EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XII IPS SMA NEGERI KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 2009
DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XII IPS SMA NEGERI KOTA
SURAKARTA TAHUN 2008/2009
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Disusun Oleh: Sri Tatik Suprihatin
S.850907121
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2009
(2)
xix
Sri Tatik Suprihatin. S. 850907121. The Effectiveness of Realistic Mathematics Learning viewed from the Students’ learning Motivation of Grade XII IPS SMA Negeri of Surakarta City. Thesis. Surakarta. Mathematics Education Program Study of Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University. 2009.
The objective of research is to find out (1) whether the realistic learning approach will provide the better students’ learning achievement than the conventional one in the subject matter of linear program?, (2) whether or not the mathematic learning achievement of students having high motivation is better than that of the students having medium or low motivation, and whether or not the mathematic learning achievement of students having medium motivation is better than that of the students low motivation?, (3) whether or not there is an interaction between the use of learning approach and the students’ learning motivation on the learning achievement?
This study was categorized into a quasi experimental research with 2 x 3 factorial design. The population of research was the grade XII IPS students of SMA Negeri in Surakarta City. The sampling technique employed was cluster random sampling. The sample consisted of 190 students: 92 students for the experiment class were taken from (1 class of SMA Negeri 2, 1 class of SMA Negeri 5, and SMA Negeri 8) and 98 students for the control class were taken from (1 class of SMA N 3, 1 class of SMA Negeri 5 and 1 class of SMA Negeri 8). Technique of collecting data employed in the study included questionnaire, test, and documentation methods. The instrument used to find out the students’ learning achievement was multiple-choice items. For testing the data validity, the instrument was used by the practitioner or validator, meanwhile in order to find out the test reliability, the Kruder-Richardson 20 formula was used. From 25 objective items, only 20 items were used because other five items were not valid. The result of reliability (r11 = 0.9551243).
The analysis prerequisites employed were Liliefor test for the normality test and Bartlet test for homogeneity test. At the significance level = 5%, it can be concluded that the sample deriving from the population is distributed normally. From the homogeneity calculation, it can be concluded that the research derives from the homogenous-distributed population.
Technique of analyzing data of this study was two-way variance analysis with different cells. The result of two-way analysis at significance level = 5% shows that (1) there is an effect of the learning approach usage on the students’ learning achievement of grade XII IPS of SMA Negeri in Surakarta in the subject matter of linear program (Fa = 4.61391> 3.84 F(0.05;1;184), (2) there is an effect of motivation on the students’ learning achievement of grade XII IPS of SMA Negeri in Surakarta in the subject matter of linear program (Fb = 9.49974> 3.00 = F(0.05;2;184), and (3) there is no interaction between the learning approach and the students learning motivation in the students’ learning achievement of grade XII
(3)
xx 0.27532<3.00 = F(0.05;2;184).
The conclusion of research are: (1) the realistic mathematic learning approach results in the students’ learning achievement better than the conventional, (2) the students’ learning motivation affects the students’ mathematic learning achievement in the subject matter of linear program in the grade XII IPS in school years of 2008/2009. The mathematic learning achievement of students having high motivation is as high as that of students having medium motivation; the mathematic learning achievement of students having high motivation is higher than that of students having low motivation; and the mathematic learning achievement of students having medium motivation equals to that of students having low motivation, (3) In the realistic approach, the students’ learning achievement is better than that in the conventional learning approach in general or viewed from the students’ learning motivation level.
(4)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai usaha untuk menciptakan kondisi kehidupan, diharapkan agar setiap siswa dapat memperoleh kesempatan yang sama guna mengembangkan watak, kemampuan, sikap tanggungjawab yang pada akhirnya kelak dapat mengembangkan peranannya sebagai bagian dari masyarakat. Di samping itu pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan manusia-manusia yang berkualitas.
Menurut Silabus Kurikulum 2006 yang dikembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendidikan matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki karakteristik bahwa obyek pembicaraan matematika adalah obyek abstrak dan metodologinya deduktif.
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai siswa karena matematika tidak bisa terlepas dari mata pelajaran lain. Terlepas dari itu matematika banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam perkembangan sains dan teknologi matematika mempunyai peranan penting. Hal ini tidak disadari oleh para siswa karena kurangnya informasi tentang fungsi dan peranan matematika itu sendiri. Sebagian mereka hanya tahu belajar matematika dengan menghafal rumus lalu menyelesaikan soal dengan menggunakan rumus yang sudah dihafal melalui operasi hitungan dengan bilangan atau angka, huruf dan simbol tetapi tidak bermakna sehingga tidak
(5)
melekat dibenak para siswa. Dalam kaitannya dengan masalah pendidikan, Toeti Soekamto (1996 : 1) menyatakan : dewasa ini pendapat umum di Indonesia menyatakan bahwa pendidikan tidak memberikan hasil seperti apa yang diharapkan, selain itu program-program intruksional yang ada dianggap masih belum memadai dalam kualitas, sehingga siswa tidak dapat belajar dengan baik karena tidak dapat menangkap yang diajarkan guru di sekolah. Di sekolah, guru merasa kesulitan menerapkan metode pembelajaran yang menjadi siswa aktif dan kreaktif di dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Hal ini dapat dilihat dari praktek pembelajaran matematika di kelas seringkali guru dihadapkan pada kenyataan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam mengubah soal cerita menjadi model matematika, siswa tidak berani menanyakan kesulitan dalam mengubah soal cerita menjadi model matematika, pada pelajaran matematika terutama memahami kalimat matematika yang berkaitan dengan soal cerita dengan sistem pertidaksamaan sebagian besar siswa ketakutan dalam hal ini, jarang ditemukan ide-ide baru siswa dalam mengubah soal cerita menjadi model matematika, serta bagi beberapa guru merancang dan memilih masalah matematika yang kontekstual masih merupakan hal yang sulit.
Masalah yang terkait dengan soal cerita telah dialami sejak mereka duduk di sekolah dasar. Ini berarti siswa kelas XII IPS, ketidakmampuan mengubah soal cerita menjadi model matematika adalah menemukan bentuk sistem pertidaksamaan yang harus digunakan dan beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan sistem pertidaksamaan tersebut.
(6)
Proses pembelajaran matematika yang sering dilakukan guru adalah model klasikal dengan metode ekspositori, yaitu algoritma aritmetika dan rumus matematika diinformasikan dan dilatih melalui tugas kepada siswa, dan diakhiri dengan melatihkan aplikasinya dengan baik dalam soal cerita dan soal-soal sistem pertidaksamaan. Secara garis besar, pembelajaran menggambarkan suatu kejadian guru aktif memberikan informasi, sedangkan kegiatan siswa hanya menyimak, mencatat, dan mengerjakan tugas.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan matematika telah banyak dilakukan, namun sampai saat ini masih jauh dari yang diharapkan.
Menurut Marpaung (2002) upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan matematika telah ditempuh dengan cara:
1. Melakukan perubahan kurikulum secara teratur supaya isi kurikulum tidak ketinggalan dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat yang berubah dengan cepat.
2. Melaksanakan penataran-penataran guru-guru.
3. Melengkapi perlengkapan sekolah termasuk di dalamnya alat peraga MIPA. 4. Mengirim tenaga pendidikan ke luar negeri untuk mengikuti kegiatan
workshop, studi lanjut, studi banding, konferensi dan sebagainya.
Namun usaha itu belum berhasil yang sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Kenyataan menunjukkan kualitas pendidikan kita masih rendah, termasuk kualitas pendidikan matematika. Dibandingkan dengan mata
(7)
pelajaran lain prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika selalu lebih rendah. Skor rata-rata secara nasional untuk mata pelajaran matematika sering di bawah 5 (Marpaung, 2002). Kenyataan dilapangan materi matematika sampai sekarang masih sulit dipahami oleh banyak siswa. Terlebih program linear yang merupakan salah satu materi pokok dalam matematika pada siswa kelas XII SMA IPS. Kesulitan memahami program linear terutama dalam memahami kalimat matematika, seperti mengubah soal cerita menjadi model matematika. Problematika pembelajaran program linear di SMA terutama kelas XII IPS yang meliputi apakah bahan ajarnya? Atau metodenya? Lebih disempitkan lagi bahwa sebagian besar siswa merasakan kesulitan memahami program linear terutama dalam memahami kalimat matematikanya. Hal ini sangat dimungkinkan karena program linear berkaitan dengan sistem pertidaksamaan.
