang harga barang-barang, maksud meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”. Konsensualisme berasal dari perkataan sepakat “consensus” yang berarti kesepakatan. Menurut Subekti, sepakat adalah suatu persetujuan paham dan kehendak antara kedua belah pihak tersebut, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tapi secara timbal balik kedua kehendak itu bertemu satu sama lain. 55 Menurut pendapat saya, asas tersebut harus di simpulkan dari pasal 1320, yaitu pasal yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak dari pasal 1338 1 KUH Perdata. Bahkan oleh pasal 1338 1 KUH Perdata yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang.

3. Subjek dan Objek Jual Beli

55 Subekti, Op.Cit, Hal. 17 Universitas Sumatera Utara 49 1. Subjek Jual Beli Baik penjual maupun pembeli masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Sebagaimana diketahui bahwa subjek hukum adalah manusia dan badan hukum yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. 56 Subjek yang berupa manusia harus memenuhi syarat-syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum secara sah. Pasal 1470 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1476 KUH Perdata adalah peraturan istimewa, karena untuk itu tidak melarang jual beli pihak-pihak dengan kata lain setiap orang boleh mengadakan jual beli asal memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam persetujuan jual beli ada beberapa larangan jual beli terhadap beberapa orang. Larangan jual beli terhadap beberapa orang tersebut tidak kuasa atau tidak cukup melakukan persetujuan jual beli. Larangan jual beli ini antara lain berlaku terhadap : 1. Suami-istri tidak boleh mengadakan perjanjian jual beli Pasal 1467 KUH Perdata 56 Bandingkan dengan pendapat A. Qiram Syamsuddin Meliala yang menyatakan bahwa perjanjian jual beli adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban sebagai akibat perjanjian yang diperbuatnya, misalnya si penjual wajib menyerahkan barang yang telah dijualnya dan sekaligus ia berhak pula atas pembayaran yang diberikan si pembeli. Sedangkan si pembeli wajib membayar harga barang yang telah diterimanya dari penjual sekaligus pula ia berhak atas barang yang diserahkan oleh sipenjual tadi. Oleh karena itu maka perjanjian jual beli ini berlainan dengan perjanjian yang disebut dalam pasal 1313 KUH Perdata yang mengatakan” Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Qiram Syamsuddin Meliala, Op.Cit, hal. 38-39 Universitas Sumatera Utara 50 2. Para hakim, jaksa, panitra, jurusita, notaries, dilarang bertindak sebagai pembeli atas barang-barang yang menjadi pokok perkara yang sedang di muka Pengadilan Negeri dimana mereka dipekerjakan Pasal 1468 KUH Perdata 3. Pegawai-pegawai yang memangku suatu jabatan umum tidak diperbolehkan membeli untuk dirinya sendiri atau orang-orang perantara, barang-barang yang dikuasakan untuk diperlihara atau diurus pada mereka Pasal 1469 KUH Perdata. 2. Obyek Jual Beli Kalau subyek jual beli adalah penjual dan pembeli yaitu bertindak aktif, dalam obyek jual beli adalah barang yang dijual atau dibeli. a. Benda barang diperjual belikan b. Mengenai harga barang obyek jual beli c. Musnahnya barang yang dijual. Pengertian bendabarang adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek harta benda atau harta kekayaan. Sehingga yang dapat dijadikan obyek jual beli adalah segala sesuatu yang bernilai harta kekayaan. Bukan hanya benda yang dapat dinilai wujudnya, tetapi semua benda yang dapat berilai harta kekayaan, baik yang nyata maupun yang tidak berwujud. Hal ini sesuai dengan maksud Pasal 1332 KUH Perdata: “ Hanya barang-barang yang bisa diperniagakan saja yang boleh dijadikan obyek persetujuan. Kalau demikian apa saja yang dapat dijadikan obyek persetujuan dengan sendirinya dapat dijadikan obyek jual