304 PROSIDING

304 PROSIDING

Walmiki yang lebih populer di India, menjadi menarik perhatian. Bahasa Bhattikavya jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan teks-teks Sanskerta yang lain (Molen, 2009:948). Bahasa yang digunakan Bhatti lebih sulit karena ia sengaja ingin menerangkan kaidah-kaidah gramatika Sanskerta serta kiasan-kiasan me- lalui co nto h-co nto h d alam cerita Rama (Zoetmulder, 1985:290). Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Kakawin Ramayana mengutip Bhagavadgita pada bait-bait pujian terhadap Dewa Wisnu (penelitian Himansu Bhusan Sarkar p ad a tahun 1934). Selain Bhagavadgita , Kakawin Ramayana juga meng- ambil wiracarita Manusmrti karya Walmiki, Meghaduta karya Kalidasa (Worsley, 2009:773). Hooykass mengatakan bahwa dari penelitian yang telah dilakukan, penyair Kakawin Rama- yana hanya mengikuti Batti sepanjang kira-kira dua pertiga teks, meskipun tetap bukan kajian harfiah, dan selanjutnya mengikuti caranya sendiri (Molen, 2009:947). Dapat disimpulkan bahwa penulis Kakawin Ramayana benar-benar menguasai bahasa Sanskerta dan juga me- mahami karya klasik Sanskerta pada umum- nya. Pada dasarnya, para pujangga penulis karya-karya cerita Jawa Kuna mempunyai penge- tahuan luas mengenai karya-karya India ten- tang seni puisi, wiracarita, serta kavya yang kemudian ditafsirkan, dikreasikan, dan dise- suaikan dengan Jaw a (Worsley, 2009:770). Sementara itu, Uttarakandha Jawa Kuna (ter- dapat dalam relief Candi Prambanan), tidak ada pada Kakawin Ramayana (apalagi dalam Sêrat Rama ), dianggap merupakan upaya “ me- lengkapi” Kakawin Ramayana. Dengan demi- kian, Uttarakanda adalah satu-satunya bagian epos Ramayana Walmiki yang telah digubah dalam bahasa Jawa (Supomo, 2009:935—936).

Pada aw al-aw al penelitian disebutkan bahwa penyair Kakawin Ramayana dianggap tidak menguasai bahasa Sanskerta, hal itu kemudian dibantah oleh beberapa pakar yang menyatakan bahwa justru penyair sangat me- nguasai bahasa Sanskerta. Simpulan itu ber-

dasarkan pada “ perbedaan” antara Kakawin Ramayana dengan teks rujukan. Penyair Kakawin Ramayana memang sengaja mengubah, me- mendekkan atau memanjangkan sebuah ade- gan, bahkan mengganti dengan suasana latar Jawa agar sesuai dengan masyarakat Jawa. Bisa

d ikatakan bahw a antara penyair Kakawin Ramayana dengan Bhatti berbeda tujuan, se- hingga ceritanya juga agak berbeda. Bhatti ingin mengajarkan gramatika bahasa San- skerta yang tidak cocok bagi pembaca yang bu- kan ahli, sedangkan penyair Kakawin Ramayana ingin menulis teks yang enak didengar dan mudah dipahami (Ras, 2014:64). Molen (2009: 947—956) telah menyajikan perbedaan antara tokoh Surpanaka dalam Kakawin Ramayana dan Bhattikavya saat bertemu Rama dan Laks- mana. Dalam Bhattikavya, Surpanaka birahi dalam arti seks terhadap Rama dan Laksmana, sedangkan dalam Kakawin Ramayana, Surpanaka jatuh cinta (jatuh hati bukan semata-mata seksual) pada Rama atau Laksmana. Dua hal tersebut menandakan perbedaan niat peng- arang atau bisa disebut “ penghalusan” sifat Surpanaka dalam Kakawin. Hal ini (bisa saja) terjadi karena latar belakang budaya Jaw a mengharamkan seorang wanita birahi kepada pria.

