AHP HASIL DAN PEMBAHASAN

123 AHP terdiri dari penyusunan hirarki decomposition, penilaian kriteria dan alternatif comparative judgement, penentuan prioritas synthesis of priority, serta konsistensi logis local consistency. Hal ini akan dilakukan terhadap semua preferensi menggunakan bantuan perangkat lunak Criterium Decision Plus v3.04. Pada analisis AHP, responden ditentukan berdasarkan keahlian dan pengetahuan mereka tentang pemilihan jenis pemukiman dan teknologi pembangunannya, khususnya penggunaan teknologi beton. Pakar yang dipilih sebagai responden sebanyak 20 orang pakar yang mewakili pihak pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat, dan dunia usaha. Semua hal tersebut dijadikan bahan untuk merumuskan arahan kebijakan model pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan. Hasilnya akan menggambarkan struktur kriteria dan alternatif, serta pembobotan dari strategi pengembangan rusunawa ramah lingkungan melalui optimasi pelaksanaan konstruksi. Hal ini akan membantu pemilihan alternatif prioritas, serta penyusunan strategi secara sistemik guna dijadikan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam pengembangan rusunama saat ini dan di masa mendatang. Pembangunan rusunawa sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan perumahan di kawasan perkotaan, telah lama dikembangkan pemerintah, khususnya lagi setelah pencanangan pengembangan 1.000 menara rusuna. Rusunawa yang akan dikembangkan adalah yang direncanakan memenuhi aspek-aspek keberlanjutan, yaitu hemat energi, hemat sumber daya alam, nyaman dan aman serta seminimal mungkin menghasilkan limbah dan sampah green building. Menurut Ignes 2008, bangunan yang berkelanjutan haruslah memiliki konsep sebagai berikut: 1 Pemilihan material yang low energi - embody; 2 Orientasi tata letak bangunan; 3 Hemat energi; 4 Hemat penggunaan air; 5 Memiliki recycle air buangan; 6 Penanganan sampah 3 R; 7 Low heat dissipation; 8 Memperhatikan unsur iklim lokal; 9 Penggunaan HVAC yang ramah ozon; 10 Memiliki juklakSOP pengoperasian bangunan dengan spirit penghematan energi dan sumber-sumber yang digunakan. Di lain pihak, permasalahan pemanasan global juga sampai saat ini belum menemukan solusi terbaik. Pertemuan para kepala negara dan pemerintahan di Kopenhagen, Denmark beberapa waktu lalu, belum menghasilkan kesepakatan 124 bersama yang mengikat untuk mengurangi emisi CO 2 , sebagai salah satu gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global sampai perubahan iklim. Indonesia sebagai salah satu peserta, berpartisipasi secara mandiri akan mengurangi emisi CO 2 sebesar 26 pada 2020, melalui pengurangan laju luasan hutan deforestasi, baik dengan penebangan pohon, maupun akibat kebakaran. Melihat kondisi tersebut dan kaitan dalam mencapai target pembangunan 1.000 menara rusuna, maka diperlukan suatu optimasi atau eksplorasi tata cara pembangunan yang ramah lingkungan, seminimal mungkin menggunakan sumberdaya alam, khususnya kayu dan besi. Salah satu metoda pelaksanaan konstruksi yang saat ini sedang dikembangkan adalah dengan sistem beton pracetak pre cast. Dengan sistem beton konvensional dibutuhkan lebih banyak kayu untuk cetakan beton berikut penyangganya, biasanya cetakan kayu ini hanya bisa dipakai 1-2 kali saja, selanjutnya dibuang, karena setelah dipakai akan terjadi perubahan bentuk dan sifat akibat air beton. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat bukti potensial akan manfaat teknologi dan sistem beton pracetak ini Nurjaman dan Sijabat, 2007. Dengan demikian diharapkan, selain secara perencanaan sudah ramah lingkungan green design, secara pelaksanaan konstruksi juga ramah lingkungan green construction. Berkurangnya pemakaian bahan bangunan pada sistem ini, khususnya kayu, sudah barang tentu akan mengurangi penebangan pohon di hutan deforestasi, sehingga memberikan kontribusi dalam mempertahankan luasan hutan, yang berfungsi sebagai penyerap CO 2 . Berbagai kajian dijadikan dasar dalam menyusun struktur hirarki penentuan alternatif kebijakan yang selanjutnya dianalisis menggunakan teknik AHP. Hasil proses hirarki analisis AHP menunjukan penilaian gabungan kriteria dan alternatif memiliki tingkat konsistensi yang baik, dengan nilai rasio konsistensi CR berkisar antara 0,00 hingga 0,089 pada semua elemennya. Penilaian ini menghasilkan nilai pembobotan pada setiap elemen, sekaligus memberikan gambaran prioritas pada setiap elemen tersebut. Hasil analisis AHP pemilihan bahan rusunawa ramah lingkungan disajikan pada Gambar 47. 