Strategi Pengembangan Komoditas Perkebunan

matriks internal –eksternal IE, strategi yang relevan adalah Growth Strategy yaitu strategi yang didesain untuk pertumbuhan sendiri. Tabel 39. Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary EFAS subsektor perkebunan Faktor-Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang 1 Permintaan pasar untuk komoditas pertanian yang masih cukup tinggi secara kuantitas dan harga komoditas 0.200 3 0.600 2 Aksesibilitas terhadap lembaga keuangan dan modal 0.167 3 0.500 3 Program-program pusat yang mendukung pengembangan sektor pertanian 0.046 3 0.139 4 Kerjasama sektor pertanian dengan daerah di sekitar Kabupaten Sukabumi 0.041 3 0.122 5 Diversifikasi komoditas perkebunan 0.047 3 0.140 Jumlah 0.500 1.500 Ancaman 1 Persaingan pasar domestik 0.101 3 0.303 2 Jumlah wilayah penghasil komoditas di sekitar wilayah sukabumi 0.039 3 0.118 3 Kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian 0.136 3 0.409 4 Diberlakukannya standar mutu komoditas perkebunan 0.153 3 0.460 5 Isu degradasi lahan akibat pengembangan perkebunan 0.070 3 0.209 Jumlah 0.500 1.500 Jumlah Keseluruhan 1.000 3.000 Berdasarkan hasil perhitungan matrik IFAS dan EFAS, selanjutnya dilakukan analisis matriks space. Selisih pada matriks IFAS adalah 0.15 dan matriks EFAS adalah 0.00 sehingga diperoleh titik koordinat pada matriks space yaitu 0.15 ; 0.00. Kombinasi nilai ini menghasilkan posisi pada sumbu X antara kuadran I dan kuadran II garis kekuatan. Menurut Marimin 2008, kuadran I menunjukkan posisi dimana subsektor perkebunan memiliki kekuatan yang dapat dioptimalkan untuk memanfaatkan peluang yang ada sedangkan kuadran II adalah posisi yang menunjukkan dimana subsektor perkebunan harus memanfaatkan kekuatan yang ada untuk meminimalkan ancaman yang mungkin muncul. Posisi kombinasi titik yang berada pada garis sumbu X atau garis kekuatan dapat diartikan bahwa subsektor perkebunan menghadapi berbagai ancaman dan peluang yang memiliki pengaruh sama besar, sehingga strategi yang bisa digunakan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang atau meminimalisasi ancaman secara jangka panjang. Hasil matriks space pengembangan subsektor perkebunan seperti terlihat pada Gambar 33. Langkah selanjutnya adalah tahap pengambilan keputusan. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan matriks analisis SWOT. Hasil analisis matrik SWOT pada subsektor perkebunan dapat dilihat pada Gambar 34. Merujuk pada hasil analisis matrik space, dimana letak sub sektor perkebunan berada pada garis kekuatan, maka strategi yang digunakan dalam matriks SWOT bisa memakai strategi SO jika secara jangka panjang yang diharapkan adalah ingin menggunakan kekuatan yang ada untuk menangkap sebesar-besarnya peluang yang mungkin datang dimasa depan. Selain itu bisa juga menggunakan strategi ST 71 jika menginginkan kekuatan yang dimiliki digunakan untuk mengantisipasi munculnya ancaman di masa yang akan datang. Gambar 33. Hasil Matriks Space sub sektor perjkebunan Pengembangan wilayah subsektor perkebunan dilakukan dengan menggunakan strategi utama yang merupakan kombinasi antara strategi SO dan strategi ST, yang meliputi: 1. Mendorong upaya peningkatan produktivitas komoditas melalui ekstensifikasi dan revitalisasi lahan perkebunan dengan didukung oleh penerapan dan pengembangan teknologi budidaya dan pasca panen untuk meningkatkan mutu komoditas, 2. Sosialisasi dan fasilitasi kelompok tani dalam mengakses lembaga keuangan dan modal KUR, 3. Melakukan diversifikasi komoditas yang lebih ekonomis dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan yang masih luas, 4. Membangun kerjasama secara terpadu antara unit kerja di daerah lain dalam upaya pemanfaatan informasi yang tepat guna, 5. Pengembangan industri pengolahan hasil perkebunan untuk meningkatkan nilai tambah produk, 6. Rehabilitasi lahan perkebunan