Berkaitan dengan masih rendahnya prestasi belajar matematika sangat dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang kurang tepat. Salah satu pendekatan pembelajaran yang berorentasi pada penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pendekatan realistik. Pendekatan ”realistic” yang dikembangkan di Netherlands sejak sekitar tahun 1970 dikenal sebagai Realistic Mathematic Education (RME) atau Pendidikan Matematika Realistik (PMR) yang telah berhasil mengangkat mutu pendidikan matematika di negeri Belanda secara signifikan (dalam Marpaung, 2003 : 9). Maka dari itu pendekatan pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat memberikan
(8)
inspirasi siswa dalam mengembangkan kreaktivitas dan lebih termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajar.
Untuk meningkatkan prestasi belajar matematika khususnya materi pokok program linear, di samping menggunakan metode pembelajaran yang tepat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : faktor sekolah, faktor guru, faktor siswa, faktor pembelajaran, materi matematika sendiri dan sebagainya. Menurut Suyono (dalam Hasratuddin, 2002 : 1) mengatakan bahwa bila dilihat dari faktor pembelajaran, kelemahan pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru di sekolah adalah (1) rendahnya kemampuan guru menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, (2) kemampuan mengajar guru hanya sebatas menjawab soal-soal, (3) guru enggan merubah metode mengajar yang terlanjur dianggap benar dan efektif, dan (4) guru hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional tanpa memperhatikan aspek berpikir siswa.
Sardiman (2007 : 85) menyatakan bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan dan menyeleksi perbuatan, salah satu unsur yang menumbuhkan motivasi adalah sejauh mana merespon suatu kegiatan. Masalah utama dalam pendidikan matematika adalah rendahnya prestasi belajar matematika dan kurangnya motivasi belajar serta keinginan untuk mengikuti pembelajaran matematika di sekolah.
Mengingat pentingnya prestasi belajar matematika bagi siswa dalam proses belajar selanjutnya maka masalah rendahnya prestasi belajar matematika
(9)
siswa, dan motivasi belajar siswa terhadap proses pembelajaran matematika yang cenderung negatif perlu diupayakan pemecahannya.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar siswa yang cenderung negatif
dikarenakan pembelajaran matematika yang didesain guru belum mengarah ke pola efektif, kreaktif dan tidak membosankan siswa. Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah jika pemahaman guru tentang efektif, kreaktif dan tidak membosankan ditingkatkan maka prestasi belajar matematika menjadi lebih baik.
2. Pembelajaran matematika cenderung terpola berpusat pada guru dengan pembelajaran konvensional. Ada kemungkinan metode pembelajaran tersebut merupakan penyebab rendahnya prestasi belajar matematika dan motivasi belajar siswa yang cenderung negatif. Terkait dengan ini, dapat diteliti: apakah jika metode pembelajaran guru diubah maka prestasi belajar matematika dan motivasi belajar siswa menjadi lebih baik.
3. Rendahnya prestasi belajar matematika dan motivasi belajar siswa yang cenderung negatif di SMA Kota Surakarta kemungkinan tidak hanya diakibatkan pendekatan pembelajaran para guru, hal ini dapat diduga dari adanya masalah tersebut pada siswa kelas XII SMA. Mengingat motivasi belajar siswa merupakan prasarat memiliki peranan yang sangat penting dalam belajar matematika, maka kemungkinan rendahnya prestasi belajar
(10)
matematika dan motivasi belajar siswa yang cenderung negatif diakibatkan guru kurang memperhatikan siswa dan siswa tidak menyadari pentingnya motivasi belajar matematika dalam proses belajar mengajar. Penelitian yang muncul dari hal ini bagaimana merancang pendekatan pembelajaran realistik, sehingga meningkatkan prestasi belajar matematika siswa?
4. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa ada kemungkinan disebabkan dalam pembelajaran matematika tidak ada keinginan siswa untuk terlibat secara aktif. Apakah dengan pemilihan pendekatan pembelajaran yang menghubungkan pelajaran dengan dunia nyata siswa dapat meningkatkan prestasi belajar matematika?
C. Pemilihan Masalah
Karena keterbatasan peneliti, tidaklah mungkin untuk melakukan penelitian dengan banyak masalah penelitian dalam waktu yang sama. Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti akan mencoba menyelesaikan masalah penelitian yang terkait dengan permasalahan yang ketiga yaitu pendekatan realistik terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari motivasi belajar siswa.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah pengaruh pembelajaran realistik terhadap prestasi belajar matematika materi pokok program linear ditinjau dari
(11)
motivasi belajar siswa. Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah maka dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut :
1. Ada dua pembelajaran yang dicoba diteliti pengaruhnya terhadap prestasi belajar matematika yaitu pembelajaran realistik yang diterapkan pada kelas eksperimen yang akan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol, bertolak dari motivasi belajar siswa yang berimbang.
2. Motivasi belajar siswa yang dimaksud adalah keseluruhan gerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar demi mencapai tujuan.
3. Prestasi belajar matematika siswa dalam penelitian ini adalah prestasi belajar pada materi pokok program linear siswa SMA kelas XII IPS semester satu. Pada materi pokok program linear banyak sekali permasalahan kehidupan sehari-hari yang merupakan aplikasi dari mata pelajaran matematika.
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi , pemilihan dan pembatasan masalah maka masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah pendekatan pembelajaran realistik akan memberikan prestasi belajar siswa lebih baik pada materi pokok program linear daripada pendekatan pembelajaran konvensional?
(12)
2. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi sedang, dan apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi sedang lebih baik daripada siswa yang bermotivasi rendah pada materi pokok program linear?
3. Apakah pada pendekatan pembelajaran konvensional, siswa dengan motivasi belajar yang berbeda akan memberikan prestasi yang sama, dan apakah pada pendekatan realistik, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi sedang, siswa yang mempunyai motivasi sedang akan lebih baik daripada siswa yang mempunyai rendah?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran realistik dalam pembelajaran matematika pada materi pokok program linear menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui bahwa prestasi balajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi, sedang, dan rendah dalam mempelajari materi pokok program linear.
(13)
3. Untuk mengetahui bahwa terdapat interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika pada materi pokok program linear.
4. Memberikan informasi kepada guru maupun calon guru matematika tentang penggunaan pendekatan pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran realistik dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
G. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada proses pembelajaran matematika terutama yang berkaitan dengan pembelajaran realistik terhadap prestasi belajar matematika materi pokok program linear ditinjau dari respon siswa terhadap proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada guru maupun calon guru matematika tentang penggunaan pendekatan pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran realistik dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
2. Memberikan informasi tentang pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa.
(14)
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka, kajian teori dan kerangka berpikir serta pengujian hipotesis. Tinjauan pustaka adalah hasil-hasil penelitian yang relevan dengan masalah penelitian. Kajian teori yang akan dibahas adalah teori-teori yang berkaitan dengan variabel penelitian. Kerangka berpikir adalah konsep dasar untuk menjawab permasalahan yang diangkat dari tinjauan pustaka dan kajian teori.
A. Kajian Teori
1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi
Istilah prestasi biasanya muncul setelah diberilakukan suatu pengukuran atau penilaian atau sering dikatakan sebagai evaluasi. Dengan kata lain hasil pengukuran atau penilaian yang dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek yang melingkupinya disebut prestasi. Menurut Oemar Hamalik (2003:159), prestasi adalah hasil yang merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3 (2005:895) kata prestasi mempunyai arti ” hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya)”.
(15)
b. Pengertian Belajar
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tentang belajar sebagai berikut: Winkel (2004 : 58) belajar adalah suatu aktifitas mental yang dilakukan seseorang, yang tidak dapat dilihat dari luar. Seseorang yang sedang belajar tidak dapat diketahui apa yang terjadi dalam diri seseorang tersebut hanya dengan mengamatinya. Menurut Nana Sudjana (1989 : 5) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai pada diri seseorang. Slameto (2002:2) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Paul Suparno (1997 : 61) belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti, baik dari teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasilmilasi dan mengakomodasi dalam rangka menghubungkan pengalaman atau bahan yang sedang dipelajari dengan pengertian yang telah dipunyai, sehingga pengetahuan itu dikembangkan. Menurut Sardiman (2007 : 98) belajar adalah berbuat dan sekaligus proses yang membuat anak didik aktif.
c. Belajar Matematika
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi pada diri seseorang atau siswa yang ditandai dengan adanya perubahan. Perubahan perilaku yang terjadi
(16)
pada diri seseprang, sebagai hasil dari proses belajar yang diperolehnya dari berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan tersebut dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti : perubahan pengetahuan, pemehaman, sikap, tingkah laku, ketrampilan, kecakapan atau perubahan aspek lain yang ada pada individu orang yang belajar.
