Tahap Isolasi DNA a.

48 artifisial dengan kultur murni yang telah diinkubasi semalam dalam TSB telah cukup untuk menjamin diperolehnya DNA target bagi proses amplifikasi. Menurut Sambrook et al. 1989, pertumbuhan bakteri mencapai fase log akhir setelah diinkubasi semalam. Fase log akhir merupakan saat yang optimal untuk memanen bakteri, di mana kuantitas DNA maksimal.

2. Tahap Isolasi DNA a.

Diferensiasi metode isolasi DNA 1 Metode pendidihan Metode pendidihan menggunakan enzim untuk melisis sel bakteri dan mengisolasi DNA, juga buffer TE 1X untuk menjaga tekanan osmotik DNA. Enzim yang digunakan adalah lisozim dan proteinase K. Lisozim ditambahkan karena enzim ini mampu mencerna membran luar sel bakteri. Aktivitas enzim lisozim efektif pada suhu ruang 25°C. Proteinase K merupakan enzim proteolitik yang digunakan untuk menghilangkan protein. Protein dapat menghambat proses amplifikasi DNA. Suhu optimum aktivitas enzim proteinase K ialah 55-60°C selama 1-2 jam. Semakin lama inkubasi setelah penambahan proteinase K, daya recovery DNA semakin baik Sambrook et al., 1989. Oleh karena itu, waktu inkubasi yang digunakan adalah selama 2 jam pada suhu 55°C. Pendidihan cukup dilakukan sekali karena denaturasi berulang dikhawatirkan malah merusak struktur DNA atau pun DNA menjadi sulit renaturasi kembali saat didinginkan. Menurut Sambrook et al. 1989 semakin panjang waktu pendidihan, denaturasi DNA akan menjadi irreversibel. 2 Metode ekstraksi dengan fenol:kloroform Metode ekstraksi dengan fenol:kloroform mampu menghasilkan isolat DNA yang lebih murni karena sel bakteri dilisis oleh enzim dan deterjen, kemudian DNA diekstraksi 49 berulang. Enzim yang digunakan pada metode ini sama dengan pada metode pendidihan, yaitu lisozim dan proteinase K. Perbedaannya adalah pada metode ini digunakan deterjen SDS untuk membantu pelisisan sel. SDS merupakan salah satu deterjen yang berfungsi melisis membran sel dengan membuat lubang kecil sehingga DNA plasmid lepas, tetapi tetap mempertahankan keutuhan DNA kromosomal berbobot molekul tinggi. Deterjen tersebut mengemulsi lipid juga protein pada sel dan mengganggu interaksi polar yang mempersatukan membran sel, kemudian membentuk kompleks dengan lipid dan protein. Hal ini menyebabkan lipid dan protein tersebut berpresipitasi dalam larutan. SDS ditambahkan bersamaan dengan proteinase K, lalu diinkubasi. Penambahan enzim proteolitik dalam penelitian ini proteinase K dilakukan sebelum DNA diekstraksi dengan pelarut fenol:kloroform. Basis sebagian besar dari purifikasi asam nukleat adalah menghilangkan protein yang sering terbawa ketika mengekstrak larutan aqueous asam nukleat Sambrook et al., 1989. Penggunaan beberapa senyawa pelisis diperlukan karena B. cereus merupakan bakteri Gram positif yang memiliki peptidoglikan tebal. Apabila pelisisan tidak sempurna, DNA tidak akan terekstraksi dan proses amplifikasi tidak dapat terjadi. 