33
2. Analisis Titik Impas Break Event Point
Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui hari kerja dan jumlah giling minimum setiap tahun agar usaha penggilingan padi ini tidak mengalami kerugian. Komponen-komponen
analisis titik impas dalam usaha penggilingan padi ini adalah biaya tetap Rptahun, biaya tidak tetap Rpjam dan upah penggilingan.
Setelah dilakukan perhitungan Lampiran 4, dengan jumlah giling tahunan 46.38 ton GKGtahun, maka diperoleh volume giling pada titik impas untuk usaha penggilingan padi, yaitu
sebesar 38,504.75 kg GKGtahun atau 38.50 ton GKGtahun atau dengan jam kerja 195.60 jamtahun pada titik impas. Jika dilihat dari jumlah giling dari penggilingan ini yaitu sebesar 46.38
ton GKGtahun, maka usaha penggilingan padi ini layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan karena volume giling per tahun pada usaha penggilingan padi ini lebih besar dari volume giling
yang ada pada titik impas. Jadi dapat dikatakan, usaha penggilingan padi tersebut harus menggiling padi dengan volume giling minimal pada titik impas yaitu 38.50 ton GKGtahun agar usaha
penggilingan tidak mengalami kerugian.
3. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penggilingan Padi
Perhitungan analisis finansial dilakukan dengan tiga macam analisis, yaitu : 1.
Net Present Value NPV 2.
Internal Rate of Return IRR 3.
BC Ratio Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan pada
analisis biaya, upah untuk penggilingan, jam kerja per tahun dan jumlah gabah yang digiling per tahun pada tingkat bunga sebesar 15tahun.
Setelah dilakukan perhitungan lampiran 19, maka diperoleh nilai NPV sebesar Rp14,447,356,-, nilai IRR sebesar 27.03 dan BC ratio 1.68. Jadi dapat diketahui bahwa usaha
penggilingan padi ini dari segi finansial layak dengan jumlah giling 46.38 ton GKGtahun. Hal ini disebabkan karena nilai NPV, IRR, dan BC ratio memenuhi syarat kelayakan, yaitu nilai NPV
lebih besar dari 0 nol, nilai IRR lebih besar dari discount rate yang berlaku 15, dan BC ratio yang lebih besar dari 1 satu.
4. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas pada usaha penggilingan padi dilakukan untuk mempelajari kemungkinan bila terjadi perubahan pada salah satu atau lebih komponen biaya. Sebelum
dilakukan analisis sensitivitas, perlu ditentukan terlebih dahulu variabel kritis yang diperkirakan dapat dengan cepat berubah karena pengaruh dari keadaan sosial, politik, dan ekonomi saat itu dan
dapat mengakibatkan perubahan biaya serta timbulnya resiko pada usaha. Untuk penelitian ini, variabel kritis yang dipilih untuk dimasukkan dalam perhitungan analisis sensitivitas adalah harga
solar, upah tenaga kerja, dan jumlah giling tahunan. Dari situasi yang terjadi selama ini, harga bahan bakar minyak BBM selalu saja
mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan berkurangnya cadangan minyak di dunia karena minyak merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, dan keberadaannya semakin hari
semakin berkurang, sehingga mempengaruhi harga minyak di pasaran internasional. Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor minyak, sehingga perubahan harga minyak dunia juga
34 sengat mempengaruhi sektor perekonomian. Kenaikan harga BBM di pasaran juga menyebabkan
naiknya harga-harga kebutuhan sehari-hari, termasuk upah tenaga kerja. Perubahan harga kedua komponen tersebut dapat berpengaruh terhadap biaya operasional penggilingan. Karena itu
dilakukan analisis sensitivitas untuk memperkirakan perubahan biaya dan resiko apa saja yang terjadi. Selain harga bahan bakar dan kenaikan upah tenaga kerja, jumlah giling tahunan juga dapat
mempengaruhi kelayakan suatu usaha penggilingan. Jumlah giling tahunan yang tinggi akan memperkecil biaya pokok, sehingga keuntungan yang diperoleh akan lebih besar, dan begitu juga
sebaliknya. Tabel 7. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10 dan upah tenaga kerja
dengan NPV Kenaikan Harga Solar
Kenaikan Upah NPV
Rp 10
10 8,909,603
10 20
4,471,847 10
30 373,829
10 40
-3,894,058 Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa apabila terjadi kenaikan harga solar sebesar 10
dari harga normal solar yang berlaku Rp 4,500,- dan diikuti dengan kenaikan upah hingga 40 dari upah normal yang berlaku Rp 25,000,-oranghari kerja, maka akan mempengaruhi usaha
penggilingan tersebut. Pada saat kenaikan harga solar 10 dan diikuti dengan kenaikan upah dari 10, 20, dan 30, maka NPV yang dihasilkan masih positif dan bila kenaikan upah mencapai
40, maka usaha penggilingan padi ini menjadi tidak layak karena NPV bernilai negatif. Tabel 8. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10 dan upah tenaga kerja
dengan IRR Kenaikan Harga Solar
Kenaikan Upah IRR
10 10
22.67 10
20 19.01
10 30
15.41 10
40 11.88
Pada Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa kenaikan harga solar 10 dapat mempengaruhi nilai IRR. Pada saat kenaikan upah dari 10 hingga 30 maka didapat nilai IRR yang
menunjukkan usaha layak untuk dijalankan karena nilai IRR tidak kurang dari suku bunga yang berlaku, yaitu 15. Sedangkan pada saat kenaikan harga solar 10 dengan kenaikan upah 40,
maka didapatkan IRR sebesar 11.88 yang kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku 15, dengan demikian usaha penggilingan padi menjadi tidak layak.
