Latar Belakang Masalah Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Dalam Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme

tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang dimaksud hukum itu, karena ia beranggapan tidak mungkin mendefinisikan hukum tersebut dirumuskan sesuai dengan kenyataan hidup manusia didalam kemasyarakatan dan kenegaraan. 3 Namun demikian tidak berarti hukum tidak dapat didefinisikan oleh para ahli hukum, paling tidak definisi yang diungkapkan oleh para ahli hukum meskipun tidak mencapai pada pengertian hukum yang mencakup keseluruhan aktifitas manusia, akan tetapi dapat memberikan batasan-batasan terhadap pengertian hukum sebagai gambaran tentang definisi hukum. Beragam definisi telah diungkapkan oleh para ahli hukum, dapat ditarik pemahaman bahwa hukum sebagai kerangka yang mengandung pengertian hukum. Pertama, peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. Kedua, peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib. Ketiga, Peraturan itu bersifat memaksa. Keempat, Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas. 4 Hukum bersifat mengatur, baik itu berupa aturan-aturan yang sifatnya sederhana, sampai hal sifatnya substansial, semisal kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain bersifat mengatur, hukum juga mempunyai sanksi atau 3 LJ. von Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita,1980, h. 3 4 Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, Bandung: Armico, 1985, h. 22 hukuman bagi para pelanggarnya. Hukuman ini dikenakan kepada setiap subjek hukum yang melanggar hukum. 5 Sejak 2002, Indonesia mengalami lima serangan bom yang signifikan yaitu bom Bali pertama pada 2002, serangan bom di Hotel J.W Marriott pada 2003, Bom Kedutaan Australia pada 2004, bom Bali kedua pada 2005, serta serangan simultan bom di Hotel J.W Marriot serta Ritz-Carlton pada 2009. Akibat serangan keji tersebut ratusan orang tak berdosa tewas serta ratusan lainnya terluka. 6 Dari beberapa aksi terorisme tersebut, yang terbesar dari segi jumlah korban dan pemberitaan internasional adalah bom bali I dan II, bom di hotel marriot1, Kedutaan Filipina, Kedutaan Australia, pasar tentena, poso, Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada 17 juli 2009. 7 Terorisme adalah paham yang berpendapat bahwa penggunaan cara-cara keekrasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara yang sah untuk mencapai tujuan. 8 Tindakan terorisme dilakukan dengan cara tindakan peledakan bom yang banyak menelan korban dibanding terorisme melalui cara teror psikis, sekalipun kedua tindakan terorisme merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan 5 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, h. 177 6 Ansyaad Mbai, Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia, Jakarta: AS Production Indonesia, 2013, h. 7 7 Sukawarsini Djelantik, Terorisme Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan dan Keamanan Nasional, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, h. 1 8 Muchamad Ali Syafaat, Tindak Pidana Teror Belenggu Baru bagi Kebebasan dalam terrorism, definisi, aksu dan regulasi, Jakarta: Imparsial, 2003, h. 59 menelan korban. Dalam menghadapi ancaman maupun perang melawan terorisme, pemerintah perlu meningkatkan kewaspadaan dengan mengorganisir seluruh kekuatan untuk lebih efektif dan efisien, dan melakukan peningkatan setiap saat serta secara maksimal. Bukan hanya dalam menghadapi ancaman terorisme saja pemerintah harus lebih meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga pada penanggulangan dan perlindungan, teutama terhadap korban tindakan terorisme pemerintah berkewajiban untuk memberikan penanggulangan dan perlindungan terorganisir dan secara maksimal, baik kesejahteraan, keamanan Ancaman yang datang tanpa jeda juga memerlukan kecepatan dan keakuratan dalam mendeteksi potensi materaliasisasi ancaman tersebut. Kecepatan velox dan keakuratan exactusadalah substansi dalam sebuah praktik intelejen. Intelejen harus berlomba dengan materialisasi ancaman yang dapat terjadi kapan saja, dan dimana saja. Artinya, intelejen harus mampu mengumpulkan informasi secara cepat guna mendeteksi dini sebuah ancaman terhadap keamanan nasional. 9 Sejalan dengan perubahan, perkembangan situasi, dan kondisi lingkungan strategis, dan demi terwujudnya tujuan nasional negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban 9 A.M. Hendropriyono, Filsafat Intelijen Negara Republik Indonesia, Jakarta: Kompas, 2013, h. xi-xii dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan UUD 1945, penting dilakukan deteksi dini dan peringatan dini yang mampu mendukung upaya menangkal segala bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menghadapi ancaman dari aksi terorisme, negara wajib untuk memberikan perlindungan kepada warga negara. Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme memang sangat penting dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme dalam segala bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ancaman global yang sewaktu-waktu bisa muncul akan menjadi sangat sulit ditangani dan menjadi sangat mahal dampaknya, maupun upaya-upaya represi yang harus dilakukannya, manakala ancaman itu telah menjamah targetnya. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa satu-satunya strategi yang sangat tepat untuk penanganan ancaman global adalah strategi pre-emptive pencegahan. 10 Pencegahan tersebut dilakukan agar tidak terjadi pendadakan strategis. Dengan tujuan tersebut, teori-teori intelijen secara sistematik terbagi dalam fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Implementasi dari ketiga fungsi tersebut merupakan cara intelijen untuk mengetahui musuh, 10 A.M. Hendropriyono, Dari Terorisme Sampai Konflik TNI-Polri, Renungan dan Refleksi Menjaga Keutuhan NKRI. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2013, h. 143 kemudian menjadikannya kekuatan yang menguntungkan pihak sendiri demi mencapai tujuan. 11 Ancaman yang sudah terjadi juga tentunya butuh penanganan yang berupa penindakan pada pelaku terorisme tersebut sebagai salah satu upaya penanggulangan terorisme. Upaya penindakan ini biasanya menggunakan pendekatan hukum koersif, teteapi dirasa belum mencegah berulangnya aksi terorisme dan seringkali memicu pertentangan di tengah masyarakat bahkan memunculkan rasa dendam yang tinggi terhadap aparat penegak hukum. 12 Aksi teror yang terjadi pada era reformasi sampai pada tahun 2013, dari catatan hasil penelitian tim BNPT 13 terjadi kurang lebih 103 aksi teror yang terjadi, 41 di antaranya ditujukan kerumah ibadah, terutama gereja dan institusi kristen, 43 aksi diarahkan ke tempat-tempat umum seperti mall, restoran, kafe, hotel, gedung perkantoran dan pasar, sedangkan sisanya ditujukan kekantor- kantor pemerintahan dan kantor asing seperi kantor kedutaan indonesia. Dari hasil penelitian tim BNPT dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun Ancaman terorisme tetap pada ke eksistensian nya dalam melakukan aksinya. Tindakan pencegahan dan penindakan pada terorisme mutlak diperlukan untuk 11 A.M. Hendropriyono, Filsafat Intelijen Negara Republik Indonesia, Jakarta: Kompas, 2013, h. 207 12 Agus SB, Darurat Teorisme: Kebijakan Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi. Jakarta: Daulat Press, 2014, hal. xi 13 BNPT, Perkembangan Terorisme di Indonesia, BNPT: Sentul, 2013 mencegah ataupun menanggulangi ancaman terorisme tersebut melewati penindakan yang jelas. Selain itu pengamanan pada tempat-tempat yang dirasa sangat di incar untuk menjadi target aksi terorisme perlu diawasi oleh pihak BNPT sebagai salah satu langkah perlindungan bagi masyarakat yang tidak berdosa. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh bagaimana Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme. Hal ini sangat menarik bagi penulis mengingat bahwa Badan Nasional Penangulangan Terorisme selama ini kinerjanya tidak pernah diekspos oleh siapapun, dan cara kerjanya yg hampir mirip dengan Badan Intelijen Negara. Dengan demikian penulis tertarik mengangkat tema ini yang akan lebih lanjut dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu penulis uraikan pokok-pokok bahasan dengan memberikan perumusan dan pembatasan masalah. Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka penulis membatasinya dengan pembahasan mengenai Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Dalam Penindakan dan Pencegahan Ancaman Terorisme.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah disusun dengan pertanyaan penelitian research question, yaitu: a. Apa kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dalam penidakan ancaman terorisme? b. Apa Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam mencegah ancaman Terorisme?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

1. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah : a. Untuk Mengetahui Kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dalam penidakan ancaman terorisme. b. Untuk mengetahui dan memahami Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Dalam Pencegahan Ancaman Terorisme.

2. Kegunaan Penelitian.

Kegunaan penelitian ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis a. Kegunaan teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta memberikan suatu pemahaman dan kontribusi mengenai Eksistensi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme. b. Kegunaan Praktis. Adapun manfaat praktis dari penilitian ini dapat diharapkan menjadi informasi bagi elemen masyarakat manapun untuk mengetahui Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme.

D. Tinjauan Review Studi Terdahulu.

Nama penulisjudul skripsi, jurnal tahun Substansi Perbedaan dengan penulis. Fanny Fajriah, Model Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Terorisme Analisis Skripsi ini membahas mengenai Model Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Perbedaan dari skripsi ini dengan skripsi penulis adalah penulis dalam skripsinya