Analisis SWOT Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan

Karakteristik Wilayah Topografi Kemiringan lereng di wilayah Kabupaten Sukabumi cukup bervariasi berkisar antara 0 – 40 persen. Daerah pesisir pantai memiliki kemiringan lebih landai bila dibandingkan dengan daerah di bagian tengah Kabupaten Sukabumi. Daerah pesisir bagian barat cenderung lebih terjal dibandingkan dengan daerah pesisir lainnya. Daerah yang memiliki kemiringan 25-40 sebagian besar ada di wilayah utara dan barat yaitu disekitar Gunung Gede dan Gunung Halimun Salak. Sebaran wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan kemiringan lereng didominasi oleh daerah dengan kemiringan lereng 15 – 25 mencapai 60.0 persen. Kelas lereng kedua didominasi oleh kemiringan lereng 25-40 mencapai 21.2 persen dan diikuti kemiringan lereng 8 – 15 mencapai 7.8 persen. Kelas lereng wilayah Kabupaten Sukabumi tertera pada Tabel 7 dan Gambar 9 . Tabel 7. Kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi No Kelas Lereng Luas ha Persentase 1 – 3 22,423 5.4 2 3 – 8 5,153 1.2 3 8 – 15 32,542 7.8 4 15 – 25 250,747 60.3 5 25 – 40 88,240 21.2 6 40 17,006 4.1 Jumlah 416,111 100.0 Sumber : BBSDLP 2010. Gambar 9. Peta Kemiringan Lereng di Wilayah Kabupaten Sukabumi 29 Bentuk permukaan tanah morfologi wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit, sampai bergunung. Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah. Ketinggian wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi antara 0 – 2,958 mdpl dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Gede Pangrango 2,958 mdpl. Daerah datar umumnya terdapat di daerah pantai dan kaki gunung yang sebagian besar merupakan daerah pertanian lahan basah persawahan, sedangkan daerah berbukit-bukit sebagian besar merupakan daerah pertanian lahan kering dan perkebunan. Jenis Tanah Dari aspek kemampuan tanah kedalaman efektif dan tekstur, wilayah Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang tanpa liat. Kedalaman tanahnya dapat dikelompok menjadi 2 dua golongan besar, yaitu kedalaman tanah sangat dalam lebih dari 90 cm dan kedalaman tanah kurang dalam kurang dari 90 cm. Kedalaman efektif tanah dalam tersebar di bagian utara, sedangkan kedalaman efektif tanah sedang sampai dangkal tersebar di bagian tengah dan selatan BPS Kabupaten Sukabumi 2013. Jenis tanah wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan taksonomi tanah tahun 2010 USDA terdiri atas lima jenis tanah, yaitu Inceptisol, Entisol, Alfisol, Ultisol dan Andisol. Sebaran jenis tanah Andisol sebagian besar ada di wilayah bagian utara dengan luasan mencapai 62,967 hektar atau 15.1 persen. Tanah Inceptisol tersebar merata dan mendominasi hampir seluruh jenis tanah yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi dengan luasan sebesar 206,690 hektar atau 49.7 persen. Tanah ultisol juga tersebar tetapi sebagian besar ada di wilayah bagian selatan dengan luasan mencapai 125,535 hektar atau 30.2 persen. Komposisi jenis tanah di Kabupaten Sukabumi tertera dalam Tabel 8 dan Gambar 10. Tabel 8. Sebaran jenis tanah di wilayah Kabupaten Sukabumi No Jenis Tanah Luas ha Persentase 1 Andisol 62,967 15.1 2 Alfisol 18,438 4.4 3 Entisol 2,481 0.6 4 Inceptisol 206,690 49.7 5 Ultisol 125,535 30.2 Jumlah 416,111 100.0 Sumber : BBSDLP 2010; Skala 1: 250,000 Curah Hujan Sebaran curah hujan di wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi antara 2,500-5,500 mmtahun. Wilayah Kabupaten Sukabumi sebagaian besar didominasi oleh curah hujan yang berkisar antara 3,000-3,500 mm tahun, yaitu di sekitar wilayah bagian tengah Kabupaten Sukabumi. Wilayah yang memiliki curah hujan yang tinggi berada pada daerah ketinggian 2,000 m dengan penutupan lahan berupa hutan. Curah hujan di Kabupaten Sukabumi tertera pada Gambar 11. Gambar 10. Peta Jenis Tanah di Wilayah Kabupaten Sukabumi Gambar 11. Peta Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Sukabumi Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi merupakan penjabaran dari strategi dan arahan kebijaksanaaan pemanfaatan ruang wilayah provinsi ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dan kebijakan- 31 kebijakan lainya. Berdasarkan RTRW Kabupaten Sukabumi Tahun 2012 – 2032, pemanfaatan ruang di Kabupaten Sukabumi terdiri atas kawasan lindung sebesar 55,232 hektar atau 13.3 persen dan kawasan budidaya sebesar 360,879 hektar atau 86.7 persen. Pola ruang sebagian besar diarahkan untuk penggunaan lahan kering sebesar 99,406 hektar atau 23.9 persen dari total luas wilayah. Sebaran arahan penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi tertera pada Tabel 9, sebaran spasialnya disajikan pada Gambar 12. Tabel 9. Sebaran arahan penggunaan lahan menurut RTRW Kabupaten Sukabumi No Pola Ruang Keterangan Luas ha Persentase 1 Kaw. Sepadan Sungai Kawasan Lindung 4,077 1.0 2 Kaw. Sempadan Pantai Kawasan Lindung 1,060 0.3 3 Kaw. Hutan Konservasi Kawasan Lindung 48,034 11.5 4 Kaw. Hutan Lindung Kawasan Lindung 2,061 0.5 5 Kaw. Pertanian Lahan Basah Kawasan Budidaya 46,426 11.2 6 Kaw. Permukiman Perdesaan Kawasan Budidaya 89,306 21.5 7 Kaw. Pertanian Lahan Kering Kawasan Budidaya 99,406 23.9 8 Kaw. Permukiman Perkotaan Kawasan Budidaya 18,819 4.5 9 Kaw. Peruntukan Perkebunan Kawasan Budidaya 44,916 10.8 10 Kaw. Hutan Cadangan Kawasan Budidaya 855 0.2 11 Kaw. Hutan Produksi Terbatas Kawasan Budidaya 38,112 9.2 12 Kaw. Enclave Kawasan Budidaya 2,405 0.6 13 Kaw. Hutan Produksi Kawasan Budidaya 20,634 5.0 Jumlah 416,111 100.0 Sumber : Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi 2012. Gambar 12. Peta Pola Rung Wilayah Kabupaten Sukabumi 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Hirarki Wilayah di Kabupaten Sukabumi Tingkat perkembangan wilayah masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukabumi dicerminkan dengan kelengkapan fasilitas yang dimiliki fasilitas umum, ekonomi, sosial, kelembagaan dan infrastruktur dan diukur dengan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan IPK. Semakin tinggi nilai IPK maka semakin tinggi kapasitas pelayanan dan tingkat perkembangan suatu wilayah. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPK maka semakin rendah kapasitas pelayanan dan tingkat perkembangan dari wilayah tersebut. Variabel yang digunakan dalam analisis ini secara umum terbagi dalam empat kelompok data, yaitu : aksesibilitas jarak dan waktu tempuh ke ibukota kabupaten dan kota lain terdekat dan fasilitas perhubungan berupa terminal, fasilitas pendidikan jumlah TK-SD, SLTP dan SLTA, fasilitas kesehatan RSU, Puskesmaspustupusling, dan poskesdes dan fasilitas ekonomi pasar, bank, koperasi, tokowarung, restoranrumah makan, dan berbagai jenis industri Lampiran 1. Hasil perhitungan skalogram secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil perhitungan skalogram, nilai IPK seluruh kecamatan yang tersebar di Kabupaten Sukabumi dapat dikelompokkan ke dalam tiga hirarki pusat pelayanan sebagai berikut Tabel 10: 1. Tingkat hirarki I merupakan wilayah kecamatan dengan tingkat perkembangan yang tinggi. Terdapat 7 tujuh kecamatan yang termasuk dalam hirarki I, yaitu : Kecamatan Sukabumi, Kecamatan Jampangkulon, Kecamatan Cibitung, Kecamatan Palabuhanratu, Kecamatan Cibadak, Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Surade. Nilai IPK untuk hirarki I memiliki rentang antara 31.16 sampai 23.65 untuk nilai rataan IPK sebesar 26.66. 