125 Gambar 47 Hasil analisis AHP pemilihan bahan rusunawa ramah lingkungan. 125 126 Hasil tersebut menunjukkan bahwa menurut pendapat para pakar, dalam pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan, aktor yang paling berpengaruh adalah pemerintah 0,473. Stakeholders lain yang cukup berperan adalah pelaku usaha 0,153. Pihak akademisi 0,154, pengelola 0,129, dan masyarakat 0,091 memiliki peran yang lebih kecil dalam pengelolaan. Prioritas pendapat pakar dalam pengembangan rusunawa disajikan pada Gambar 48. Gambar 48 Prioritas pendapat pakar dalam pengembangan rusunawa. Pemerintah menjadi prioritas utama. Hal ini disebabkan pemerintah mempunyai peran dalam pembuatan peraturan dan kebijakan yang terkait dengan penyelenggaraan perumahan. Kewajiban pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat adalah mengadakan menyelenggarakan pembangunan secara adil untuk peningkatan kehidupan masyarakat dengan mengacu kepada UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sugandhy dan Hakim 2009 mengemukakan bahwa pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan pendorong dalam upaya pemberdayaan bagi berlangsungnya seluruh rangkaian proses penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Peran pemerintah sangat besar karena penyediaan material yang ramah lingkungan ecoproperty butuh biaya yang besar sehingga sulit dilakukan tanpa adanya dukungan pemerintah. Pemerintah perlu memberikan intensif bagi pengembangan untuk menekan biaya produksi. 127 Pelaku usaha juga merupakan stakeholder yang berperan penting dalam pembangunan fisik rusunawa, dalam pembangunan rusunawa diharapkan menggunakan material yang ramah lingkungan, desaian bangunan yang hemat energi, sehingga kelestarian lingkungan akan tetap terjaga. Stakeholder yang berpengaruh selanjutnya akademisi, hal ini disebabkan oleh karena adanya penelitian tentang pengembangan tekhnologi bahan bangunan yang ramah terhadap lingkungan. Mantera 2003 menyatakan bahwa dalam upaya menjaga perubahan lingkungan hidup, perkembangan teknologi yang merupakan hasil temuan ilmu pengetahuan memerlukan suatu penetapan prioritas riset dan mengusulkan penyelesaian bagi masalah jenis konstruksi dan bahan bangunan serta peran konstruksi dan bahan bangunan yang berwawasan lingkungan. Pengelola juga merupakan stakeholder yang mempunyai peran sebagai pengelola rusunawa. Masyarakat mempunyai peran yang sangat kecil diantara kelima stakeholder tersebut. Hal ini disebabkan masyarakatlah yang akan menghuni bangunan tersebut. Masyarakat mengharapakan mendapat tempat tinggal yang sehat, nyaman dan asri dilingkungan yang sehat. Hasil analisis AHP terhadap faktor-faktor dalam pengembangan rusunawa yang menjadi prioritas utama adalah kebijakan pemerintah, sumberdaya manusia, ekonomi masyarakat, sumberdaya alam, kebutuhan perumahan dan terakhir teknologi konstruksi. Faktor-faktor dalam pengembangan rusunawa disajikan pada Gambar 49. Gambar 49 Faktor-faktor dalam pengembangan rusunawa. 128 Pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan berdasarkan faktor-faktornya harus memperhatikan aspek kebijakan pemerintah sebagai faktor dominan. Hal ini terlihat dari pembobotan setiap elemen yang menunjukkan elemen kebijakan pemerintah memiliki bobot paling besar yaitu 0,220. Kebijakan pemerintah menjadi faktor dominan guna mencapai keberhasilan pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mantera 2003 yang menyatakan bahwa sasaran jangka panjang dan menengah kebijaksanaan perumahan dicapai melalui pelaksanaan umum, strategi dan program kegiatan. Prinsip arah kebijaksanaan dan strategi bidang perumahan didasarkan pada Rencana Pembanguan Jangka Menengan Nasional 2014 yang melandasi pembangunan sektor perumahan dan permukiman serta terpadu. Sumber daya manusia perumahan