Perkembangan NPF BUS dan UUS di Indonesia Perkembangan DPK BUS dan UUS di Indonesia

78 Berdasarkan gambar 4.3dapat disimpulkan bahwa nilai BOPO mengalami perkembangan yang relatif stabil, dimana mencapai titik tertinggi sebesar 86,22 pada Januari 2012 dan berada pada titik terendah sebesar 70,43 pada Januari 2013. Karena nilai BOPO mencerminkan efisiensi produksi, maka semakin rendah nilai BOPO menunjukan bahwa bank semakin efisien dalam mengeluarkan biaya. Apabila BOPO rendah maka pendapatan bank akansemakin meningkat.

4. Perkembangan NPF BUS dan UUS di Indonesia

NonPerforming Financing NPFmerupakan perbandingan antara jumlah pembiayaan macet dengan keseluruhan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah, dan dinyatakan dalam persentase. Nilai NPF yang tinggi menunjukkan bahwa bank syariah mengalami kerugian akibat tingkat pengembalian kredit yang kurang lancar, diragukan dan macet, dan sebaliknya jika nilai NPF rendah maka hal ini menunjukkan bahwa bank syariah mengalami keuntungan oleh karena tingkat pengembalian kredit yang lancar Berikut adalah data perkembangan NPF pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia periode Januari 2009 sampai Desember 2014 : 79 Gambar 4.4 Perkembangan NPF BUS dan UUS di Indonesia periode Januari 2009- Desember 2014 Sumber : Statistik Perbankan Syariah data diolah Berdasarkan gambar 4.4 di atas dapat disimpulkan bahwa NPFmencapai titik tertinggi sebesar 4,39 pada Januari 2009, lalu terus mengalami perkembangan yang fluktuatif hingga Desember 2012, NPF mengalami penurunan yang cukup baik dengan titik terendah sebesar 2,22 pada Desember 2012, lalu cenderung meningkat hingga Desember 2014 mencapai nilai sebesar 4,33. Tingginya nilai NPF mencerminkan bahwa kualitas pembiayaan bank syariah masih rendah serta kekhawatiran resiko pembiayaan macet semakin meningkat. Untuk periode selanjutnya diharapkan bank syariah lebih berhati-hati dalam menyeleksi calon nasabah yang akan diberikan pembiayaan. 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 p er sen tase periode NPF NPF 80

5. Perkembangan DPK BUS dan UUS di Indonesia

Dana Pihak Ketiga adalah simpanan nasabah, baik nasabah perorangan, lembaga atau instansi, dalam bentuk tabungan, giro dan deposito dalam rupiah dan valuta asing yang dihimpun pada saat tertentu dalam milyar rupiah. Prinsip operasional syariah yang ditetapkan dalam penghimpunan dana pihak ketiga dari masyarakat adalah prinsip Wadi’ah dan Mudharabah. Dana pihak ketiga pada perbankan syariah dikelola berdasarkan prinsip bagi hasil. Data perkembangan Dana Pihak Ketiga DPK Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia periode Januari 2009-Desember 2014 dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4.5 Perkembangan DPK BUS dan UUS di Indonesia periode Januari 2009- Desember 2014 Sumber : Statistik Perbankan Syariah data diolah Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Rp- Rp50,000 Rp100,000 Rp150,000 Rp200,000 Rp250,000 m ily ar periode DPK dalam milyar rupiah DPK dalam milyar rupiah 81 periode Januari 2009sampai Desember 2014 relatif menunjukkan peningkatan. Jumlah DPK pada Desember 2010 tercatat sebesar Rp.76,036 milyar yang mana jumlah tersebut meningkat dari periode sebelumnya yaitu pada Juni 2010 yang sebesar Rp.58,079 milyar. Kemudian pola grafik DPK terus menunjukkan perkembangan yang cenderung meningkat terutama pada akhir periode tahun 2014, dari data yang diperoleh, jumlah Dana Pihak Ketiga pada Desember 2014 sebesar Rp.217.858 milyar rupiah, jumlah tersebut merupakan tertinggi dibandingkan pada periode- periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah untuk menyimpan dan mengelola dana masyarakat semakin meningkat dari tahun ketahun.

6. Profil Singkat Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah