1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang mengatur
secara rinci mengenai landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah Antonio, 2001:26,
industri perbankan syariah di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, baik dari sisi pertumbuhan aset maupun pertumbuhan
kelembagaan atau jaringan Wirdyaningsih,2005:63. Hal ini salah satunya diakibatkan karena adanya izin pembukaan kantor cabang syariah oleh bank
konvensional yang tercantum dalam Undang-Undang tersebut, dimana memberikan kesempatan bagi bank konvensional untuk membuka kantor-
kantor cabang syariah atau mengkonversikan dirinya sebagai institusi yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, yang kemudian
menjadi tonggak atas perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Hingga Desember 2014, jumlah perbankan syariah mencapai 12 Bank Umum Syariah
BUS, 22 Unit Usaha Syariah UUS dan 163 Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS. Perkembangan perbankan syariah tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut :
2
Tabel 1.1Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia Indikator
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Bank Umum Syariah 6
11 11
11 11
12 Unit Usaha Syariah
25 23
24 24
23 22
Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah 138
150 155
158 163
163
Sumber : Laporan Statistik Perbankan Syariah Tahun2014, data diolah
Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya
sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dengan menggunakan prinsip penyertaan dalam rangka pemenuhan permodalan equity financing maupun
dengan prinsip pinjaman dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan debt financing Arifin,2009.
Dalam kegiatan operasionalnya, baik bank syariah maupun bank konvensional memiliki fasilitas produk yang hampir sama, baik dalam
penyaluran dana maupun dalam penghimpunan dana. Salah satu produk yang ditawarkan bank syariah guna menyerap sumber dana masyarakat adalah
deposito berjangka yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang
bersangkutan. Sedangkan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan
berdasarkan prinsip syariah. Dewan Syariah Nasional MUI telah
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip MudharabahKarim,2007:303.
3 Menurut Fatwa DSN No:03DSN-MUIIV2000 deposito terdiri dari dua
jenis yaitu : 1 Deposito yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu Deposito yang berdasarkan perhitungan bunga, dan 2 Deposito yang dibenarkan, yaitu
Deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah. Pada Deposito berdasarkan prinsip Mudharabah, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik
dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya Mudharabah dengan pihak lain.
Dari hasil pengelolaan dana Mudharabah, bank syariah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh
kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah mis management salah urus,
bank bertanggung
jawab penuh
terhadap kerugian
tersebutKarim,2007. Penentuan besarnya tingkat bagi hasil sangatlah penting untuk mengetahui
besarnya keuntungan yang didapat oleh nasabah. Beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan yang akan diuji dalam penelitian ini untuk
penentuan tingkat bagi hasil ialah profitabilitas, biaya operasional terhadap pendapatan operasional, non performing financing, net operating margin dan
dana pihak ketiga.
4 Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti
masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta
asing. Pada sebagian besar atau setiap bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank
sebagai penghimpun dana dari masyarakatRivai, Veithzal and Idroes 2007. Berkaitan dengan hal tersebut, maka prinsip yang dianut bank syariah dalam
penghimpunan dana adalah, sebagai berikut:
Tabel 1.2Produk Penghimpunan Dana Bank Syariah
No. Produk Prinsip
Return untuk Nasabah 1
Giro Wadiah titipan
Bonus sesuai kehendak nasabah
2 Tabungan
Wadiahtitipan Mudharabah
bagi hasil
Bonus sesuai kehendak bank bagi hasil, dengan
nisbah
3 Deposito
Mudharabah Mutlaqah Mudharabah
Muqayyadah Bagi hasil, dengan nisbah
bagi hasil, dengan nisbah
Sumber : Rivai, Veithzal and Idroes,2007 Dalam penghimpunan dana, bank syariah melakukan mobilisasi dan
investasi tabungan dengan cara yang adil sehingga keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak. Tujuan mobilisasi dana merupakan hal penting
karena Islam secara tegas mengutuk penimbunan tabungan dan menuntut penggunaan sumber dana secara produktif dalam rangka mencapai tujuan