2. Tingkat hirarki II merupakan wilayah kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan sedang. Terdapat 16 kecamatan yang termasuk dalam hirarki II, yaitu: Kecamatan Cidolog, Gunungguruh, Ciemas, Cicurug, Cikakak, Cimanggu, Cisolok, Cisaat, Nyalindung, Cicantayan, Tegalbuleud, Kebonpedes, Waluran, Kadudampit, Bojonggenteng, dan Kalibunder. Kecamatan dalam Hirarki II memiliki rentang nilai IPK dari 23.05 sampai 18.12 dengan nilai rataan sebesar 20.72. 3. Tingkat hirarki III merupakan wilayah kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan rendah. Terdapat 24 kecamatan yang termasuk dalam hirarki III, yaitu: Kecamatan Cidadap, Cireunghas, Curugkembar, Ciracap, Nagrak, Lengkong, Jampangtengah, Gegerbitung, Parakansalak, Sukalarang, Simpenan, Sagaranten, Caringin, Cikembar, Warungkiara, Parungkuda, Ciambar, Kalapanunggal, Cikidang, Cidahu, Purabaya, Pabuaran, Kabandungan dan Bantargadung. Kecamatan dalam hirarki III memiliki rentang nilai IPK dari 18.01 sampai 8.65 dengan rataan sebesar 13.86. 33 Tabel 10. Nilai IPK dan Hirarki Kecamatan di Kabupaten Sukabumi No Kecamatan IPK Hirarki 1 Sukabumi 31.16 Hirarki 1 2 Jampangkulon 31.00 Hirarki 1 3 Cibadak 25.92 Hirarki 1 4 Palabuhanratu 25.61 Hirarki 1 5 Surade 25.09 Hirarki 1 6 Sukaraja 24.18 Hirarki 1 7 Cibitung 23.65 Hirarki 1 8 Cidolog 23.05 Hirarki 2 9 Gunungguruh 22.86 Hirarki 2 10 Cisaat 22.69 Hirarki 2 11 Kebonpedes 22.50 Hirarki 2 12 Cisolok 21.59 Hirarki 2 13 Waluran 21.24 Hirarki 2 14 Kalibunder 21.05 Hirarki 2 15 Cikakak 20.94 Hirarki 2 16 Cicantayan 20.55 Hirarki 2 17 Ciemas 20.23 Hirarki 2 18 Cimanggu 19.84 Hirarki 2 19 Nyalindung 19.38 Hirarki 2 20 Cicurug 19.22 Hirarki 2 21 Tegalbuleud 19.17 Hirarki 2 22 Bojonggenteng 19.02 Hirarki 2 23 Kadudampit 18.12 Hirarki 2 24 Curugkembar 18.01 Hirarki 3 25 Ciracap 17.98 Hirarki 3 26 Nagrak 17.85 Hirarki 3 27 Simpenan 17.12 Hirarki 3 28 Jampangtengah 17.11 Hirarki 3 29 Gegerbitung 16.89 Hirarki 3 30 Lengkong 16.64 Hirarki 3 31 Cireunghas 16.00 Hirarki 3 32 Parakansalak 15.57 Hirarki 3 33 Sagaranten 15.17 Hirarki 3 34 Caringin 14.90 Hirarki 3 35 Cidadap 14.61 Hirarki 3 36 Sukalarang 14.58 Hirarki 3 37 Parungkuda 13.44 Hirarki 3 38 Cikidang 12.79 Hirarki 3 39 Cikembar 12.59 Hirarki 3 40 Ciambar 12.37 Hirarki 3 41 Warungkiara 12.02 Hirarki 3 42 Pabuaran 10.37 Hirarki 3 43 Purabaya 10.32 Hirarki 3 44 Bantargadung 9.57 Hirarki 3 45 Kalapanunggal 9.18 Hirarki 3 46 Cidahu 8.98 Hirarki 3 47 Kabandungan 8.65 Hirarki 3 Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam hirarki I umumnya merupakan kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya seperti Kecamatan Cibadak, Jampangkulon, Cibitung dan Surade, kecamatan yang berbatasan dengan wilayah Kota Sukabumi hinterland seperti Kecamatan Sukabumi dan Sukaraja serta kecamatan yang merupakan ibukota kabupaten yaitu Palabuhanratu. Kecamatan-kecamatan ini umumnya memiliki sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan yang lebih lengkap dan memadai dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang berada disekitarnya. Kecamatan Sukabumi dan Sukaraja memiliki pertumbuhan yang tinggi disebabkan adanya pengaruh dari pertumbuhan dan perkembangan Kota Sukabumi, selain itu kecamatan Sukaraja juga berada pada jalur akses utama yang menghubungkan kota sukabumi dengan Kabupaten Cianjur sehingga aksesibilitasnya menjadi lebih baik. Kecamatan Cibadak termasuk pada hirarki I karena merupakan wilayah pusat kegiatan sehubungan dengan posisinya yang strategis, berada pada jalur akses utama yang menghubungkan kota Sukabumi, Bogor dan ibukota Palabuhanratu Gambar 13. Sedangkan kecamatan Jampangkulon, Cibitung dan Surade memiliki perkembangan yang tinggi karena untuk wilayah sukabumi bagian selatan, kegiatan masyarakat baik di sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan lebih banyak terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan tersebut sehingga menjadi pusat pertumbuhan bagi kecamatan di sekitarnya. Gambar 13. Hirarki Kecamatan di Kabupaten Sukabumi 35 Kecamatan pada tingkat hirarki II tersebar diseluruh wilayah kabupaten tetapi pada umumnya berada di sekitar wilayah hirarki I atau wilayah lain dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi Kota Sukabumi, Bogor. Kecamatan- kecamatan pada tingkat hirarki III pada umumnya memiliki sarana dan prasarana yang relatif kurang sehingga tingkat pelayanan dari fasilitas yang adapun sangat rendah, dan aksesibilitas ke pusat-pusat pelayanan relatif lebih sulit dibandingkan kecamatan yang berada dalam hirarki yang lebih tinggi. Sebaran kecamatan yang termasuk dalam hirarki III sebagian besar berada di wilayah sukabumi bagian tengah dan utara. Setelah diketahui tingkat perkembangan masing-masing kecamatan, selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui jenis komoditas unggulan apa saja yang ada di masing-masing kecamatan. Analisis Komoditas Unggulan Komoditas pertanian yang digunakan meliputi tiga sub sektor pertanian yang memiliki sumbangan terbesar 5 dalam PDRB Kabupaten Sukabumi yaitu pertanian tanaman pangan, peternakan dan perkebunan. Variabel yang digunakan sebagai ukuran untuk menentukan potensi komoditas masing-masing kecamatan adalah luas panen dari komoditas pertanian tanaman pangan, luas tanaman menghasilkan untuk komoditas perkebunan dan jumlah ternak untuk komoditas peternakan. Analisis komoditas unggulan dilakukan terhadap data komoditas pertanian tahun 2001 dan 2012. Pada tahun 2001, jumlah kecamatan di Kabupaten Sukabumi sebanyak 45 kecamatan sedangkan pada tahun 2012 telah terjadi penambahan kecamatan hasil pemekaran sebanyak 2 kecamatan sehingga menjadi 47 kecamatan. Terkait dengan keterbatasan data pada tahun 2001, maka analisis komoditas unggulan dilakukan hanya terhadap 45 kecamatan dengan asumsi bahwa data tahun 2012 merupakan data ketika belum terjadi pemekaran kecamatan. Berdasarkan hasil analisis LQ Lampiran 3, diketahui bahwa untuk komoditas tanaman pangan, semua wilayah kecamatan memiliki minimal satu komoditas yang unggul secara komparatif dari sisi luasan panen yang ditandai dengan nilai LQ ≥ 1. Kecamatan dengan komoditas unggulan terbanyak yaitu Pabuaran, Jampangtengah dan Gegerbitung yang masing-masing memiliki empat komoditas unggul. Pabuaran secara komparatif memiliki keunggulan untuk komoditas jagung, ubi kayu, kedelai dan kacang tanah. Kecamatan Jampangtengah dan Gegerbitung memiliki keunggulan komparatif untuk komoditas jagung, ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah. Sektor perkebunan terdapat empat kecamatan yang memiliki komoditas unggulan terbanyak yaitu Cidolog, Cikembar, Kadudampit dan Cisaat, dimana masing-masing memiliki tiga komoditas unggulan sedangkan kecamatan lainnya minimal