Belajar matematika pada dasarnya merupakan proses yang diarahkan pada suatu tujuan. Tujuan belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan seseorang memfungsionalkan materi matematika yang dipelajari, baik secara konseptual maupun secara praktis. Secara konseptual dimaksudkan dapat mempelajari matematika lebih lanjut, sedangkan sacara praktis dimaksudkan menerapkan pada bidang-bidang lain. Soedjadi (2000) mengemukakan menguasai matematika diperlukan cara belajar yang berurutan setapak demi setapak dan berkesinambungan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam mempelajari matematika haruslah bertahap, berurutan, dan berkesinambungan berdasarkan pada pengalaman belajar sebelumnya.
Herman Hudoyo (19979 : 6) menyatakan bahwa seseorang dikatakan belajar matematika apabila pada diri orang tersebut terjadi suatu proses kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Perubahan tersebut terjadi dari tidak tahu konsep menjadi tahu konsep, dan mampu menggunakannya dalam mempelajari materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
(17)
proses belajar materi matematika bukan hanya pengenalan yang dicapai, tetapi juga perlu pemahaman terhadap materi tersebut.
d. Prestasi Belajar Matematika
Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus dapat dicapai. Tujuan instruksional tersebut merupakan hasil belajar yang telah ditetapkan baik menurut aspek isi maupun aspek perilaku.
Tujuan pembelajaran matematika adalah siswa memahami konsep matematika, memiliki ketrampilan, menerapkan konsep dalam kehidupannya, menyadari dan menghargai pentingnya matematika. Untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran matematika sudah dicapai secara menyeluruh oleh siswa perlu diadakan penilaian melalui tes. Menurut Nasution (1995 : 4) prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Prestasi adalah hasil suatu kerja yang baik secara maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi tanpa pemborosan.
Prestasi belajar seseorang biasanya dapat diukur keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. Dalam prestasi belajar matematika adalah tingkat keberhasilan yang dimiliki seseorang dalam mencapai tujuan belajar matematika dalam selang waktu tertentu orang tersebut melakukan kegiatan belajar matematika.
Untuk menentukan keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran diperlukan alat ukur. Alat ukur yang biasa digunakan di sekolah biasanya berupa tes. Tes yang digunakan berupa tes obyektif
(18)
ataupun tes essay. Kedua tes ini biasanya mencakup kemampuan ingatan, pemahaman, aplikasi ataupun analisis. Pada penelitian ini yang dimaksud prestasi belajar matematika adalah nilai yang dicapai dari hasil tes prestasi belajar setelah mengikuti proses pembelajaran, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada materi pokok program linear. e. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar sangat penting dalam rangka membantu siswa untuk dapat mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya. Supaya belajar dapat berhasil, yaitu mencapai perubahan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan, maka proses belajar mengajar harus terjadi dengan baik. Oleh sebab itu faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar hendaknya diperhatikan.
Menurut Slameto (2003:54) faktor-faktor yang mempunyai potensi berpengaruh terhadap proses belajar mengajar meliputi :
a. Faktor Internal. b. Faktor Eksternal.
Secara terperinci kedua faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang datang dari dalam diri siswa sendiri, yang meliputi:
1. Faktor Jasmaniah a) Kesehatan.
(19)
Kesehatan adalah faktor penting di dalam belajar, sebab dengan kesehatan yang prima akan menjaga konsentrasi belajar.
b) Cacat tubuh.
Cacat tubuh dapat juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi belajar.
2. Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan rohaniah.
Termasuk dalam faktor ini adalah:
a) Intelgensi atau kecerdasan yang sangat besar pengaruhnya terhadapkeberhasilan belajar siswa. Intelgensi yang tinggi memungkinkan siswa mendapat perstasi belajar yang tinggi dan intelgensi yang sedang atau rendah juga memungkinkan siswa mendapat prestasi belajar yang sedang atau rendah.
b) Perhatian yang datang dari diri sendiri terhadap pelajaran maupun perhatian dari orang lain kepada dalam belajar juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
c) Minat atau keinginan atau ketertarikan pada bahan pelajaran bisa menjadi penyebab keberhasilan belajar.
d) Bakat .
Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah”the capacity to learn”.Dengan perkataan lain bakat adalah kemampuan untuk
(20)
belajar. Dapat juga diartikan bakat sebagai bentuk-bentuk kecakapan khusus yang dimiliki seseorang. Kecakapan khusus ini umumnya berasal dari pembawaan atau hereditas.
e) Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai karena dapat menjadi daya dorong/daya gerak untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.
f) Kematangan adalah suatu tingkatan atau fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.
g) Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah Preparedness respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi.
3. Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan mejadi dua macam, yaitu kelelahan jasmaniah dan kelelahan rohani.
b. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa. Faktor ini meliputi:
1. Faktor lingkungan keluarga yang terdiri dari: a) Cara Orangtua Mendidik.
Cara orangtua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar anak. Orangtua dapat mendidik anaknya dengan cara memberikan pendidikan dan perhatian yangcukup
(21)
agar siswa mendapat prestasi yang baik. Sebaiknya orangtua yangtidak mengindahkan pendidikan anaknya, acuh tak acuh atau bahkan tidak memperhatikan sama sekali, tentu berakibat anak tidak akan berhasil dalam belajarnya. Di lain pihak, orangtua yang memanjakan anak-anaknya juga bisa menjadi penyebab rendahnya prestasi belajar anaknya. Anak yang terlalu dimanjakan menjadi sukar untuk diarahkan, hanya semuanya sendiri.
b) Faktor suasana rumah yang tidak kondusif, yaitu terlalu gaduh atau terlalu ramai bisa menghemat konsentrasi belajar yang berakibat pada rendahnya prestasi belajar.
c) Faktor ekonomi keluarga juga banyak menentukan dalam belajar anak. Misalnya anak yang berasal dari tidak mampu tidak dapat membeli alat-alat sekolah dengan lengkap, dan sebagai akibatnya anak tidak dapat meraih prestasinya secara optimal.
2. Faktor Lingkungan Sekolah.
Lingkungan sekolah kadang-kadang juga menjadi penyebab rendahnya prestasi hasil belajar anak. Termasuk dalam faktor ini adalah:
a) Metode mengajar atau cara penyajian pelajaran yang kurang baik dari guru, misalnya guru kurang persiapan atau kurang menguasai materi pelajaran.
(22)
b) Hubungan guru dengan murid yang kurang baik, berakibat guru kurang disenangi murid sehingga murid tidak secara optimal dalam mengikuti pembelajaran.
c) Hubungan antar siswa yang tidak menyenangkan, misalnya seorang siswa yang dikucilkan/diasingkan temannya.
d) Bahan pelajaran yang terlalu tinggi di atas ukuran normal kemampuan anak.
e) Alat-alat belajar di sekolah yang serba tidak lengkap.
f) Jam-jam pelajaran yang kurang baik, misalnya sekolah yang masuk siang dengan udara yang panas mempunyai pengaruh yang melelahkan.
3. Faktor Lingkungan Masyarakat.
Beberapa hal yang termasuk dalm faktor lingkungan masyarakat yang juga dapat meningkatkan kemajuan belajar antara lain:
a) Teman bergaul yang tepat akan memberikan pengaruh pada prestasi belajar yang baik.
b) Adanya kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang mendidik dapat menambah wawsan atau pengetahuan anak sehingga menyebabkan prestasi belajar yang meningkat
f. Tinjauan Materi Program Linear
Mengacu pada GBPP kurikulum matematika SMA 2006, materi yang akan dijadikan bahan penelitian adalah materi pokok program linear, sub pokok bahasan sistem pertidaksamaan linear dengan materi :
(23)
1. Memahami sistem pertidaksamaan linear dengan dua perubah. 2. Model matematika program linear.
Yang dimaksud pertidaksamaan adalah suatu kalimat matematika yang memuat satu atau lebih variabel dan sebuah tanda ketidaksamaan. Bila pertidaksamaan tersebut berbentuk linear ( tidak mengandung fungsi: polinomial, trigonometri, logaritma atau eksponensial ), maka pertidaksamaan tersebut dinamakan pertidaksamaan linear.
Contoh pertidaksamaan linear adalah 5x < 2, 2x + 3y + 8z > 10, 4x + 2y ≥ 5, dan seterusnya. Berdasarkan definisi di atas, maka pertidaksamaan linear dua variabel dapat dinyatakan dalam bentuk :
ax + by > c, ax + by < c, ax + by ≥ c atau ax + by ≤ c dengan x, y variabel dan a,b,c konstanta.