dalam upaya mengembalikan daya dukung lahan, 7. Pendampingan terhadap kelompok tani, Posisi geografis wilayah pengembangan yang saling berdekatan sangat ideal untuk pengembangan perkebunan terpadu yang akan mendorong terjadinya peningkatan efisiensi usaha tani baik dari sisi pemasaran, pengembangan infrastruktur maupun pengolahan pasca panen. Mendorong terjadinya pengembangan industri hilir untuk peningkatan nilai tambah produk dan meningkatkan produktivitas lahan dengan melakukan diversifikasi usaha tani kelapa dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan ternak. Dengan semakin baiknya fasilitas yang dimiliki oleh wilayah sebagai dampak dari pengembangan komoditas kelapa, maka diharapkan bisa mendorong terjadinya peningkatan perkembangan disektor lainnya. Kuadran I 0.153, 0 Kuadran II Kuadran III Kuadran IV Berbagai Peluang Berbagai Ancaman Kekuatan Internal Kelemahan Internal Internal Eksternal Kekuatan Kelemahan 1. Sosial budaya masyarakat yang mendukung pengembangan wilayah dengan berbasis pada komoditas unggulan 2. Tersedianya suatu unit kerja yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang perkebunan 3. Sudah mulai terbentuknya kelompok tani 4. Potensi lahan perkebunan yang sangat luas 5. Program revitalisasi perkebunan 1. Sumber daya manusia yang masih rendah dari sisi penguasaan teknologi pertanian, tingkat pendidikan dan kemampuan manajemen 2. Tingkat skala usaha yang masih relatif kecil 3. Belum optimalnya kinerja kelompok tani dalam upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan produk pertanian 4. Infrastruktur penunjang yang belum memadai 5. Rendahnya akses petani terhadap pasar atau jaringan pemasaran Peluang S-O W-O 1. Permintaan pasar untuk komoditas pertanian yang masih cukup tinggi secara kuantitas dan harga komoditas 2. Aksesibilitas terhadap lembaga keuangan dan modal 3. Program-program pusat yang mendukung pengembangan sektor pertanian 4. Kerjasama sektor pertanian dengan daerah di sekitar Kabupaten Sukabumi 5. Diversifikasi komoditas perkebunan 1. Mendorong upaya peningkatan produktifitas komoditas melalui ekstensifikasi dan revitalisasi lahan perkebunan dengan didukung oleh penerapan tegknologi budidaya dan pasca panen 2. Sosialisasi dan fasilitasi kelompok tani dalam mengakses lembaga keuangan dan modal KUR 3. Melakukan diversifikasi komoditas yang lebih ekonomis dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan yang masih luas 4. Membangun kerjasama secara terpadu antara unit kerja di daerah lain dalam upaya pemanfaatan informasi yangtepat guna 1. Pengmebangan SDM petani melalui pelatihan dan diseminasi 2. Pembangunan infrastruktur penunjang yang terintegrasi 3. Membentuk unit-unit usaha komoditas perkebunan jaringan usaha dan fasilitasi kelompok tani dalam mengakses jaringan pemasaran Ancaman S-T W-T 1. Persaingan pasar domestik 2. Jumlah wilayah penghasil komoditas di sekitar wilayah sukabumi 3. Kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian 4. Diberlakukannya standar mutu komoditas perkebunan 5. Isu degradasi lahan akibat pengembangan perkebunan 1. Pengembangan industri pengolahan hasil perkebunan untuk meningkatkan nilai tambah produk 2. Rehabilitasi lahan perkebunan dalam upaya mengembalikan daya dukung lahan 3. Pengembangan teknologi budidaya yang tepat guna untuk meningkatkan mutu komoditas 4. Pendampingan terhadap kelompok tani 1. Mendorong gapoktan untuk mengembangkan sarana prasarana secara mandiri dalam rangka meningkatkan produktivitas komoditas perkebunan 2. Membuat sarana promosi untuk lebih mengenalkan komoditas perkebunan 3. Mentraansformasikan peran gaoktan menjadi lembaga koperasi 4. Pengembangan SDM petani melalui pelatihan dan diseminasi 5. Sosialisasi dan pendampingan kepada petani dalam rangka pengembangan lahan perkebunan yang ramah lingkungan Gambar 34. Hasil analisis matriks SWOT subsektor