mepunyai bobot nilai sebesar 0,157. Hal ini disebabkan sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor dalam pembangunan rusunawa. Dalam rangka mencapai hal tersebut sangat diperlukan sumber daya manusia yang handal untuk mewujudkan pembangunan rusunawa. Menurut Ervianto 2006 mengemukakan penggunaan metode yang baru dalam pembangunan rusunawa membutuhkan sumberdaya yang mampu merancang dan melaksanakannya. Kemampuan ini dapat diperoleh dengan ikut serta secara aktif dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembanganpelaksanaan tekhnologi baru. Kota Batam merupakan salah satu kota yang berkembang pesat saat ini. Pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan, sehingga kebutuhan akan perumahan menjadi salah satu prioritas bagi masyarakat di Kota Batam. Ekonomi masyarakat mempunyai bobot nilai sebesar 0,155. Dalam pembangunan rusunawa harus memperhatikan kemampuan masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah dan berpenghasilan rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiwik dan Isnawati 2003 bahwa dalam pembangunan rusunawa, teknologi yang digunakan harus murah, terjangkau dan disesuaikan dengan kebutuhan golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Selanjutnya faktor sumber daya alam sebesar 0,154. Pembangunan rusunawa diharapkan secara teknis menggunakan pedoman teknis dengan standar industri indonesia, dimana perlu melakukan penyesuaian dengan perkembangan 129 tekhnologi, jenis konstruksi dan bahan bangunan. Sumber daya alam yang digunakan berasal dari lokal yang banyak didapat dari alam atau bahan organik dengan mudah didaur ulang sehingga tidak merusak lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mantera 2003 jasa konstruksi yang tepat bagi masyarakat berdasarkan lokasi, waktu, keadaan dan tepat berdasarkan sumber daya yang ada. Demikian juga terhadap bahan bakubahan bangunan dipergunakan disesuaikan dengan potensi lokal untuk dapat membantu pembangunan agar dapat menjadi berkelanjutan. Terakhir adalah faktor teknologi konstruksi sebesar 0,150. Salim 1979 menyatakan dari sisi teknologi pemilihan bahan sebaiknya menghindari adanya toksin atau racun dan diproduksi tidak bertentangan dengan alam. Penekanan peran sains dan teknologi dalam pembangunan permukiman adalah mencapai perlindungan lingkungan dan perkembangan manusia terutama dalam pengembangan teknologi tepat guna. Selanjutnya pembangunan diarahkan kepada upaya menekan biaya serendah-rendahnya dengan mutu bangunan yang memadai serta mengurangi dampak lingkungan yang merugikan. Sementara itu faktor teknologi dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan mempunyai pengaruh tersendiri. .Hasil analisis AHP terhadap tujuan dalam pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan adalah pemeliharaan kualitas lingkungan mendapat prioritas utama 0,386, selanjutnya penggunaan SDA 0,262, hemat energi 0,219 dan prioritas terakhir pemenuhan koefisien dasar bangunan 0,133. Tujuan dalam pengembangan dalam pengembangan rusunawa disajikan pada Gambar 50. 130 Gambar 50 Tujuan dalam pengembangan rusunawa. Berdasarkan aspek tujuan, maka pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan harus memperhatikan terjaganya kualitas lingkungan. Hal ini sangat penting dilakukan, agar terjadi keseimbangan dan kelestarian alam. Pemilihan material yang ramah lingkungan sebagai bahan baku sebaiknya menghindari adanya toksin atau racun dan diproduksi tidak bertentangan dengan alam Salim 1979. Sebagai contoh, minimalkan penggunaan bahan bangunan yang berpotensi menimbulkan limbah besar seperti semen, besi beton dan aluminium. Memperbanyak taman hijau dan taman yang memang di butuhkan untuk mengatur keseimbang lingkungan sekitar. Tujuan selanjutnya adalah efisiensi penggunaan sumber daya alam 0,262. Pembangunan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan harus hemat dalam penggunaan sumber daya alam, dengan desain bangunan yang efisien dan seminimal mungkin menggunakan sumberdaya alam. Desain harus bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya seluruh siklus hidup bahan bangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pemeliharaan