Menentukan Penyelesaian Sistem Pertidaksamaan Linear Dua Variabel Himpunan penyelesaian dari sistem pertidaksamaan linear merupakan irisan dari himpunan penyelesaian masing-masing pertidaksamaan linearnya. Untuk menentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan linear dua variabel, dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Gambarlah garis ax + by = c.
2. Ambil sembarang titik P(x1,y1) yang terletak di luar garis ax + by = c. 3. Substitusikan titik tersebut ke dalam pertidaksamaan .
4. Apabila pertidaksamaan benar, maka daerah yang memuat titik P(x1,y1) adalah himpunan penyelesaiannya. Jika pertidaksamaan
(24)
salah, maka daerah lain yang tidak memuat titik P(x1,y1) adalah himpunan penyelesaiannya.
Program linear merupakan bagian dari matematika terapan yang sering dijumpai dalam bidang rizet operasional (Operational Research).Program linear adalah suatu metode atau cara untuk mencari nilai maksimum dan minimum bentuk linear (yang disebut bentuk obyektif) pada daerah yang dibatasi oleh suatu sistem pertidaksamaan linear. Dari daerah yang membatasi sistem pertidaksamaan linear itu terdapat sebuah penyelesaian yang memberikasn hasil terbaik (yang disebut penyelesaian optimum). Untuk memecahkan suatu masalah program linear kita harus menterjemahkan terlebih dahulu masalah tersebut dalam bentuk bahasa matematika. Rumusan matematis secara garis besar dibagi dua bagian, yaitu :
1. Persyaratan atau kendala-kendala (sistem pertidaksamaan). 2. Bentuk obyektif (fungsi sasaran).
2. Metode Pembelajaran
a. Pendekatan Pembelajaran Matematika
Pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat beradaptasi dengan siswa (Suherman, 2001 : 7). Sedangkan Syaiful Sagala (2003: 68) mendifinisikan bahwa pendekatan pembelajaran adalah suatu jalan atau cara yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam
(25)
pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu dikelola.
Menurut Soedjadi (2000: 102) membedakan pendekatan menjadi dua, yaitu :
a. pendekatan materi (material approach), yaitu proses menjelaskan topik matematika tertentu menggunakan materi matematika lain, dan b. pendekatan pembelajaran yaitu proses penyampaian atau penyajian
topik matematika tertentu agar mempermudah siswa memahaminya. Menurut Treffers dalam Suwarsono (2001 : 3) mengklasifikasi empat pendekatan pembelajaran dalam pendekatan matematika berdasarkan komponen matematisasi horisontal dan vertikal yaitu, mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik.
Mekanistik adalah pendekatan yang tidak memberi perhatian terhadap matematisasi horisontal dan vertikal. Sedangkan pendekatan empiristik hanya terfokus pada matematisasi horisontal dan mengabaikan matematisasi vertikal. Sebaliknya pendekatan strukturalistik hanya menekankan pada matematisasi vertikal tetapi lemah didalam matematisasi horisontal. Terakhir, pendekatan realistik adalah pendekatan yang menggunakan kedua proses matematisasi untuk membentuk proses belajar jangka panjang.
Pendekatan realistik menggunakan situasi dunia nyata atau suatu masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam belajar matematika.Dalam hal ini siswa aktivitas matematisasi horizontal, yakni siswa
(26)
mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasikan aspek matematika yang ada pada masalah kontekstual tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan, menginterprestasikan, dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki. Kemudian dengan menggunakan matematisasi vertikal melalui proses abstraksi, generalisasi maupun idealisasi, siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.
Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasian masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasian masalah dunia nyata ke masalah matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri, atau ”dunia nyata” merupakan sumber dari matematisasi dan sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali konsep-konsep matematika, jadi dalam matematisasi vertikal bergerak dari dunia simbol. Contoh matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematik dan penggenesalisasian.
(27)
Sehingga dalam pendekatan pembelajaran matematika adalah suatu cara yang ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran matematika agar konsep yang disampaikan dapat beradaptasi dengan siswa, dengan menggunakan pendekatan realistik
b. Pembelajaran Realistik
1) Hakekat Pembelajaran Realistik
Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Frundenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali(to reinvent) matematika melalui bimbingan guru (Gravemeijer,1994), dan bahwa penemuan kembali (reivention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelejahan berbagai situasi dan persoalan”dunia riil”(de Lange,1995) ( http://jurotunguru.wordpress.com/)
Marpaung (2003 : 9), menggambarkan pendekatan realistik itu sebagai berikut :
(28)
Gambar 2.1 Pembelajaran Realistik
Supaya pembelajaran bermakna bagi siswa, maka sebaiknya dimulai dengan masalah-masalah realistik. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah itu dengan caranya sendiri sesuai dengan kemampuannya yang berarti siswa diberi kesempatan untuk melakukan refleksi, interprestasi dan mencari strateginya yang sesuai (Marpaung , 2003 : 9).
2) Karakteritik dan Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Karakteritik dan Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik (Marpaung : 2003 : 9) sebagai berikut :
1. Murid aktif, guru aktif . Matematika sebagai aktivitas manusia. Menurut Freudental, penggagas pembelajaran realistik, matematika itu adalah aktivitas manusia ( human activity). Itu, berarti ide-ide matematika ditemukan orang(pebelajar) melalui kegiatan/aktivitas. Aktif di sini berarti aktif berbuat ( kegiatan tubuh) dan aktif berpikir ( kegiatan mental) . Jadi konsep-konsep matematika ditemukan
Matematika realistik
Matematisasi
dalam Aplikasi Matematisasi
dan refleksi Abtraksi dan
(29)
2. Mulailah dengan masalah kontektual / realistik. Masalah realistik, artinya dapat dibayangkan oleh siswa atau berasal dari masalah-masalah dalam dunia nyata. Siswa akan memiliki motivasi untuk mempelajari matematika bila dia melihat dengan jelas bahwa matematika bermakna/melihat manfaat matemtika bagi dirinya . Salah satu manfaat itu adalah dapat memecahkan masalah yang dihadapi ( khususnya masalah dalam kehidupan sehari-hari). Bermakna dapat juga diartikan melihat hubungan antara informasi baru yang dia terima dengan pengetahuan atau pengalaman yang sudah dia miliki. Jadi masalah kontektual atau realistik adalah masalah yang berkaitan dengan situasi dunia nyata atau dapat dibayangkan oleh siswa. Pada dasarnya masalah kontekstual atau realistik adalah suatu masalah yang kompleks, yang menuntut level kognitif dari yang rendah sampai tinggi.
3. Berikan kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri-sendiri. Lintasan Belajar Siswa. Tidak hanya satu cara menyelesaikan masalah. Ada banyak cara, itu sangat tergantung pada struktur kognitif siswa ( pengalamannya). Guru tidak perlu mengajari siswa bagaimana cara menyelesaikan masalah. Mereka harus berlatih menemukan cara menyelesaikan. Soal yang diberikan pada siswa hendaknya tidak jauh dari skema yang sudah mereka miliki dalam pikirannya.
(30)
Dalam keadaan tertentu guru dapat membantu siswa dengan memberikan sedikit informasi sebagai petunjuk arah yang dapat dipilih siswa untuk dilalui.
4. Ciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Kondisi belajar menurut hasil penelitian modern dalam bidang psikologi dan neuroscience, bukan hanya tubuh kita yang mengikuti perintah dari otak kita, tetapi otak kita juga akan bekerja sesuai keinginan / kemauan kita sendiri. Itu berarti, otak kita dapat juga diperintah oleh kemauan kita. Jadi, kemempuan manusia tidak hanya ditentukan oleh IQ nya tetapi juga oleh kememuannya ( sikap, motivasi, ketekunan ).
5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok kecil atau besar diskusi, interaksi dan negosiasi. Belajar dengan bekerja sama lebih efektif daripada belajar secara individual. Memang harus diakui bahwa ada banyak tipe belajar, ada yang lebih senang belajar individual, ada yang lebih senang belajar dalam kelompok, ada yang cenderung visual, ada yang auditif, ada yang inestetik ( enaktif ), saling tukar informasi penting untuk memahami sesuatu. Informasi yang bertentangan pun dengan yang dimiliki seseorang dapat membuat pemahaman orang itu terhadap suatu masalah menjadi lebih baik. Informasi yang baru dapat menyebabkan informasi lama ditransformas. Tugas guru membantu siswa agar informasi baru dapat memperkuat atau
(31)
memperbaiki pengetahuan seseorang. Maka interaksi dan negosiasi penting perlu sekali dalam pembelajaran.