beli. Asalkan benda Universitas Sumatera Utara 51 yang menjadi obyek jual beli tersebut sudah ada atau tidak gugur pada saat persetujuan jual beli diperbuat maka jual beli diangga sah”. Mengenai maksud penyerahaan benda yang dijual, tentu termasuk penyerahan hak milik. Seseorang yang membeli barang. Kurang tepat rasanya hanya menerima barangnya saja, tanpa ada maksud untuk menguasainya dan memilikinya. Didalam perjanjian pengikatan jual beli, maka isi kontrak ditentukan terlebih dahulu oleh pihak pengembang. Perjanjian tersebut perjanjian baku standard. Sedangkan menurut Mariam Darus ciri-ciri perjanjian baku adalah : ”1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat. 2. Debitur sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian. 3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu. 4. Bentuk tertentu Tertulis 5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.” 57 Didalam praktek perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis, dalam bentuk formulir. Perbuatan-perbuatan hukum sejenis selalu terjadi berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang. Bahkan menjadi suatu hal kebutuhan untuk mempersiapkan terlebih dahulu isi dari perjanjian, dan kemudian dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah yang besar tanpa mengadakan negosiasi pada pihak yang lain. 57 Mariam Darus Badrulzaman, Op, Cit, hal. 50 Universitas Sumatera Utara 52

B. Sifat dan Bentuk Perjanjian

Perjanjian pengikatan jual beli pada dasarnya bersifat konsensualitas. Bersifat konsensualitas karena perjanjian itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pangembang PT Indo Mega Sentosa dan pihak Konsumen mengenai pembuatan suatu perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan harga rumah yang telah ditentukan. Dengan adanya kata sepakat tersebut perjanjian pengikatan jual beli tersebut mengikat kadua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian pengikatan jual beli tersebut tanpa persetujuan pihak lainnya. Jika perjanjian pengikatan jual beli tersebut dibatalkan atau diputuskan secara sepihak maka pihak lainnya dapat menuntut. Dasar hukum pemikiran hukumnya, perjanjian pengikatan jual beli yang bersifat rill atau tunai. Perjanjian pengikatan jual beli merupakan kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan prestasi masing-masing di kemudian hari, yakni pelaksanaan jual beli di hadapan PPAT, bila bangunan telah selesai bersertifikat dan layak huni. Dalam masalah perjanjian pengikatan jual beli termasuk dalam lingkup hukum perjanjian pengikatan jual beli termasuk dalam lingkup hukum perjanjian, sedangkan jual belinya termasuk dalam lingkup hukum tanah nasional yang tunduk pada Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan-peraturan pelaksanaanya.

C. Isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Terhadap isi perjanjian jual beli yang ditanda tangani pembeli dan penjual, ternyata pihak pembeli memang telah banyak menyepakati perjanjiaan tersebut. Universitas Sumatera Utara 53 Sehingga dengan sendirinya konsumen telah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam surat perjanjian jual beli yang telah ditanda tanganinya. Dan dengan kesepakatan ini, maka ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata telah terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebelum dilakukan jual beli terlebih dahulu dilakukan negosiasi mengenai harga rumah yang akan dijual-belikan, setelah hasil negosiasi tercapai maka pihak penjualpengembang mengeluarkan surat Perjanjian Jual Beli, dari isi perjanjian jual beli dapat dilihat beberapa hal yang wajib diikuti. Hanya ada dua pilihan bagi konsumen ketika berhadapan dengan formulir perjanjian pengikatan jual beli yang disodorkan oleh pengembang yaitu take it ambil dan tanda tangani atau leave it tinggalkan. Konsekwensi