sampai pembongkaran. Penggunaan material bangunan, akan berkaitan dengan dua katagori lainnya, yaitu penggunaan material lokal dan meminimalisi penggunaan kayu baru. Penggunaan material lokal dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak, untuk transportasi yang pada akhirnya menghemat biaya. Hal ini disebabkan oleh penggunaan material lokal 131 akan memperpendek jarak tempuh kendaraan yang digunakan dalam proses pengiriman. Mengurangi penggunaan material kayu berkaitan dengan konservasi hutan. Aspek penggunaan energi yang hemat 0,219. Desain bangunan rusunawa yang hemat energi dapat dilakukan melalui membatasi lahan bangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisien bahan dan material ramah lingkungan. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi atap roof garden, green roof yang memiliki nilai ekologis tinggi suhu udara turun, pencemaran berkurang, ruang hijau bertambah. Mengurangi penggunaan lampu dan memaksimalkan cahaya matahari untuk penerangan rumah di siang hari. Pemenuhan koefisien dasar bangunan 0,133 saat ini tidak terlalu menjadi permasalahan. Hal ini disebabkan koefisien dasar bangunan pada lantai dasar sudah diatas maksimal 20 dari daerah perencanaan. Kebijakan pembangunan perumahan secara vertikal diterapkan untuk perencanaan perumahan di sekitar kawasan inti pusat kota yang saat ini merupakan kawasan sangat padat yang sebagian besar merupakan kawasan kumuh dengan koefisien dasar bangunan KDB yang mendekati 80-90. Hasil analisis AHP terhadap alternatif menunjukkan prioritas utama adalah pemanfaatan beton semi pracetak, pemanfaatan beton pracetak dan terakhir beton konvensional. Hasil selengkapnya mengenai hasil alternatif terhadap pengembangan rusunawa disajikan pada Gambar 51. Gambar 51 Alternatif dalam pengembangan rusunawa. 132 Alternatif terbaik bagi pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan adalah dengan pemanfaatan beton semi pracetak 0,453. Hal ini dianggap lebih baik daripada dengan pemanfaatan beton pracetak 0,446 dan beton konvensional 0,101. Pengembangan beton semi percetak menurut para pakar lebih lebih ramah terhadap lingkungan, murah dan lebih cepat pelaksanaan pembangunannya. Pendapat para pakar terhadap alternatif beton semi pracetak dengan pracetak berbeda tipis 0,008. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang ilmu masing-masing pakar. Para pakar yang berlatar belakang teknik konstruksi, lebih menginginkan pelaksanaan dengan beton pracetak saja, karena seluruh bagian konstruksi dilaksanakan dengan pracetak. Biaya pembangunan dengan sistem pracetak sedikit lebih murah bila dibandingkan dengan semi pracetak. Para pakar yang berlatar belakang sosial, lebih mengutamakan sistem beton semi pracetak, karena memberikan potensi dampak lingkungan lebih sedikit dari sistem beton pracetak 6 . Selain itu, para pakar ini juga menginginkan adanya masa transisi dari penggunaan beton konvensional menjadi pracetak, dengan terlebih dahulu dilakukan dengan beton semi pracetak. Menurut Ervianto 2006 biaya konstruksi cendrung terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah tingginya upah tenaga kerja dan proses konstruksi yang dilakukan secara tradisional. Dalam rangka menjawab tantangan tersebut, maka kemudian dikembangkan tekhnologi pracetak yang mengarah pada industrilisasi, dimana produk dihasilkan dengan produksi massal dan bersifat pengulangan. Menurut Gibb 1999 tekhnologi beton percetak telah lama diketahui dapat menggantikan operasi pembetonan tradisional yang dilakukan di lokasi proyek pada beberapa jenis konstruksi karena beberapa potensi manfaatnya. Beberapa prinsip yang dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dari tekhnologi beton percetak ini antara lain terkait dengan waktu, biaya, kualitas, precability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability. Di Indonesia, hingga saat ini, telah banyak aplikasi tekhnologi beton percetak pada banyak jenis konstruksi dengan didukung oleh sekitar 46 perusahaan spesialisasi beton percetak, atau lebih dikenal dengan sebutan precaster Sijabat dan Nurjaman, 2007. Abduh 2007 mengemukakan 133 bahwa