sosial-ekonomi IslamRivai, Veithzal and Idroes 2007. Perkembangan laju pertumbuhan dana pihak ketiga harus mendapat
perhatian yang lebih dari bank syariah itu sendiri, hal ini dikarenakan besar
5 kecilnya jumah dana pihak ketiga memiliki peran penting dalam menentukan
besarnya pembiayaan yang dapat disalurkan oleh bank syariah kepada nasabahnya. Semakin tinggi jumlah dana pihak ketiga maka akan semakin
tinggi pula jumlah pembiayaan yang dapat disalurkan bank kepada nasabah. Berikut adalah data perkembangan dana pihak ketiga pada Bank Umum
SyariahBUS dan Unit Usaha SyariahUUS di Indonesia periode tahun 2009-2014 :
Tabel 1.3 Perkembangan Dana Pihak Ketiga pada BUS dan UUS di Indonesia dalam
Milyar Rupiah
Indikator Giro iB-Akad Wadiah
Tabungan iB
Akad WadiahMudha
rabah Deposito
iB-Akad Mudharabah
2009 6.202
16.475 29.595
2010 9.056
22.908 44.072
2011 12.006
32.602 70.806
2012 17.708
45.072 84.732
2013 18.528
57.200 107.812
2014 18.649
68.581 135.629
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Desember 2014 Tabel 1.3, menunjukan pertumbuhan dana pihak ketiga dari total 52.271
miliar rupiah pada tahun 2009 menjadi 217.858 miliar rupiah pada tahun 2014. Deposito merupakan produk dengan pertumbuhan tertinggi dari produk
dana pihak ketiga lainnya, tabel diatas menunjukan jumlah deposito sebesar 29.595 miliar rupiah pada tahun 2009 meningkat menjadi 135.629 miliar
rupiah pada tahun 2014, dengan peningkatan lebih dari seratus persen. Hal inisalah satunya disebabkan karena produk deposito memiliki imbal hasil yang
cukup tinggi daripada produk dana lainnya, sehingga masyarakat cenderung memilih deposito.
6 Laporan keuangan financial statement merupakan iktisar mengenai
keadaan keuangan suatu bank pada suatu periode tertentu. Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan memerlukan
beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya
Martono,2010. Menurut Syafi
’I Antonio 2001:140 salah satu faktor tidak langsung yang mempengaruhi besar kecilnya bagi hasil adalah pendapatan bank yang
“dibagihasilkan”. Untuk mengetahui pendapatan bank, peneliti menggunakan rasio profitabilitas. Yang dimaksud dengan profitabilitas atau rentabilitas
adalah kemampuan suatu bank dalam memperoleh laba. Profitabilitas dari bank tidak hanya penting bagi pemiliknya, tetapi juga bagi golongan-golongan
lain dalam masyarakat. Bila bank berhasil mengumpulkan cadangan dengan memperbesar modal, akan memperoleh kesempatan meminjamkan dengan
lebih luasbesar karena tingkat kepercayaan atau kredibilitas meningkat. Pemerintah dan masyarakat juga berkepentingan bila tingkat laba bank-bank
senantiasa bertambah sehingga diharapkan lalu lintas keuangan terjamin Simorangkir, 2004:152.
Rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dalam penelitian ini adalah Return On Assets ROA dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional BOPO. Return on Assets ROA adalah rasio yang bertujuan untuk mengukur kemampuan bank di dalam memperoleh laba dan efisiensi
secara keseluruhan. Semakin tinggi angka ROA, menunjukan bahwa
7 kesehatan keuangan bank dalam kondisi yang baik. Sedangkan rasio biaya
operasional terhadap pendapatan operasional BOPO digunakan untuk mengukur perbandingan biaya operasi atau biaya intermediasi terhadap
operasi yang diperoleh bank. Semakin kecil angka rasio BOPO, maka semakin baik kondisi bank tersebut Martono,2010.
Pertumbuhan perbankan syariah yang semakin pesat, berdampak terhadap semakin tingginya angka persaingan antar bank syariah maupun dengan bank
konvensional. Hal
ini mengakibatkan
semakin rendahnya
tingkat pengendalian dan pengawasan baik internal maupun eksternal terhadap
penyaluran pembiayaan yang dilakukan. Rendahnya tingkat pengendalian ini menimbulkan resiko naiknya jumlah pembiayaan yang bermasalah.
Pembiayaan yang bermasalah dapat ditimbulkan oleh nasabah yang tidak dapat membayar atau menunaikan kewajibannya kepada bank sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati. Rasio untuk mengukur pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah adalah Non Performing Financing NPF.
Non Performing Financing NPF yaitu jumlah pembiayaan yang tergolong non lancar dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet Muhammad
2005. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Profitabilitas, BOPO Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional,
NPF Non Performing Financing dan DPK Dana Pihak Ketiga terhadap
8 Tingkat Bagi Hasil Deposito Mudharabah Studi Kasus pada Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Periode 2009- 2014”.
B. Perumusan Masalah