6. Pembelajaran tidak selalu di kelas ( bisa dil luar kelas, duduk di lantai, pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mendengarkan atau berbuat sesuatu, termasuk untuk berpikir. Orang memerlukan variasi untuk merangsang organ-organ tubuh melakukan fungsinya dengan baik.Variasi ini juga dapat membuat suasana yang menyenangkan dalam belajar.
7. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi ( Refleksi). Salah satu ciri penting PMRI adalah interaksi dan negosiasi. Siswa perlu belajar untuk mengemukakan idenya kepada orang lain (kawan-kawannya atau guru-gurunya). Supaya mendapat masukan berupa informasi yang melalui refleksi dapat dipakai memperbaiki atau meningkatkan kualitas pemahamannya. Untuk itu perlu diciptakan suasana yang mendukung. Seperti, jangan menghukum siswa jika membuat kesalahan dalam menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah, jangan mentertawakan, tetapi menghargai pendapatnya.
8. Siswa bebas memilih modus reprensetasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah ( penggunaan model). Tanslasi modus reprensetasi. Pemahaman siswa dapat diamati dari kemampuannya menggunakan berbagai
(32)
modus reprensentasi (enaktif, ikonik atau simbolik) untuk membantunya menyelesaikan suatu masalah.
9. Guru bertindak sebagai fasilitator ( Tutwuri Handayani)
Dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya tidak mengajari siswa atau mengantarkan ketujuan, tetapi memfasilitasi siswa dalam belajar. Guru dapat membimbing siswa jika mereka melakukan kesalahan atau tidak mempunyai ide dengan memberi motivasi atau sedikit arahan agar mereka dapat melanjutkan bekerja mencari strateginya menyelesaikan masalah. Pembelajaran hendaknya dimulai dengan meyodorkan masalah kontekstual atau realistik yang tidak jauh dari skema kognitif siswa.
10. Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai motivasi. Hukuman hanya menimbulkan efek negatif dalam diri siswa, tetapi motivasi, khususnya motivasi internal dan sikap siswa yang positif dapat membantu siswa belajar efektif.
3) Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Suwarsono (2001 :5) terdapat beberapa keunggulan dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) antara lain:
(33)
a) Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan di dunia nyata) dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia. b) Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan
operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksikan dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang`biasa` yang lain, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan caranya sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau maslah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang palin tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
d) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasioanal kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama,dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses
(34)
itu, dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi. Selain keunggulan-keunggulan yang telah diuraikan di atas, menurut penulis masih lagi terdapat keunggulan PMR antara lain : PMR menjadikan siswa aktif san kreaktif, siswa berani mengungkapkan pendapatnya, siswa lebih berani bertanya, dan suasana kelas lebih nampak hidup.
Suwarsono (2001:8) dalam implementasi PMR di lapangan juga akan timbul kelemahan- kelemahannya antara lain:
a) Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan soal kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah”jadi”tetapi dipandang sebagai pihak yang aktif mengkstruksi konsep-konsep matematika. Guru tidak lagi sebagai pengajar, tetapi lebih sebagai pendamping bagi siswa. Di samping itu peranan soal kontektual tidak sekedar dipandang sebagai wadah untuk menerangkan aplikasi dari matematika, tetapi justru digunakan sebagai titik tolak untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika itu sendiri.
(35)
b) Pencarian soal-soal kontektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa disesuaikan dengan bermacam-macam cara.
c) Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru.
d) Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa, melalui soal-soal kontekstual, proses matematisasi horizontal maupun vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.
c. Pembelajaran Matematika Konvensional
Pembelajaran matematika secara konvensional (tradisional) adalah pembelajaran yang biasa yang dilakukan oleh guru matematika di sekolah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3 (2005:529) ”konvensional” diartikan tradisional. Sedangkan tradisional diartikan sebagai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma-norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun menurun (h.1208).
(36)
Proses pembelajaran matematika yang berlangsung saat ini di sekolah biasanya dimulai dari teori kemudian diberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal. Di dalam pembelajaran matematika di sekolah saat ini, masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang juga digunakan dalam topik-topik tertentu, namun umumnya penggunaannya hanya sebagai upaya penerapan matematika dari yang diajarkan sebelumnya. Hal tersebut dapat terlihat dari pemunculan soal cerita pada akhir bahasan suatu topik atau pada waktu pemberian contoh ( Soedjadi, 2001: 2).
Selama proses pembelajaran berlangsung guru cenderung mendominasi kegiatan pembelajaran, dan hampir tidak ada interaksi antar siswa, dengan kata lain siswa cenderung pasif, kebanyakan siswa hanya mendengar dan menulis dengan tekun, hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru yang terbatas pada penjelasan guru yang kurang dimengerti siswa tersebut. Dalam pembelajaran konvensional ini tentunya tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, menurut Purwoto (2003:67) antara lain:
Kelebihan :
1) Dalam pembelajaran konvensional lebih banyak menggunakan metode ceramah, maka dapat menampung kelas cukup besar dan setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan penjelasan guru.
(37)
2) Kemampuan masing-masing siswa kurang mendapat perhatian sehingga isi dari silabus dapat mudah diselesaikan.
3) Materi dapat diberikan secara urut sesuai dengan kurikulum.
4) Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan ceramah.
Kekurangan :
1) Proses pembelajaran mudah membosankan, karena siswa kurang terlibat aktif, akibatnya tidak ada kesempatan siswa untuk menemukan konsep yang sedang dipelajari.
2) Karena proses pembelajaran dimulai dengan teori, kemudian contoh-contoh soal yang dilanjutkan dengan latihan soal, akibatnya strategi dan jawaban siswa cenderung homogen.
3) Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah, bukan dengan cara mengkonstruksi pengetahuan maka siswa cenderung lebih menghafal tanpa pengertian pengetahuan tidak dapat bertahan lama dan mudah cepat lupa.
4) Kepadatan konsep yang disampaikan oleh guru dapat menimbulkan interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa menjadi kurang, akibatnya siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.
Perbedaan matematika secara konvensional dengan pembelajaran matematika realistik sekaligus dapat dipandang sebagai kelebihan
(38)
pembelajaran matematika realistik dari pembelajaran matematika konvensional secara teoritik.
3. Motivasi Belajar a. Motivasi Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3 (2005 : 756), ” motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu”.Menurut Oemar Hamalik (2003:50), ” motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan dan tindakan tertentu”. Oemar Hamalik (2003:112) mengemukakan, ” bahwa pada pokoknya, motivasi mempunyai dua sifat: (1) motivasi instrinsik dan (2) motivasi ekstrinsik”. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang mencakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri. Motivasi instrinsik ini berasal dari dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar seperti: ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan, dan persaingan, yang bersifat negatif adalah ejekan dan hukuman.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis yang berasal dari diri siswa atau dari luar siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan
(39)
belajar itu demi mencapai tujuan belajar. Adanya motivasi berprestasi yang tinggi dalam diri siswa merupakan syarat agar siswa terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapinya dan diharapkan siswa akan sanggup untuk belajar sendiri. b. Fungsi motivasi belajar
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak sebanarnya dilatarbelakangi oleh sesuar\tu yang secara umum dinamakan motivasi. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan tersebut. Begitu juga belajar juga membutuhkan motivasi karena dengan motivasi hasil belajar akan optimal. Sehubungan dengan itu Oemar Hamalik (2003:108) mengatakan tiga fungsi motivasi yaitu:
1) Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaa.
Motivasi juga mengandung nilai-nilai antara lain: motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa. Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreaktivitas dan imajinitas guru untuk berupaya sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan
(40)
dan serasi guna membangkitkan motivasi balajar siswa. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan membredayakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin di kelas, penggunaan asa motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Jaka Purnama (2004) pada siswa kelas III IPA SMUN di Kabupaten Klaten, menunjukkan bahwa prestasi belajar geometri ruang kelompok siswa yang diajar dengan metode pendekatan realistik cenderung lebih tinggi dibanding kelompok siswa yang diajar dengan metode konvensional dan prestasi belajar geometri ruang kelompok siswa yang mempunyai motivasi lebih tinggi cenderung lebih tinggi prestasi belajar geometri dimensi tiga siswa yang mempunyai motivasi lebih rendah.
