curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000-4000 mm. Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban
tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50-75.
Sengon merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur, kering, maupun becek. Jenis tumbuhan ini menghendaki iklim basah
sampai agak kering, pada dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1500 m dpl. Tinggi pohon sampai 40 meter dan tinggi batang bebas cabang 10
sampai 30 m, serta diameternya sampai dengan 80 cm Martawijaya et al. 1989. Menurut Pandit dan Kurniawan 2008, kayu sengon memiliki warna teras
dan gubal yang sulit dibedakan, berwarna putih abu-abu kecokelatan atau putih merah kecokelatan pucat. Tekstur kayu sengon agak kasar sampai kasar, arah
seratnya terpadu dan terkadang lurus dengan sedikit corak. Menurut Pandit 1989, kayu sengon digolongkan sebagai kayu daun lebar dengan pori berbentuk
bulat besar dan sebagian besar soliter dan sisanya merupakan pori gabungan terdiri 2-3 pori. Menurut Pandit dan Kurniawan 2008, berat jenis rata-rata kayu
sengon adalah 0,33 0,24-0,49 dengan kelas awet IV-V, dan kelas kuatnya IV-V.
2.3 Sistem Sambungan
Menurut Hoyle 1973, sambungan merupakan lokasi sederhana yang menghubungkan dua bagian atau lebih menjadi satu dengan bentuk tertentu pada
ujung-ujung perlekatannya. Menurut Tular et al. 1981, sambungan merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi. Dalam pelaksanaan konstruksi kayu, harus
diperhatikan cara menyambung, serta menghubungkan kayu tertentu sehingga dalam batas-batas tertentu gaya tarik dan gaya tekan yang timbul dapat diterima
atau disalurkan secara baik. Menurut Surya 2007, tujuan penyambungan kayu adalah memperoleh
panjang yang diinginkan atau membentuk suatu konstruksi rangka batang sesuai dengan keinginan. Sebuah sambungan pada suatu konstruksi merupakan titik
kritis atau terlemah pada konstruksi tersebut. Oleh karena itu, kayu yang akan disambung harus merupakan pasangan yang cocok, penyambungan tidak boleh
sampai merusak kayu yang disambung tersebut, setelah menjadi sambungan
hendaknya diberi bahan pengawet agar tidak cepat lapuk dan sebaiknya sambungan kayu yang dibuat terlihat dari luar agar mudah untuk dikontrol.
Menurut Surjokusumo 1980, kekuatan sambungan tergantung pada kekuatan komponen penyusunnya, yaitu kayu yang akan disambung dan alat
sambungnya. Sesuai dengan teori mata rantai, kekuatan sambungan banyak ditentukan oleh komponen yang terlemah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kekuatan sambungan antara lain, kerapatan kayu, besarnya beban yang diberikan, dan keadaan alat sambung.
Menurut Wirjoamartono 1977, sambungan kayu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sambungan desak, sambungan tarik, dan sambungan
momen. Alat-alat sambung digolongkan menjadi empat yaitu 1 paku, baut, dan sekrup kayu, 2 pasak kayu keras, 3 alat-alat sambung modern, dan 4 perekat.
2.4 Cross Laminated Timber dengan Sambungan Paku
Menurut Soehendrodjati 1990, paku sebagai alat sambung sudah banyak digunakan, baik untuk penyambung perabotan rumah tangga, kusen, pintu, jendela
maupun pada struktur bangunan. Menurut Yap 1964, beberapa keuntungan penggunaan paku antara lain efisiensi lebih besar, perlemahan sangat kecil kira-
kira 10 yang terkadang sering diabaikan, kekuatan tidak tergantung arah serat, pengaruh cacat-cacat kurang, lebih kaku, beban pada penampang lebih merata,
dan tidak perlu dibor terlebih dahulu jika kayu sambungan tidak terlalu tebal dan tidak keras. Menurut Breyer et al. 2007, paku dapat ditempatkan berdekatan,
sangat efektif, dan relatif murah karena biasanya dipakai secara langsung tanpa perlu membuat lubang pada kayu. Menurut Frick dan Maoediartianto 2004,
penggunaan paku dalam kayu keras mengharuskan dilakukan pengeboran terlebih dahulu agar pecah pada kayu terhindar. Besarnya lubang bor adalah 0,8
–0,9d dan kedalaman lubang 23 dari tebal kayu.
Menurut Wiryomartono 1977, aplikasi paku sebagai alat sambung pada konstruksi kayu pada dasarnya didesain untuk memikul beban geser dan lenturan.
Dari beberapa tipe paku utama yang digunakan dalam aplikasi struktural, maka paku umum dan paku panjang merupakan paku paling sering digunakan di
Indonesia. Sama seperti paku lainnya paku umum memiliki ujung paku berbentuk diamond. Dalam buku Design of Wood Structures, ASDLRFD 2007
dicantumkan panjang paku umum berkisar dari 5.08-15.24 cm dengan diameter berkisar dari 2.87-6.68 mm. Paku umum tersebut terbuat dari kawat baja karbon
rendah dengan batang datar lurus dan ujung diamond. Karena diameter paku umum lebih besar dibandingkan diameter tipe paku lainnya, paku umum memiliki
kecenderungan melentur yang kecil saat dipalu secara manual. Kekuatan lentur paku umum, box dan paku sinker berdasarkan Tabel NDS National Design
Spesification for Wood Construction ASDLRFD 2005 dari kisaran diameter paku 2.87-6.68 mm adalah 70-100 ksi 4922-7031 kgcm
2
. Dalam kaitan dengan nilai desain sambungan paku, PKKI Peraturan
Konstruksi Kayu Indonesia 1961 telah mengakomodasikan syarat-syarat yang harus diperhatikan pada sambungan paku, diantaranya kekuatan paku tidak
dipengaruhi oleh besarnya sudut penyimpangan antara arah gaya dan arah serat. Apabila dalam suatu baris terdapat lebih dari 10 paku, maka kekuatan paku harus
dikurangi dengan 10, dan jika lebih dari 20 paku harus dikurangi dengan 20. Jarak paku minimum harus memenuhi syarat sebagai berikut, dalam arah gaya :
12d untuk tepi kayu yang dibebani, 5d untuk tepi kayu yang tidak dibebani dan jarak antara baris-baris paku, sedangkan dalam arah tegak lurus arah gaya : 5d
untuk jarak sampai tepi kayu dan 5d untuk jarak antara baris-baris paku Yap 1964.
Berdasarkan hasil penelitian Surjokusumo et al. 1980 serta Wirjomartono 1977, kekuatan sambungan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu.
Banyak penelitian menyatakan peranan jenis kayu yaitu, kerapatan kayu atau tebal dinding sel kayu sangat besar dalam mempengaruhi kekuatan sambungan kayu.
Penelitian Surjokusumo et al. 1980 menyimpulkan bahwa semakin tinggi kerapatan kayu dan jumlah paku maka kekuatan sambungan akan meningkat,
tetapi peningkatan ini tidak bersifat linier. Pemakaian jumlah paku yang besar pada kayu dengan kerapatan tinggi cenderung akan memperbesar perlemahan
sambungan. Selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kekuatan per paku akan meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu tetapi cenderung konstan dengan
bertambahnya jumlah paku.
BAB III METODE PENELITIAN