pilihan yang pertama adalah konsumen tetap siap memenuhi semua syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh pengembang dan juga menanggung segala resiko yang berkaitan dengan kepemilikan rumah tersebut. Sedangkan konsekuensi pilihan kedua yaitu konsumen tidak memperoleh rumah yang dicita-citakannya selama ini selain dari gambaran yang akan dibangun oleh pengembang. Dari hasil analisa dilapangan kepada Manager PT Indo Mega Sentosa Ibu Lisa dan pada konsumen yang dipilih secara acak sebanyak sepuluh 10 orang yang bisa dimintakan keterangan tentang isi perjanjian yang dikeluarkan oleh pihak PT Indo Mega Sentosa ternyata sebagian para konsumen tersebut masih banyak yang Universitas Sumatera Utara 54 kurang memahami atau mengerti apa isi perjanjian pengikatan jual beli yang telah ditandatanganinya tersebut 58 . Selanjutnya dalam menyikapi perjanjian pengikatan jual beli walaupun tidak setujuh dengan isi tersebut dari perjanjian pengikatan jual beli, namun tetap menandatanganinya dengan alasan, tidak memiliki alasan lain selain menandatangani perjanjian tersebut untuk memperoleh rumah yang selama ini diidam-idamkan konsumen. Dalam hal ini jelas terlihat posisi konsumen secara ekonomi dan keleluasaan untuk memilih sangat lemah dibanding kedudukan pengembang, oleh karena itu pihak pengembang leluasa menentukan isi dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut yang lebih banyak mencantumkan hak-haknya daripada kewajiban- kewajibannya. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dikatakan hampir sebagian besar, konsumen kurang mengetahui makna yang terkandung dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan pada PT Indo Mega Sentosa, tetapi pihak konsumen tetap menyepakati dari formulir yang ditawarkan pengembang. Di lihat dalam perjanjian jual beli dilihat dari KUH Perdata , maka para pihak yaitu pihak pengembang dan konsumen bebas mengadakan suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Para pihak bebas memuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 58 Hasil Wawancara dengan Konsumen, Tanggal 2 Oktober 2011 Universitas Sumatera Utara 55 a. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak b. Tidak dilarang oleh undang-undang c. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku d. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik. 59 Perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh PT Indo Mega Sentosa, memuat hal pokok perjanjian, cara pembayaran, masa pemeliharaan dan penyerahan, perubahan bangunan, sanksi keterlambatan dan force majeure. Apabila dikaitkan dengan unsur essensialia, maka isi perjanjian yang sudah ditetapkan oleh kedua belah pihak itu selalu harus ada dalam setiap perjanjian pengikatan jual beli, unsur mutlak, tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian pengikatan jual beli tersebut itu tidak mungkin dapat terlaksana. Sedangkan dari hasil wawancara dari Ibu Lisa selaku Manager PT Indo Mega Sentosa bahwa pihak pengembang sendiri menyatakan sama sekali tidak pernah merugikan konsumen, karena pihak pengembang selaku pelaku usahapun tentu tidak menginginkan terjadi hal-hal yang menimbulkan konflik antara konsumen dengan pengembang yang dapat berakibat konsumen membatalkan jual beli rumah yang telah disepakati sebelumnya. Menurut pihak pengembang apabila ada keluhan-keluhan dari konsumen, maka pihak pengembang berusaha untuk menanggapinya dan kemudian menyelesaikan dengan cara musyawarah dengan konsumen. 60 59 Munir Fuady, Hukum Kontrak, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 30. 