perkebunan Namun dewasa ini budi daya kelapa sawit sedang menjadi tren dimasyarakat karena memberikan prospek keuntungan yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan kelapa dalam. Fenomena peralihan komoditas perkebunan menjadi kelapa sawit juga terjadi di Sukabumi. Kecamatan Cikidang adalah yang pada beberapa tahun terakhir ini sudah mengalami alih fungsi lahan, terutama dari perkebunan karet dan teh menjadi perkebunan kelapa sawit. Perubahan komoditas tanaman 73 perkebunan selama ini masih terjadi di lahan-lahan perkebunan yang dikelola oleh PTPN VIII dengan target pembukaan lahan sebesar 20,000 hektar. Tidak menutup kemungkinan, ke depan akan semakin banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi petani sawit dengan semakin banyaknya tawaran investasi berpola kemitraan dengan perusahaan perkebunan. Pola-pola perkebunan sawit mini dengan kisaran luas 2-5 hektar juga akan menjadi pendorong semakin berkembangnya budidaya kelapa sawit di Sukabumi. Hal ini perlu disikapi oleh pemerintah daerah karena lambat laun akan semakin banyak petani yang beralih dari kelapa dalam ke kelapa sawit. Diperlukan berbagai strategi untuk menyeimbangkan laju perkembangan antara perkebunan kelapa dalam dengan perkebunan sawit sehingga bisa sama-sama memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat, apalagi selama ini kelapa dalam juga merupakan salah satu komoditas andalan di Kabupaten Sukabumi. Strategi yang bisa diterapkan adalah melakukan revitalisasi lahan-lahan perkebunan untuk mendorong peningkatan produktivitas komoditas yang didukung oleh penerapan dan pengembangan teknologi budidaya dan pasca panen. Selain itu juga perlu adanya program rehabilitasi bagi lahan-lahan perkebunan yang sudah tidak produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya dukung lahan untuk pengembangan komoditas kelapa. Peningkatan produksi komoditas dengan percepatan peremajaan terhadap pohon tua yang tidak produktif. Peremajaan yang dilakukan adalah dengan mengganti pohon lama oleh klon unggul dengan produktivitas yang tinggi. Untuk upaya itu maka perlu adanya fasilitasi bagi kelompok tani dalam upaya mengakses sumber permodalan. Penyediaan kredit mikro, kecil dan menengah untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran akan memudahkan proses revitalisasi dan rehabilitasi lahan-lahan perkebunan. Arahan dan Strategi Pengembangan Komoditas Peternakan 1. Arahan Pengembangan Komoditas Peternakan Komoditas unggulan subsektor peternakan yang dipilih untuk dikembangkan adalah komoditas ternak sapi perah. Permasalahan utama yang sering dialami oleh para peternak biasanya adalah terkait dengan kontinuitas ketersediaan pakan hijauan. Pada musim hujan, hijauan sangat berlimpah sehingga para peternak tidak begitu susah untuk mencari hijauan. Tetapi apabila musim kemarau panjang datang, maka sudah jelas kesulitan yang terjadi adalah ketersediaan hijauan. Peningkatan populasi sapi perah dapat dilakukan di suatu wilayah jika didukung oleh potensi wilayah itu sendiri untuk pengembangan sapi perah. Pemilihan lokasi pengembangan ternak di wilayah yang memiliki potensi lahan yang sesuai secara ekologis diharapkan pemenuhan kebutuhan pakan hijauan tidak lagi menjadi kendala yang berarti. Selain potensi lahan sebagai ketersediaan pangan, potensi lain dari wilayah yang dapat mendukung pengembangan sapi perah antara lain sumberdaya manusia, ternak, permintaan di wilayah tersebut, serta sarana dan prasarana pendukung seperti instansi pemberi kredit dan kebijakan pemerintah setempat. Kecamatan yang memiliki keunggulan sumber daya alam untuk pengembangan ternak sapi perah adalah: Bantargadung, Nyalindung, Cireunghas, Sukabumi, Gunungguruh, Cicurug dan Parakansalak. Melihat pada potensi lahan yang ada, maka kecamatan Bantargadung memiliki potensi lahan terbesar dimana lahan yang secara ekologis sesuai