3 Metode dengan kit komersial Metode isolasi DNA yang telah diterapkan di Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM RI 2008 menggunakan kit komersial. Kit komersial menggunakan PBS pada tahap awal isolasi DNA. PBS digunakan untuk melarutkan matriks pangan, menjaga keseimbangan kondisi fisiologis, dan mengendapkan inhibitor-inhibitor yang tidak diperlukan seperti kalsium Espy et al. , 2006. Buffer lisozim yang ditambahkan terdiri atas NaCl, Tris-HCl pH 8.0, EDTA, Triton X-100. Penambahan EDTA dan Triton X-100 berfungsi untuk membantu pelisisan sel terjadi, 50 sedangkan NaCl berperan sebagai sumber ion Na + untuk menghambat muatan negatif menempel pada fosfat di DNA yang menyebabkan molekul DNA saling tolak menolak dan Tris-HCl berfungsi untuk mempertahankan pH, pH 8.0 diperlukan oleh lisozim agar dapat bekerja dengan baik. Enzim RNAse A juga digunakan untuk menghilangkan RNA, karena enzim ini mampu mencerna RNA dan bekerja sangat cepat di suhu ruang. Kolom mini dan larutan yang telah disediakan oleh menufaktur digunakan, setelah pelisisan matriks pangan dan membran luar sel bakteri serta penghilangan protein dan RNA yang dapat menjadi inhibitor proses amplifikasi. Kolom mini merupakan kolom silika yang berguna untuk menahan DNA, namun permeabel bagi molekul-molekul lainnya. Larutan dari kit komersial, terdiri atas buffer lisis, buffer pencuci, dan buffer elusi. Buffer lisis digunakan untuk melisis sel bakteri, buffer pencuci digunakan untuk mencuci benang DNA, dan buffer elusi digunakan untuk mengelusi DNA dan membawa DNA melewati membran pada kolom mini. Buffer lisis umumnya adalah larutan garam dan deterjen Dollard, 1994. Proses amplifikasi B. cereus yang diinokulasi pada sampel pangan hanya menggunakan metode pendidihan dan metode dengan kit komersial dengan alasan yang akan dijelaskan pada pembahasan penetapan limit deteksi.

b. Perbandingan metode isolasi DNA

a. Preparasi sampel Metode pendidihan, metode ekstraksi dengan fenol:kloroform, dan metode ekstraksi dengan kit komersial berasal dari sampel yang sama sehingga tidak ada faktor yang dapat pembeda hasil isolasi hingga tahap ini. 51 Sentrifugasi pada awal tahap isolasi DNA berfungsi untuk mendapatkan pelet dari sampel pangan yang mengandung bakteri, sedangkan lemakminyak pangan berada pada supernatan dan dibuang. b. Pelisisisan sel Pelisisan sel pada metode pendidihan hanya menggunakan SDS dan lisozim, sedangkan pada metode pendidihan juga ditambahkan SDS dan waktu inkubasi 55C lebih lama 1 jam dibandingkan metode pendidihan. Hal ini berpengaruh terhadap kemurnian isolat DNA yang dihasilkan. Isolat DNA yang dilisis dengan lisozim, proteinase K, dan SDS lebih mempermudah DNA terekstraksi karena sel dilisiskan lebih sempurna dan protein sebagai inhibitor PCR dicerna lebih baik waktu inkubasi lebih panjang oleh proteinase K. Kit komersial juga menggunakan lisozim, proteinase K dan SDS dalam pelisisan sel. Namun waktu inkubasi untuk enzim bekerja sangat singkat sehingga pelisisan atau pencernaan oleh enzim maupun SDS tidak optimal. c. Proteksi dan stabilisasi DNA Proteksi dan stabilisasi DNA dilakukan oleh buffer dan kation tertentu untuk mempertahankan pH dan stabilitas DNA. Metode pendidihan tidak menambahkan NaCl dalam buffernya karena menginginkan DNA tetap larut dalam air. Ion Na + berfungsi menetralisir muatan negatif fosfat di DNA dengan cara membentuk ikatan ionik dengan muatan negatif tersebut, dan memperkenankan molekul-molekul DNA bersatu Dollard, 1994. Jika muatan negatif tersebut tidak terikat dengan ion Na + , DNA akan saling tolak menolak. Metode