Sementara itu, Hikayat Sri Rama menjadi bagian penting dalam perkembangan cerita Rama di Indonesia. Disertasi Rassers menye- butkan bahwa Hikayat Sri Rama sebenarnya adalah cerita panji yang meminjam nama to- koh-tokoh dari epos India. Menurut Stutterheim, Hikayat Sri Rama sudah dipengaruhi oleh ber- macam-macam cerita lisan yang sesuai dengan cerita-cerita di Indonesia (Yock Fang, 1991:73). Selain karena populer, pada dasarnya saat menggubah cerita, ada usaha memindahkan latar India ke dalam latar dunia Jawa (lihat Zoetmulder, 1985; Supomo, 2009). Dalam hal ini Supomo (2009) menyebut sebagai penjawa- an epos India. Perubahan alegoris latar geo- grafis dari wiracarita India menjadi alam Jawa tersebut berakibat pahlawan-pahlawan wira- Sementara itu, Hikayat Sri Rama menjadi bagian penting dalam perkembangan cerita Rama di Indonesia. Disertasi Rassers menye- butkan bahwa Hikayat Sri Rama sebenarnya adalah cerita panji yang meminjam nama to- koh-tokoh dari epos India. Menurut Stutterheim, Hikayat Sri Rama sudah dipengaruhi oleh ber- macam-macam cerita lisan yang sesuai dengan cerita-cerita di Indonesia (Yock Fang, 1991:73). Selain karena populer, pada dasarnya saat menggubah cerita, ada usaha memindahkan latar India ke dalam latar dunia Jawa (lihat Zoetmulder, 1985; Supomo, 2009). Dalam hal ini Supomo (2009) menyebut sebagai penjawa- an epos India. Perubahan alegoris latar geo- grafis dari wiracarita India menjadi alam Jawa tersebut berakibat pahlawan-pahlawan wira-

Ramayana digambarkan dalam relief kom- pleks Candi Prambanan tepatnya di pagar

3.2 Ramayana di Relief Candi Prambanan

langkan (balustrade) Candi Siwa dan Brahma Selain pembicaraan sengit mengenai sum- dimulai tepat di selatan pintu timur dengan

ber cerita Rama dalam karya sastra (lisan dan urutan cerita pradaksina (menganankan candi) tulis), sumber cerita Rama yang terdapat dalam searah jarum jam. Bermula dengan adegan Dewa relief Candi Prambanan juga mempunyai daya Wisnu bertahta di atas ular Ananta (Santosa, tarik sendiri. Stutterheim (dalam Worsley, 2009) 1980). Selanjutnya, penelitian Worsley (2009) berpendapat bahwa pada umumnya relief di mengacu pada Stutterheim dan Fontein mem- Candi Prambanan berbeda dengan Ramayana bagi relief-relief Candi Prambanan dalam empat Kakawin, terutama karena munculnya Uttara- bagian rangkaian cerita seperti berikut ini. kandha yang tidak terdapat dalam kakawin.

Perempat pertama , di sisi tenggara candi ber- Namun, hal itu dibantah oleh Fontein dan Sri isi: (a) dewa-dewa pemohon mencari bantuan

Sugianti yang mengatakan bahwa panel-panel Wisnu (untuk melawan Rawana). Dalam adegan kisah Rama di Candi Prambanan lebih dekat ini seorang pendeta duduk di hadapan sejum-

d engan Ramayana Kakawin meskip un ad a lah raja. Ia mempersembahkan sesuatu yang beberapa cerita yang hanya bisa ditemukan dipegang kepada Dewa Wisnu yang dengan dalam Hikayat Sri Rama dan tidak ditemukan tangan kirinya mengisyaratkan persetujuan- dalam karya Walmiki. Rupanya Stutterheim, nya. Adegan ini tidak ada dalam Rawanawadha Fontein, dan Sri Sugianti perlu menyebut se- karya Bhatti atau Kakawin Ramayana. Worsley jumlah versi kisah Rama untuk menjelaskan berpendapat bahwa adegan ini lebih dekat adegan pada relief Prambanan (Worsley, 2009). dengan Janakiharana karya Kumaradasa; (b) Bisa jadi, para pemahat mengikuti atau merujuk kunjungan resi Wiswamitra ke keraton Dasaratha. pada satu teks utuh kisah Rama yang telah me- Di pagar langkan timur terlihat Dasaratha leburkan beberapa versi atau bisa pula sengaja duduk di singgasana dilayani permaisuri, membuat versi cerita yang diambil dari bebe- Kausalya, serta keempat putra (Rama, Laks- rapa versi yang langsung dipahatkan. Tentu mana, Bharata, dan Satrughna) dan putrinya, saja para pemahat diperintah oleh penguasa Kukua. Relief dilanjutkan adegan Dasaratha dengan maksud-maksud tertentu, seperti ingin datang bersama ketiga ratunya menemui menyesuaikan dengan kehidupan sang pe- Wiswamitra yang sedang duduk dengan tiga nguasa atau ada hal-hal yang patut dan tidak anak buah. Sang pendeta duduk agak lebih patut dipahatkan. Seandainya para pemahat tinggi dari sang raja dan bercakap-cakap memang langsung menggabungkan beberapa dengan santun. Stutterheim dalam Worsley versi cerita ke dalam pahatannya tanpa perlu (2009) menegaskan bahwa dalam adegan ini melihat teks rujukan, maka dapat dikatakan tidak tampak tanda kemarahan sedikit pun. bahwa berbagai versi kisah Rama telah berkem- Hal ini ditekankan oleh Worsley (2009) terkait bang di masyarakat pada masa itu sehingga

