Gambaran Umum Kota Batam

65 Gambar 13 Batas administrasi Kota Batam Bappeda Kota Batam, 2004 dalam Dicky, 2008. Pulau Batam memiliki kekayaan alam yang sangat menawan sehingga disamping menjadi kota industri juga menjadi kota tujuan wisata. Wilayah Kota Batam seperti halnya kecamatan-kecamatan di daerah kabupaten di Kepulauan Riau, juga merupakan bagian dari paparan kontinental. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa-sisa erosi atau penyusutan dari daratan pra tersier yang membentang dari semenanjung MalaysiaSingapore di bagian utara sampai dengan pulau-pulau Moro dan Kundur serta Karimun di bagian selatan. Wilayah Kota Batam yang terdiri dari 329 buah pulau besar dan kecil, relatif datar dengan variasi berbukit-bukit di tengah pulau, ketinggian antara 7 hingga 160 mdpl. Wilayah yang memiliki elevasi 0 hingga 7 mdpl terdapat di pantai utara dan pantai selatan Pulau Batam dan sebelah timur Pulau Rempang serta sebelah utara, timur dan selatan Pulau Galang. Pulau-pulau kecil lainnya sebagian besar merupakan kawasan hutan mangrove. Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 18,2°C - 23,0°C dan suhu maksimum berkisar antara 31,0°C - 33,2°C, sedangkan 66 suhu rata-rata adalah 26,3°C - 27,3°C. Keadaan tekanan udara rata-rata minimum 1007,0 MBS dan maksimum 1011,5 MBS. Selanjutnya mengenai kelembaban udara di wilayah Kota Batam rata-rata berkisar antara 82 - 87 dan kecepatan angin maksimum 14-30 knot atau rata-rata kecepatan angin sebesar 4 knot. Hari hujan di Kota Batam rata-rata perbulan 20 hari dengan rata-rata curah hujan pertahunnya 2616 mm. Hal inilah yang menjadi keuntungan bagi Kota Batam dalam penyediaan air bersih.

4.1.2 Kependudukan

Penduduk Kota Batam berdasarkan data BPS pada tahun 2010 tercatat sebesar 992.095 jiwa terdiri atas 988.555 jiwa WNI dan 3.540 jiwa WNA. Dari jumlah penduduk tersebut tersebar di 12 kecamatan dan 64 kelurahan. Namun demikian penyebarannya tidak merata, sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk per km 2 di daerah ini bervariasi. Jumlah penduduk di Kota Batam disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah penduduk Kota Batam tahun 2010 Wilayah WNI Jumlah WNA Jumlah Jumlah Total Laki- laki Perempuan Laki- laki perempuan I. Belakang Padang 12.445 12.082 24.527 - - - 24.527 II. Bulang 6.183 5.738 11.921 - - - 11.921 III. Galang 10.507 9.373 19.880 - - - 19.880 IV. Sei Beduk 49.800 59.249 109.046 455 88 543 109.589 V. Nongsa 26.715 23.430 50.145 67 12 79 50.224 VI. Sekupang 62.298 57.628 119.926 148 74 222 120.148 VII. Batu Ampar 48.811 42.808 91.619 497 87 584 92.203 IX. Bengkong 50.032 48.182 98.214 117 63 180 98.394 X. Batam Kota 62.322 58.987 121.309 812 192 1.004 122.313 XI. Sugulung 75.831 66.695 142.526 - - - 142.526 XII. Batu Aji 52.475 49.467 101.942 111 5 116 102.058 Batam 506.758 481.797 988.555 2.842 698 3.540 992.095 Sumber : Batam dalam angka, 2010. Pulau Batam dan beberapa pulau disekitarnya dikembangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia manjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Sejak terbentuknya Kotamadya Batam tanggal 24 Desember 1983, laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan, dan dari hasil sensus penduduk rata-rata per tahunnya selama periode 2006-2010 laju pertumbuhan penduduk Batam rata-rata sebesar 8,1 persen. Pertumbuhan penduduk di Kota Batam Tahun 2006 sampai 2010 disajikan pada Tabel 17. 67 Tabel 17 Pertumbuhan penduduk Kota Batam tahun 2006-2010 No Tahun Jumlah Penduduk jiwa Pertumbuhan 1 2006 713.960 - 2 2007 724.315 1,45 3 2008 892.469 23,22 4 2009 932.892 4,53 5 2010 992.095 8,10 Sumber : Batam dalam angka, 2010. Secara umum, sebagian besar penduduk di Kota Batam bekerja pada sektor industri. Pada tahun 2008, jumlah tenaga kerja di sektor industri sekitar 170.702 orang atau sekitar 65 dari total tenaga kerja yang ada di Kota Batam. Jumlah perusahaan yang ada di Kota Batam juga memberi gambaran bahwa sektor industri mendominasi dengan jumlah 1.548 perusahaan.