memiliki satu komoditas yang unggulan secara komparatif. Kecamatan Cidolog dan Cikembar secara komparatif memiliki keunggulan untuk komoditas kopi, karet dan kelapa sedangkan Kadudampit dan Cisaat memiliki komoditas kopi, cengkeh dan kelapa. Untuk komoditas peternakan ada delapan kecamatan yang memiliki empat komoditas unggulan yaitu Cikemas, Waluran, Surade, Jampangkulon, Lengkong, Nyalindung, Cisaat dan Cisolok selebihnya berkisar antara satu sampai tiga komoditas. Kecamatan Waluran, Surade, dan Jampangkulon secara komparatif unggul untuk komoditas ternak sapi potong, itik, kambing dan kerbau. Kecamatan Ciemas memiliki komoditas sapi potong, ayam, kambing dan kerbau. Kecamatan Lengkong dengan komoditas sapi potong, itik, domba dan kerbau sedangkan Nyalindung memiliki komoditas sapi perah, ayam, kambing dan kerbau. Cisaat memiliki komoditas sapi potong, sapi perah, domba dan kambing serta kecamatan Cisolok memiliki komoditas itik, domba, kambing dan kerbau. Selanjutnya dilakukan analisis SSA untuk mengetahui posisi, daya saing dan kinerja komoditas pertanian masing-masing kecamatan dibandingkan dengan komoditas pertanian di wilayah Kabupaten Sukabumi. Analisis SSA yang digunakan hanya ditinjau dari komponen differential shift DS. DS digunakan untuk mengetahui pertumbuhan masing-masing komoditas di setiap kecamatan yang hanya dipengaruhi oleh pergeseran aktivitas komoditas di kecamatan tersebut dibandingkan dengan kecamatan yang lain di wilayah Kabupaten Sukabumi. Nilai DS yang positif 0 menandakan bahwa komoditas tersebut memiliki keunggulan kompetitif, yaitu kemampuan untuk terus tumbuh dan berkembang meskipun tidak didukung oleh faktor-faktor eksternal. Hasil analisis DS diketahui bahwa untuk komoditas pertanian tanaman pangan memiliki keunggulan kompetitif di 25 kecamatan, komoditas perkebunan memiliki keunggulan kompetitif di 22 kecamatan, dan komoditas peternakan memiliki keunggulan kompetitif di 39 kecamatan. Lebih jelasnya nilai DS masing-masing komoditas dapat dilihat pada Lampiran 4. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai komoditas unggulan baik secara komparatif maupun kompetitif maka dilakukan kombinasi hasil analisis LQ dan SSA. Komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif LQ ≥ 1 dan kompetitif DS 0 dapat direkomendasikan menjadi komoditas unggulan di suatu wilayah. Hasil kombinasi LQ dan DS dapat dilihat pada Lampiran 5. Komoditas unggulan untuk tanaman pangan adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kedelai dan kacang tanah. Komoditas padi merupakan komoditas unggulan di kecamatan Jampangkulon, Kalibunder, Sukabumi, Kadudampit, Cidahu, Parakansalak dan Parungkuda. Komoditas jagung menjadi komoditas unggulan di 8 kecamatan, komoditas ubi jalar ada sebanyak 6 kecamatan, ubi kayu terdapat di 6 kecamatan, kedelai 5 kecamatan dan kacang tanah menjadi komoditas unggulan di 6 kecamatan. Kecamatan-kecamatan yang memiliki komoditas unggulan secara komparatif dan kompetitif untuk masing- masing komoditas seperti tampak pada Tabel 11, Tabel 12 dan Tabel 13. Tabel 11. Wilayah komoditas unggulan tanaman pangan No Komoditas Kecamatan 1 Padi Jampangkulon, Kalibunder, Sukabumi, Kadudampit, Cidahu, Parakansalak, Parungkuda 2 Jagung Tegalbuleud, Cidolog, Sagaranten, Pabuaran, Lengkong, Warungkiara, Nyalindung, Cicurug 3 Ubi Jalar Warungkiara, Gegerbitung, Cicurug, Cidahu, Parakansalak, Kalapanunggal 4 Ubi Kayu Warungkiara, Cikembar, Cicurug, Cidahu, Parakansalak, Kalapanunggal 5 Kedelai Ciracap, Tegalbuleud, Sagaranten, Pabuaran, Lengkong 6 Kacang Tanah Ciemas, Surade, Kalibunder, Tegalbuleud, Pabuaran, Gegerbitung 37 Tabel 12. Wilayah komoditas unggulan perkebunan No Komoditas Kecamatan 1 Teh Ciemas, Lengkong, Purabaya, Nyalindung, Sukabumi, Cicurug, Parakansalak, Cikidang 2 Kopi Cidolog, Lengkong, Gegerbitung, Sukabumi, Kadudampit 3 Cengkeh Ciemas, Cikembar, Sukaraja, Cibadak, Cicurug 4 Karet Cidolog, Pabuaran 5 Kelapa Ciracap, Tegalbuleud, Ciemas, Jampangkulon, Cidolog, Cibadak Tabel 13. Wilayah komoditas unggulan peternakan No Komoditas Kecamatan 1 Sapi potong Jampangkulon, Tegalbuleud, Cidolog, Purabaya, Cireunghas, Cisaat, Parakansalak 2 Sapi perah Cireunghas 3 Ayam Ciemas, Kalibunder, Warungkiara, Sukalarang, Sukabumi, Cidahu, Kadudampit, Gunungguruh, Cicantayan, Parungkuda, Bojonggenteng 4 Itik Waluran, Surade, Cibitung, Curugkembar, Lengkong, Palabuhanratu, Simpenan, Bantargadung, Sukalarang, Kebonpedes, Cisolok 5 Domba Cibitung, Sagaranten, Pabuaran, Lengkong, Palabuhanratu, Simpenan, Bantargadung, Gegerbitung, Cisaat, Gunungguruh, Cibadak, Cicurug, Kabandungan 6 Kambing Ciemas, Surade, Jampangkulon, Cidadap, Palabuhanratu, Purabaya, Nyalindung, Gegerbitung, Cisaat, Cisolok, Kabandungan 7 Kerbau Waluran, Surade, Cibitung, Cidadap, Pabuaran, Lengkong, Bantargadung, Purabaya, Nyalindung, Cidahu, Cisolok Komoditas unggulan untuk tanaman perkebunan adalah teh, kopi, cengkeh, karet dan kelapa. Komoditas karet memiliki wilayah yang paling sedikit, yaitu hanya memiliki keunggulan di kecamatan Cidolog dan Pabuaran sedangkan yang paling banyak adalah komoditas teh dengan 6 kecamatan yaitu: Ciemas, Lengkong, Purabaya, Nyalindung, Sukabumi, Cicurug, Parakansalak dan Cikidang. Komoditas unggulan untuk peternakan adalah Sapi potong, Sapi perah, Ayam, Itik, Domba, Kambing dan Kerbau. Sebaran wilayah untuk komoditas peternakan hampir meliputi seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi. Komoditas sapi perah hanya memiliki keunggulan di kecamatan Cireunghas saja, sedangkan komoditas yang lain terdapat di 8 sampai 13 kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi. Sebaran secara spasial disajikan pada Gambar 14. Selanjutnya dilakukan analisis kelayakan usaha tani dari masing-masing komoditas untuk mengetahui sejauh mana nilai ekonomi dari usaha pengembangan komoditas tersebut. Analisis Usaha Tani Suatu komoditas tertentu dikatakan layak diusahakan apabila nilai manfaatnya lebih besar atau sama dengan nilai biaya yang dikeluarkan. Komoditas yang dianalisis menggunakan RC ratio adalah komoditas setahun berupa tanaman pangan dan komoditas peternakan. Kelayakan usaha tani untuk komoditas perkebunan dihitung menggunakan analisis finansial. Komponen yang disertakan dalam perhitungan meliputi biaya produksi seperti upah tenaga kerja, pakan ternak, sarana produksi berupa bibit, pupuk, dan pestisida dan pendapatan hasil penjualan produk. Biaya investasi pengadaan lahan sewa lahan tidak disertakan sebagai salah satu komponen dalam perhitungan karena diasumsikan pengembangan dilakukan di area lahan milik sendiri. Analisis kelayakan usaha tani untuk komoditas unggulan adalah sebagai berikut: Gambar 14. Peta sebaran komoditas unggulan Kelayakan Usaha Tani Komoditas Pertanian Pangan Komoditas pertanian tanaman pangan merupakan komoditas setahun dimana periode tanam antara 1 satu sampai 3 tiga kali dalam satu tahun. Perhitungan kelayakan usaha tani dilakukan untuk satu periode pemeliharaan sampai dengan masa panen. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan usaha tani untuk komoditas tanaman pangan adalah seperti tampak pada Tabel 14. 39 Tabel 14. Asumsi perhitungan analisis usaha tani komoditas tanaman pangan No Komoditas Asumsi 1 Ubi Jalar Jumlah produksi rata-rata adalah 15,000 kgha Harga jual ubi jalar adalah Rp. 1,300kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun 2 Padi Sawah Varietas yang digunakan adalah varietas lokal Jumlah produksi rata-rata adalah 6,500 kgha Harga jual Gabah Kering Panen GKP adalah Rp. 4,000kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun 3 Jagung Jumlah produksi rata-rata adalah 5,600 kgha Harga jual jagung pipil adalah Rp. 3,250kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun 4 Ubi Kayu Jumlah produksi rata-rata adalah 19,000 kgha Harga jual ubi kayu adalah Rp. 2,700kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun 5 Kedelai Jumlah produksi rata-rata adalah 1,300 kgha Harga jual ubi jalar adalah Rp. 8,500kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun 6 Kacang Tanah Jumlah produksi rata-rata adalah 890 kgha Harga jual ubi jalar adalah Rp. 15,000kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun Perhitungan nilai RC ratio dilakukan untuk masing-masing komoditas, hasil analisis RC ratio menunjukkan bahwa semua komoditas memiliki nilai RC ratio 1 sehingga komoditas-komoditas tersebut layak untuk diusahakan. Nilai besaran pendapatan, biaya produksi dan RC ratio masing-masing komoditas tanaman pangan disajikan pada Tabel 15. Nilai RC ratio terbesar adalah komoditas ubi kayu 6.54 dan yang terkecil adalah ubi jalar 1.43. Nilai RC ratio ubi kayu sebesar 6.54, berarti bahwa untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usaha tani ubi kayu akan memberikan pendapatan sebesar 6.54 rupiah. Tanaman padi memiliki RC ratio sebesar 1.96 yang berarti untuk setiap pengeluaran satu rupiah dalam usaha tani padi akan memberikan pendapatan sebesar 1.96 rupiah. Perhitungan RC ratio untuk masing-masing komoditas disajikan pada Lampiran 6. Tabel 15. Hasil analisis kelayakan usaha tani komoditas pangan No Komoditas Pendapatan Rp Biaya Rp Keuntungan Rp RC ratio 1 Ubi Jalar 19,500,000 13,610,000 5,890,000 1.43 2 Padi Sawah 26,000,000 13,264,800 12,735,000 1.96 3 Jagung 18,200,000 4,022,100 14,177,900 4.52 4 Ubi Kayu 43,200,000 6,610,000 36,590,000 6.54 5 Kedelai 11,050,000 5,265,000 5,785,000 2.10 6 Kacang Tanah 13,350,000 5,025,000 8,325,000 2.66 Komoditas unggulan yang selanjutnya dipilih untuk dikembangkan adalah ubi kayu dan padi sawah. Ubi kayu dipilih karena memberikan ratio keuntungan usaha yang paling besar dibandingkan dengan komoditas yang lain, sedangkan pemilihan komoditas padi berdasarkan pada asumsi bahwa untuk perencanaan ke depan, pemerintah daerah perlu untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan komoditas padi sekaitan dengan program ketahanan pangan daerah. Kelayakan Usaha Tani Komoditas Perkebunan Komoditas perkebunan merupakan komoditas tahunan, karena periode tanam sampai dengan masa panen membutuhkan waktu lebih dari tiga tahun tergantung pada jenis komoditasnya. Perhitungan kelayakan usaha tani dilakukan untuk 10 sepuluh tahun pertama pemeliharaan dengan menggunakan analisis finansial. Kelayakan usaha dinyatakan jika nilai NPV 1, BC ratio ≥ 1, dan IRR lebih dari bunga bank yang ditetapkan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan usaha tani untuk komoditas perkebunan adalah seperti tampak pada Tabel 16. Tabel 16. Asumsi perhitungan analisis usaha tani komoditas perkebunan No Komoditas Asumsi 1 Teh Jumlah produksi rata-rata 930 kgha daun teh per tahun Harga pucuk teh basah Rp. 2,750kg Nilai penyusutan peralatan 10 per tahun Umur pohon mulai bisa dipanen adalah 3 tahun Tingkat inflasi 5 2 Karet Jumlah produksi rata-rata getah karet 4,800 kgha per tahun Harga getah karet Rp. 8,000kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun Umur pohon mulai bisa dipanen adalah 6 tahun Tingkat inflasi 5 3 Kopi Jumlah produksi rata-rata biji kopi 605 kgha per tahun Harga getah karet Rp. 35,000kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun Umur pohon mulai bisa dipanen adalah 4 tahun Tingkat inflasi 5 4 Kelapa Varietas yang digunakan adalah kelapa dalam Jumlah produksi rata-rata biji kelapa 90 butirphn per tahun Jumlah pohon 130 buahha Harga kelapa Rp. 1,500butir Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun Umur pohon mulai bisa dipanen adalah 6 tahun Tingkat inflasi 5 5 Cengkeh Jumlah produksi rata-rata cengkeh 244 kgha per tahun Harga getah karet Rp. 50,000kg Nilai penyusutan peralatan sekitar 10 per tahun Umur pohon mulai bisa dipanen adalah 4 tahun Tingkat inflasi 5 Perhitungan nilai NPV, BC ratio dan IRR dilakukan untuk masing-masing komoditas dan hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas karet, kelapa, kopi 41 teh dan cengkeh layak untuk diusahakan karena memiliki nilai NPV 1, BC ratio ≥ 1 dan IRR DR Tabel 17. Perhitungan analisis finansial untuk komoditas perkebunan disajikan pada Lampiran 7. Tabel 17. Hasil analisis kelayakan usaha tani komoditas perkebunan No Komoditas NPV BC Ratio IRR Discount Rate BEP tahun;bulan Net Bersih Rata2 Rp 1 Teh 9 1.00 6.03 6 8;0 222,000 2 Karet 100 1.01 50.58 50 6;8 9,956,00 3 Kelapa 174 1.02 41.57 41 7;11 10,947,000 4 Kopi 440 1.01 25.33 25 5;0 8,874,000 5 Cengkeh 89 1.01 52.65 52 4;8 4,725,000 BEP = Break Event Point. Komoditas dengan nilai IRR tertinggi adalah karet 50.58, kelapa 41.57 dan cengkeh 52.65. Tingginya nilai IRR menandakan bahwa usaha budi daya komoditas tersebut memiliki memampuan yang tinggi untuk membayar biaya suku bunga akibat penggunaan sumber daya yang ada. Seandainya biaya suku bunga ditetapkan sebesar 52, maka budi daya tanaman cengkeh masih dianggap layak untuk diusahakan. Suku bunga rata-rata bank nasional untuk pinjaman usaha kecil menengah adalah kisaran 18, sehingga empat komoditas dengan IRR18 semuanya layak untuk diusahakan karet, kelapa, kopi dan cengkeh. Pemilihan komoditas unggulan dilakukan dengan melihat komoditas mana yang dalam jangka waktu yang sama mampu memberikan total manfaat net bersih rata-rata yang paling besar. Net bersih rata-rata terbesar adalah komoditas kelapa sebesar Rp. 10,947,000 sehingga ditetapkan komoditas unggulan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan adalah tanaman kelapa. Kelayakan Usaha Tani Komoditas Peternakan Perhitungan kelayakan usaha tani dilakukan untuk satu periode pemeliharaan, sampai dengan penjualan ternak untuk sistem penggemukan atau sampai dengan penjualan produk hasil ternak lainnya seperti susu atau telor. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan usaha tani untuk semua komoditas tanaman pangan adalah seperti tampak pada Tabel 18. Tabel 18. Asumsi perhitungan analisis usaha tani komoditas peternakan No Komoditas Asumsi 1 Kambing Penggemukan per unit kandang untuk 10 ekor Domba Masa penggemukan adalah satu periode 90 hari Umur ekonomis kandang dan peralatan 30 periode Harga pupuk Rp. 300,000periode Harga jual hewan hidup Rp. 1,500,000ekor Upah kerja adalah Rp. 25,000hari 2 Kerbau Masa pemeliharaan selama 1 tahun Jumlah ternak minimal 10 ekor Nilai penyusutan kandang dan peralatan sekitar 10 per tahun Harga jual hewan hidup Rp. 9,000,000 ekor Upah kerja adalah Rp. 25,000hari Tabel 18 Lanjutan No Komoditas Asumsi 3 Sapi perah Sapi yang dipelihara sudah siap produksi Jumlah pemeliharaan untuk 10 ekor Nilai penyusutan kandang dan peralatan sekitar 10 per tahun Harga pupuk Rp. 200kg untuk 6,000kgtahun Nilai produksi susu 10 ltekorhari dalam 305 hari Harga jual susu segar Rp. 4,000lt 4 Itik Sistem yang digunakan adalah sistem intensif untuk 100 ekor Satu periode produksi 36 bulan Pakan 135 grekor Produksi telur rata-rata 19 butirekorbulan Harga Itik bakalan Rp. 45,000ekor Harga telur Rp. 1,400butir 5 Ayam Varietas yang digunakan adalah ayam broiler Jumlah pemeliharaan untuk 1000 ekor Periode pemeliharaan 40 hari Bobot aya siap jual 1.5kg Harga daging Rp. 30,000kg Harga DOC cp Rp 400,000box Penyusutasn peralatan 10tahun Mortalitas sebesar 6 6 Sapi potong Penggemukan per unit kandang berisi 10 ekor Masa penggemukan maksimal 1 tahun Umur ekonomis kandang dan peralatan 10 periode Harga pupuk Rp. 200kg untuk 6,000 kgperiode Harga sapi potong Rp. 35,000kg hidup Berat rata-rata sapi siap potong 350 kgekor Perhitungan nilai RC ratio untuk masing-masing komoditas menunjukkan bahwa semua komoditas memiliki nilai RC ratio 1 sehingga komoditas- komoditas tersebut layak untuk diusahakan Lampiran 8. Nilai besaran pendapatan, biaya produksi dan RC ratio masing-masing komoditas tanaman pangan disajikan pada Tabel 19. Nilai RC ratio terbesar adalah komoditas ayam 1.63 dan yang terkecil adalah kerbau 1.19. Nilai keuntungan yang paling besar diperoleh dari usaha sapi perah sedangkan yang paling kecil diperoleh dari usaha kambing dan domba. Melihat pada besarnya nilai keuntungan yang diperoleh dari masing-masing usaha tani, maka komoditas unggulan yang dipilih untuk dikembangkan adalah berupa ternak sapi perah. Tabel 19. Hasil analisis RC ratio komoditas unggulan peternakan No Komoditas Pendapatan Rp Biaya Rp Keuntungan Rp RC ratio 1 Ayam 42,300,000 25.950.000 16,350,000 1.63 2 Kambing Domba 15,300,000 10,555,000 4,745,000 1.45 3 Kerbau 90,000,000 75,925,000 14,075,000 1.19 4 Sapi potong 123,700,000 102,265,000 21,435,000 1.21 5 Sapi perah 122,000,000 97,800,000 24,200,000 1.25 6 Itik 95,760,000 78,790,000 16,970,000 1.22 43 Berdasarkan hasil analisis usaha tani, maka diperoleh komoditas unggulan yang dipilih untuk dikembangkan adalah; untuk tanaman pangan berupa komoditas ubi kayu dan padi, perkebunan berupa komoditas kelapa dan untuk peternakan berupa ternak sapi perah. Selanjutnya dilakukan analisis terkait sumber daya lahan yang dimiliki untuk pengembangan keempat komoditas tersebut. Analisis Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan Ketersediaan Lahan Ketersediaan lahan untuk pengembangan pertanian dilihat berdasarkan hasil analisis terhadap empat jenis peta wilayah yaitu Peta Pola Ruang Kabupaten Sukabumi, Peta Perijinan Industri, Peta Kawasan Hutan dan Perairan serta Peta Penggunaan Lahan. Berdasarkan pola ruang Kabupaten Sukabumi maka kawasan budidaya adalah sebesar 360,879 hektar atau 86.7 persen sedangkan kawasan lindung sebesar 55,232 hektar atau 13.3 persen Tabel 11. Kawasan budidaya yang potensial untuk pengembangan komoditas ubi jalar, karet dan peternakan adalah lahan peruntukkan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan perkebunan. Pertanian lahan basah dan kering terdapat seluas 145,832 hektar atau sebesar 35.1 persen dari luas wilayah, sedangkan perkebunan sekitar 44,916 hektar atau sebesar 10.8 persen. Ketersediaan lahan pengembangan sektor pertanian menurut pola ruang terdapat sebesar 190,748 hektar atau 45.9 persen. Secara spasial disajikan pada Gambar 12. Status hutan yang ada di Kabupaten Sukabumi menurut Kementerian Kehutanan dalam Peta Kawasan Hutan dan Perairan diantaranya meliputi kawasan taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, hutan produksi dan hutan cadangan. Lahan yang tersedia untuk pengembangan pertanian secara status merupakan Areal Penggunaan Lain APL. Terdapat lahan APL sebesar 306,244 hektar atau 73.6 persen yang potensial untuk pengembangan komoditas pertanian. Rincian luasan masing-masing status lahan menurut Kementerian Kehutanan dapat dilihat pada Tabel 20 dan secara spasial disajikan dalam Gambar 15. Tabel 20. Status Kawasan Hutan di Kabupaten Sukabumi No Status Hutan Luas ha Persentase 1 Taman Nasional 38,888 9.4 2 Cagar Alam 498 0.1 3 Hutan Lindung 2,062 0.5 4 Hutan Cadangan 674 0.2 5 Hutan Pangonan 541 0.1 6 Hutan Produksi 20,631 5.0 7 Hutan Produksi Terbatas 38,424 9.2 8 Suaka Margasatwa 8,121 2.0 9 Taman Wisata Alam 21 0.0 10 Tukar Menukar Kawasan Hutan TMKH 7 0.0 11 Areal penggunaan lain 306,244 73.6 Jumlah 416,111 100.0 Sumber : Kementerian Kehutanan 2003. Gambar 15. Peta Kawasan Hutan dan Perairan Menurut data perijinan pembangunan kawasan industri sampai dengan tahun 2014 di Kabupaten Sukabumi, terdapat alokasi penggunaan lahan sebesar 4,223 hektar atau 1.0 persen dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi. Lahan yang sudah diperuntukkan bagi pembangunan kawasan industri maka tidak lagi memiliki potensi untuk digunakan sebagai lahan pengembangan komoditas pertanian. Selain peruntukkan kawasan industri dan peruntukkan kawasan pertanian dan perkebunan, dalam peta perijinan juga ada kawasan peruntukkan lainnya. Kawasan peruntukkan lainnya adalah kawasan yang lahannya ditujukan untuk penggunaan selain industri dan pertanian seperti kawasan permukiman, kawasan hutan dan kawasan lindung. Rincian kawasan industri yang sudah operasional dan masih dalam tahap perencanaan tercantum dalam Tabel 21 dan secara spasial disajikan dalam Gambar 16. Tabel 21. Data perijinan kawasan industri di Kabupaten Sukabumi Peruntukan Lahan Keterangan Luas ha Persentase Kaw. Industri PT. Baros 534.3 0.128 Girik 15.7 0.003 PT. Pasir Kantjana 147.4 0.035 PT. Cosmo Technology 93.9 0.023 PT. Cijambe Indah 357.7 0.086 PT. Glostar Indonesia 45.6 0.011 PT. Tambang Semen Indonesia 615.6 0.148 PT. Holcim Indonesia 218.9 0.053 PT. Olympic 237.1 0.057 PT. Anugrah Cipta Ekaputra 298.3 0.072 PT. Kusuma Dewi Abadi 164.3 0.039 PT. Nikomas Gemilang 22.5 0.005 45 Tabel 21 Lanjutan Peruntukan Lahan Keterangan Luas ha Persentase PT. Sinar Timur Industrindo 11.0 0.003 Industri Perikanan 94.8 0.023 Kaw. Industri Palabuhanratu 314.4 0.076 Industri Wisata 52.6 0.013 Wisata Agro Terpadu 237.1 0.057 Industri Pasir Besi Cibitung 144.8 0.035 Agro Industri Peternakan Purabaya 100.2 0.024 Kaw. Industri Tegalbuleud 66.4 0.016 SMIE 450.0 0.108 Jumlah 4,223 1.01 Sumber : Bappeda Kab. Sukabumi 2014. Gambar 16. Peta Perijinan Kawasan Industri di Kabupaten Sukabumi Penggunaan lahan eksisting didapatkan dari hasil interpretasi citra tahun 2013. Menggunakan software pengolah peta ArcGIS diperoleh gambaran penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Sukabumi. Rincian penggunaan lahan eksisting tertera pada Tabel 22 dan secara spasial disajikan pada Gambar 17. Penggunaan lahan paling besar berupa ladangtegalan sebesar 93,937 hektar atau 22.6 persen dan kebun campuran sebesar 79,332 hektar atau 19.1 persen. Lahan potensial untuk digunakan dalam pengembangan komoditas unggulan jika penggunaan lahannya berupa kebun campuran, ladangtegalan, padang rumputilalang, perkebunan, semak belukar, sawah, tanah kosong dan lahan tidak teridentifikasi. Terkait dengan lahan sawah, potensi lahan menjadi bagian dari ketersediaan lahan hanya untuk menganalisis kesesuaian lahan dari komoditas padi. Mengeluarkan lahan sawah dari lahan tersedia bagi pengembangan komoditas yang lain bertujuan untuk memperkecil peluang terjadinya konversi lahan sawah menjadi lahan pengembangan ubi kayu atau lahan perkebunan cengkeh. Lahan tidak teridentifikasi juga tidak dimasukkan dalam ketersediaan lahan terkait belum jelasnya penggunaan lahan eksisting yang ada. Ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan menurut penggunaan lahan eksisting adalah sebesar 336,498 hektar atau 80.9 persen. Tabel 22. Penggunaan Lahan Eksisting di Kabupaten Sukabumi tahun 2013 No Penggunaan Lahan Luas ha Persentase 1 Hutan Primer 53,145 12.8 2 Hutan Sekunder 13,675 3.3 3 Kawasan PertambanganGalian 613 0.2 4 Kebun Campuran 79,332 19.1 5 LadangTegalan 93,937 22.6 6 Padang RumputIlalang 39,767 9.6 7 Perkebunan 57,219 13.8 8 Pemukiman 2,028 0.5 9 Sawah 44,308 10.7 10 Semak Belukar 20,909 5.0 11 SungaiTubuh AirDanauWadukSitu 1,371 0.3 12 Tanah Kosong 1,026 0.3 13 Tidak Teridentifikasi 8,781 2.1 Jumlah 416,111 100.0 Gambar 17. Peta Penggunaan Lahan Eksisting di Kabupaten Sukabumi Keempat jenis peta ini kemudian dilakuan proses overlay untuk mendapatkan gambaran tutupan lahan di Kabupaten Sukabumi. Hasil analisis diperoleh dua jenis luasan lahan tersedia yaitu, tanpa penggunaan eksisting berupa lahan sawah sebesar 149,939 hektar atau 36.0 persen dari luas wilayah dan dengan penggunaan eksisting lahan sawah terdapat sebesar 183,667 hektar atau 44.1 47 persen. Secara spasial ketersediaan lahan disajikan pada Gambar 18 dan Gambar 19. Gambar 18. Peta ketersediaan lahan tanpa penggunaan eksisting sawah di wilayah Kabupaten Sukabumi Gambar 19. Peta ketersediaan lahan dengan memasukkan penggunaan eksisting sawah di wilayah Kabupaten Sukabumi Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan terhadap komoditas unggulan yang memiliki kelayakan untuk dikembangkan dan diusahakan, yaitu : komoditas ubi kayu, padi, kelapa dan kesesuaian lahan ekologis sebagai tempat hidup untuk komoditas ternak sapi perah. Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan adalah berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Ritung, 2011. Data yang digunakan berupa data tanah dan fisik lingkungan karakteristik lahan hasil dari pemetaan lahan dan tanah tingkat tinjau berdasarkan Peta Taksonomi Tanah tahun 2010 skala 1:250,000. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan meliputi lama bulan kering, curah hujan, suhutemperatur, kemiringan lahan kelas lereng, tekstur tanah dan solum tanah. Nilai kualitas dan karekteristik lahan di Kabupaten Sukabumi secara umum tertera pada Tabel 23 sedangkan kriteria kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas secara lengkap disajikan pada Lampiran 9. Tabel 23. Kualitas dan Karakteristik Lahan di Kabupaten Sukabumi No Kualitas dan Karakteristik Lahan Nilai Data 1 Rejim suhu - Suhu rata-rata tahunan Suhu terendah: 13.24 C dan suhu tertinggi : 30.04 C 2 Ketersediaan air - Curah hujan CH terendah : 2,500 mmthn dan tertinggi : 6,000 mmthn - Bulan kering Terendah : 2 bulan dan terlama : 5 bulan 3 Media perakaran - Solum Tanah Inceptisol : 130 -500 cm Tanah Andisol : 100-250 cm Tanah Alfisol : 90 – 200 cm Tanah Entisol : 25 cm Tanah Ultisol : 90 – 180 cm - Tekstur Kelas tekstur tanah meliputi : sangat halus, agak halus, halus, sedang, agak kasar dan kasar 4 Bahaya Erosi - Kemiringan lahan Kemiringan lahan terbagi dalam 6 kelas yaitu : - 0 – 3 - 3 – 8 - 8 – 15 - 15 – 25 - 25 – 40 - 40 1. Kesesuaian lahan komoditas tanaman pangan padi dan ubi kayu Hasil analisis kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah, terdapat kelas sesuai S1 sebesar 10,226 hektar atau 2.5 persen dari luas wilayah, S2 sebesar 4,689 hektar atau 1.1 persen dan kelas S3 sebesar 12,703 hektar atau 3.1 persen. Sebaran lahan sebagian besar ada di wilayah sukabumi bagian tengah dan untuk kelas S1 berada di sekitar sumber air seperti pinggiran daerah aliran sungai atau 49 tumbuh air. Faktor pembatas untuk kesesuaian lahan padi adalah kelas kelerengan dari lahan. Hasil analisis kesesuaian lahan untuk komoditas padi disajikan pada Tabel 24 dan secara spasial seperti tampak pada Gambar 20. Tabel 24. Kelas kesesuaian lahan komoditas padi No Kelas Lahan Luas ha Persentase 1 S1 10,226 2.5 2 S2 4,689 1.1 3 S3 12,703 3.1 4 N 156,049 37.5 5 Tidak Tersedia 232,444 55.9 Jumlah 416,111 100.0 Gambar 20. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas padi Kesesuaian lahan untuk komoditas ubi kayu menggunakan lahan tersedia tanpa penggunaan eksisting berupa lahan sawah. Dikeluarkannya lahan sawah eksisting dilakukan dengan harapan bahwa penggunaan lahan yang sesuai untuk pengembangan ubi kayu nantinya tidak menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah eksisting menjadi kebun ubi kayu. Hasil analisis didapatkan kelas S2 seluas 2,127 hektar atau 0.5 persen, dan S3 seluas 17,925 hektar atau 4.3 persen. Faktor pembatas untuk kesesuaian lahan ubi kayu adalah curah hujan dan kelas kelerengan dari lahan. Hasil analisis secara lengkap disajikan pada Tabel 25 dan secara spasial seperti tampak pada Gambar 21. Tabel 25. Kelas kesesuaian lahan komoditas ubi kayu No Kelas Lahan Luas ha Persentase 1 S1 - - 2 S2 2,127 0.5 3 S3 17,925 4.3 4 N 129,887 31.2 5 Tidak Tersedia 266,172 64.0 Jumlah 416,111 100.0 Gambar 21. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas ubi kayu 2. Kesesuaian lahan tanaman kelapa Kesesuaian lahan untuk komoditas kelapa menggunakan lahan tersedia yang tanpa penggunaan eksisting berupa lahan sawah. Hasil analisis diperoleh kelas S1 seluas 1,962 hektar atau 0.5 persen, dan S3 seluas 17,925 hektar atau 4.31 persen. Sebaran lahan hampir meliputi seluruh wilayah sukabumi dimana lahan dengan kelas kesesuaian yang lebih baik tersebar di wilayah bagian tengah. Faktor pembatas untuk kesesuaian lahan kelapa adalah mulai dari curah hujan, bulan kering dan kelas kelerengan dari lahan. Hasil analisis secara lengkap disajikan pada Tabel 26 dan secara spasial seperti tampak pada Gambar 22. Tabel 26. Kelas kesesuaian lahan komoditas kelapa No Kelas Lahan Luas ha Persentase 1 S1 1,962 0.5 2 S2 4,468 1.0 3 S3 103,104 24.8 4 N 40,405 9.7 5 Tidak Tersedia 266,172 64.0 Jumlah 416,111 100.0 51 Gambar 22. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas kelapa 3. Kesesuaian lahan ekologis untuk komoditas ternak sapi perah Kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas peternakan dilihat dari kesesuaian lahan secara ekologis maupun penggunaan lahan eksisting berupa ketersediaan pakan ternak hijauan berupa lahan padang pengembalaan Ardhani 2008. Kesesuaian lahan ekologis untuk komoditas ternak sapi perah memiliki kesesuaian lahan kelas S1 seluas 944 hektar atau 0.2 persen, kelas S2 seluas 110,787 hektar atau 26.6 persen, kelas S3 seluas 34,964 hektar atau 8.4 persen. Faktor pembatas untuk kesesuaian lahan ekologis ternak adalah lamanya bulan kering, tingkat kesuburan tanah dan faktor ketinggian lahan elevasi. Hasil analisis secara lengkap disajikan pada Tabel 27 dan secara spasial seperti tampak pada Gambar 23. Tabel 27. Kelas kesesuaian lahan ekologis ternak sapi perah No Kelas Lahan Luas ha Persentase 1 S1 944 0.2 2 S2 110,787 26.6 3 S3 34,964 8.4 4 N 3,244 0.8 5 Tidak Tersedia 266,172 64.0 Jumlah 416,111 100.0 Gambar 23. Peta kesesuaian lahan ekologis unuk komoditas ternak sapi perah Arahan dan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Pengembangan dalam penelitian ini mencakup pengembangan pada lahan baru dan pengembangan pada lahan eksisting. Arahan pengembangannya adalah menentukan wilayah pengembangan untuk masing-masing komoditas unggulan. Adanya penentuan wilayah pengembangan ini tidak berarti komoditas unggulan tidak boleh dikembangkan di kecamatan lain yang bukan wilayah pengembangan atau sebaliknya, kecamatan wilayah pengembangan tidak boleh mengembangkan komoditas selain komoditas unggulan. Penetapan wilayah pengembangan dimaksudkan untuk memfokuskan pengembangan komoditas unggulan sebagai komoditas utama di suatu wilayah yang dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan. Strategi yang diterapkan pada pengembangan masing-masing subsektor pertanian mengacu pada 3 tiga tahapan analisis yaitu tahap pengumpulan data, tahan analisis dan tahap pengambilan keputusan. Informasi terkait analisis ini diperoleh dari beberapa narasumber yang memiliki kewenangan dalam perencanaan pembangunan wilayah yaitu dari Bappeda Kabupaten Sukabumi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Peternakan serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sukabumi. Pada tahap pengumpulan data telah di 53 identifikasi beberapa komponen faktor internal dan eksternal, dimana beberapa komponen memiliki pengaruh terhadap semua komoditas dan beberapa komponen yang lain hanya untuk komoditas tertentu saja. Secara lengkap komponen faktor internal dan eksternal disajikan dalam Tabel 28 dan Tabel 29. Tabel 28. Perumusan Identifikasi Faktor Internal No Faktor Keterangan 1 Sosial budaya masyarakat yang mendukung pengembangan wilayah dengan berbasis pada komoditas unggulan Semua komoditas 2 Tersedianya suatu unit kerja yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang pertanian subsektor pertanian pangan, perkebunan dan peternakan Semua komoditas 3 Sudah mulai terbentuknya kelompok tani Semua komoditas 4 Potensi lahan perkebunan yang sangat luas Perkebunan 5 Program revitalisasi perkebunan Perkebunan 6 Sistem pengairanirigasi yang cukup bagus Pertanian pangan 7 Ditetapkannya lahan pertanian pangan berkelanjutan Pertanian pangan 8 Program pengembangan ternak Peternakan 9 Ketersediaan lahan yang luas untuk pengembangan peternakan Peternakan 10 Sumber daya manusia yang masih rendah dari sisi penguasaan teknologi pertanian, tingkat pendidikan dan kemampuan manajemen Semua komoditas 11 Tingkat skala usaha yang masih relatif kecil Semua komoditas 12 Belum optimalnya kinerja kelompok tani dalam upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan produk pertanian Semua komoditas 13 Infrastruktur penunjang yang belum memadai Semua komoditas 14 Rendahnya akses petani terhadap pasar atau jaringan pemasaran Semua komoditas Tabel 29. Perumusan Identifikasi Faktor Eksternal No Komponen Keterangan 1 Permintaan pasar untuk komoditas pertanian yang masih cukup tinggi secara kuantitas dan harga komoditas Semua komoditas 2 Aksesibilitas terhadap lembaga keuangan dan modal Semua komoditas 3 Program-program pusat yang mendukung pengembangan sektor pertanian Semua komoditas 4 Kerjasama sektor pertanian dengan daerah di sekitar Kabupaten Sukabumi Semua komoditas 5 Adanya konsep agribisnis pertanian Pertanian pangan 6 Diversifikasi komoditas perkebunan perkebunan 7 Persaingan pasar domestik Semua komoditas 8 Jumlah wilayah penghasil komoditas di sekitar wilayah sukabumi Semua komoditas 9 Kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian Semua komoditas 10 Fluktuasi harga pasar untuk komoditas pangan Pertanian pangan 11 Konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun Pertanian pangan 12 Diberlakukannya standar mutu komoditas perkebunan Perkebunan 13 Isu degradasi lahan akibat pengembangan perkebunan Perkebunan 14 Pengawasan penyakit hewan secara nasional Peternakan 15 Kebijakan tarif impor dan ekspor komoditas peternakan Peternakan Faktor internal kemudian dibagi menjadi faktor kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal dibagi menjadi faktor peluang dan ancaman. Nilai tingkatan atau bobot kepentingan dihitung dengan menggunakan teknik AHP berdasarkan jawaban responden terhadap kuisioner yang diberikan. Pembobotan menggunakan metode AHP dilakukan untuk mengurangi unsur subyektifitas dalam menilai setiap faktor karena penilaian dilakukan bukan oleh peneliti tetapi oleh responden selaku narasumber ahli. Penentuan strategi pengembangan komoditas dianalisis menggunakan metode SWOT. Arahan dan strategi pengembangan masing-masing subsektor diuraikan sebagai berikut: Arahan dan Strategi Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan

1. Arahan Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan

Subsektor pertanian tanaman pangan, dipilih dua jenis komoditas yang memiliki keunggulan dan layak untuk diusahakan yaitu komoditas padi dan ubi kayu. Penentuan wilayah yang menjadi lokasi pengembangan komoditas dilakukan dengan melihat potensi yang ada di masing-masing kecamatan. Arahan pengembangan untuk komoditas tanaman pangan adalah sebagai berikut: a. Arahan pengembangan komoditas padi Melihat pada kondisi wilayah, maka kecamatan Palabuhanratu, Simpenan, Bantargadung, Cikembar dan Cikidang memiliki potensi yang cukup untuk pengembangan komoditas padi Tabel 30. Tabel 30. Potensi wilayah untuk pengembangan padi No Kecamatan LQ Hirarki Lahan Sesuai ha Penggunaan Eksisting Luas Tanam 2012 ha Potensi Lahan Eksisting ha 1 2 3 4 5 6 7 8 = 5-7 1 Ciemas 1.00 2 1,985 KC, LT, P, S, SB, TKT 3,939 2 Ciracap 1.08 3 360 KC, LT, P, S 4,015 3 Waluran 1.15 2 - 2,036 4 Surade 1.06 1 17 KC, P, SB 4,300 5 Cibitung 1.07 1 4 KC 1,309 6 Jampangkulon 1.08 1 54 S, LT 2,550 7 Kalibunder 1.07 2 78 KC, LT, PRI, S, SB 1,820 8 Sagaranten 1.01 3 2,640 KC, LT, P, S, SB, TKT, PRI 1,385 9 Curugkembar 1.04 3 303 KC, LT, P, S, SB, PRI 1,520 10 Palabuhanratu 1.07 1 787 KC, LT, P, S, TKT 594 193 11 Simpenan 1.09 3 825 KC, LT, SB, TKT 762 63 12 Bantargadung 1.09 3 1,103 KC, LT, P, S, SB, PRI 562 541 13 Cikembar 1.08 3 4,254 KC, LT, P, S, SB, TKT, PRI 1,385 2,756 14 Nyalindung 1.02 2 393 KC, LT, P, S, PRI 1,385 15 Sukaraja 1.19 3 - 1,047 16 Sukalarang 1.17 3 - 500 17 Cireunghas 1.17 3 148 KC, LT, S, PRI 800 18 Kebonpedes 1.18 2 - 455 19 Sukabumi 1.19 1 - 291 20 Kadudampit 1.20 2 - 625 21 Gunungguruh 1.17 2 679 KC, LT, P, S, PRI 774 22 Cibadak 1.16 1 133 KC, LT, P, S, PRI 488 23 Cicantayan 1.18 2 - 689 24 Caringin 1.06 3 38 S 859 25 Nagrak 1.12 3 49 S, PRI 1,611 26 Cidahu 1.03 3 - 802 27 Parakansalak 1.05 3 25 LT, S, PRI 607 28 Parungkuda 1.18 3 92 KC, S, PRI 244 29 Bojonggenteng 1.07 2 183 KC, LT, S, PRI 469 30 Kalapanunggal 1.00 3 64 KC, LT, P, S 965 31 Cikidang 1.14 3 570 KC, LT, P, S, PRI 464 106 32 Cisolok 1.19 2 392 KC, P, S 1,014 33 Cikakak 1.19 2 90 KC, S 664 34 Kabandungan 1.07 3 225 KC, LT, P, S 871 KC = Kebun Campuran; LT = LadangTegalan; P = Perkebunan; S = Sawah; TKT = Tanah KosongTerbuka; SB = Semak Belukar; PRI = Padang Rumput Ilalang. 