PROSIDING

305

penelitiannya mengenai hubungan pendeta kaian cerita, yaitu: pertama, dari timur ke dan raja. Dasaratha tidak marah ketika Wiswa- selatan: melukiskan keberangkatan pasukan mitra meminta Rama (putra mahkota) me- Rama; utusan Hanuman ke keraton Rawana musnahkan kejahatan di padepokannya, meski- untuk mencegah perang; pertempuran awal pun sebenarnya Dasaratha cemas akan kese- dan akhirnya adegan perkelahian antara Rama lamatan Rama. Pad ahal d alam Balakanda dan Indrajit. Kedua, dari selatan ke barat: meng- (Walmiki), diceritakan bahw a Wisw amitra gambarkan pertempuran melawan Kumbha- sangat marah karena Dasaratha tidak meng- karna yang terbangun dari tidurnya untuk ber- inzinkan Rama melawan para raksasa yang kelahi sampai ajalnya; Rawana di atas pancaka ganas; (c) kunjungan Rama ke padepokan p engabenan Kumbhakarna d an ratap an Wiswamitra dan pembunuhan raksasa-raksasa Wibhisana; pertemuan Rama dan Sinta se- Tataka dan Subahu serta Marica. Dalam adegan- belum kembali ke Ayodya. Dua rangkaian ter- adegan ini digambarkan Rama berhasil me- akhir adalah cerita yang mulai mengikuti menuhi tugas-tugasnya menumpas para rak- Uttarakanda menurut Fontein dalam Worsley sasa perusuh. Atas keberhasilan Rama, dalam (2009), yaitu Rama mendengar berita pen- Ramayana Walmiki diceritakan bahwa Wiswa- cemaran Sinta dan mengucilkannya; Laksmana mitra memberi Rama senjata dan mantra- mengantar Sinta ke hutan; Sinta melahirkan mantra serta akhirnya menyuruh Rama me- anaknya, Lawa; Resi Durwasa mengungkap- ngunjungi istana Raja Janaka di negeri Mithila kan kutukan Wisnu oleh Resi Bhrgu yaitu untuk mengikuti sayembara. Selanjutnya, ber- dalam titisannya ke dunia sebagai Rama, ia turut-turut adalah relief yang menggambarkan akan lama terpisah dari istrinya; anak Sinta, tentang pernikahan Rama dan Sinta; konfron- Lawa dan Kusa, berpetualang; mereka mem- tasi antara Rama dan Parasurama; dan tipu bacakan Ramayana karya Walmiki di depan muslihat Kaikeyi agar anaknya, Bharata, naik Rama; Rama turun takhta; kedua putranya tahta.

dinobatkan raja Ayodya.

Perempat kedua , di sisi barat daya berisi relief: Bharata dinobatkan; Rama dan Sinta berangkat dari Ayodya; Dasaratha mangkat; Bharata mencari Rama dan dilantik sebagai wali; Rama dan Laksmana menolak saudara perempuan Raw ana, Surpanakha, sebagai istri; dan Rama mengejar dan membunuh Raksasa Marica yang menyamar sebagai kijang kencana.

Perempat ketiga , di sisi barat laut berisi relief: Rawana mulai menangkap Sinta sampai pem- bunuhan Balin dan persekutuan Rama dengan Sugriwa dan bala kera.