4.1.3 Pemanfaatan dan Pengembangan Lahan

Rencana pemanfaatan lahan di Kota Batam dapat dilihat pada Gambar 14 berikut ini. Berdasarkan RTRW Kota Batam Tahun 2004-2014, luas Kota Batam sekitar 103.885 Ha. Luas kawasan lindung Kota Batam sebesar 47.325,27 Ha atau 45,57 dan luas kawasan budidaya sebesar 56.559,73 Ha atau 54,43 . Pemanfaatan lahan di Kota Batam masih terkonsentrasi pada wilayah Pulau Batam dan belum banyak menyentuh wilayah di luar Pulau Batam. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari pertumbuhan sektor ekonomi seperti industri, perdagangan dan jasa, pariwisata yang selama ini berlangsung di Pulau Batam. Perumusan strategi pengembangan Kota Batam di masa depan berlandaskan pada 3 tiga kebijaksanaan pokok, yaitu: 1 pengembangan berorientasi ke luar outward looking; 2 pengembangan berorientasi ke wilayah belakang inward looking; dan pengembangan berorientasi ke dalam internal looking. 68 Gambar 14 Peta rencana pemanfaatan lahan berdasarkan RTRW Kota Batam tahun 2004-2014 sumber: RTRW Kota Batam tahun 2004-2014. 69 Bagian Pulau Batam yang paling berkembang yaitu bagian utara Sub Wilayah Batu Ampar dan Batam Centre akan berfungsi sebagai Pusat Kota. Spesialisasi fungsi pusat kota disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Spesialisasi fungsi pusat Kota Batam SWP Lokasi Luas ha Fungsi P: Primer; S: Sekunder I Batu Ampar Pusat Nagoya 3.608,66 8,67 P: pusat kegiatan jasa, komersial serta industri menengah S: jasa dengan skala lokal, fasum, fasos, transportasi perumahan berkepadatan sedang II Batam CenterPusat Batam Center Core 2.567,34 6,17 P: pusat pemerintahan civic center, Central Business District pusat bisnis, perumahan berkepadatan tinggi S: fasilitas umum, fasilitas sosial, perdagangan dan jasa, perumahan berkepadatan sedang III Nongsa Pusat - Batu Besar I 3.705,34 8,91 P: pusat pariwisata, perumahan resort S: fasus, fasos, jasa perkotaan dan transportasi IV Kabil Pusat - Kabil Tengah 5.165,04 12,42 P: pelabuhan udara, industri dan perumahan S: jasa, perumahan, fasum dan pelabuhan laut V Duriangkang - Tg Piayu Pusat - Tg. Piayu Utara 8.269,40 19,88 P: konservasi paru - paru kota S: pelabuhan penumpang local VI Tanjung Uncang - Sagulung Pusat - Batu Aji 6.788,88 16,32 P: industri dan perumahan S: perdagangan, jasa, fasum, fasos, transportasi dan rekreasi VII Sekupang Pusat - Batam Selatan 4.563,27 10.97 P: industri ringan dan pelabuhan internasional, regional dan domestic S: perumahan, jasa, fasus, fasos, transportasi VIII Muka KuningPusat - Muka Kuning 6.931,21 16,66 P: industry S: perumahan, dan jasa Sumber: RTRW Kota Batam tahun 2004-2014 70 Pulau Batam merupakan kawasan industri, sehingga memerlukan alokasi penggunaan lahan terbesar untuk kategori lahan budidaya. Bagian tengah Pulau Batam yaitu meliputi Sub Wilayah Muka Kuning, Sub Wilayah Sekupang, Sub Wilayah Kabil, dan Sub Wilayah Tanjung Uncang akan berfungsi sebagai kawasan industri dan kawasan perumahan berkepadatan sedang. Kegiatan Pariwisata di Pulau Batam diarahkan pada wisata alam yang memanfaatkan kondisi alamiah bentang alam. Bagian Pulau Batam yang diarahkan untuk pengembangan kegiatan tersebut adalah Sub Wilayah Nongsa dan Sub Wilayah Duriangkang. Sub Wilayah Nongsa memiliki banyak potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Sub Wilayah Duriangkang karena kondisi geologinya lebih sesuai untuk kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai paru-paru kota. Selain sebagai kawasan wisata, sebagian Sub Wilayah Nongsa juga sudah dikembangkan sebagai kawasan industri ramah lingkungan Kebijakan struktur tata ruang Kota Batam tahun 2014 merupakan penjabaran dari struktur tata ruang yang telah dirumuskan dalam RTRW. RTRW tentang kebijakan struktur ruang Kota Batam 2014 telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional PKN, dengan fungsi utama sebagai: pusat pemerintahan kota, perdagangan dan jasa, kegiatan pariwisata, permukiman dan simpul transportasi internasional. Selain pembentukan pusat pelayanan utama tersebut, pembentukan struktur kegiatan Kota Batam ini masih dilanjutkan dengan penentuan pusat-pusat yang lebih rendah hirarkinya dan dialokasikan tersebar keseluruh wilayah dan membentuk pola multiple nuclei, sehingga memudahkan dalam melayani kebutuhan seluruh penduduk kota. Orientasi kegiatan penduduk diharapkan tidak terkonsentrasi lagi di pusat kota, tetapi sudah terlayani di masing-masing lingkungankawasan. Kebijakan pengembangan penggunaan lahan Kota Batam dimaksudkan untuk menciptakan pola pemanfaatan ruang yang mampu menjadi wadah bagi berlangsungnya berbagai kegiatan penduduk serta keterkaitan fungsional antar kegiatan, sehingga tercipta keserasian antara satu kegiatan dengan kegiatan lain. Kelestarian lingkungan tetap terjaga. Kebijakan pemanfaatan ruang kota dikembangkan sesuai dengan potensi dan permasalahan yang ada dengan tetap 71 mempertimbangkan : • Keserasian rencana tata ruang Kota Batam dengan rencana tata ruang wilayah yang lebih luas; • Peran dan fungsi Kota Batam sesuai struktur tata ruang kotanya; • Pola penggunaan lahan eksisting dan kecenderungan perkembangannya, baik fisik, sosial, maupun ekonomi ke dalam Kebijakan pemanfaatan ruang yang mudah dilaksanakan realistis; • Potensi dan kendala fisik alam; • Mengamankan kawasan lindung, terutama perbukitan dengan lereng curam, disekitar waduk sebagai tangkapan air hujan serta pada hutan bakau.