35 Tabel 9. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10 dan upah tenaga kerja
dengan BC Ratio Kenaikan Harga Solar
Kenaikan Upah BC
Ratio 10
10 1.42
10 20
1.21 10
30 1.02
10 40
0.82 Pada Tabel 9 dapat diketahui pada saat kenaikan harga solar sebesar 10 dengan
kenaikan upah 10, 20, dan 30 dapat diketahui usaha penggilingan padi masih layak untuk dijalankan. Sedangkan pada saat kenaikan upah mencapai 40 didapat BC Ratio yang nilainya
kurang dari 1 satu, sehingga pada saat kenaikan upah mencapai 40 usaha penggilingan padi menjadi tidak layak.
Tabel 10. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10 dan upah tenaga kerja denganNPV, IRR, dan BC Ratio.
Kenaikan Harga Solar Kenaikan Upah
NPV Rp
IRR BC
Ratio 10
10 8,909,603
22.67 1.42
10 20
4,471,847 19.01
1.21 10
30 373,829
15.41 1.02
10 40
-3,894,058 11.88
0.82 Tabel 10 di atas merupakan gabungan dari hasil analisis sensitivitas yang dilakukan
terhadap kenaikan bahan bakar solar sebesar 10 dari harga yang berlaku harga solar yang dipakai Rp 4,500liter dengan kenaikan upah giling 10, 20, 30, dan 40, dari upah normal
upah Rp 25,000oranghari dan dihasilkan nilai NPV, IRR, dan BC Ratio seperti pada Tabel 10, hasil perhitungannya dapat juga dilihat pada Lampiran 20-23.
Tabel 11. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20 dan upah tenaga kerja dengan NPV
KenaikanHarga Solar Kenaikan Upah
NPV Rp
20 10
7,639,735 20
20 3,371,849
20 30
-896,038 20
40 -5,163,925
Selanjutnya kita lakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan harga solar 20 dari harga normal solar yang berlaku Rp 4,500,- dengan kenaikan upah 10, 20, 30, 40 dari
upah normal yang berlaku Rp 25,000,-oranghari kerja. Dari Tabel 11 di atas, dapat kita lihat bahwa jika terjadi kenaikan harga solar 20 dari harga normal, dengan diikuti kenaikan upah 10
dan 20, maka NPV masih positif atau usaha penggilingan padi masih layak untuk dijalankan, tetapi pada saat kenaikan upah 30 dan 40 didapatkan NPV negatif sehingga usaha
penggilingan padi menjadi tidak layak untuk dijalankan.