55 Potensi lahan eksisting yang dimiliki masing-masing kecamatan merupakan hasil selisih antara luasan lahan sesuai dengan luas tanam pada tahun 2012. Kecamatan Cikembar memiliki potensi lahan eksisting terbesar, seluas 2,756 hektar dengan penggunaan lahan eksisting berupa sawah, perkebunan, kebun campuran, padang rumputilalang, semak belukar, tanah kosongterbuka dan ladangtegalan. Kecamatan Simpenan merupakan wilayah dengan potensi lahan eksisting yang terkecil sebesar 63 hektar dengan penggunaan lahan berupa kebun campuran, semak belukar, tanah kosongterbuka dan ladangtegalan. Lahan potensial dihitung dengan hanya mengambil lahan yang bisa digunakan untuk perluasan area tanam pencetakan sawah baru, sehingga lahan tersebut harus termasuk kelas sesuai namun penggunaan secara eksisting bukan merupakan lahan perkebunan atau lahan sawah yang sudah ada. Potensi peningkatan produksi padi dengan mencetak sawah baru di lahan potensial adalah sebesar 10,054 ton Tabel 31. Potensi peningkatan produksi terbesar ada di Cikembar sebesar 6,735 ton dan yang terkecil di kecamatan Simpenan sebesar 328 ton. Tabel 31. Potensi produksi komoditas padi No Kecamatan Lahan Potensial a ha Penggunaan Eksisting Tingkat Produksi Rata2ha b Ton Produksi per Kelas Kesesuaian Potensi Produksi Ton Tk Produksi Minimal Luas ha 1 2 3 4 5 6 7= 456 1 Palabuhanratu 259 KC, LT, TKT 6.5 S1 : 80 49 255 S2 : 60 153 597 S3 : 40 57 148 Jumlah 1,000 2 Simpenan 63 KC, LT, SB, TKT 6.5 S1 : 80 63 328 Jumlah 328 3 Bantargadung 508 KC, LT, SB, PRI 6.5 S1 : 80 146 759 S2 : 60 10 39 S3 : 40 352 915 Jumlah 1,713 4 Cikembar 2,310 KC, LT, SB, TKT, PRI 6.5 S1 : 80 279 1,451 S2 : 60 0.25 1 S3 : 40 2,032 5,283 Jumlah 6,735 5 Cikidang 79 KC, LT, PRI 6.5 S1 : 80 54 281 S2 : 60 25 98 Jumlah 378 Jumlah 3,219 10,154 a Potensi lahan tanpa penggunaan lahan eksisting berupa perkebunan dan sawah; b Asumsi rata-rata produksi per hektar; KC = Kebun Campuran; LT = LadangTegalan; TKT = Tanah KosongTerbuka; SB = Semak Belukar; PRI = Padang Rumput Ilalang. Tingkat perkembangan wilayah dari kecamatan yang potensial untuk pengembangan padi termasuk pada hirarki I Palabuhanratu dan hirarki III Simpenan, Bantargadung, Cikembar, Cikidang. Tingkat perkembangan wilayah Palabuhanratu yang tinggi, menjadikannya sebagai kecamatan pusat pertumbuhan dan diharapkan dapat menjadi pusat aktivitas dan pelayanan bagi kecamatan disekitarnya. Pengembangan budi daya padi di kecamatan Palabuhanratu selain berupa pemanfaatan potensi lahan yang dimiliki juga diarahkan untuk dapat menjadi sentra distribusi dan pemasaran dari komoditas padi yang dihasilkan oleh wilayah pengembangan lain seperti kecamatan Simpenan, Bantargadung, Cikembar dan Cikidang. Pemilihan Palabuhanratu sebagai pusat aktivitas didasarkan pada kelengkapan fasilitas yang dimiliki yang lebih baik dari kecamatan pengembangan yang lain sehingga tingkat pelayanan yang diberikan juga akan lebih baik. Lokasi wilayah pengembangan komoditas padi disajikan pada Gambar 24. Gambar 24. Lokasi wilayah pengembangan komoditas padi b. Arahan pengembangan komoditas ubi kayu Berdasarkan potensi lahan yang dimiliki, maka wilayah pengembangan untuk komoditas ubi kayu ada sebanyak 6 enam kecamatan, yaitu: Warungkiara, Jampangtengah, Purabaya, Cikembar, Gegerbitung dan Cisaat. Potensi lahan eksisting terbesar dimiliki oleh kecamatan Cikembar seluas 2,537 hektar dengan penggunaan lahan eksisting berupa kebun campuran, ladangtegalan, perkebunan, semak belukar, tanah kosongterbuka dan padang rumputilalang. Potensi lahan eksisting terkecil dimiliki oleh kecamatan Cisaat seluas 16 hektar dengan penggunaan lahan eksisting berupa kebun campuran dan ladangtegalan Tabel 32. Lahan potensial dihitung dengan hanya mengambil lahan yang bisa digunakan untuk perluasan area tanam pencetakan kebun baru, sehingga lahan tersebut harus termasuk kelas sesuai namun penggunaan secara eksisting bukan 57 merupakan lahan perkebunan. Potensi peningkatan produksi ubi kayu dengan mencetak kebun baru di lahan potensial adalah sebesar 55,818 ton Tabel 33. Potensi peningkatan produksi terbesar ada di Cikembar sebesar 17,564 ton dan yang terkecil di kecamatan Cisaat sebesar 222 ton. Tabel 32. Potensi wilayah untuk pengembangan komoditas ubi kayu No Kecamatan LQ Hirarki Lahan Sesuai ha Penggunaan Eksisting Luas Tanam 2012 ha Potensi Lahan Eksisting ha 1 2 3 4 5 6 7 8 = 5-7 1 Pabuaran 1.40 3 580 KC, LT, P, SB, PRI 922 2 Warungkiara 6.83 3 2,955 KC, LT, P, SB, TKT, PRI 713 2,242 3 Jampangtengah

2.66 3

1,117 KC, LT, PRI, P, SB 75 1,042 4 Purabaya 2.27 3 2,979 KC, SB, LT, PRI 948 2,031 5 Cikembar

1.45 3

2,807 KC, LT, P, SB, TKT, PRI 270 2,537 6 Gegerbitung 4.47 3 421 KC, LT, PRI 347 74 7 Cisaat

3.06 2

35 KC, LT 19 16 8 Cicurug 2.89 2 - 148 9 Parakansalak 1.06 3 3 LT, PRI 103 10 Bojonggenteng 1.11 2 31 KC, LT, PRI 63 11 Kalapanunggal 1.44 3 14 KC, P 253 KC = Kebun Campuran; LT = LadangTegalan; P = Perkebunan; TKT = Tanah KosongTerbuka; SB = Semak Belukar; PRI = Padang Rumput Ilalang. Tabel 33. Potensi produksi komoditas ubi kayu No Kecamatan Lahan Potensial a ha Penggunaan Eksisting Tingkat Produksi Rata2ha ton b Produksi per Kelas Kesesuaian Potensi Produksi ton Tk Produksi Minimal Luas ha 1 2 3 4 5 6 7= 456 1 Warungkiara 1,624 KC, LT, SB, TKT, PRI 19 S2 : 60 741 8,447 S3 : 40 882 6,703 Jumlah 15,151 2 Jampangtengah 916 KC, LT, PRI, SB 19 S2 : 60 6 68 S3 : 40 910 6,916 Jumlah 6,984 3 Purabaya 2,031 KC, SB, LT, PRI 19 S3 : 40 2,031 15,436 Jumlah 15,436 4 Cikembar 2,311 KC, LT, SB, TKT, PRI 19 S3 : 40 2,311 17,564 Jumlah 17,564 5 Gegerbitung 74 KC, LT, PRI 19 S3 : 40 74 562 Jumlah 562 6 Cisaat 16 KC, LT 19 S3 : 40 16 122 Jumlah 122 Jumlah 6,972 55,818 a Potensi lahan tanpa penggunaan lahan eksisting berupa perkebunan; b Asumsi rata-rata produksi per hektar; KC = Kebun Campuran; LT = LadangTegalan; TKT = Tanah KosongTerbuka; SB = Semak Belukar; PRI = Padang Rumput Ilalang. Tingkat perkembangan wilayah dari kecamatan untuk pengembangan ubi kayu termasuk pada hirarki II Cisaat dan Hirarki III Warungkiara, Jampangtengah, Purabaya, Gegerbitung, Cikembar. Tingkat perkembangan wilayah Cisaat yang lebih tinggi dari kecamatan lain menjadikannya sebagai kecamatan pusat pertumbuhan dan diharapkan dapat menjadi pusat aktivitas