Lampiran 24 Daftar Tabel Statistik
154 Lampiran 25 Perijinan
164
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan pendidikan matematika. Matematika memegang peranan yang
sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dengan bantuan matematika, ilmu pengetahuan dan teknologi akan lebih maju dan
sempurna. Untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan manusia yang berkualitas yang dapat diperoleh melalui proses pembelajaran
matematika dengan baik. Menyadari pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka
usaha peningkatan prestasi belajar matematika disetiap jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Untuk mendapatkan lulusan yang
berkualitas, proses belajar mengajar perlu mendapat penanganan yang serius. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di tingkat lanjut mengatakan
bahwa matematika sukar, karena itu perlu dikaji apa yang menjadi penyebabnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut sejak dini yaitu sejak di sekolah dasar kelas
rendah diupayakan sedemikian rupa sehingga siswa tertarik pada matematika, mau belajar dan hasil belajarnya optimal. Ini akan terwujud jika siswa tidak
mengalami kesulitan dalam belajar matematika terutama pada jenjang sekolah dasar Wahyuningsih 1998: 106.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika, diantaranya pelatihan guru, perbaikan dan penyempurnaan
kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, dan berbagai upaya yang lainnya. Walaupun usaha perbaikan prestasi belajar telah dilakukan, namun kenyataannya
prestasi belajar matematika masih rendah. Hal ini sesuai dengan pencapaian nilai
Trends in International Mathematics and Science Study TIMMS siswa Indonesia pada tahun 2003 untuk bidang Matematika dan Sains masih tergolong
rendah. Hasil tes itu menempatkan siswa Indonesia di peringkat 34 penguasaan Matematika, dibandingkan dengan dua negara tetangga, Singapura dan Malaysia,
posisi ini jauh tertinggal. Singapura berada pada peringkat pertama, sedangkan Malaysia berada pada peringkat 10.
Kondisi tersebut diperkuat oleh data hasil prestasi matematika siswa secara nasional yang nampak dari hasil evaluasi tahap akhir yang masih rendah, sebagai
contoh dapat terlihat dari nilai rata-rata UASBN di Kecamatan Leuwisari yang diteliti.
Tabel 1.1 Nilai Rata-Rata Hasil UASBN Mata Pelajaran Matematika di Kecamatan Leuwisari.
Rendahnya prestasi belajar matematika dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya disebabkan oleh guru, siswa, pendekatan pembelajaran, konsep
yang kurang dikuasai, sarana dan prasarana dan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penuturan Asep Jihad 2008: 154 yang menyatakan bahwa kendala yang
terjadi dalam pembelajaran matematika berkisar pada karakteristik matematika yang abstrak, masalah media, masalah siswa atau guru. Kendala tersebut
melahirkan kegagalan pada siswa, hal ini bisa terjadi karena siswa tidak dapat menangkap konsep dengan benar, siswa tidak menangkap arti lambang-lambang,
siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur. Belajar matematika merupakan belajar konsep. Hal yang paling penting
adalah bagaimana siswa dapat memahami konsep-konsep dasar dalam Tahun Ajaran
Nilai Rata-rata
2004 2005
6,61
2005 2006
6,52
2006 2007
6,55
2007 2008
6,72
matematika, maka dalam proses belajar mengajar siswa diharapkan tidak hanya mendengar, mencatat, menghafal materi maupun rumus-rumus yang diberikan
guru, melainkan siswa dituntut aktif berperan dalam kegiatan pembelajaran, siswa harus mampu berfikir kritis dan berargumen dalam memecahkan berbagai
persoalan dalam matematika. Dengan demikian diharapkan siswa akan lebih memahami matematika.
Agar berhasil dalam memperbaiki kualitas pendidikan matematika, maka harus ada kerjasama antara siswa dan guru, dalam hal ini guru mengajar dengan
pendekatan yang tepat. Pemilihan pendekatan yang tepat sangat penting, karena tidak semua pendekatan dapat digunakan pada tiap pokok bahasan. Pendekatan
pembelajaran yang tepat adalah pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk memahami materi dalam kondisi yang menyenangkan sehingga siswa
dapat cepat menerima dan memahami materi yang dipelajari. Banyak guru yang menyajikan pelajaran dengan pendekatan konvensional
yaitu dengan metode ceramah ekspositori. Pendekatan ini terpusat pada guru, sehingga dominasi guru akan menyebabkan siswa kurang aktif dan tidak mampu
berfikir kritis karena siswa menganggap semua yang disampaikan guru adalah benar dan harus diikuti.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, di bidang pendidikan juga banyak berkembang berbagai pendekatan pembelajaran. Salah satunya adalah
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik. Pendekatan ini pertamakali dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal. Pendekatan
realistik menggunakan fenomena dan aplikasi yang real bagi siswa dalam memulai pelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh J. Piaget bahwa anak
usia SD umur 7 – 11 tahun berada pada tahap kongkrit. Mereka belum berfikir abstrak, perlu benda-benda kongkrit untuk memahami sesuatu. Oleh karena itu
pendekatan realistik sangat sesuai jika diterapkan dalam pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar. Dengan sekumpulan soal kontekstual siswa dibimbing
oleh guru secara konstruktif sampai mereka mengerti konsep matematika yang
dipelajari, sehingga dengan demikian siswa diharapkan memperoleh prestasi belajar yang baik pula.
Pokok bahasan geometri mengenai luas dan keliling bangun datar merupakan salah satu materi dalam pelajaran matematika yang terdapat di SD
kelas V semester I. Materi geometri ini biasanya disampaikan dengan pendekatan konvensional. Sebagian besar siswa merasa kesulitan menyelesaikan soal yang
berkaitan dengan pokok bahasan geometri. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain: siswa kurang memahami konsep, siswa kurang terampil dalam
menyelesaikan soal-soal cerita yang berkaitan dengan luas dan keliling bangun datar dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh
pendekatan pembelajaran yang digunakan kurang tepat. Dengan pendekatan konvensional siswa akan cenderung malas dan bosan untuk belajar sehingga
konsep-konsep tentang pokok bahasan tersebut belum benar-benar dikuasai siswa. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong
siswa aktif, sehingga siswa dapat memahami konsep-konsep tentang pokok bahasan yang diajarkan guru dengan baik.
Di samping penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat, terdapat faktor–faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar matematika, di
antaranya gaya belajar matematika. Gaya belajar matematika merupakan cara yang khas dan konsisten dilakukan oleh siswa dalam menyerap informasi.
Menurut Deporter dan Hernacki 2000:112–113 gaya belajar matematika dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu tipe auditorial, tipe visual, dan tipe
kinestetik. Orang yang bertipe visual lebih mudah menyerap informasi jika menggunakan indra penglihatan, orang yang bertipe auditorial memiliki ciri – ciri
tidak suka membaca dan lebih suka bertanya untuk mendapatkan informasi, sedangkan orang yang bertipe kinestetik selalu ingin bergerak.
Pada umumnya, siswa mempunyai ketiga gaya belajar tersebut, namun ada satu yang paling dominan dimilikinya. Kebanyakan siswa belum mengenal persis
gaya belajar yang dimilikinya, sehingga mereka belum dapat menerapkannya
secara optimal. Menurut Nurita Putranti gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar siswa. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, siswa
dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar.
Dengan demikian, pendekatan pembelajaran realistik dan gaya belajar diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa pada soal matematika, yang
akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajar matematika siswa.
B. Identifikasi Masalah