36 Tabel 12. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20 dan upah tenaga kerja
dengan IRR Kenaikan Harga Solar
Kenaikan Upah IRR
20 10
21.60 20
20 18.17
20 30
14.32 20
40 10.45
Pada Tabel 12, dapat dilihat nilai IRR pada saat kenaikan harga solar 20 dengan diikuti kenaikan upah 10 dan 20, nilai IRR masih diatas nilai suku bunga yang berlaku 15,
sehingga usaha penggilingan padi masih layak untuk dijalankan. Pada saat kenaikan upah mencapai 30 dan 40 yang mengakibatkan nilai IRR di bawah nilai suku bunga, maka usaha
menjadi tidak layak untuk dijalankan. Tabel 13. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20 dan upah tenaga kerja
dengan BC Ratio Kenaikan Harga Solar
Kenaikan Upah BC Ratio
20 10
1.36 20
20 1.16
20 30
0.96 20
40 0.76
Dari tabel di atas dengan kenaikan harga solar 20, usaha penggilingan padi masih layak jika mengalami kenaikan upah dari 10 dan 20, karena nilai BC Ratio 1, sedangkan usaha
penggilingan padi menjadi tidak layak jika mengalami kenaikan upah sebesar 30 dan 40. Tabel 14. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20 dan upah tenaga kerja
dengan NPV, IRR, dan BC Ratio Kenaikan Harga Solar
Kenaikan Upah NPV
Rp IRR
BC Ratio 20
10 7,639,735
21.60 1.36
20 20
3,371,849 18.17
1.16 20
30 -896,038
14.32 0.96
20 40
-5,163,925 10.45
0.76 Tabel 14 di atas merupakan gabungan dari Tabel 11,12, dan 13. Analisis sensitivitas
terhadap kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 20 dengan harga yang berlaku Rp 4,500liter, dengan kenaikan upah giling 10, 20, 30, dan 40 dari upah normal Rp 25,000oranghari.
Hasil perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan 20 harga bahan bakar solar dapat dilihat pada Lampiran 24-27.
37 Tabel 15. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30 dan upah tenaga kerja
dengan NPV Kenaikan Harga Solar
Kenaikan Upah
NPV Rp
30 10
6,369,868 30
20 2,134,720
30 30
-2,165,905 30
40 -6,433,792
Pada Tabel 15 di atas perubahan variabel kritis yaitu kenaikan harga solar dan kenaikan upah bisa dilihat bahwa dengan kenaikan solar 30 dari harga normal solar yang berlaku Rp
4,500,- dan diikuti dengan kenaikan upah 30 dan 40 dari upah normal yang berlaku Rp 25,000,-oranghari kerja dapat mempengaruhi kelayakan pada usaha penggilingan padi ini. Pada
saat kenaikan upah 10 dan 20, usaha penggilingan padi masih layak untuk dijalankan karena NPV masih positif, sedangkan pada saat mengalami kenaikan upah sebesar 30 dan 40 usaha
penggilingan padi menjadi tidak layak untuk dijalankan karena NPV negatif. Tabel 16. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30 dan upah tenaga kerja
dengan IRR Kenaikan Harga Solar
Kenaikan Upah IRR
30 10
20.43 30
20 17.13
30 30
13.22 30
40 9.39
Pada Tabel 16, dengan kenaikan harga solar 30 mengakibatkan pada saat kenaikan upah 10 dan 20 menghasilkan nilai IRR yang lebih besar dari pada suku bunga yang
ditetapkan 15 sehingga usaha penggilingan padi layak untuk dijalankan. Hal ini berbeda pada saat kenaikan upah mencapai 30 dan 40 yang menyebabkan nilai IRR yang lebih kecil dari
tingkat suku bunga yang ditetapkan 15 yang mengakibatkan usaha penggilingan padi menjadi tidak layak untuk dijalankan.
Tabel 17. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30 dan upah tenaga kerja dengan BC Ratio
Kenaikan Harga Solar Kenaikan Upah
BC Ratio 30
10 1.30
30 20
1.10 30
30 0.90
30 40
0.70 Pada tabel 17, menunjukkan nilai BC Ratio yang dihasilkan. Dengan kenaikan harga
solar 30 dengan kenaikan upah 10 dan 20 akan menyebabkan usaha penggilingan padi
38 menjadi layak untuk dijalankan karena BC Ratio 1, sedangkan kenaikan upah 30 dan 40
menyebabkan usaha penggilingan padi tidak layak untuk dijalankan karena BC Ratio 1. Tabel 18. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30 dan upah tenaga kerja
dengan NPV, IRR, dan BC Ratio Kenaikan Harga
Solar Kenaikan Upah
NPV Rp
IRR BC
Ratio 30
10 6,369,868
20.43 1.30
30 20
2,134,720 17.13
1.10 30
30 -2,165,905
13.22 0.90
30 40
-6,433,792 9.39
0.70 Tabel 18 merupakan gabungan dari Tabel 15, 16, dan 17. Hasil perhitungan dapat dilihat
pada Lampiran 28-31. Jadi, kenaikan harga solar dengan diikuti kenaikan upah tenaga kerja dapat menaikkan
biaya operasional usaha penggilingan padi, sehingga keuntungan yang didapat juga berkurang. Kenaikan harga yang tinggi juga dapat menyebabkan usaha penggilingan padi tersebut menjadi
tidak layak.
Gambar 9. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan NPV
-10 -5
5 10
10 20
30 40
NPV J
u ta
Rp
Kenaikan Upah
Kenaikan Harga Solar 10
Kenaikan Harga Solar 20
Kenaikan Harga Solar 30
39 Gambar 10. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan IRR
Gambar 11. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan BC Ratio Dari grafik pada Gambar 9, 10, dan 11 terlihat grafik linier untuk berbagai perubahan
variabel kritis yaitu kenaikan harga solar 10, 20, dan 30 dengan diikuti nilai masing-masing untuk NPV, IRR, dan BC Ratio. Dari ketiga grafik dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai
variabel kritis yang berubah yaitu bahan bakar solar dan upah tenaga kerja, akan mengakibatkan semakin kecil nilai NPV, IRR, dan BC Ratio yang didapatkan.
Selain analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar dan upah juga dilakukan analisis sensitivitas untuk perubahan jumlah giling tahunan. Penurunan jumlah giling tahunan
mungkin dapat disebabkan karena gagal panen, warga lebih memilih bertanam palawija, tumbuhnya usaha penggilingan lain, dan terjadinya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman
penduduk. Untuk analisis sensitivitas, dilakukan untuk penurunan jumlah giling tahunan sebesar 10 dan 20.
5 10
15 20
25
10 20
30 40
IR R
Kenaikan Upah
Kenaikan Harga Solar 10
Kenaikan Harga Solar 20
Kenaikan Harga Solar 30
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2 1.4
1.6 1.8
2.0 2.2
2.4 2.6
2.8 3.0
10 20
30 40
B C
Ra ti
o
Kenaikan Upah
Kenaikan Harga Solar 10
Kenaikan Harga Solar 20
Kenaikan Harga Solar 30
40 Tabel 19. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV
Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa penurunan jumlah giling tahunan mempengaruhi nilai NPV yang dihasilkan. Dengan penurunan jumlah giling tahunan 10 dari jumlah giling
tahunan sebesar 46,378 kg GKGtahun atau 46.38 ton GKGtahun usaha penggilingan padi
masih layak untuk dijalankan karena NPV positif, sedangkan jika penurunan jumlah giling tahunan menjadi 20 terlihat bahwa NPV negatif, sehingga pada saat penurunan jumlah giling
tahunan sebesar 20 akan menyebabkan usaha penggilingan padi menjadi tidak layak untuk dijalankan.
Tabel 20. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan IRR
Pada Tabel 20, menunjukkan bahwa pada saat penurunan jumlah giling tahunan usaha penggilingan padi sebesar 10 dari jumlah giling tahunan sebesar 46,378
kg GKGtahun atau 46.38 ton GKGtahun menujukkan usaha penggilihan padi masih layak untuk dijalankan karena
nilai IRR masih lebih besar dari nilai suku bunga yang ditetapkan yaitu 15, sedangkan pada saat penurunan jumlah giling tahunan mencapai 20 mengakibatkan usaha penggilingan padi
menjadi tidak layak untuk dijalankan karena nilai IRR lebih kecil dari nilai suku bunga yang ditetapkan.
Tabel 21. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan BC Ratio
Untuk Tabel 21 menjelaskan pada saat penurunan jumlah giling tahunan 0 dan 10 usaha penggilingan padi masih layak untuk dijalankan karena nilai BC Ratio 1. Sedangkan
pada saat penurunan jumlah giling tahunan 20 membuat usaha penggilingan padi menjadi tidak layak karena tidak memenuhi syarat kelayakan.
Penurunan Jumlah Giling Tahunan
NPV Rp
14,447,356 10
3,576,215 20
-7,294,927
Penurunan Jumlah Giling Tahunan
IRR 27.03
10 18.33
20 9.94
Penurunan Jumlah Giling Tahunan
BC Ratio
1.68 10
1.17 20
0.66
41 Tabel 22. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV, IRR,
dan BC Ratio
Pada Tabel 22 merupakan gabungan dari Tabel 19, 20, dan 21. Dapat kita lihat bahwa penurunan jumlah giling tahunan akan mempengaruhi kelayakan dari usaha penggilingan padi.