ekstraksi dengan fenol:kloroform dan kit komersial menambahkan NaCl pada buffer enzim sehingga stabilitas DNA lebih terjaga dan mempermudah presipitasi DNA. 52 d. Pemisahan DNA dari debris sel dan protein Metode pendidihan memisahkan DNA dengan cara sentrifugasi, DNA kromosomal akan larut pada supernatan, sedangkan debris sel mengendap akibat pendidihan yang disusul segera dengan pendinginan. Pendidihan menyebabkan DNA terdenaturasi dan menginaktivasi enzim nuklease atau DNase yang mencerna asam nukleat dan menyebabkan penurunan kualitas maupun kuantitas DNA selama penyimpanan. Pendinginan segera setelah pendidihan menyebabkan DNA kromosomal terenaturasi kembali dan larut air, sedangkan DNA plasmid sulit didenaturasi karena secara topologi intertwined Sambrook et al., 1989 sehingga mengendap bersama debris sel serta protein yang terdenaturasi. Metode ekstraksi dengan fenol:kloroform memisahkan DNA dari lipid, polisakarida, dan protein melalui 3 fase yang dibentuk, yaitu fase aqueous dimana DNA larut, interfase dimana protein larut, dan fase organik dimana lipid atau polisakarida larut. DNA termasuk molekul polar sehingga larut pada air fase aqueous dan fase ini yang diambil saat ekstraksi DNA dengan pelarut fenol:kloroform. Pemisahan komponen-komponen tersebut ke dalam tiga fase memberikan isolat DNA yang lebih murni. Ekstraksi fenol:kloroform dilakukan dua kali hingga lapisan keruh interfase tidak tebal. Lapisan keruh interfase yang tebal dapat terlihat pada Gambar 9a, sedangkan hasil yang diharapkan adalah lapisan interfase yang sangat tipis Gambar 9b. Lapisan keruh menandakan protein masih banyak terdapat pada interfase. Protein tersebut dapat menjadi inhibitor PCR jika menempel pada isolat DNA. Pada penelitian ini ekstraksi dengan fenol:kloroform dilanjutkan dengan penambahan kloroform untuk menghilangkan sisa fenol dan protein yang terbawa pada fase aqueous. 53 a b Gambar 9. Fase aqueous atas, Interfase tengah, dan Fase organik bawah dalam isolasi fenol:kloroform, 4a Lapisan interfase tebal dan 4b Lapisan interfase sangat tipis Fenol yang digunakan harus memiliki pH lebih dari 7.6 agar DNA larut pada fase aqueous bagian atas. Tris-HCl pH 8.0 digunakan untuk meningkatkan pH fenol. Setelah pH tercapai, fenol seharusnya ditambah dengan hydroxyquinolin sebanyak 0.05 total volume fenol sebagai antioksidan dan 0.1M Tris-Cl pH 8.0 sebanyak 0.1 total volume fenol sebagai buffer bagi fenol. Namun karena keterbatasan senyawa kimia hidroxyquinolin, senyawa ini tidak ditambahkan ke dalam fenol. Untuk mencegah oksidasi, fenol disimpan pada botol gelap di suhu -20°C. Fenol tetap bekerja sebagaimana mestinya pada saat ekstraksi fenol:kloroform tanpa hydroxyquinolin, tetapi tentu saja mengurangi efektivitas ekstraksi karena hydroxyquinoline 0.1 selain merupakan antioksidan, juga inhibitor RNAase dan kelator ion logam yang lemah. Dalam ekstraksi dengan fenol:kloroform, senyawa ini akan mempermudah pembedaan fase organik dan fase aqueous karena memberi warna kuning pada fase organik. Campuran fenol:kloroform akan membentuk fase cair-cair. Bagian atas disebut fase aqueous, sedangkan bagian bawah disebut fase organik. DNA akan larut pada fase aqueous, asalkan pH fenol:kloroform lebih dari 7.6 Sambrook et