60 Hasil Wawancara dengan Pengembang PT. Indo Mega Sentosa, tanggal 10 Oktober 2011, Kota Batam. Universitas Sumatera Utara 56 Dalam Data sekunder yang diambil dari Perjanjian Standard Pembelian Rumah secara cicilan dari PT. Indo Mega Sentosa dapat dilihat dalam tabel : GAMBARAN PERJANJIAN STANDAR PENGIKATAN JUAL BELI DI PT INDO MEGA SENTOSA No. Substansi Pengaturan Ketetangan 1. Nama Kontrak Sebutan yang digunakan pengembang terhadap PPJB 2. Objek yang diperjualbelikan Objek yang dibeli oleh konsumen rumah 3. Komponen nilai jual Apa saja yang termasuk dalam nilai jual yang dibayar konsumen misalnya rumah berikut penyediaan fasilitas PDAM, Listrik PLN, Telepon, Sertifikat Hak Milik dan lain-lain. 4. Cara Pembayaran Mekanisme atau tata cara pembayaran nilai jual harga jual rumah Tunai, Tunai Bertahap, Fasilitas KPR. 5. Lokasi Pembayaran Tempat dimana konsumen dapat melakukan transaksi pembayaran harga jual dikantor pengembang, transfer di bank dan sebagainya. 6. Masa Pemeliharaan Waktu yang diperlukan bagi pengembang untuk melakukan pemeliharaan rumah setelah serahterima 1 bulan atau 3 bulan. 7. Force Majeure Apabila terjadi peristiwa diluar kekuasaan pihak pengembang, misalnya karena pemogokan buruh, kerusuhan, pemberontakan, bencana alam dan lain-lain maka pihak pengembang diberi jangka perpanjangan selama berlangsungnya force majeure tersebut. 8. Pemindahan dan penyerahan hak Pihak konsumen tidak berhak mengalihkan atau memindahkan seluruh atau sebagian hak dan kewajiban dalam perjanjian pihak persetujuan tertulis dari pihak pengembang. 9. Biaya-biaya Termasuk PBB, BPHTB, Retribusi atau pungutan lainnya wajib ditanggung oleh konsumen. 10. Perobahan bangunan Dilarang bagi untuk mengadakan perobahan penambahan bangunan sebelum harga pengikatan dilunasi seluruhnya oleh konsumen. 11. Tenggang pengajuan komplain Jangka waktu yang mengajukan komplain kondisi bangunan setelah serah terima selama 1 bulan, 3 bulan. 12. Jaminan bebas sengketa Jaminan dari pengembang bahwa objek Universitas Sumatera Utara 57 perjanjian bebas dari sengketa dari pihak lain. 13. Alasan pembatalan Pemutusan perjanjian secara sepihak oleh pengembang atau konsumen atau atas kesepakatan kedua belah pihak dengan berbagai akibatnya. 14. Sanksi bagi pengembang dan konsumen Sanski bagi pengembang bila terlambat menyerahkan rumah dan bagi konsumen sanksi apabila terlambat melakukan transaksi pembayaran harga jual. 15. Mekanisme penyelesaian sengketa Tata cara penyelesaian perselisihan antara pengembang dengan konsumen misalnya musyawarah, gugatan di pengadilan, arbitrase dan lain-lain. 16. Penandatanganan akta jual beli Para pihak berjanji dan mengikat diri untuk membuat dan menandatangani akte jual beli atas rumah dihadapan PPAT yang ditunjuk oleh pihak pengembang dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam perjanjian. Sumber:Data Sekunder diambil dari Perjanjian Standard Pembelian Rumah Secara Cicilan dari PT. Indo Mega Sentosa Dilihat dari isi perjanjian pengikatan jual beli yang telah dibuat secara sepihak oleh PT Indo Mega Sentosa Pengembang tersebut lebih menguntungkan pengembang dibandingkan konsumen, walau pada awalnya para pihak melakukan negosiasi terlebih dahulu tetapi dalam pelaksanaannya pihak pengembang telah mempersiapkan Surat Perjanjian Jual Beli terlebih dahulu. Inti isi perjanjian ialah syarat-syarat perjanjian yang mengatur kewajiban dan hak serta tanggung jawab pihak-pihak. Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak setiap orang bebas membuat perjanjian dalam mencapai tujuan ekonomi yang dikehendakinya, tanpa memperdulikan apakah ia memahami atau tidak maksud rumusan syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian yang disodorkan oleh pihak lawannya. Universitas Sumatera Utara 58 Yang penting baginya ialah tujuan yang dikehendaki berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan itu tercapai yaitu menguasai dan atau memiliki serta menikmati benda obyek perjanjian secara patut. Dikatakan benda yang dikuasai dan atau dimiliki itu sesuai dengan identitas