Beton Konvensional Beton Pracetak

34 ditentukan oleh metoda pelaksanaan dari fabrikasi, penyatuan dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku syistem pracetak dalam hal cara penyambungan antar komponen joint. Beberapa prinsip beton pracetak tersebut dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dibandingkan beton konvensional antara lain terkait dengan pengurangan waktu dan biaya, serta peningkatan jaminan kualitas, predictability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta relocatability Gibb, 1999. Aplikasi beton pracetak di Indonesia telah dilaksanakan mulai tahun 1979 pada pembangunan Rusunawa Sarijadi, Bandung yang menggunakan brecast system dari Inggris. Penggunaan sistem pracetak sampai saat ini umumnya masih pada pembangunan Rusunawa yang dibiayai pemerintah, dalam rangka mendorong pengembangan inovasi dan efisiensi pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan gedung bertingkat oleh dunia usaha, umumnya masih menggunakan gabungan sistem konvensional dengan sistem pracetak Nurjaman dan Sijabat, 2007. Pelaksanaan konstruksi dengan beton pracetak dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Perakitan sistem beton pracetak sumber: foto penelitian. Pada awalnya beton precast masih mengadopsi teknologi dari luar negeri, namun saat ini sudah banyak tenaga ahli Indonesia yang berhasil menciptakan teknologi precast sendiri dan sudah mendapat hak paten dari Kementerian Hukum 35 dan HAM. Seluruh sistem sudah diuji di Laboratorium Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan dinyatakan layak digunakan untuk pembangunan rumah susun. Sampai saat ini sudah ada 46 precaster yang mendapat hak paten Tabel 4 Tabel 4. Daftar precaster yang telah mendapat hak paten di Indonesia No. Nama Sisem Pemilik Paten No Nama Sistem Pemilik Paten 1 Waffle Crete Waffle Crete USA 24 HK Precast PT.HK 2 Column Slab JH Simanjuntak 25 Java PerkasaDiamond PT.Java Perkasa cs 3 Beam Column Slab JH Simanjuntak 26 BCS-JHS PT.JHS PCI 4 Beam Column Slab PT. Adhi Karya 27 Kotapari PT.Buana Construction, cs 5 Bresphaka Syafei Amri cs 28 Well-Conn PT.Borneo Sakti cs 6 Jasubakim Syafei Amri cs 29 Platcon Precast 07 PT. Ruang Pratama 7 T-Cap Arief Sabarudin cs 30 Precon HBS Sugeng Wijanto cs 8 U Shell PT. P.Perumahan 31 Virtu PT. Total Boanerges Ind. 9 LMC Syafei Amri cs 32 TBR-J PT. Tata Bumu Raya, cs 10 WR PT. WK Realty 33 Couple Comb Plate PT. Victory Sena Utama 11 Wasppiko PT.PPI 34 KW PT. Kumala Wandira 12 Spircon Lufti Faisal 35 DPI PT. Dania Pratama Int. 13 PSA Prijasambada 36 MRP PT. Margusta BP 14 PSA-Paesa Prijasambada 37 BI-Plate PT. Widya Satria 15 Priska Prijasambada 38 Fibra Murni PT. Fibra Murni 16 Kolom Multi Lantai Edenta Sinuraya 39 W-Plus PT. Cipta Jaya Fadilah 17 C-Plus Sutadji Yuwasdiki 40 Kencana PT. Kencana Precast 18 Jedds System David Manariur 41 RB-Con PT.Prima Jaya Persada 19 PSA VI-Mextron Prijasambada 42 Trinity PT.Prima Usaha Trinity 20 PPI System PT.PPI 43 Rigid Joint Precast PT. Hiper Concrete Precast 21 PSA VII Prijasambada 44 MPS PT. Meitama Abadi 22 Tricon Lio Bisuk Simanjuntak 45 Sakori Dedi Prana Putra 23 Waskita Precast 07 PT. WK cs 46 Manara Haris Mardian cs

2.9 Energi Bahan Bangunan

Semua bahan bangunan berasal dari tanah. Bangunan yang terbuat dari tanah cukup ramah lingkungan karena dibangun dekat dengan tempat asalnya dan tidak menghabiskan biaya perpindahan energi yang besar. Selain itu, jika tidak lagi dibutuhkan, bangunan tersebut dapat didaur ulang secara alamiah sehingga tidak menimbulkan polusi dan hanya mengembalikannya ke tempat asalnya. 36 Dalam memilih bahan bangunan, yang harus dipertimbangkan pertama kali adalah energi yang terkuras dalam proses pembangunan tersebut. Besarnya energi yang digunakan akan berpengaruh pada tingkat ramah lingkungan suatu bangunan Moughtin, 2005. Berdasarkan kandungan energinya, bahan bangunan terbagi ke dalam tiga kelompok; rendah, sedang, dan tinggi. Kandungan energi bahan bangunan diukur dalam kilowatt-jam per kilogram, sebagaimana Tabel 5. Tabel 5. Kandungan energi bahan bangunan Moughtin, 2005 Bahan Kandungan Energi KWhKg Bahan Berenergi Rendah Pasir, agregat Kayu Beton Batako Beton Ringan Bahan Berenergi Sedang Eternit Batu Bata Kapur Semen Mineral Fibre Kaca Porselain Perlengkapan Sanitasi Bahan Berenergi Tinggi Plastik Baja Timbal Besi Tembaga Alumunium 0.01 0.1 0.2 0.4 0.5 1.0 1.2 1.5 2.2 3.9 6.0 6.1 10.0 10.0 14.0 15.0 16.0 56.0 Kandungan energi suatu bahan bangunan berkaitan dengan dampaknya terhadap lingkungan. Misalnya, energi yang terkandung pada tanah, lumpur, atau tanah liat adalah nol, namun ketika dibakar menjadi batu bata akan menjadi 0,4 – 1,2 kWhkg. Umumnya, semakin kecil kandungan energinya, maka semakin kecil pula polusi yang dihasilkan. Pertimbangan lain dalam pemilihan bahan bangunan ramah lingkungan adalah energi yang dihabiskan untuk memindahkan bahan tersebut dari tempat pengolahan ke tempat pembangunan. Misalnya, kayu, energi yang dihabiskan untuk mengangkut kayu dari hutan mungkin akan lebih besar dari energi yang terkandung dalam kayu itu sendiri. Dengan demikian pembuatan bangunan ramah lingkungan dapat melibatkan bahan-bahan lokal, satu-satunya kendala adalah ketersediaannya Amourgis, 1991.