al., 1989. Oleh bawah tengah atas 54 sebab itu, saat ekstraksi DNA dilakukan bagian yang diambil ialah fase aqueous. Fase aqueous yang diambil hanya sekitar 90 karena dikhawatirkan protein pada interfase ikut terambil saat pemipetan. Ekstraksi fenol:kloroform dilakukan dua kali karena protein pada interfase sudah tidak tampak pada ekstraksi kedua, setelah itu dilanjutkan dengan pemberian kloroform untuk menghilangkan sisa fenol. Kloroform juga berperan dalam mendenaturasi protein dan membantu pemisahan fase aqueous dan fase organik Birren et al., 1997. Pemberian fenol:kloroform memerlukan inkubasi pada suhu -20°C selama 30 menit. Suhu tersebut merupakan suhu yang dapat menjaga kestabilan DNA, mempresipitasi DNA, dan menginaktivasi enzim yang mungkin ikut terekstraksi. Pemberian kloroform tidak memerlukan inkubasi sebab sekedar mencuci fase aqueous dan menghilangkan fenol. Pencucian dengan kloroform dilanjutkan dengan sentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C untuk menjaga DNA tidak terdegradasi. Setelah sentrifus akan terbentuk 2 fase cair-cair, yang diambil adalah fase aqueous di mana DNA larut, sedangkan fase organik berisi kloroform dan komponen terlarut lipid dan interfase berisi fenol dan komponen terlarut protein dibuang. Metode dengan kit komersial memisahkan DNA dari debris sel dengan cara filtrasi oleh membran silika pada kolom yang telah disediakan kit tersebut. Sebagian besar debris berukuran lebih besar daripada DNA. Kemurnian DNA seharusnya lebih baik dibandingkan isolat DNA dari metode pendidihan dan ekstraksi fenol:kloroform karena membran tersebut hanya mengikat DNA berdasarkan kekuatan ionik yang dimiliki DNA, namun permeabel terhadap komponen lain selain DNA. Ikatan ionik tersebut dapat terbentuk jika pH buffer 8.0 dan garam dengan konsentrasi yang tepat, misal 5 mM KPO 4 dilarutkan 55 dalam etanol 80. Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi, DNA tidak akan teradsorpsi pada membran atau kolom silika. e. Presipitasi DNA Penambahan garam dan alkohol yang tepat berperan penting dalam presipitasi DNA setelah ekstraksi fenol:kloroform. Garam yang ditambahkan adalah 10 M Ammonium Asetat pH 7.4 sebanyak 0.3 volume hasil ekstraksi DNA. Selain garam 10 M Ammonium Asetat pH 7.4 dapat juga digunakan garam 3 M Natrium Asetat pH 4.8. Kedua garam tersebut memiliki fungsi dan peran yang sama dalam tahap isolasi DNA. Pemberian garam kation monovalen Na + atau NH 3+ ini berfungsi untuk menurunkan pH sehingga DNA mengalami renaturasi. Garam 3 M Natrium Asetat pH 4.8 disarankan untuk mempresipitasi sebab DNA mudah di-recovery dari larutan cair yang berkation monovalen Birren et al., 1997. Penambahan alkohol dimaksudkan untuk me-recovery DNA sebab DNA tidak larut dalam alkohol. Alkohol kurang polar dibandingkan dengan air, sehingga ikatan ionik antara Na + dan fosfat semakin kuat karena berkurangnya hidrasi oleh air. Akibatnya DNA berpresipitasi. Alkohol dingin diperlukan saat hendak mengisolasi DNA yang kurang dari 100 pasang basa atau DNA yang diperoleh dari hasil pengenceran berkali-kali Birren et al. , 1997. Presipitasi DNA oleh alkohol dapat dilakukan dengan etanol absolut atau isopropanol. Kedua alkohol tersebut memiliki sifat yang berbeda, yaitu: 1 Etanol