16
Tabel 2.4. Batas Indeks Standar Pencemaran Udara Dalam Satuan Standar Internasional
ISPU 24 jam
PM
10
µgm3 24 jam
SO
2
µgm3 8 jam CO
µgm3 1 jam O3
µgm3 24 jam
NO µgm3
50 50
80 5
120 2
100 150
365 10
235 2
200 350
800 17
400 1130
300 420
1600 34
800 2260
400 500
2100 46
100 3000
500 600
2620 57.5
1200 3750
Sumber: Bapedal Kota Medan
2.5 Gambaran Alat Pemantau Udara Ambien Kota Medan
Kegiatan pemantauan kualitas udara ambien Propinsi Sumatera Utara dilaksanakan secara kontiniu dari satu titik ke titik lainnya bedasarkan jadwal yang
telah ditetapkan sebelumnya. Khusus untuk kota medan ada 4 lokasi pemantau udara ambien yang di tempatkan pada daerah strategis yakni; di daerah yang memewakili
daerah industri di Kawasan industri medan KIM, daerah yang mewakili kepadatan Kenderaan roda dua dan empat yakni di daerah Terminal Pinang baris, untuk
mewakili daerah padat penduduk yakni didaerah Tembung, untuk mewakili udara kota di daerah stadion teladan medan.
Setiap Stasiun Pemantau Fix stasiun dilengkapi dengan alat pengambil sample, win directionarah angina, pengukur kelembaban serta alat untuk pengukur 5lima
parameter yaitu: 1. Alat Pengukur COCarbon Monoksida
: APMA – 360 2. Alat Pengukur SO
2
Sulfur Dioksida : APSA- 360
3. Alat Pengukur O
3
Ozon :APOA – 360
4. Alat Pengukur NO
2
Nitrogen Oksida :APNA – 360
5. Alat Pengukur PM
10
Partikulat Matter :Partikulat Monitoring
Peralatan di Stasiun Pemantau dilengkapi dengan perangkat keras HardWare yang berupa program UWEDAT, yang berfungsi menyimpan data dan menghitung
hasil pengukur. Pengukuran konsentrasi zat pencemar udara dilakukan secara terus- menerus dalam satu hari, dimana dari hasil pengukurannya diperoleh data “Half
17
Hour Mean Value” data ini selanjutnya dikirim ke Regional Center. Kemudian diubah menadi nilai ISPU. Setiap stasiun pemantau akan mempunyai nilai ISPU
untuk setiap Parameter udara. Nilai ISPU yang tertinggi dari keempat staiun Pemantauan akan di tampilkan di Publik Data Display setiap pukul 15.00 Wib. Nilai
ISPU ini merupakan kondisi kualitas udara kota Medan.
2.6 Reaksi Fase AkutRFA
Reaksi pertama tubuh terhadap gangguan luar, yaitu respon non- spesifik sebelum reaksi imun spesifik. Reaksi fase akut RFA adalah reaksi sistemik dari
organisme terhadap gangguan lokal atau sistemik dalam homeostasis yang disebabkan oleh infeksi, cedera jaringan, trauma atau operasi, pertumbuhan
neoplastik atau gangguan imunologi Gruys et al, 1999. Di lokasi invasi oleh mikroorganisme dan tempat cedera jaringan, Sitokin pro-inflamasi dilepaskan, ke
sistem pembuluh darah dan sel-sel inflamasi diaktifkan. Respon ini pada gilirannya berhubungan dengan lebih banyak menghasilkan sitokin dan mediator inflamasi
lainnya yang menyebar ke kompartemen cairan ekstraseluler dan beredar dalam darah.
Dalam beberapa jam setelah infeksi pola protein disintesis oleh hati yang secara drastis berubah mengakibatkan peningkatan beberapa protein darah, Protein Fase
Akut PFApositif. Protein fase Akut PFA positif adalah, C-reaktif protein CRP, serum amiloid A SAA dan haptoglobin Hp yang dikeluarkan oleh hepatosit
setelah stimulasi sitokin. Tiga sitokin utama Tumor necrosis factor alphaTNF- α,
interleukin-1 IL-1, dan interleukin-6 IL-6 memiliki perilaku, neuroendokrin, dan efek metabolik .
Reaksi Fase akut sistemik pada peradangan lokal adalah reaksi utama tubuh terhadap cedera jaringan yang disebabkan oleh infeksi dan penyebab non-infeksi.
Setiap kerusakan jaringan selama proses ini menyebabkan pelepasan sitokin pro- inflamasi. Sitokin, oksida nitrat dan glukokortikoid memicu dan memodulasi reaksi
sistemik fase akut dan respon protein fase akut hati. Infeksi bakteri biasanya menyebabkan respon sistemik fase akut yang kuat, karena reaksi keras dari sel sistem
mononuklear fagosit. Sitokin utama kemudian dilepaskan oleh sel yang terinfeksi terutama interferon IFN, khususnya IFNγ dari sel-sel inflamasi mononuklear,
meskipun TNF- α dan IL-1β dari sel-sel jaringan mungkin terlibat juga. Ketika
18
kerusakan sel parah, Reaksi Fase akut dapat diamati. Sitokin dan respon fase akut Setidaknya terdiri dari 15 mediator peptida berat molekul rendah yang berbeda
diketahui disekresikan oleh leukosit aktif interleukin dan sel-sel lainnya. Molekul ini secara kolektif disebut sitokin dan terlibat dalam memicu respon fase akut.
Tiga kelompok utama sitokin sesuai dengan jalur terhadap efeknya dapat dibedakan van Miert, 1995: 1 sitokin yang berperan sebagai faktor pertumbuhan
untuk berbagai sel IL-2, IL-3, IL-4, IL-7, IL-10, IL-11, IL-12 dan granulocyte- macrophage colony stimulating factorGMCSF, 2 sitokin dengan sifat pro-
inflamasi TNF- α β, IL-1α β, IL-6, IFN-α γ, IL-8 dan 3 faktor dengan aktivitas
anti-inflamasi IL-1 reseptor antagonis, IL-1 reseptor, TNF- α binding protein .
Sitokin pro-inflamasi dari kelompok kedua bertanggung jawab untuk induksi demam dan katabolisme otot, dan mengaktifkan prekursor sel darah putih dalam
sumsum tulang, pertumbuhan fibroblas jaringan inflamasi.Sitokin pro-inflamasi bertanggung jawab untuk spektrum yang luas dari efek sinergis atau antagonis yang
mempengaruhi respon imun spesifik dari organisme yang di serang terhadap antigen asing dan menyerang mikroorganisme. Dalam hati, TNF-
α, IL-1 dan IL-6 memainkan peran kunci Heinrich et al, 1990;. 1998; Ingenbleek dan Young, 1994;
Le dan Vilcek, 1989;. Sehgal et al, 1989. Ketiga Molekul tersebut mengaktifkan reseptor hepatocit, dan sintesis dari berbagai Protein Fase Akut dimulai.
IL-6 adalah mediator utama untuk sekresi sebagian besar Protein Fase akut di sel hepatosit dan Reseptor untuk sitokin proinflamasi menginduksi efek janus-
kinase.Heinrich et al., 1998. Selama reaksi fase akut, viskositas plasma meningkat sebagai akibat dari perubahan konsentrasi total protein darah, di antaranya adalah
peningkatan fibrinogen yang mempengaruhi tingkat laju endap darah LED Majno dan Joris, 1996 yang digunakan di banyak Rumah Sakit Barat sebagai penanda non-
spesifik untuk aktivitas penyakit Magnus et al., 1994. Protein fase akut yang merupakan kelompok cepat bereaksi, Serum amyloid
ASAA dan CRP, menjadi terukur dalam 4 - 5 jam setelah inflamasi. Kadar protein ini tetap tinggi selama minimal 24 jam dan menurun setelah sekitar 48 jam.Selama
stimulasi permanen infeksi kronis tingkat protein fase akut yang positif tetap tinggi dibandingkan dengan nilai normal, dan dapat digunakan untuk tujuan diagnostik.
19
2.7. C-Reaktif ProteinCRP