Sejarah Pembentukan Densus 88 Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Dalam Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dan keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidik kepada pegawai negara
sipil menerima hasil penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. Mengadakan tindak lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf l diatas adalah tindakan penyelidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut
15
: a.
Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b.
Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. Menghormati Hak Asasi Manusia.
Dibentuknya Densus 88 dengan cepat menjadi bintang satuan khusus anti –teror polri yang baru. Hal ini disebabkan antara lain, luasnya kewenangan
Densus 88 khususnya dalam menangani kejahatan Terorisme. Kewenangan itu meliputi operasi pengintaian intelijen, Investigasi penyelidikan, penindakan
pasukan pemukul, sampai penyidikan penegakan hukum.
16
15
Lihat Pasal 16 Ayat 2, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
16
Galih Priatmodjo, Densus 88 The Undercover Squad: Mengungkap Kesatuan Elite
“Pasukan Hantu” Anti Teror. Narasi, Jakarta: 2010, h. 47
35
BAB III
ANCAMAN TERORISME A.
Pengertian Terorisme
Pada prinsipnya, pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. selain itu, perkembangan lingkungan sekitar turut mempengaruhi kompleksitan dari
ancaman itu sendiri. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara UU Nomor 3 Tahun 2002, yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dalam negeri maupun luar negeri
yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Teror adalah fenomena yang cukup tua dalam sejarah. Menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan kekerasan atau membunuh dengan menyebar rasa
takut adalah taktik-taktik yang sudah melekat dalam perjuangan kekuasaan, jauh sebelum hal-hal itu dinamai teror atau terorisme
1
. Kata teroris pelaku dan Terorisme aksi Berasal dari kata latin
terrere yang berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata teror juga bisa menimbulkan kengerian, tentu saja kengerian di hati dan pikiran korbannya.
1
F. Budi Hardiman, et.al., Terorisme: Definisi, Aksi dan Regulasi, Jakarta: Imparsial, 2005, h. 3
Istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memeiliki konotasi yang sangat sensitif, karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan
penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa.
2
Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, Terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara
sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan
orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap orang-orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-
objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, ideologi,
perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas internasional.
3
Selain itu, menurut Flemming dan Stohl dalam buku Cyber Terrorism yang ditulis oleh Andrew M. Colaric Menyatakan bahwa teroris adalah tindakan
yang disengaja untuk menimbulkan ketakutan dalam individu, kelompok, atau masyarakat dengan maksud mempengaruhi khalayak yang lebih luas. Ada dua
motovasi dasar dalam kehidupan, yaitu mencapai kekuasaan dan menghindari penderitaan. Fokus terorisme adalah untuk menimbulkan teror melalu kekerasan
agar orang melakukan sesuatu untuk menghindari kemungkinan penderitaan
2
Abdul Wahid, et.al., Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, Ham, dan Hukum Bandung: PT. Rafika Aditama, 2004, h. 22
3
Abdul Wahid, et.al., Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, Ham, dan Hukum Bandung: PT. Rafika Aditama, 2004, h. 29-30
dimasa depan. Dalam hal ini, bentuk kontrol dilakukan dengan paksaan pada para partisipan yang sebenarnya tidak mau melakukannya.
4
Sedangkan menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan
ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah
salah satu bentuk kejahatan yang di organisaso dengan baik well organized, bersifat trans-nasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa extra-
ordinary crime yang tidak membeda-bedakan sasaran indiskriminatif.
5
Dari beberapa definisi yang telah jelaskan dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa terorisme adalah tindakan melawan hukum yang diorganisasi
dengan baik yang menyebabkan kerusakan umum atau sebuah kehancuran yang besar dengan tujuan menimbulkan rasa takut, resah, teror dan tidak kondusif pada
individu, kelompok atau masyarakat secara luas yang dapat mengancam kedaulatan negara.
Terorisme tidak hanya dilakukan oleh suatu kelompok ataupun individu, negara juga bisa melakukan tindakan terorisme atau yang dikenal sebagai
terorisme negara state terrorism. Tergantung pada konteksnyasesungguhnya, dapat mencakup tindakan-tindakan kekerasan atau penindasan yang dilakukan
4
Andrew M. Colarik, Cyber Terrorism United States of America : Idea Group Publishing, 2006, h. 15
5
Maruf Amin, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2011, h. 3
oleh suatu pemerintahan atau negara proksi. Terorisme negara dapat ditujukan kepada penduduk negara yang bersangkutan, atau terhadap penduduk negara-
negara lainnya. Terorisme itu dapat dilakukan oleh angkatan bersenjata negara itu sendiri, misalnya angkatan darat, polisi, atau organisasi-organisasi lainnya,
dan dalam hal ini biasanya ia disebut sebagai terorisme yang disponsori negara.
6