lebih volatil dibandingkan dengan isopropanol sehingga pelet dapat dikeringudarakan tanpa vakum, 2 Etanol lebih efektif dibandingkan isopropanol dalam melarutkan garam sehingga garam tidak tertinggal pada pelet DNA, 3 Etanol membutuhkan 2.5 kali volume total suspensi DNA untuk dapat mempresipitasi DNA, sedangkan isopropanol cukup dengan 1 kali volume total, dan 4 Akibat kepolarannya, etanol lebih lama mengendapkan 56 DNA dibandingkan dengan isopropanol. Beberapa protokol menyarankan etanol atau isopropanol diberikan dalam kondisi dingin 4°C untuk mempertahankan integritas DNA. Menurut Sambrook et al. 1989, suhu yang dingin 4°C atau suhu ruang 25°C alkohol tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil presipitasi DNA. Sesudah pemberian garam berkation monovalen dan etanolisopropanol, fase aqueous tersebut diinkubasi pada suhu -20°C semalam sehingga muncul flokulan putih. Flokulan tersebut terdiri dari DNA kromosomal dan ammonium, jika ekstraksi berjalan sempurna. Apabila ekstraksi tidak murni, kemungkinan kontaminan yang terdapat pada flokulan putih tersebut adalah RNA berbobot molekul tinggi, SDS, protein, dan kompleks membran. Flokulan berupa benang putih DNA akan mudah teramati jika konsentrasi DNA yang terekstrak tinggi. Tahap sentrifugasi perlu dilakukan setelah inkubasi -20°C semalam untuk melekatkan flokulan pada dasar tabung eppendorf. Bagian yang dibuang setelah sentrifugasi ini adalah supernatan dan pelet dijaga tetap berada pada dasar tabung eppendorf. DNA kromosomal akan membentuk kompleks tak larut dan lebih sulit terenaturasi dibandingkan dengan DNA plasmid karena target isolat DNA ialah DNA kromosomal, yang diambil ialah bagian peletnya, bukan supernatan yang mengandung DNA plasmid. Metode pendidihan memerlukan DNA larut pada supernatan sehingga tidak ada tahap presipitasi, sedangkan metode ekstraksi dengan kit komersial mempresipitasi DNA ketika tahap adsorpsi DNA dilakukan, yaitu dengan etanol 80. Etanol juga merupakan senyawa kurang polar dibandingkan dengan air. Prinsip presipitasi etanol sama dengan isopropanol. 57 f. Pemekatan DNA Pelet DNA sangat sulit diperoleh dan recovery sulit terjadi, yang berarti konsentrasi DNA rendah. Menurut Birren et al. 1997, untuk DNA dengan konsentrasi rendah, peningkatan daya recovery dapat dilakukan dengan memperpanjang waktu sentrifugasi, bukan dengan memperlama waktu inkubasi. Oleh karena itu, sentrifugasi yang biasanya dilakukan 10 menit diperpanjang menjadi 30 menit. Pelet hasil sentrifugasi diberi etanol 70 untuk mencuci benang DNA. Etanol 70-80 akan melarutkan garam NH 3+ yang kemungkinan masih terdapat pada isolat DNA, tanpa melarutkan asam nukleat. Setelah pencucian dengan etanol 70, pelet dikeringkan. Pengeringan tersebut dapat dilakukan dengan alat vakum jika kuantitas pelet besar. Namun, kuantitas pelet yang diperoleh dari isolasi DNA ini sangat rendah pelet tidak tampak jelas sehingga pelet dikeringudarakan. Pelet yang sudah kering dilarutkan dalam buffer TE 1X untuk menjaga tekanan osmotik DNA. Metode isolasi yang banyak digunakan untuk mengisolasi DNA adalah metode ekstraksi dengan fenol:kloroform. Fenol mampu mendenaturasikan protein secara efisien dan menghasilkan isolat DNA yang cukup murni.

3. Tahap Amplifikasi