yang diperjanjikan, ketepatan waktu penyerahanpembayaran tidak ada cacatnya dan penikmatannya memberikan kepuasan sesuai dengan fungsinya. Jika pelaksanaan perjanjian tidak sesuai dengan atau menyimpang dari atau tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan maka tujuan yang dikehendaki itu tidak tercapai secara patut, bahkan mungkin tidak tercapai sama sekali. Akibatnya adalah ada pihak yang dirugikan, dalam hal ini muncul masalah tanggung jawab siapa yang bertanggung jawab memikul beban kerugian, apakah pihak pengusaha atau pihak konsumen. Pihak yang menentukan syarat-syarat perjanjian biasanya pengusaha yang mempunyai kedudukan ekonomi kuat dan timgkat pengetahuankealihan yang tinggi, sedangkan pihak konsumen umumnya mempunyai kedudukan ekonomi lemah dan tingkat pengetahuan rendah. Karena didorong oleh kebutuhan, konsumen mau saja menerima rumusan syarat-syarat perjanjian yang disodorkan kepadanya ketika mengadakan perjanjian dengan pengusaha . Universitas Sumatera Utara 59 BAB III STATUS KEPEMILIKAN TANAH DAN BANGUNAN YANG DIIKAT DENGAN PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH TANGAN DIKAIKAN DENGAN PENGEMBANG YANG WAN PRESTASI

A. Pengertian Wansprestasi

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dengan debitor 61 . Di dalam suatu perikatan apabila debitor karena kesalahanya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan maka dikatakan bahwa debitor itu “wanprestasi” atau “ingkar janji” 62 . Menurut Mariam Darus Badrulzaman, “wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada 3 tiga macam, yaitu: a. Debitor sama sekali tidak memenuhi perikatan b. Debitor terlambat memenuhi perikatan c. Debitor keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan”. 63 Akibat hukum yang sangat penting apabila pihak developer tidak memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan bangunan rumah yang telah diperjanjikan ialah bahwa pembeli dapat minta ganti rugi atas ongkos, serta kerugian-kerugian yang dideritanya. 61 Salim, H.S., Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Catatan ke-tiga, Jakarta : Sinar Grafika, 2006 hal 98. 62 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Op. Cit, hal 18-19. 63 Ibid. 59 Universitas Sumatera Utara 60 Dari haril wawancara penulis kepada Pihak Manager PT Indo Mega Sentosa, Apabila pihak pengembang tidak melaksanakan kewajibanya maka perjanjian yang telah di sepakati dapat dibatalkan. Sedangkan dari batalnya perjanjian pengikatan maka pihak pengembang juga dikenakan sanksidenda. Dalam perjanjian yang dibuat kedua belah pihak, perjanjian mengatur tentang batas waktu tetapi disampaikan secara tulisan dan lisan, sehingga menjadi penting untuk menetapkan kapan pengembang dapat dipastikan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dalam pasal 1238 KUHPerdata ditetapkan saat seseorang berada dalam keadaan lalai, yang menetapkan “isi berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akte sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa yang berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang di tentukan”. 64 Apabila didalam perjanjian tidak disebutkan maka untuk menyatakan pengembang telah ingkar janji wanprestasi, maka Undang-undang menentukan bahwa pengembang harus lebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai, lembaga pernyataan lalai ini merupakan upaya hukum untuk sampai suatu fase, dimana pengembang dinyatakan “ingkar janji”wanprestasi. Pernyataan lalai timbul disebabkan karena Salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya, sesuai dengan yang diperjanjikan, bila prestasi sudah tentu tidak dilaksanakan, maka sudah tentu tidak dapat diharapkan prestasi. 