2. Penelitian Joko Bekti Haryono (2005) pada siswa kelas II SMP Negeri di Sukoharjo menunjukkan hasil aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika realistik efektif, dan respon siswa terhadap pembelajaran positif selanjutnya disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik efektif untuk mengajarkan pokok bahasan relasi dan pemetaan.
(41)
3. Penelitian Sulistyo Partomo Putro (2006) pada siswa kelas V SD Negeri di Kecamatan Jebres Surakarta, menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajar dengan metode konvensional dan prestasi belajar matematika kelompok siswa yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki sikap percaya diri rendah.
4. Penelitian Pentatito Gunowibowo (2008) pada siswa kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika dan sikap terhadap matematika jika dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan mekanistik jika ditinjau pada kemampuan awal.
Dari hasil beberapa penelitian di atas, menunjukkan bahwa pendekatan realistik memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional, dan pembelajaran dengan pendekatan realistik mampu mendorong siswa aktif dan kreaktif dalam belajar.
C. Kerangka Berpikir
Prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh beberapa faktor, dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang diteliti
(42)
adalah pendekatan pembelajaran realistik dan pendekatan yang banyak digunakan sekarang ini adalah pendekatan pembelajaran konvensional, sebagai usaha dalam pembelajaran matematika yang mengarahkan siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar sehingga diperoleh prestasi yang maksimal dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada penelitian ini diungkapkan pengaruh pendekatan pembelajaran realistik dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa, yang rinciannya sebagai berikut:
1. Kaitan antara pendekatan realistik terhadap prestasi belajar matematika
Pada pendekatan pembelajaran realistik adalah konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan tempatnya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sehingga penerapan pendekatan pembelajaran realistik diharapkan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran realistik dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.
2. Kaitan motivasi belajar dengan prestasi belajar matematika
Selain metode mengajar, prestasi belajar matematika juga dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa. Karena jika tidak ada motivasi dari siswa untuk belajar, maka selamanya siswa tidak akan tertarik dengan
(43)
pelajaran matematika dan tidak memperoleh kepuasan dari belajar matematika dan belajar menjadi tidak bermakna. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi dalam proses belajar mengajar akan lebih cepat memahami konsep yang dipelajarinya dan menguasai materi matematika yang diberikan. Jadi dalam mempelajari materi pokok program linear, siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi kemungkinan besar prestasi belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajarnya rendah. Dengan demikian motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap meningkatnya prestasi belajar matematika, sehingga motivasi mempunyai hubungan positif terhadap prestasi belajar matematika.
3. Kaitan motivasi belajar siswa dan pendekatan pembelajaran realistik terhadap prestasi belajar matematika
Dari uraian di atas pada no 1 dan 2 di atas dapat dinyatakan bahwa, pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa adalah faktor penting yang harus diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Penggunaan pendekatan pembelajaran realistik di kelas ditinjau dari motivasi belajar matematika, peneliti akan melihat sejauh mana kaitannya antara penggunaan pendekatan pembelajaran realistik dengan motivasi belajar terhadap pencapaian prestasi belajarnya, karena keberhasilan tidak hanya ditentukan dari diri siswa, tetapi juga dari luar, penggunaan pendekatan pembelajaran realistik merupakan faktor luas dari siswa, sedangkan motivasi belajar matematika merupakan faktor dari dalam diri siswa.
(44)
Kaitan antara pendekatan pembelajaran realistik dan motivasi belajar matematika diduga mampu meningkatkan prestasi belajar matematika.
Secara sederhana skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian Keterangan:
A : Penggunaan Pendekatan Pembelajaran B : Motivasi Belajar Siswa
Y : Prestasi Belajar Siswa Pendekatan Pembelajaran:
1. Kelompok Eksperimen (Pembelajaran Matematika Realistik)
2. Kelompok Kontrol ( Pendekatan Pembelajaran Konvensional)
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran (A)
Motivasi Belajar Siswa (B)
Prestasi Belajar Matematika (Y)
(45)
Prestasi belajar matematika adalah hasil belajar pada materi pokok program linear di kelas XII IPS SMA Negeri.
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Pendekatan pembelajaran realistik akan memberikan prestasi belajar siswa lebih baik pada materi pokok program linear daripada pendekatan pembelajaran konvensional.
2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi sedang, dan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi sedang lebih baik daripada siswa yang bermotivasi rendah pada materi pokok program linear.
3. Pada pendekatan pembelajaran konvensional, siswa dengan motivasi belajar yang berbeda akan memberikan prestasi yang sama. Untuk pendekatan pembelajaran realistik, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi sedang, siswa yang mempunyai motivasi sedang akan lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi rendah.
(46)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian
1. Tempat dan subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3, SMA Negeri 5, SMA Negeri 8 Kota Surakarta, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas XII IPS semester ganjil tahun pelajaran 2008/2009. Sedangkan uji coba dilaksanakan di SMA Negeri 6 Kota Surakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap. Adapun tahap pelaksanaan
penelitian sebagai berikut: a. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan meliputi pengajuan judul, penyusunan proposal serta mengajukan penelitian. Tahap ini dilaksanan pada bulan April sampai akhir Agustus 2008.
b. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini penulis melaksanakan penelitian pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Oktober 2008.
c. Tahap penyelesaian
Pada tahap ini terdiri dari proses analisis data dan penyusunan laporan penelitian, yang dimulai pada bulan Nopember 2008.
(47)
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan penelitian eksperimental semu. Alasan digunakan penelitian eksperimental semu adalah peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel yang relevan. Seperti yang dikemukakan Budiyono (2003:82-83), ”Tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variable yang relevan”. Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu pendekatan pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik sebagai kelompok eksperimen dan pendekatan konvensional sebagai kelompok kontrol. Sedangkan variabel bebas lain yang mungkin ikut mempengaruhi variabel terikat yaitu motivasi belajar.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktor 2x3. Rancangan tersebut dapat digunakan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Motivasi Belajar Siswa Faktor (A)
Pendekatan Pembelajaran Tinggi
1
b Sedang
b2 Rendah
b3Realistik
a1 ab11 ab12 ab13Konvensional
a2 ab21 ab22 ab23Rancangan Penelitian Keterangan:
(48)
1
a : Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
2
a : Pendekatan Pembelajaran Konvensional
B : Motivasi Belajar Siswa
1
b : Motivasi Tinggi
2
b : Motivasi Sedang
3
b : Motivasi Rendah
11
ab : prestasi belajar siswa dengan pembelajaran matematika realistik yang
bermotivasi tinggi.
12
ab : prestasi belajar siswa dengan pembelajaran matematika realistik yang
bermotivasi sedang.
13
ab : prestasi belajar siswa dengan pembelajaran matematika realistik yang
bermotivasi rendah.
21
ab : prestasi belajar siswa dengan pendekatan pembelajaran konvensional yang
bermotivasi tinggi.
22
ab : prestasi belajar siswa dengan pendekatan pembelajaran konvensional yang
bermotivasi sedang.
23
ab : prestasi belajar siswa dengan pendekatan pembelajaran konvensional yang
bermotivasi rendah.
Pada awal sebelum mulai perlakuan, terlebih dahulu mengecek keadaan kemampuan awal sampel yang akan dikenai perlakuan, baik dari kelompok eskperimen maupun kelompok kontrol. Tujuannya untuk mengetahui apakah kedua kelompok tersebut dalam keadaan seimbang. Data yang digunakan nilai
(49)
ulangann harian pada materi pokok integral semester satu kelas XII. Kedua kelompok tersebut diasumsikan sama dalam semua segi yang relevan dan hanya berbeda dalam penggunaan pendekatan pembelajaran matematika.
C. Populasi ,Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Suharsimi Arikunto (1998:115), ”Populasi adalah keseluruhan subyek yang akan diteliti”. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS SMA Negeri di Kota Surakarta tahun pelajaran 2008/2009 sebanyak 190 siswa. 2. Sampel
Suharsimi Arikunto (1998:115) mengemukakan bahwa, ”Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”.
Pada penelitian ini sampel yang mewakili seluruh siswa kelas XII IPS SMA Negeri Kota Surakarta tahun ajaran 2008/2009, sehingga diperoleh:
a. Kelas kontrol kelas XII masing-masing 1 kelas dari SMA Negeri 3 IPS1 sebanyak 35 siswa, SMA Negeri 5 IPS 2 sebanyak 32 siswa dan SMA Negeri 8 IPS 5 Sebanyak 31 siswa . Jadi total siswa kelas kontrol pada penelitian ini adalah 98 siswa.
b.Kelas eksperimen siswa kelas XII masing-masing 1 kelas dari SMA Negeri 3 IPS2 sebanyak 32 siswa, SMA Negeri 5 IPS 4 sebanyak 33 siswa dan SMA Negeri 8 IPS 5 Sebanyak 27 siswa . Jadi total siswa kelas kontrol pada penelitian ini adalah 92 siswa.