untuk pengembangan ternak sapi perah mencapai luas 1,045 hektar dengan penggunaan lahan eksisting berupa kebun campuran, ladangtegalan, perkebunan, semak belukar dan padang rumputilalang. Kecamatan dengan potensi lahan terkecil adalah Gunungguruh, seluas 12 hektar dengan penggunaan lahan eksisting berupa kebun campuran, ladangtegalan, perkebunan dan padang rumputilalang Tabel 40. Tabel 40. Potensi Wilayah untuk Pengembangan Ternak Sapi Perah No Kecamatan LQ Hirarki Lahan Sesuai ha Penggunaan Eksisting Potensi Lahan Eksisting a ha 1 2 3 4 5 6 7 1 Bantargadung 19.78 3 3,303 KC, LT, P, SB, PRI 1,045 2 Nyalindung 4.17 2 2,082 KC, LT, P, SB,TKT, PRI 289 3 Cireunghas 11.22 3 405 KC, LT, P, PRI 48 4 Sukabumi 11.59 1 871 KC, LT, P, SB, PRI 94 5 Gunungguruh 8.99 2 424 KC, LT, P, PRI 12 6 Cicurug 7.69 2 475 KC, LT, PRI 118 7 Parakan salak 12.02 3 1,113 KC, LT, P, SB,TKT, PRI 248 a Potensi lahan yang cocok untuk pengembangan pakan hijauan; KC = Kebun Campuran; LT = LadangTegalan; P = Perkebunan; TKT = Tanah KosongTerbuka; SB = Semak Belukar; PRI = Padang Rumput Ilalang. Terkait dengan sarana prasarana wilayah, maka semakin tinggi tingkat perkembangan suatu kecamatan semakin baik fasilitas yang dimilikinya. Kecamatan Sukabumi yang termasuk pada hirarki I akan memiliki fasilitas yang lebih baik dari kecamatan lainnya sehingga secara daya dukung, Sukabumi lebih siap untuk menjadi kecamatan pusat kegiatan pengolahan hasil ternak sapi perah berupa industri pengolahan susu. Selain itu jika melihat potensi pasar, maka kecamatan Cicurug yang memiliki tingkat perkembangan wilayah sedang hirarki II juga bisa menjadi wilayah pengembangan utama untuk industri pengolahan susu. Hal ini dikarenakan posisinya yang lebih dekat dengan Bogor dan Jakarta akan membuka peluang pasar yang cukup potensial. Adapun pemilihan Bantargadung hirarki III sebagai pusat aktivitas pengembangan ternak sapi perah karena memiliki potensi lahan yang luas. Arahan yang bisa dilakukan selain sebagai area yang cocok untuk penambahan populasi ternak karena didukung sumber pakan yang melimpah, Bantargadung juga bisa diarahkan sebagai wilayah pengembangan industri pengolahan pakan ternak. Potensi lahan yang besar bisa menjadi bahan baku yang cukup untuk industri pengawetan hijauan seperti silase dan pengeringan hijauan sehingga bisa menjadi daerah penyuplai pakan untuk wilayah pengembangan yang lainnya. Wilayah pengembangan komoditas sapi perah disajikan pada Gambar 35.

2. Strategi pengembangan subsektor peternakan

Analisis strategi pengembangan wilayah untuk subsektor peternakan diawali dengan identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan komoditas. Hasil identifikasi setiap faktor dan pembobotannya disajikan pada Gambar 36 dan Gambar 37. 75 Gambar 35. Sebaran wilayah pengembangan ternak sapi perah Gambar 36. Hasil pembobotan AHP faktor internal subsektor peternakan 0.142 0.032 0.060 0.072 0.194 0.0000.0500.1000.1500.2000.250 Kondisi Sosial Budaya Unit Kerja Kelompok Tani Pengembangan Ternak Lahan Kekuatan Bobot 0.178 0.035 0.090 0.088 0.109 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 SDM Skala Usaha Kinerja Kelompok… Infrastruktur Akses Pasar Kelemahan Bobot Gambar 37. Hasil pembobotan AHP faktor eksternal subsektor peternakan Hasil pembobotan terhadap faktor internal, diketahui bahwa faktor kekuatan yang dimiliki adalah potensi lahan peternakan yang sangat luas 0.194 dan kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan 0.142. Faktor kelemahannya berupa sumber daya manusia yang masih relatif rendah baik dari tingkat pendidikan, penguasaan terhadap teknologi maupun kemampuan manajemennya 0.178 dan masih rendahnya akses peternak terhadap jaringan pemasaran 0.109. Faktor eksternal, peluang yang paling besar adalah tingginya permintaan pasar untuk komoditas peternakan 0.237 dan kemudahan aksesibilitas terhadap