Latar Belakang Estimation of trees economic benefits in residential area based on indoor electric saving (case study: Villa Duta Residential and Taman Yasmin Residential, Bogor)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permukaan kota yang terdiri dari aspal dan beton umumnya lebih panas pada siang hari dibandingkan dengan daerah yang bervegetasi. Permukaan buatan manusia ini sangat efisien untuk menyimpan energi surya, mengubahnya menjadi energi panas, dan melepaskannya pada malam hari, menciptakan suatu wilayah dengan udara yang panas di sekitar kota yang dikenal sebagai heat island pulau bahang. Perbedaan suhu udara antara daerah yang terkena urban heat island UHI dan daerah yang bervegetasi dapat mencapai 6 o C Akbari et al 1992 dalam Boulder Water Conservation 2002. Beberapa faktor yang dapat menciptakan UHI pada daerah perkotaan diantaranya berupa derajat panas bahan bangunan, tinggi dan jarak antar bangunan, serta tingkat polusi udara. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan lebih besar energi matahari yang ditangkap, diserap, dan disimpan pada permukaan kota dibandingkan dengan permukaan desa pada siang hari, serta lebih sedikit energi yang dilepaskan pada malam hari, menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi di perkotaan. Ditambah sedikitnya penguapan berakibat dalam mengeringkan permukaan kota, dengan berkurang kesejukan. Pada akhirnya, daerah perkotaan juga menjadi sumber pemanasan dari besarnya penggunaan energi dalam kota. Semua energi ini, digunakan dalam bangunan dan untuk transportasi, berakhir sebagai panas Davies et al. 2008. Heat island terjadi pada kawasan dengan persentase yang tinggi akan material yang menyerap cahaya non-reflective, permukaan yang bersifat tidak mampu menyerap air dan vegetasi yang minim, serta permukaan yang memerangkap kelembaban. Solecki et al. [tanpa tahun] mengutip dari berbagai sumber bahwa UHI umumnya terjadi karena tiga hal utama. Pertama, UHI diakibatkan dari permukaan perkotaan, seperti aspal, perkerasaan, atap dan dinding. Permukaan ini memiliki albedo yang kecil dan menyerap lebih banyak radiasi surya yang datang, serta meradiasikan kembali berupa sinar panas inframerah. Ini umumnya dapat terjadi pada malam hari, dimana kota tetap berada pada kondisi hangat dibandingkan dengan daerah pinggiran walaupun tanpa penyinaran matahari Taha 1997. Kedua, vegetasi yang sedikit dalam wilayah perkotaan seperti pepohonan dan semak-belukar ikut menyumbang terjadinya efek UHI. Pepohonan dapat membuat udara sekitar menjadi lebih dingin melalui evapotranspirasi Sailor 1998. Ketiga, UHI juga dipengaruhi oleh kelembaban yang minim karena banyaknya area perkerasan pada daerah perkotaan, aliran permukaan terjadi dengan begitu cepat yang dapat mengurangi efek pendinginan dari penguapan Sailor 1998. Pembangunan perumahan telah menjadi penggunaan lahan tunggal terbesar di kota manapun serta dengan tingkat kebutuhan yang terus meningkat sangat pesat. Pertumbuhan perumahan per tahun di daerah perkotaan rata-rata mencapai 3,5, dengan kebutuhan rumah baru setiap tahun mencapai 800.000 unit Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman 2009. Seo dan Hwang 2001 membagi pembangunan perumahan kedalam empat proses yang masing-masing memanfaatkan energi yang besar dalam tiap proses dan memberikan konstribusi pada sebaran emisi CO 2 di udara, yaitu proses produksi manufaktur material, proses konstruksi, proses penggunaan tahap hunian, dan proses demolisi penghancuran. Lebih jauh Seo dan Hwang menulis bahwa emisi CO 2 tertinggi terjadi pada tahap hunian yang mencapai 87,5-96,9 dari total emisi CO 2 dalam kegiatan pemanfaatan energi. Priatman 2002 menyebutkan bahwa 50 konsumsi energi fosil dunia adalah berhubungan dengan kebutuhan energi bangunan, berarti 50 gas buang karbon dioksida yang menimbulkan kontaminasi udara, atau 25 dari seluruh gas greenhouse berasal dari bangunan. Pada tahap hunian sektor rumah tangga cenderung menggunakan sumber energi dalam jumlah yang besar untuk mendapatkan kenyamanan. Sejauh ini ketergantungan energi berasal dari bahan bakar dan turunannya. Sektor perumahan di Indonesia diperkirakan menggunakan 11 energi listrik untuk kebutuhan penghawaan atau penggunaan AC. Suhedi 2006 dalam workshop “Alternatif