(50)
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling
dengan cara memandang populasi sebagai kelompok-kelompok. Dalam hal ini, kita pisahkan sekolah-sekolah SMA Negeri yang ada di kota Surakarta menjadi 3 kelompok berdasarkan ranking sekolah yaitu kelompok tinggi, sedang dan kelompok rendah. Dari masing-masing kelompok diambil secara acak / diundi diambil 1 sekolah untuk dijadikan sekolah sampel. Kemudian dari masing-masing sekolah sampel yang terpilih, kelas yang ada di sekolah sampel diambil secara acak / undi seperti pemilihan sampel sekolah, untuk mendapatkan masing-masing 2 kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga akhirnya kita dapatkan 6 kelas, yaitu 3 kelas eksperimen dan 3 kelas kontrol.
Adapun langkah-langkah pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut: a) Diambil 2 kelas dari 4 kelas di SMA Negeri 3 yang ada dengan cara acak
dan terpilih kelas XII IPS1 sebagai kelompok kontrol sejumlah 35 siswa dan IPS2 sebagai kelompok eksperimen sejumlah 32 siswa.
b) Diambil 2 kelas dari 6 kelas di SMA Negeri 5 yang ada dengan cara acak dan terpilih kelas XII IPS2 sebagai kelompok kontrol sejumlah 32 siswa dan IPS4 sebagai kelompok eskperimen sejumlah 33 siswa.
c) Diambil 2 kelas dari 6 kelas di SMA Negeri 8 yang ada dengan cara acak dan terpilih kelas XII IPS5 sebagai kelompok kontrol sejumlah 31 siswa dan IPS5 sebagai kelompok eskperimen sejumlah 27 siswa.
(51)
Tabel 3.2 Peringkat Sekolah
Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika Tahun 2007/2008
No Nama Sekolah Rerata Kelompok
1. 2. 3.
SMA Negeri 1 SMA Negeri 3 SMA Negari 4
8,70 8,58 7,84 atas atas atas 4. 5. 6.
SMA Negeri 7 SMA Negeri 5 SMA Negeri 2
7,97 7,58 7,30 sedang sedang sedang 7. 8.
SMA Negeri 6 SMA Negeri 8
6,95 5,39
rendah rendah
Berdasarkan prosedur di atas diperoleh kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti pada tabel 3.3
Tabel 3.3
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas
No. Kelompok Nama Sekolah
Eksperimen Kontrol
1. Atas SMA Negeri 3 XII IPS2 XII IPS1
2. Sedang SMA Negeri 5 XII IPS4 XII IPS2
3. Rendah SMA Negeri 8 XII IPS6 XII IPS5
D.Teknik Pengambilan Data
1. Variabel Penelitian:
Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel – variabel tersebut adalah sebagai berikut :
(52)
a.Variabel bebas yaitu metode/pendekatan pembelajaran dan kategori hasil tes motivasi belajar siswa
1). Pendekatan Pembelajaran (a). Definisi operasional:
Pendekatan pembelajaran adalah cara mengajar guru dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik pada kelas eksperimen, pendekatan konvensional pada kelas kontrol. (b). Kategori:
Metode pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran matematika realistik pada kelas eksperimen, metode konvensional pada kelas kontrol.
(c). Skala pengukuran:
nominal dengan dua kategori pendekatan pembelajaran matematika realistik dan konvensional.
(d). Simbol : ai dengan i = 1,2 2). Motivasi Belajar
(a). Definisi operasional:
Keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. (b). Skala pengukuran :
Skala interval yang diubah dalam skala ordinal dalam kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Skala interval yang diubah ke skala
(53)
ordinal yang terdiri dari tiga kategori yaitu kelompok tinggi dengan
skor lebih dari X +0,5 S, kelompok sedang dengan skor X -0,5 S ≤
X ≤ X +0,5 S, sedang kelompok rendah dengan skor kurang dari
X -0,5 S (X = rataan skor motivasi dan S = simpangan baku)
(c) Kategori : skor angket motivasi belajar matematika siswa. (d) Simbol : bj dengan j = 1,2,3
b. Variabel Terikat adalah Prestasi Belajar Siswa 1. Definisi Operasional:
Prestasi belajar matematika adalah hasil yang diperoleh siswa sebagai akibat dari aktivitas selama mengikuti kegiatan belajar mengajar matematika.
2. Kategori: Nilai tes prestasi belajar matematika materi pokok program linear.
3. Skala Pengukuran : Interval 4. Simbol : Y
2.Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah sebagai berikut :
a. Metode Angket
Budiyono (2003:47) berpendapat bahwa, ” metode angket adalah cara
(54)
subyek peneliti, responden atau sumber data dan jawaban diberikan pula secara tertulis”.
Angket dalam penelitian ini memuat pertanyaan-pertanyaan tentang motivasi belajar matematika siswa yang berupa soal pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban. Pemberian skor untuk item positif adalah tidak menjawab diberi skor 0, jika menjawab a diberi 5, b diberi skor 4, c diberi skor 3, d diberi skor 2 dan e diberi skor 1. Sedangkan untuk item negatif menjawab a diberi skor 1, b diberi skor 2, c diberi skor 3, d diberi skor 4, e diberi skor 5 serta skor 0 jika tidak menjawab. Data yang diperoleh digunakan untuk mengukur motivasi belajar matematika siswa.
b. Metode Dokumentasi
Menurut Budiyono (2003:54), metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data
dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang ada.
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan seagai data awal yaitu nilai ulangan harian semester ganjil materi pokok integral mata pelajaran matematika kelas XII IPS SMA. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal tentang prestasi belajar matematika dari sampel sebelum dikenai perlakuan. Dari data yang diperoleh digunakan untuk uji keseimbangan.
c. Metode Tes
Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai prestasi belajar siswa. Tes yang digunakan berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda, sebagai alat untuk mengambil data tentang prestasi
(55)
belajar siswa kelas XII IPS SMA Negeri semester ganjil pada materi pokok program linear.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes untuk memperoleh data tentang prestasi belajar matematika dan angket motivasi belajar siswa. Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu diadakan uji coba mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen tes tersebut. Pada penelitian ini uji coba tes dilakukan di SMA Negeri 6 Surakarta pada siswa kelas XII IPS1 tahun pelajaran 2008/2009 berdasarkan karakteristik antara subjek sampel penelitian uji coba.
Setelah dilaksanakan uji coba, kemudian dilakukan analisis butir soal tes dan angket sebagai berikut:
a. Tes
1) Uji Validitas Isi
Untuk instrumen, supaya tes mempunyai validitas isi harus diperhatikan hal-hal berikut:
a) Tes harus dapat mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan.
b) Penekanan materi yang akan diujikan seimbang dengan penekanan materi yang diajarkan.
c) Materi palajaran untuk menjawab soal-soal ujian sudah dipelajari dan dipahami oleh tester.
(56)
Untuk menilai apakah tes mempunyai validitas isi, biasanya penilaian dilakukan oleh pakar atau validator. Jadi dalam penelitian ini suatu butir soal dikatakan valid jika sudah dilakukan peneilaian oleh validator. Validatornya adalah Drs. Makmur Sugeng, M.Pd. Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Surakarta guru matematika dan Drs. H. Kismanto, M.Pd. Ketua MGMP Matematika Surakarta. Pemilihan kedua validator tersebut atas pertimbangan guru tersebut mengajar di sekolah tempat peneliti uji coba.
Dari hasil penelitian validator ada beberapa soal yang harus direvisi antara lain no 20, karena salah ketik.
2) Uji Reliabilitas
Tes prestasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes obyektif dengan setiap jawaban benar skor 1 dan setiap jawaban salah diberi skor 0. Sehingga untuk menghitung tingkat reliabilitas digunakan rumus Kuder-richardson dengan KR-20, yaitu:
2 2
11 1 t i i t s q p s n n r 11
r : indeks reliabilitas instrumen n : banyaknya butir instrumen
i
p : proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar pada butir ke-i
qi : 1-pi
(57)
Dalam penelitian ini disebut reliabel apabila indeks reliabilitas yang diperoleh telah melebihi 0.70 (r11>0.70)
(Budiyono, 2003:70) 3) Daya Pembeda
Untuk menguji daya beda suatu butir soal digunakan rumus korelasi momen produk Karl Pearson
2 2
2
2
.
x y
n X Y X Y
r
n X X n Y Y
Keterangan :
xy
r : indeks daya pembeda untuk butir ke-i
n : cacah subjek yang dikenai tes (instrumen)
X : skor untuk butir ke-i
Y : skor total ( dari subyek uji coba)
(Budiyono, 2003: 65) Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i kurang dari 0,3 maka butir tersebut harus dibuang. Data hasil perhitungan daya beda ada pada lampiran 17.
4) Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang memadai artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes digunakan rumus:
(58)
s J
B
P
Keterangan :
P : Indeks kesukaran
B : Banyak peserta tes yang menjawab soal benar
Js : Jumlah seluruh peserta tes
(Suharsini Arikunto, 1998:212) Data hasil perhitungan tingkat kesukaran ada pada lampiran 17.
b. Angket 1) Validitas isi
Budiyono (2003:39) mengatakan bahwa,”untuk menilai apakah suatu angket instrumen mempunyai validitas yang tinggi, yang biasanya dilakukan melalui expert jugment”. Jadi untuk menilai apakah angket valid penilaian dilakukan oleh pakar.
Dalam penyusunan dan pengembangan berbagai tes ataupun angket, pengujian validitas suatu instrumen dalam menjalankan fungsi ukurnya seringkali dapat dilakukan dengan melihat sejauhmana kesesuaian antara hasil ukurnya instrumen tersebut dengan hasil instrumen lain yang sudah teruji kualitasnya atau dengan ukuran-ukuran yang dianggap dapat menggambarkan aspek yang diukur tersebut secara reliabel.
Dalam hal ini, instrumen yang telah teruji validitasnya atau ukurannya yang dianggap tepat telah berlaku sebagai kriteria validitas (Saifuddin Anwar, 1992:141-142).
(59)
Berdasarkan penilaian dari pakar, ada beberapa soal angket yang harus direvisi redaksionalnya antara lain soal no 4 perlu diralat redaksionalnya karena salah ketik.
2) Konsistensi internal
Konsistensi internal menunjukkan adanya korelasi positif antara skor masing-masing butir angket tersebut. Artinya butir-butir tersebut harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Untuk menghitungnya digunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson sebagai berikut: r
) ) ( ( ) ( ( ) )( ( 2 2 22 X n Y Y
X n Y X XY n xy dengan:
rxy= indeks konsistensi internal untuk butir tes ke-i
n = cacah subjek yang dikenai tes X = skor butir ke-i (dari subjek uji coba) Y = skor total (dari obyek uji coba)
Butir soal angket dipakai jika rxy 0,3. data hasil perhitungan konsistensi internal angket pada lampiran 20.
(Budiyono, 2003:65) 3) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Alpha, adanya rumus Alpha yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1)
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini dapat memberikan gambaran apa yang diselidiki dan dapat pula menggambarkan hasil kajian maupun analisanya. Dari kesimpulan ini dapat ditarik kesimpulan ini dari permasalahan didalam penelitian ini, yaitu :
a) Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran realistik pada materi pokok program linier menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.
b) Motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada materi pokok program linier kelas XII IPS tahun pelajaran 2008/2009. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi sama baiknya dengan siswa yang mempunyai motivasi sedang, prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah, dan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang sama dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.
c) Pada pendekatan realistik prestasi belajar siswa lebih baik daripada pendekatan pembelajaran konvensional baik secara umum maupun ditinjau dari tingkat motivasi belajar siswa.
(2)
89 B. Implikasi Hasil Penelitian
1. Implikasi Teoritis
Dari kesimpulan di atas dinyatakan bahwa terdapat pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran matematika realistik dengan pendekatan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar siswa kelas XII IPS SMA pada materi pokok program linier. Dengan kata lain terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas XII IPS SMA dengan pendekatan pembelajaran matematika realisitik dengan hasil belajar siswa kelas XII IPS SMA dengn pendekatan pembelajaran konvensional. Dilihar dari nilai rata-rata hasil belajar siswa pada masing-masing tingkatan motivasi belajar, pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Ini berarti hasil belajar siswa kelas XII IPS SMA dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik dibanding hasil belajar siswa kelas XII IPS SMA dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Pengaruh keberhasilan pengajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik tersebut ditinjau dari beberapa hal sebagai berikut :
a) Pembelajaran matematika realistik membuat siswa menjadi aktif dalam kegiatan belajar, sebab siswa berpikir dan menggunakan kemampuan dirinya untuk belajar dalam pemahaman suatu konsep matematika. b) Pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa terlebih siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan sedang.
(3)
c) Pembelajaran matematika realistik membuat siswa lebih mudah memahami dan mengingat bahan pelajaran, sebab dalam pembelajaran matematika realistik siswa dituntut untuk mengalami sendiri proses menemukan suatu konsep dan bukan hanya menghafal saja.
2. Implikasi Praktis
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran konvensional pada materi pokok program linier. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil yang diperoleh siswa pada tes prestasi belajar matematika. Sehingga hal ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru juga perlu memperhatikan dan selalu meningkatkan motivasi belajar siswa.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi diatas, maka terdapat beberapa hal yang perlu disarankan yaitu :
1. Kepala Sekolah
Untuk dapat membuka wawasan terhadap inovasi pembelajaran hendaknya kepala sekolah memberi kesempatan dan memfasilitasi guru dalam mengikuti kegiatan ilmiah berupa seminar, workshop, diklat dan penelitian tindakan kelas. Sehingga membawa dampak meningkatkan mutu guru
(4)
91 dalam melaksanakan pembelajaran dan dipastikan dapat berimbas pada peningkatan mutu pendidikan.
2. Guru
Hendaknya guru lebih aktif dan kreatif mengembangkan diri dengan cara mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, diklat yang terkait dengan pengembangan pembelajaran seperti pembelajaran matematika realistik, PAKEM dan lain-lain. Kemudian hasilnya ditindak lanjuti dengan mengujicobakan dalam pembelajaran di kelas serta mengagendakan secara tertulis perkembangan pembelajaran yang guru lakukan.
(5)
Aqip. Zaenal. 2002. Profesional Guru dalam Pembelajaran. Insan Cendikia, Surabaya.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. ________ 2004. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hasratudin. 2002. Pembelajaran Matematika Unit Geometri di SLTP 6 Medan. Tesis Pascasarjana UNESA Surabaya.
Herman Hudoyo. 1979. Pengembengan Kurikulum Matematika dan Peleksanaannya di depan kelas. Surabaya:Usaha Nasional.
Jaka Purnama. 2004. Pengaruh Pembelajaran Ralistik Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pokok Bahasan Geometri Ditinjau Dari Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri. Tesis. Surakarta.
Joko Bekti Haryono. 2005. Pembelajaran Matematika Realistik Pokok Bahasan Relasi dan Pemetaan Pada Siswa Kelas II SMP Negeri Di Sukoharjo. Tesis. Surakarta.
Marpaung. Y. 2002. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah . Prosiding konferensi Nasional Matematika XI. Malang Juli 2002.
__________ 2003. Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah. Pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika. Yogyakarta: USD.
Nana Sudjana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung. Penerbit CV Sinar Baru.
Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Oemar Hamalik. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktifisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Pentatito Gunowibowo. (2008). Efektivitas Pendekatan Realistik Dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Dan Sikap
(6)
Terhadap Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD Di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo.
Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Ruseffendi. E.T. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung. Tarsito.
Sardiman, AM. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto.1996. Prosedur Penelitian. Jakarta:PT.Bumi Akasara.
Suherman,Eeman.2001. Strategi Belajar Mengajar Matematika Kontemporer .UNS Press.
Sulistyo Partomo Putro .(2006) .Pengaruh Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Sikap Percaya Diri. Tesis .Surakarta
Suwarsono. St. 2001. Beberapa Permasalahan yang Terkait dengan Upaya Implementasi Pendidikan Matematika Realistik di Indonesia. Makalah disampaikan dalam seminar Nasional tentang PMR yang diselenggarakan di USD Yogyakarta, 14-15 Nopember 2001.
Toeti Soekamto dan Udin S. Winataputra.1996. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta:PAU-PPAI Universitas Terbuka.
Winkel. W.S. 2004. Psikologi Pengajaran Jogyakarta: Media Abadi.
Jurotunguru, Januari 22, 2008 Pendidikan Matematika Realistik ( http://jurotunguru.wordpress.com/)