4.2. Pengembangan Permukiman di Kota Batam

RTRW Kota Batam 2004-2014 memuat tentang pengembangan kegiatan permukiman di Kota Batam dengan menggunakan konsep neighborhood unit yaitu permukiman yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pelayanan umum yang memadai untuk melayani kebutuhan pokok penduduk yang tinggal di sekitarnya. Konsep neighborhood unit diintegrasikan oleh sistem jaringan jalan sehingga membentuk satu kesatuan yang saling mendukung dan terintegrasi antara permukiman sederhana, menengah dan mewah, serta diharapkan dapat terjalin interaksi dan sosialiasai diantara penghuninya. Penggunaan lahan untuk perumahan pada tahun 2000 adalah 6,14, yang merupakan penggunaan lahan terbesar untuk lahan terbangun, yang diikuti lahan untuk industri sebesar 1,33 sedangkan untuk lahan belum terbangun yang meliputi rawa, semak dan tanah kosong sebesar 91,87. Empat tahun kemudian, pada tahun 2004 penggunaan lahan untuk perumahan meningkat menjadi 9,45 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 14,65, hal ini terus mengalami peningkatan seiiring dengan pertambahan penduduk di Pulau Batam, hingga pada tahun 2008 mencapai 15,47, sedangkan lahan yang belum dibangun menurun menjadi 78,25. Hanya dalam jangka waktu kurang dari delapan tahun penggunaan lahan permukiman telah meningkat sebesar kurang lebih 250. 72 Perkembangan pemanfaatan lahan melalui proses konversi dari kawasan tidak terbangun menjadi kawasan perumahan, sebenarnya adalah lahan resapan air seperti rawa dan hutan kota akibat adanya interaksi dan permintaan perumahan yang meningkat. Konversi lahan sedikit demi sedikit akan menyebabkan semakin meluasnya lahan dengan pemanfaatan ke arah pemukiman dan komersial. Guna memenuhi kebutuhan permukiman sekaligus mengelola perubahan penggunaan lahan secara terkendali, maka Pemerintah Kota Batam memiliki kebijakan untuk mengembangkan permukiman, termasuk rusunawa rumah susun sewa dan rusunami rumah susun milik sesuai struktur ruang kota. Kebijakan tersebut tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Batam tahun 2006-2011 terdiri dari: 1 program pengembangan sarana prasarana perumahan permukiman; dan 2 program pengembangan infrastruktur hinterland. Pengembangan tersebut melibatkan berbagai sektor terkait di Kota Batam, terutama dinas-dinas pemerintahan kota yang memiliki peran sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Dinas-dinas terkait tersebut antara lain: 1. Dinas Tata Kota, yang memiliki fungsi melakukan pembangunan dan penataan sarana prasarana perumahan permukiman; 2. Dinas Pekerjaan Umum, yang memiliki fungsi melakukan dukungan penyiapan prasarana sarana menuju permukiman; 3. Dinas Sosial dan Pemakaman, yang memiliki fungsi bantuan teknis dalam rangka pelaksanaan penataan perumahan permukiman melalui dana bantuan; 4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batam, yang memiliki fungsi dukungan kesesuaian tata ruang terhadap perumahan permukiman; 5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, yang memiliki fungsi memberikan dukungan pelatihan dan pembinaan usaha dalam rangka meningkatkan perekonomian MBRmasyarakat berpenghasilan rendah; 6. Dinas PMP-KUKM, yang memiliki fungsi memberikan bimbingan teknis pemberdayaan ekonomi masyarakat.