lembaga keuangan dan modal 0.158. Ancaman yang dijumpai diantaranya kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor peternakan 0.137 serta adanya kebijakan tarif ekspor-impor terhadap komoditas peternakan 0.126. Analisis matriks IFAS dan EFAS selanjutnya dilakukan untuk mengetahui tingkat kepentingan dan pengaruh setiap faktor dalam penentuan strategi pengembangan wilayah subsektor peternakan. Matrik IFAS pengembangan subsektor peternakan disajikan dalam Tabel 41. Tabel matriks IFAS menunjukkan bahwa jumlah skor untuk faktor internal sebesar 3.39 yang diperoleh dari penjumlahan skor faktor kekuatan sebesar 1.71 dengan skor faktor kelemahan sebesar 1.68. Selisih antara skor faktor kekuatan dengan faktor kelemahan adalah sebesar 0.036. Matrik EFAS menunjukkan bahwa jumlah skor untuk faktor eksternal adalah 3.38 yang diperoleh dari skor peluang sebesar 1.66 dan skor ancaman sebesar 1.72 Tabel 42. Selisih antara skor peluang dengan ancaman sebesar -0.066. Kombinasi jumlah skor antara faktor internal dan eksternal adalah 3.39; 3.38 yang berdasarkan analisis matrik IE berada pada posisi sama-sama kuat sel I, sehingga strategi yang relevan berupa growth strategy yaitu strategi yang didesain untuk pertumbuhan sendiri. 0.237 0.158 0.050 0.055 0.0000.0500.1000.1500.2000.250 Permintaan Pasar Aksesibilitas Keuangan Program Pusat Kerjasama antar Daerah Peluang Bobot 0.087 0.051 0.137 0.099 0.126 0.000 0.050 0.100 0.150 Persaingan Pasar Wilayah Penghasil Lain Minat Generasi Muda Pengawasan Penyakit Kebijakan Tarif… Ancaman Bobot 77 Tabel 41. Hasil analisis matrik Internal Strategic Factors Analysis Summary IFAS subsektor peternakan Faktor-Faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan 1 Sosial budaya masyarakat yang mendukung pengembangan wilayah dengan berbasis pada komoditas unggulan 0.142 4 0.568 2 Tersedianya suatu unit kerja yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang pertanian subsektor pertanian pangan, perkebunan dan peternakan 0.032 3 0.096 3 Sudah mulai terbentuknya kelompok tani 0.060 3 0.180 4 Adanya program pengembangan ternak 0.072 4 0.288 5 Ketersediaan lahan yang luas untuk pengembangan peternakan 0.194 3 0.582 Jumlah 0.500 1.714 Kelemahan 1 Sumber daya manusia yang masih rendah dari sisi penguasaan teknologi pertanian, tingkat pendidikan dan kemampuan manajemen 0.178 4 0.712 2 Tingkat skala usaha yang masih relatif kecil 0.035 3 0.105 3 Belum optimalnya kinerja kelompok tani dalam upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan produk pertanian 0.090 3 0.270 4 Infrastruktur penunjang yang belum memadai 0.088 3 0.264 5 Rendahnya akses petani terhadap pasar atau jaringan pemasaran 0.109 3 0.327 Jumlah 0.500 1.678 Jumlah Keseluruhan 1.000 3.392 Tabel 42. Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary EFAS subsektor peternakan Faktor-Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang 1 Permintaan pasar untuk komoditas pertanian yang masih cukup tinggi secara kuantitas dan harga komoditas 0.237 3 0.711 2 Aksesibilitas terhadap lembaga keuangan dan modal 0.158 4 0.632 3 Program-program pusat yang mendukung pengembangan sektor pertanian 0.050 3 0.150 4 Kerjasama sektor pertanian dengan daerah di sekitar Kabupaten Sukabumi 0.055 3 0.165 Jumlah 0.500 1.658 Ancaman 1 Persaingan pasar domestik 0.087 4 0.348 2 Jumlah wilayah penghasil komoditas di sekitar wilayah sukabumi 0.051 3 0.153 3 Kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian 0.137 4 0.548 4 Pengawasan penyakit hewan nasional 0.099 3 0.297 5 Kebijakan tarif ekspor dan impor komoditas peternakan 0.126 3 0.378 Jumlah 0.500 1.724 Jumlah Keseluruhan 1.000 3.382 Berdasarkan hasil perhitungan matrik IFAS dan EFAS, selanjutnya dilakukan analisis matriks space. Selisih pada matriks IFAS sebesar 0.036 dan matriks EFAS -0.066, sehingga diperoleh kombinasi titik koordinat pada matriks