Teknik prakiraan penjualan jus menggunakan teknik ARIMA dengan bantuan minitab
14.0. Hasil keluaran nilai е
t ,
ө
1,
θ
1,
Ø
1
dan Φ
1
dari model-model penjualan jus dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Nilai-nilai koefisien model prakiraan jumlah penjualan jus
No Jenis
Pasokan Buah
Koefisien Konstanta
µ Koefisien
Error е
t
Koefisien MA
1
Koefisien SMA θ
1
Koefisien AR Ø
1
Koefisien SAR
Φ
1
1 Jambu
12751.7 0,2458
- 0.7096
0,5761 -0,9563
2 Sirsak
2482,1 0,2550
- 0,7017
0,6127 -
3 Nenas
3876,3 0,2491
- 0,7023
0,5624 -
4 Apel
9924,8 0,0640
-0,9630 -
- -0,9944
5 Strawberi
- 0,1785
0,6785 -
0,9993 -0,9777
Ket : Data diolah
c. Model Laju Kerusakan Bahan Baku Buah
Distribusi umur hidup random lifetime suatu produk merupakan salah satu alat yang dapat menggambarkan panjang umur dari produk secara sistematis.
Umur hidup tersebut digambarkan baik melalui fungsi densitas, fungsi distribusi kumulatif, fungsi keandalan dan fungsi laju deteriorisasi. Jika ft menyatakan
fungsi densitas dari variabel acak t yang kontinyu menggambarkan panjang umur suatu produk, maka f t memiliki sifat seperti yang dinyatakan pada persamaan
Jonrinaldi, 2004, berikut: f t
≥ 0 39
= 1 40
Fungsi distribusi kumulatif, Ft menyatakan probabilitas bahwa umur hidup produk berada dalam interval 0,t; yang dinyatakan dengan persamaan
berikut: 41
42 Fungsi keandalan, Rt menyatakan probabilitas bahwa suatu produk akan
bertahan hidup dalam interval 0, t atau probabilitas bahwa produk akan rusak setelah saat t. Fungsi keandalan dinyatakan sebagai berikut:
43 Karena Ft dan Rt bersifat mutually exclusive, maka berlaku persamaan
berikut: Ft
= 1 – Rt 44
Fungsi laju kerusakan θt menyatakan peluang bahwa produk akan rusak sesaat setelah t dengan syarat produk tetap baik sampai t yang dinyatakan dengan
persamaan: 45
Berdasarkan uji distribusi, diperoleh laju kerusakan buah jambu, sirsak, nenas, apel dan strawberi mengikuti laju distribusi eksponensial. Maka
perhitungan laju kerusakan masing-masing buah adalah sebagai berikut:
46 47
48
49
Fungsi distribusi masing-masing buah adalah sebagai berikut: f t
jambu
= 0,0598 е
-0,0598 t
50 f t
sirsak
= 0,112 е
-0,112 t
51 f t
nenas
= 0,0427 е
-0,0427 t
52 f t
apel
= 0,0323 е
-0,0323 t
53 f t
strawberi
= 0,251 е
-0,251 t
54 Berdasarkan fungsi ditribusi tersebut diatas, maka nilai tengah laju
kerusakan buah jambu adalah 0,0598; sirsak adalah 0,112; nenas adalah 0,0427; apel adalah 0,0323; dan buah strawberi adalah 0,251.
d. Model Ketersediaan Bahan Baku Buah yang Layak di Produksi
Manajemen persedian bahan baku buah segar mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan proses produksi jus. Sifat bahan baku buah segar yang
mudah rusak dan bersifat musiman dan permintaan terhadap produk terus berlangsung sehingga penanganan persediaan bahan baku buah segar harus
diperhatikan dengan baik. Bahan baku buah segar yang dipasok diproduksi menjadi jus dan sebagian lagi diproduksi sebagai puree. Produksi puree
merupakan salah satu cara untuk mengatasi ketidakpastian bahan baku buah segar yang disebabkan oleh faktor musiman dari buah segar dan sifatnya yang mudah
rusak peishable. Puree digunakan digunakan pada saat pasokan buah segar tidak mencukupi jumlahnya dan bukan musim panen buah .