Pada saat penurunan jumlah giling mencapai 10 usaha penggilingan padi masih layak karena NPV 0, IRR discount rate 15, BC Ratio 1, tetapi pada saat penurunan jumlah giling
tahunan mencapai 20, maka usaha penggilingan padi menjadi tidak layak. Hal ini dapat dilihat dari NPV, IRR, dan BC ratio yang tidak memenuhi syarat kelayakan. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada Lampiran 32-33.
Gambar 12. Grafik hubungan antara penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV
Gambar 13. Grafik hubungan antara penurunan jumlah giling tahunan dengan IRR
14
4
-7 -10
-5 5
10 15
20
10 20
NPV J
u ta
Rp
Penurunan Jumlah Giling Tahunan
27.03 18.33
9.94 5
10 15
20 25
30
10 20
IR R
Penurunan Jumlah Giling Tahunan
Penurunan Jumlah Giling Tahunan
NPV Rp
IRR BC
Ratio 14,447,356
27.03 1.68
10 3,576,215
18.33 1.17
20 -7,294,927
9.94 0.66
42 Gambar 14. Grafik hubungan antara penurunan jumlah giling tahunan dengan BC Ratio
Grafik pada Gambar 12, 13, dan 14 terlihat grafik linier untuk perubahan variabel kritis yaitu penurunan jumlah giling tahunan 0, 10, dan 20 dengan diikuti nilai masing-masing
untuk NPV, IRR, dan BC Ratio. Dari ketiga grafik dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai variabel kritis yang berubah yaitu penurunan jumlah giling tahunan akan mengakibatkan semakin
kecil nilai NPV, IRR, dan BC Ratio yang didapatkan. Dengan jumlah giling tahunan yang tinggi memiliki tingkat sensitivitas yang rendah terhadap perubahan-perubahan faktor kristis. Hal
tersebut dikarenakan dengan jumlah giling yang tinggi, biaya pokok akan rendah dan pemasukan yang diperoleh tinggi, sehingga dapat menutupi biaya operasional yang tinggi.
1.68 1.17
0.66 0.0
0.5 1.0
1.5 2.0
2.5 3.0
3.5 4.0
10 20
B C
Ra ti
o
Penurunan Jumlah Giling Tahunan
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sistem penggilingan padi di Desa Cihideung Ilir tergolong sistem Penggilingan Padi Kecil PPK sederhana.
2. Dari hasil pengamatan dan perhitungan, diperoleh rendemen padi rata-rata sebesar 59.44, kapasitas giling gabah rata-rata 196.85 kg GKGjam, kapasitas sosoh rata-rata 201.52 kg
berasjam, dengan pemakaian bahan bakar solar sebesar 1.16 ljam. 3. Dari hasil analisis kelayakan finansial yang telah dilakukan, penggilingan padi milik Bapak
H. Sulaiman ini layak untuk dijalankan, Karena diperoleh hasil NPV = Rp14,447,356,-, IRR = 27.03 dan BC ratio = 1.68. Usaha tersebut layak karena memenuhi syarat NPV 0,
IRR nilai discount rate 15, dan BC Ratio 1. Selain itu jumlah giling tahunan yang tinggi juga mempengaruhi kelayakan dari suatu usaha penggilingan padi.
4. Dari hasil analisis sensitivitas diketahui bahwa kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 10 dari harga normal dan diikuti dengan kenaikan upah hingga 40, maka membuat usaha
penggilingan padi menjadi tidak layak. Kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 20 dan 30 dari harga normal dengan diikuti kenaikan upah hingga 30, maka membuat usaha
penggilingan padi menjadi tidak layak. Analisis sensitivitas untuk penurunan jumlah giling tahunan hingga 20 akan menyebabkan usaha penggilingan padi ini menjadi tidak layak
untuk dijalankan.
B. Saran
1. Dengan adanya kondisi ekonomi yang berubah-ubah, misalnya perubahan harga bahan bakar yang menyebabkan biaya operasional naik dan tidak menguntungkan lagi, maka perlu adanya
kenaikan upah jasa giling, sesuai dengan kondisi yang ada saat ini. Namun juga harus sesuai dengan keadaan kondisi petani sekitar, agar petani tidak dirugikan.
2. Seharusnya upah tenaga kerja sesuai dengan upah minimum regional UMR Kabupaten Bogor.
3. Penentuan upah jasa giling dengan perbandingan 10:1 merugikan petani yang mempunyai rendemen giling yang rendah, tetapi menguntungkan petani yang mempunyai rendemen
giling yang tinggi. Seharusnya penentuan upah jasa giling disesuaikan dengan rendemen yang dihasilkan setiap proses penggilingan.