Perempat keempat , di sisi timur laut melukis-

Gambar 1 Kompleks Candi Prambanan

kan adegan: persiapan mencari Sinta; Hanu-

(Sumber: Jordaan, 2009:5)

man menemukan Sinta di Langka; pembangun- an bendungan oleh p asukan kera; penye-

Untuk memberi gambaran posisi candi, berangan ke Langka.

berikut ini adalah posisi arca Trimurti: Siwa, Sampai di sini cerita berlanjut dari Candi Wisnu, dan Brahma, yaitu tiga candi utama di

Siwa ke Candi Brahma dengan empat rang- Prambanan yang terletak di sisi barat halaman 306 PROSIDING Siwa ke Candi Brahma dengan empat rang- Prambanan yang terletak di sisi barat halaman 306 PROSIDING

Wisnu di mana Rama setelah di Candi Brahma Ada beberapa pihak yang bertanya-tanya diceritakan kembali menjadi Wisnu (Uttara- mengapa cerita Rama yang merupakan titisan kanda ) dan kemudian menitis kepada Kresna Wisnu berada di relief Candi Siwa dan Brahma di Candi Wisnu. Dengan demikian, seperti dan tidak menjadi relief di Candi Wisnu. Candi terdapat alur melingkar antara Candi Wisnu— Wisnu dihiasi gambaran-gambaran kisah Kresna Siw a—Brahma—W isnu atau d alam hal (Kresnayana) yang juga merupakan titisan inkarnasi Wisnu—Rama—Kresna. Hal ini perlu Wisnu atau bahkan titisan Rama pada kisah penelitian lebih lanjut mengingat hubungan Rama Nitis . Rama Nitis adalah cerita carangan antara Rama dan Kresna adalah penelitian dalam wayang Jawa yang termuat dalam Sêrat mengenai hubungan antara Ramayana dan Kandha Lampahan Rama Nitis yang merupakan Mahabharata pada masa itu. Hal itu tidak mus- kelanjutan dari Sêrat Kandha Lampahan Rama tahil mengingat Ramayana dan Mahabharata Nitik. Keduanya memuat cerita yang memper- populer di masyarakat Jawa secara bersamaan, temukan tokoh-tokoh dalam Ramayana dengan terbukti dalam prasasti Sangsang tahun 907 tokoh dalam Mahabharata. Akan halnya kelanjut- yang memuat berita mengenai penceritaan an cerita Rama dari Candi Siwa ke Candi Brahma “ macarita” Ramayana dan Mahabharata dalam boleh jadi karena keistimewaan berupa kekebal- sebuah acara (Supomo, 2009: 934—935). Se- an yang menurut Uttarakanda Jawa Kuno diberi- mentara itu, dalam Mahabharata, cerita Rama kan oleh Brahma kepada Rawana. Brahma pula terdapat dalam Ramopakhyana. Atas dasar itu, yang dalam Balakanda menyampaikan bahwa bisa dibuat pola hubungan antarcandi sebagai Rawana dapat dikalahkan oleh manusia dan di berikut. candi inilah tergambar Rawana tewas di tangan Rama (Fontein dalam Worsley, 2009:761).

Seandainya Candi Wisnu, Candi Siwa, dan Candi Brahma merupakan rentetan cerita, tidak mengherankan jika kisah Rama berawal di Candi Siwa, bukan di Candi Wisnu. Hal itu terjadi karena di Candi Siwa, relief cerita di- mulai dengan sebuah adegan Dewa Wisnu bertahta di atas ular Ananta di hadapan para pendeta (Santosa, 1980). Adegan ini diartikan bahwa para pendeta meminta Wisnu menitis ke dunia guna mengakhiri kejahatan Rawana. Artinya, dari Candi Wisnu, cerita bergerak ke Candi Siw a, yaitu saat Wisnu berinkarnasi pada Rama, kemudian bergerak ke Candi

