Reproduksi Terumbu Karang Faktor-faktor Pembatas

diperolehnya lebih besar Suharsono, 2008. Gambaran bentuk pertumbuhan karang Montipora sp. di alam, disajikan pada Gambar 1. sumber foto : Beginer Subhan Gambar 1. Karang jenis Montipora sp. di alam

2.3. Reproduksi Terumbu Karang

Hewan karang memiliki kemampuan bereproduksi dengan dua cara yaitu secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual didefinisikan sebagai pembentukan tunas baru yang akan menjadi individu baru dan tetap melekat pada induk, dan pembentukan tersebut merupakan mekanisme untuk penambahan ukuran koloni bukan pembentukan koloni baru Nybakken, 1992. Jika polip baru tetap melekat pada induk disebut dengan penumbuhan koloni, namun apabila polip baru tersebut lepas dari koloni induk maka disebut dengan reproduksi aseksual. Reproduksi seksual secara umum terbagi menjadi menjadi sejumlah tahapan yaitu pelepasan sel telur dan sperma ke kolom air a dan selanjutnya terjadi fertilisasi di kolom perairan b. Sel telur yang berhasil dibuahi akan tumbuh menjadi zigot dan berkembang menjadi larva planula yang mengikuti pergerakan air. Apabila planula tersebut menemukan dasar perairan yang sesuai maka planula tersebut akan menempel di dasar perairan c dan tumbuh menjadi polip d. Setelah tumbuh menjadi polip individu tersebut akan mengalami proses kalsifikasi dan membentuk koloni karang e Gambar 2. Gambar 2. Siklus reproduksi seksual karang Veron,1986.

2.4. Faktor-faktor Pembatas

Faktor-faktor pembatas merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan suatu organism. Rachmawati 2001 menyatakan bahwa terdapat parameter utama yang berpengaruh terhadap keberadaan terumbu karang, yaitu suhu, salinitas, cahaya matahari, dan nutrien. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang yaitu sedimentasi, sirkulasi arus dan kedalaman perairan Dahuri, 2003. Menurut Wells 1995 in Supriharyono 2007 suhu yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara 25-29 o C. Kisaran suhu aman untuk terumbu karang menurut keputusan mentri negara lingkungan hidup KepMen- LH no. 51 tahun 2004, memiliki kisaran 28-30 o C. Meskipun hewan karang memiliki kemampuan toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu, akan tetapi hewan karang di setiap daerah memiliki kisaran tertentu yang berbeda-beda West dan Salm, 2003. Kemampuan karang dalam menolelir perubahan suhu yang relatif sempit stenotermal mengakibatkan sebagian besar jenis terumbu karang banyak di temukan di wilayah beriklim tropis Karang hermatipik tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut normal 32-35 PSU Supriharyono, 2007. Nilai salinitas dapat menurun hingga 20 PSU ataupun dapat naik melebihi 50 PSU secara temporal Rachmawati, 2001. Rendahnya kemampuan terumbu karang dalam mentolerir perubahan kadar salinitas menyebabkan jarang sekali terumbu karang ditemukan di sekitar muara sungai yang besar. Arus memiliki peran yang cukup penting bagi kelangsungan pertumbuhan terumbu karang. Pergerakan massa air dari satu wilayah menuju wilayah lain akan membantu terumbu karang dalam memperoleh asupan oksigen baru serta membersihkan partikel-partikel yang mengendap dan menimbun polip karang. Selain itu arus juga membantu dalam menyebarkan nutrien dan larva dari satu daerah menuju daerah yang lainnya. Oleh karena itu, sirkulasi arus sangat berperan penting dalam proses transfer energi Dahuri, 2003. Mengingat terumbu karang merupakan simbiosis antara hewan karang dengan zooxanthellae yang memerlukan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis, maka intensitas cahaya matahari menjadi salah satu faktor penting bagi pertumbuhan terumbu karang. Laju fotosintesis akan berkurang apabila intensitas cahaya matahari tidak optimal dan bersamaan dengan itu, kemampuan karang untuk membentuk terumbu CaCO 3 akan berkurang pula Dahuri, 2003. Cahaya memiliki korelasi penting dengan kedalaman, karena seberapa kedalaman yang memungkinkan untuk pertumbuhan karang, tergantung dari seberapa jauh cahaya matahari mampu menembus kolom air Rachmawati, 2001. Selain intensitas cahaya matahari, partikel sedimen yang berada di kolom perairan juga dapat menyebabkan pertumbuhan terumbu karang terhambat. Polip yang telah tertutupi oleh sedimen akan berusaha memindahkan partikel tersebut dengan cara mengeluarkan lendir atau yang disebut dengan mucus. Tingkat sedimentasi yang tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan karang menjadi terhambat dan hewan karang polip akan bekerja keras untuk membersihkan partikel yang menutupi tubuhnya Supriharyono, 2007. Kandungan nitrogen anorganik di perairan memiliki bentuk berupa nitrit NO 2 , nitrat NO 3 , amonia NH 3 dan amonium NH 4 . Keempat bentuk nitrogen tersebut termasuk dalam ion yang berjumlah sedikit di perairan minor ion Effendi, 2003. Kandungan nitrat yang berlebihan di suatu perairan diduga akan mempengaruhi reproduksi karang Koop et al., 2001. Kandungan nitrat di suatu perairan dikatakan tinggi apabila melebihi nilai 0,008 mgl. Nilai aman tersebut ditetapkan berdasarkan Kepmen-LHno.512004 untuk biota air laut. Secara keseluruhan, standar baku mutu air laut yang mencakup parameter fisika dan kimia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Baku mutu air laut untuk biota laut Kepmen-LHno.512004 Parameter Satuan Baku Mutu a. Fisika Kecerahan Kekeruhan Suhu b. Kimia Salinitas Amoniak total NH 3 -N Fosfat PO 4 -P Nitrat NO 3 -N m NTU O C PSU mgl mgl mgl 5-10 5 28-30 33-34 0,3 0,015 0,008 Amonia NH 3 merupakan salah satu bentuk nitrogen anorganik lainnya selain nitrat dan fosfat. Amonia yang berada di perairan berasal dari proses pemecahan nitrogen anorganik oleh mikroba dan jamur. Sumber amonia lainnya berasal dari hasil ekskresi zooplankton dan ikan. Amonia akan bersifat racun apabila tidak terionisasi dan tingkat racun tersebut akan meningkat seiring dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu Effendie, 2003. Bentuk nitrogen lainnya yang diamati pada penelitian ini adalah fosfor. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi salah satu faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga. Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan Byod in Effendie, 2003. Koop 2001 menyatakan bahwa penambahan kadar nutrien nitrat dan fosfat mengakibatkan meningkatnya sintasan karang. Dalam bukunya Effendie 2003 menyatakan keberadaan fosfor yang berlebihan disertai dengan keberadaan nitrogen akan memacu tumbuhnya alga sehingga terbentuk lapisan yang dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari.

2.5. Penelitian Transplantasi Karang di Indonesia