Rancangan Permukiman Perkotaan Berdasarkan Emisi CO 2 ” yang diadakan di Bandung, 21 Maret 2006, menulis bahwa pada sektor rumah tanggadomestik menjadi penyumbang sumber emisi yang signifikan di Indonesia yang berasal dari konsumsi energi listrik dan pembakaran bahan bakar fosil. Permintaan energi listrik untuk kelompok pelanggan rumah tangga pada tahun 2004 mencapai 39 yang menempati urutan kedua setelah sektor industri sebesar 40. Selain itu, ditemui adanya kecenderungan permintaan energi listrik yang terus meningkat dari tahun ke tahun pada sektor domestik atau rumah tangga seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1 Permintaan energi listrik per kelompok MVA pelanggan dari tahun 1994 hingga 2004. Pertumbuhan penduduk di Kota Bogor mengalami peningkatan yang mencapai 3,18 per tahun dalam kurun waktu 2000-2009. Data BPS Kota Bogor 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2000 adalah 714.711 jiwa dan mengalami peningkatan menjadi 946.204 jiwa pada tahun 2009. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi ini mengakibatkan terjadi peningkatan kebutuhan pada lahan terbangun semakin tinggi terutama lahan untuk aktivitas sosial dan ekonomi seperti pemukiman, pusat perdagangan dan jasa, dan berbagai fasilitas sosial dan umum, dan sebagainya. Peningkatan lahan terbangun mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau. Data penggunaan lahan menunjukkan bahwa terjadi penurunan luas ruang terbuka hijau sebesar 1,81 selama periode 2000-2005 yaitu dari 5.657 ha 47,73 pada tahun 2000 menjadi 5.442 45,92 pada tahun 2005 Bappeda Kota Bogor 2007. Penelitian oleh Suryadi 2008 menunjukkan penurunan luas ruang tebuka hijau di Kota Bogor sebesar 15,64 dari tahun 1972-2005. 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 M V A Tahun Rumah Tangga Industri Bisnis Sosial GD. Kantor Pemerintahan Penerangan Jln Umum Penurunan luas ruang terbuka hijau disertai dengan penggunaan energi yang tinggi untuk kegiatan domestik, transportasi dan lainnya sebagainya menjadi pemicu penurunan kualitas lingkungan suatu kota. Ditambah dengan perubahan iklim secara global, bentuk penurunan kualitas lingkungan yang jelas terjadi adalah meningkatnya suhu udara di Kota Bogor atau UHI. Kota Bogor mengalami peningkatan suhu dari tahun 2001 dengan suhu 26,73 o C menjadi 27,04 o C pada tahun 2005. Peningkatan suhu ini dapat menjadi salah satu pemicu permintaan energi listrik untuk kebutuhan pendingin ruangan yang juga sekaligus menjadi salah satu faktor yang dapat mempercepat terjadinya UHI. Terdapat dua strategi utama untuk menghindari terciptanya UHI pada pembangunan perumahan. Pendekatan pertama adalah dengan menggunakan permukaan yang berwarna yang lebih terang atau beralbedo tinggi yang dapat memantulkan pada pengembangan perumahan baru serta mengganti permukaan yang berwarna hitam dengan yang lebih terang pada perumahan lama. Tapi penggunaan warna atap yang lebih terang hanya bermanfaat pada perumahan yang memiliki rasio permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan volume bangunan Akbari 1997. Penggunaan permukaan dengan albedo tinggi juga memiliki kelemahan yang dapat meningkatkan radiasi ultraviolet yang memiliki pengaruh buruk bagi kesehatan manusia Heisler dan Grant 2000 dalam Solecki et al. 2005. Pendekatan kedua adalah dengan penanaman pohon pada area terbangun. Pepohonan memiliki manfaat langsung dan tidak langsung pada iklim mikro, penggunaan energi dan kualitas udara. Saat matahari secara langsung menyinari permukaan bangunan seperti dinding dan atap, permukaan-permukaan ini menyerap energi surya dan memindahkan panas kedalam bangunan dan meningkatkan suhu udara dalam bangunan. Naungan secara langsung pada daerah perkerasan juga penting dalam mengurangi suhu udara di luar bangunan. Dengan menaungi secara langsung, pepohonan mencegah penyimpanan dan pemanasan awal dari energi surya. Carpenter et al. 1975 menulis bahwa vegetasi dapat menjadi pengontrol iklim mikro dengan menyerap panas dari pancaran sinar matahari dan memantulkannya sehingga dapat menurunkan suhu sekitar. Pepohonan secara tidak langsung menurunkan suhu melalui proses evapotranspirasi, proses dalam membentuk kelembaban dari tanah melalui akar dan melepaskannya ke atmosfer sebagai respirasi atau pernafasan pohon. Pembebasan air atau disebut sebagai evaporasi penguapan, akan mendinginkan udara pada proses tersebut. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap kisaran suhu siang dan malam hari yang kecil jika dibandingkan lahan yang jarang atau tidak bervegetasi. Keberadaan pepohonan juga dapat meningkatkan kelembaban relatif lingkungan yang dinaunginya dan diperlukan untuk memberikan keteduhan yang dapat menurunkan suhu lingkungan Laurie 1990. Pepohonan sebagai elemen lanskap memberikan pengaruh yang signifikan dalam upaya mereduksi CO 2 di atmosfer serta efisiensi dalam pemanfaatan energi. Ruang terbuka hijau seluas 1 hektar mampu menyerap 2,5 ton CO 2 per tahun dan memproduksi 0,6 ton O 2 , serta mampu menurunkan suhu 5 hingga 8 derajat celcius. Hutan kota dapat menurunkan CO 2 di atmosfer melalui dua cara. Melalui pertumbuhan pohon, pepohonan dapat merosotkan sejumlah CO 2 dalam ukuran yang besar melalui fotosintesis, memisahkan atom karbon dari oksigen, dan melepaskan oksigen ke atmosfir. Dalam hal ini, pepohonan menyimpan karbon yang besar dalam strukturnya. Pepohonan yang tepat pada lokasi yang tepat di sekitar bangunan rumah dapat mendinginkan suhu sekitar dan dapat mengurangi permintaan energi listrik dari penggunaan pendinginan udara air conditioning, yang secara tidak langsung dapat menghindari terciptanya emisi CO 2 di atmosfer melalui proses pembangkit listrik berbahan bakar fosil Nowak 1994; McPherson 1998. Hutan kota menyediakan manfaat lingkungan yang sangat besar dengan menurunkan polusi udara, mengurangi aliran permukaan, dan membantudalam penghematan energi listrik. Namun, manfaat yang disediakan oleh pepohonan seringkali dianggap remeh oleh perencana kota apabila dihadapkan pada nilai ekonomi. Alasan ini sederhana, karena belum ada alat yang mampu untuk menerjemahkan manfaat abstrak yang disediakan oleh hutan kota kedalam garis dasar fiskal. Hanya dengan kontribusi yang mampu diterjemahkan kedalam manfaat berupa nilai ekonomi Rupiah, hutan kota mampu menarik perhatian bagi para perencana kota dan penjabat keuangan. Perkembangan tekonologi dewasa ini telah mampu menunjukkan manfaat yang lebih akurat dan penilaian yang komprehensif dari manfaat yang mampu diberikan oleh hutan kota. Terdapat beberapa perangkat lunak yang telah dikembangkan dalam menilai suatu sistem alami baik yang komersil maupun yang dapat diunduh secara gratis. CITYgreen ® merupakan perangkat lunak yang dikembangkan oleh American Forest ekstensi, untuk ArcView GIS. CITYgreen ® menyediakan fasilitas untuk memetakan, mengukur, menampilkan, dan menganalisis manfaat sistem alami pada suatu kawasan kedalam nilai ekonomi. CITYgreen ® memiliki empat kategori dalam menilai manfaat ekologi pada tingkat lokal maupun regional, yaitu: Air Quality, Carbon Storage and Sequestration, Residential Cooling Effects, dan Stormwater Control. Perangkat lunak CITYgreen ® sebagai alat untuk mengukur manfaat green infrastructure mendapat sambutan yang baik dan telah digunakan di banyak negara di Amerika sejak tahun 1998. Pengguna perangkat lunak ini tidak hanya dari tingkat akademik namun juga oleh pemerintah yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Penelitian yang dilakukan oleh American Forest dengan CITYgreen ® pada San Antonio tahun 2002 menunjukkan nilai penghematan listrik yang diberikan oleh bayangan pohon pada perumahan yang berlantai satu dan dua yang mencapai 76 per rumah per tahun, dengan manfaat total dari perumahan San Antonio sebesar 17,6 juta dari bayangan langsung pepohonan American Forest 2002b. Penelitian pada kota di Colorado mendapatkan hasil penghematan energi 50 per rumah dengan penghematan total tahunan sebesar 4,5 juta American Forest 2001. Perangkat lunak ini juga telah digunakan di Negara China untuk menilai manfaat ekologi pada kota Nanjing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon tersimpan pada kota Nanjing sebesar 730 kt dengan rosot karbon 5,8 kt per tahun Peng et al. 2008. He et al. 2003 dalam Jim dan Chen 2009 juga telah melakukan penelitian dengan menggunakan CITYgreen ® pada hutan kota Shenyang Ibu kota Propinsi Liaoning, China, dengan manfaat yang diberikan 19.944 pohon pada hutan kota tersebut mencapai US16.318 per tahun dalam membuang polutan dari udara.

1.2 Tujuan Penelitian