Gambar 2 Pola hubungan candi Trimurti

Brahma, yaitu saat relief menceritakan adegan

Prambanan berdasarkan tokoh Wisnu dalam

pasukan kera menyeberangi lautan menuju

relief

PROSIDING

307

308 PROSIDING

Pola tersebut menggambarkan hubungan candi Trimurti di Prambanan. Candi Siw a adalah candi pusat (beberapa penelitian telah menunjukkan itu, bahkan kompleks percandi- an ini juga sering disebut sebagai percandian Siwa atau Siwagrha/ Siwalaya) tempat tergam- bar Wisnu mulai berinkarnasi menjadi Rama dan dimulailah kisah Ramayana. Hubungan antara Candi Wisnu ke Candi Siwa dibuat anak panah dengan garis putus-putus karena alur cerita Rama tidak eksplisit terjadi antara Candi Wisnu ke Candi Siwa. Namun, sebenar- nya ada cerita di balik cerita eksplisit yang ter- tuang dalam relief, yaitu Dewa Wisnu yang masih berupa figur Wisnu beralih dari Candi Wisnu ke Candi Siwa untuk kemudian ber- inkarnasi menjadi Rama. Sementara itu, cerita Ramayana di Candi Siwa berakhir pada saat para kera membangun bendungan dan penye- berangan ke Alengka. Cerita selanjutnya ber- alih ke Candi Brahma dimulai dari keberangkat- an pasukan Rama, utusan Hanuman ke Alengka sampai kepada Rama turun tahta dan kedua putranya dinobatkan sebagai raja Ayodya. Cerita di Candi Brahma merupakan jalan cerita yang diperikan dalam Uttarakanda (bagian akhir Ramayana Walmiki), berisi Rama kembali ke kahyangan dan menjadi Wisnu kembali. Hubungan antara Candi Siwa dan Brahma diberi tanda panah dengan garis utuh karena cerita Rama benar-benar secara eksplisit tersambung. Setelah itu, anak panah yang menunjukkan hubungan antara Candi Brahma ke Candi Wisnu kembali garis putus-putus karena cerita Rama sudah selesai dan tidak secara eksplisit bersambung ke relief di Candi Wisnu. Namun, secara implisit, kaitannya dengan Dewa Wisnu, sebenarnya masih ada hubungan, yaitu menitisnya Wisnu ke Kresna setelah lepas dari Rama. Selanjutnya, relief

Kresnayana terpampang di Cand i Wisnu. Berbeda dengan cerita Rama yang terpampang luas di dua candi (Siwa dan Brahma), Krsnayana “ hanya” terpampang pada satu candi yang lebih sederhana. Menurut Levin (2011) hal ini berbeda dengan bagian Ramayana yang se- belumnya digambarkan di Candi Siwa dan Brahma, penggambaran visual epik suci se- lanjutnya terasa lebih sederhana, dan jelas bahwa peran para pematung dalam memilih ep iso d e narasi lebih tid ak menentu d an sinkopatif. Hal ini mungkin disebabkan sebagi- an bahasa sastra oleh para pematung diter- jemahkan ke dalam batu, tetapi juga mungkin akibat dari segmentasi dinding ruang yang ter- sedia memiliki ukuran yang kontras. Rencana arsitektural Candi Siwa dan Brahma yang di- sediakan untuk para pematung dengan lang- kan panjang memungkinkan diangkatnya tema narasi yang panjang dan berkesinambungan. Hal ini berbeda dengan Candi Wisnu yang hanya mempunyai ruang kecil, hanya cocok untuk p enggambaran objek tunggal yang indah, yaitu Krsnayana.

3.3 Tafsir atas Keberadaan Cerita Wisnu di

Candi Siwa

Timbul Haryono 2 mengatakan bahwa ke- hadiran Wisnu dalam wujud Rama dan Kresna di Candi Prambanan (Siwagrha) adalah sebuah candra sengkala mêmêt (angka tahun tersem- bunyi berdasarkan peredaran bulan) tahun pembuatan Candi Prambanan. Awatara (titisan ke dunia) Wisnu dalam wujud Rama adalah awatara yang ke-7, sedangkan awatara men- jadi Kresna adalah yang ke-8. Perlu diketahui bahwa Dewa Wisnu menjalani awatara turun

ke dunia sebanyak sepuluh kali (avatar) 3 . Dalam relief Candi Prambanan, cerita Wisnu menjelma menjadi Rama (awatara ke-7) berada

2 Waw ancara peneliti dengan Timbul Haryono (A rkeolog UGM yang juga menjadi penasihat dan pernah menjad i pelaku pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan sekaligus sebagai ketua Yayasan Roro Jonggrang). 3 Agama Hindu mengenal adanya Dasaawatara, yaitu penjelmaan Dewa Wisnu dalam misinya menyelamatkan dunia (Ras, 2014:132). Dasaawatara terangkum dalam Kitab Purana yang menyebutkan urutan penjelmaan dari zaman ke zaman, yaitu (1) Matsya Awatara

(sang ikan), (2) Kurma awatara (kura-kura), (3) Wahara Awatara (babi hutan), (4) Narasimha Awatara (manusia berkepala singa), (5) Wamana Awatara (orang cebol), (6) Parasurama Awatara (Rama bersenjata kapak), (7) Rama Awatara (ksatria), (8) Kresna Awatara (Putra Wasudewa), (9) Budha Awatara (Pangeran Sidharta Gautama), dan (10) Kalki Awatara (sang pemusnah) yang belum terjadi.