Pasokan bahan baku buah segar diperoleh langsung dari petani yang sudah terikat kontrak kerjasama dengan perusahaan. Hal ini memudahkan dalam
pengawasan mutu bahan baku, sehingga bahan baku buah segar yang sudah sampai di gudang persediaan merupakan bahan baku yang bermutu baik dan siap
untuk diproses selanjutnya. Penentuan jumlah produksi jus dan puree berdasarkan pada prakiraan
jumlah pasokan buah segar FP
jt
dan prakiraan penjualan jus F
jt
. Persediaan buah segar IS
jt
berasal dari prakiraan pasokan buah segar FP
jt
dan stok awal buah segar SAB
jt
. Stok awal buah segar diperoleh dari jumlah stok sisa buah segar periode sebelumnya SSB
jt-1
. Jika t adalah periode bulan dan j adalah jenis produk maka j = 1 adalah jambu; j = 2 adalah sirsak; j = 3 adalah nenas; j=4
adalah apel, dan j= 5 adalah strawberi. IS
jt
= SAB
jt
+ FP
jt
55 SAB
jt
= SSB
jt-1
56 Persediaan bahan baku buah segar tidak semuanya dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan jus dan puree. Hal ini disebabkan adanya faktor kerusakan dari buah segar itu sendiri. Penentuan jumlah bahan baku buah segar
yang layak digunakan IB
jt
adalah jumlah persediaan bahan baku buah segar
dikurangi dengan jumlah buah yang rusak z
jt
. Penentuan jumlah bahan baku yang rusak memperhitungkan laju kerusakan buah z
j
. IB
jt
= IS
jt
– Σ zjt
57 Σ z
jt
=
j
x FP
jt
+ SAB
jt
58 Pasokan bahan baku buah segar diutamakan langsung diproduksi menjadi
jus JS
j
, sedangkan sisa bahan baku diproduksi menjadi puree PR
j
. Produksi jus dapat diproduksi langsung dari buah segar JSB
jt
dan diproduksi dari puree JSP
jt
. Kekurangan bahan baku akan diatasi dengan menggunakan persediaan puree
pada periode sebelumnya I
1jt-1
. Kebijakan perusahaan untuk menetapkan persediaan akhir periode adalah 10 persen dari prakiraan penjualan 0,1 F
jt
. Jika kelebihan persediaan bahan baku buah segar yang layak digunakan maka
penentuan jumlah produksi jus berdasarkan pada jumlah penjualan dan jumlah persediaan akhir periode yaitu 10 persen dari prakiraan penjualan jus dikurangkan
dengan jumlah stok awal jus SAJ
jt
. Faktor koreksi yang harus diperhatikan dalam pembuatan puree adalah jumlah puree yang dihasilkan oleh 1 satu kg
buah segar k
j
. Sedangkan pada produksi jus faktor koreksinya adalah jumlah jus yang dihasilkan dari 1 satu kg buah segar d
j
Jika
d
j
. IB
jt
F
jt
59
maka akan diproduksi jus
dari buah : JSB
jt
= IB
jt
x d
j
dan
60 dari pure : JSP
jt
= F
jt
– JSB
jt
+ 0,1 F
jt
61
jika d
j
. IB
jt
= F
jt
62
maka akan diproduksi jus
dari buah : JSB
jt
= IB
jt
x d
j
dan
63 dari puree : JSP
jt
= 0,1 Fjt 64
jika d
j
. IB
jt
F
jt
65
maka akan diproduksi jus dan puree
jus dari buah : JSBj = F
jt
– SAJ
jt
+ 0,1Ft dan 66
produksi puree : PR
j
= d
j
. IB
jt
– JSB
jt
x k
j
67
Jumlah persediaan jus I
2jt
adalah jumlah produksi jus baik yang berasal dari bahan baku buah segar JSB
jt
maupun yang berasal dari bahan baku puree JSP
jt
serta stok awal jus SAJ
jt
. Stok awal jus merupakan stok sisa jus periode sebelumnya SSJ
jt-1
. I
2jt
= JSB
jt
+ JSP
jt
+ SAJ
jt
68 SAJ
jt
= SSJ
jt-1
69 Jumlah persediaan puree I
1jt
adalah jumlah produksi puree dan stok awal puree
SAP
jt
. Stok awal jus adalah stok sisa jus periode sebelumnya SSP
jt-1
. I
1jt
= PR
jt
+ SAP
jt
70 SAP
jt
= SSP
jt-1
71 Stok sisa buah segar SSB
jt
adalah persediaan buah segar yang layak digunakan IB
jt
dikurangi jumlah jus yang diproduksi dari buah segar JSB
jt
dan jumlah produksi puree PR
jt
. Faktor koreksi yang perlu diperhatikan adalah kg buah yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 satu liter jus v
j
dan kg buah segar yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 satu kg puree w
j
. SSBjt = IBjt –{ JSBjt x vj + PRjt x wj}
72 Stok sisa puree SSP
jt
adalah persediaan puree dikurangi dengan jumlah puree
yang digunakan untuk memproduksi jus dengan fator koreksi jumlah puree yang dihasilkan oleh 1 satu kg buah segar k
j
. Sedangkan stok sisa jus SSJ
jt
merupakan persediaan jus dikurangi dengan prakiraan penjualan jus F
jt
pada periode tersebut.
SSP
jt
={ I
1jt
– JSP
jt
x k
j
} 73
SSJ
jt
= I
2jt
– F
jt
74 Diagram alir model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi
dapat dilihat
pada Gambar
15.
Gambar 15 Diagram alir model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi
e. Model Perencanaan Produksi Agregat