precaster tersebut memiliki beragam tekhnologi beton percetak yang ditawarkan kebanyakan berupa beton percetak non-volumetrik atau komponen struktur pracetak yang tidak membentuk suatu volume struktur. Ikatan Ahli Percetakan dan Prategang Indonesia IAPPI, sebagai asosiasi yang terkait dengan bidang percetak, beserta pihak lain telah menetapkan dan mengusahakan standar produk, sertifikasi produk, dan sertifikasi keahlian, untuk menjadikan tekhnologi sistim pracetak ini handal. Di Indonesia, atas kerjasama para anggota IAPPI dengan berbagai instansi, sejak tahun 1979 telah banyak penggunaan beton pracetak beserta transfer teknologi dan inovasi. Penerapan yang banyak dilakukan antara lain adalah pada bangunan rusunawa dengan jumlah mencapai 12.996 unit kurang lebih 40 dari seluruh rusunawa yang dibangun di Indonesia. Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat potensi akan manfaat teknologi dan sistem beton pracetak untuk pembangunan rusunawa, maka telah ditemukan beberapa hal seperti di bawah ini Sijabat dan Nurjaman, 2007: 1. Efisiensi biaya bisa mencapai 20 jika dibndingkan pada rancangan awal dengan sistem konvensional. 2. Kecepatan pelaksanaan dapat dirasakan, misalnya dari 4 bulan bisa menjadi 2,5 bulan pada suatu proyek. 3. Diperlukan sumberdaya manusia yang lebih terampil dibandingkan dengan sistem konvensional

4.6. Struktur Sistem Pengembangan Rusunawa Ramah Lingkungan

Penggunaan beton semi pracetak dan beton pracetak dalam pembangunan rusunawa pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan bahan bakunya dari berbagai aspek, baik aspek teknis maupun non teknis dibandingkan dengan penggunaan beton konvensional. Pengembangan rusunawa yang didorong penuh oleh pemerintah juga harus merupakan bagian dari upaya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dalam sektor penyediaan permukiman. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan tercapainya tujuan pembangunan dari aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya. 134 Pengembangan permukiman dengan pola rusunawa ramah lingkungan sendiri melibatkan banyak pihak terkait dalam pelaksanaannya. Para pihak stakeholders tersebut terdiri dari institusi pemerintah, pihak swasta, masyarakat, hingga akademisi yang terkait dengan permasalahan pengembangan permukiman, khususnya rusunawa ramah lingkungan. Selain aktor pelaksana, pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan juga memiliki berbagai kendala yang harus dipecahkan dan diselesaikan secara tuntas dan terpadu. Guna menggambarkan keadaan dan memecahkan berbagai permasalahan tersebut, diperlukan suatu proses pengkajian sistem pengembangan rusunawa yang dapat menghasilkan model struktural yang memotret kompleksitas sistem yang dikaji. Teknik interpretive structural modelling ISM dapat digunakan untuk keperluan pengkajian tersebut. Teknik ini menganalisis elemen sistem dan menyajikannya dalam bentuk grafikal setiap hubungan langsung dari elemen sistem dan hierarkinya. Elemen sistem dapat berupa objek kebijakan, tujuan program, dan lain-lain tergantung dari tujuan pemodelannya. Sedangkan hubungan langsung dapat bervariasi dalam suatu konteks yang mengacu pada hubungan kontekstual antar elemen yang dianalisis. Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan melalui survai pakar menggunakan teknik ISM, diperoleh 2 dua elemen untuk penyusunan model pengembangan rusunawa yang terdiri dari: 1. Pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan rusunawa ramah lingkungan; 2. Kendala utama dalam pencapaian pengembangan rusunawa ramah lingkungan. Kedua elemen tersebut masing-masing selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen. Pada setiap elemen dilakukan pembagian menjadi sejumlah sub-elemen sampai memadai. Identifikasi hubungan kontekstual antar sub-elemen dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden pakar. Struktur sub- elemen dalam suatu elemen akan diuraikan sebagai berikut di bawah ini.

4.6.1 Elemen Pelaku atau Institusi Terkait Sistem Pengembangan

Rusunawa Melalui Konstruksi Ramah Lingkungan Komponen sub-elemen pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan terdiri dari: 1