64 Lihat Pasal 1238 KUHPerdata Universitas Sumatera Utara 61 Bentuk surat peringatan pernyataan lalai ini bermacam-macam, dapat dilakukan dengan : a. Surat Perintah Bevel Yang dimaksud dengan surat perintah bevel adalah exploit juru sita. Exploit ini adalah “peintah lisan” yang disampaikan oleh juru siva kepada Debito. b. Akta Sejenis soortgelijke akte Membaca kata-kata akta sejenis, maka terkesan bahwa yang dimaksud dengan akta itu adalah akta autentik yang sejenis dengan exploit juru sita itu, menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdana, yang dimaksud sebenarnya dengan akte sejenis itu ialah “perbuatan hukum sejenis” soortgelijke rechthandeling. Jadi sejenis dengan perintah yang disampaikan oleh juru sita itu. c. Demi Perikatannya Sendiri Mungkin terjadi bahwa pihak-pihak menentukan terlebih dahulu saat adanya kelainan dari debitor di dalam suatu perjanjian, misalnya pada perjanjian dengan ketentuan waktu. Secara teoritis dalam hal ini suatu peringatan keadaan lalai adalah tidak perlu, jadi dengan lampaunya suatu waktu, keadaan lalai itu terjadi dengan sendirinya. 65 Selanjutnya dalam pasal 1243 KUHPerdata diatur mengenai syarat pernyataan lalai, yang mengatakan “Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan apabila debitor setelah dinyatakan lalai 65 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilikasi Hukum Perikatan, Op. Cip., hal 14-15, lihat juga M. Yahya Harahap, segi- segi Hukum Perjanjian, Op. Cit., hal 62-64 Universitas Sumatera Utara 62 memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatkan dalam tenggang waktu telah dilampenuhinya”. 66 Sedangkan maksud dan tujuan ”dalam keadaan lalai” bahwasannya bahwa peringatan oleh konsumen tentang saat selambat-lambatnya pengembang wajib melakukan penyelesaian bangunan. Apabila tidak menyesaikan dengan batas dan ketentuan yang ditetapkan, maka pihak pengembang dapat dikatan ingkar janji wanprestasi 67 . B. Hak Dan Kewajiban Konsumen Yang Pengembang Wanprestasi 1. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pengembang Penjual Pengembang dan pembeli konsumen masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Sebagaimana diketahui bahwa subjek hukum adalah manusia dan badan hukum yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. 68 Hak-hak apa yang diberikan oleh hukum untuk melindungi pihak konsumen apabila pengembang tidak memenuhi janji adalah sebagai berikut : a. Hak untuk menuntut pemenuhan perikatan ; b. Hak untuk menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat timbal balik, menuntut pembatalan perikatan; c. Hak menuntut ganti rugi ; d. Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi ; e. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi 69 66 Lihat pasal 1243 KUHPerdata 67 http:vegadadu.blogspot.com201105wansprestasi.html, diakses pada tanggal 25 Desember 2011 68 Qiram Syamsuddin Melisa, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Yogyakarta, 1985.38-39 69 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,2001, hal 21. Universitas Sumatera Utara 63 Dalam pelaksanaan penuntutan hak konsumen harus melalui kekuatan putusan vonis pengadilan yang menghukum debitor pengembang melunasi prestasi serta membayar ganti rugi. Dan ganti rugi ini merupakan adalah akibat dari : a. Pelaksanaan pemenuhan prestasi terlambat dari waktu yang telah ditentukan b. Terdapatnya cacat pelaksanaan, atau tidak melakukan pelaksanaan yang selayaknya sepatutnya Selain dari pada ketentuan yang mengatur tentang hak-hak konsumen diatas, UUPK juga mengatur tentang apa saja yang menjadi kewajiban dari konsumen, yang diatur dalam Pasal 5 : Kewajiban Konsumen adalah : “a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa demi keamanan dan keselamatan b. Bertindak baik dan melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang lebih disepakati d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut”.

2. Kewajiban Pengembang Atas Kerugian Pembeli