Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

Di Indonesia, terutama di Jawa, Bali, dan Sumatera sulit rupanya mencari orang yang tidak pernah mendengar nama Rama (dan juga Sinta atau dalam Jawa Baru disebut Sinta). Cerita anak, lukisan, pahatan, drama, wayang, dan media lain turut menyumbang penyebarluasan kisah Rama dan Sinta. Cerita ini sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia, ter- utama di Jawa dan Bali. Hal ini terbukti karena di wilayah-wilayah tertentu, nama-nama tokoh dalam Ramayana digunakan untuk nama orang, hotel, jalan, gang, bus, dan lain-lain. Beberapa raja (terutama Sultan Yogyakarta) (Zoetmulder, 1985:120)) menganggap dirinya titisan Wisnu (titisan Rama). Penelitian Soedarsono (1997) menyimpulkan bahwa nama Yogyakarta atau Ngayogyakarta berasal dari kata Ayodhya, ibu kota kerajaan Rama. Suku kata dya seringkali diubah menjadi gya dalam babad serta karya sastra Jawa lainnya. Pada abad ke-11 Rama- yana telah menjadi panutan politik dan banyak raja menyamakan diri sebagai Rama dan me- nyatakan musuh-musuhnya sebagai orang jahat seperti Rawana (Worsley, 2009:772). Pem- berian nama dengan mengambil tokoh-tokoh dalam Ramayana (dan juga Mahabarata)—se- lain dirasa bagus, indah, atau wibawa, mudah diingat—juga mengandung pengharapan atau doa agar sifat-sifat yang terdapat pada tokoh pemilik nama tersebut dapat melekat. Nama- nama tokoh dalam Ramayana sering diguna- kan dalam khazanah sastra Indonesia, baik hanya sekadar diambil namanya atau lengkap dengan sifat-sifatnya; meskipun latar cerita dan ceritanya sama sekali bukan mengenai Ramayana (Nurgiyantoro, 1998). Tidak banyak orang Jawa atau Indonesia yang mengetahui mengapa cerita Ramayana (Rama adalah titis- an Wisnu) terpahat dalam relief Candi Pram- banan yang dikenal dengan sebutan Rumah Siwa (Siwagrha). Raja atau penguasa pada zaman pembangunan Candi Prambanan tentu tidak sembarangan memerintah atau memutus- kan cerita yang akan dipahat pada relief. Pene-

litian ini hendak mengungkap hal itu melalui tafsir berdasar pada sejarah teks Ramayana di Indo nesia dan latar belakang Raja Rakai Pikatan sebagai pencetus pendirian Candi Prambanan.

Objek material penelitian ini adalah relief Ramayana di Candi Prambanan dengan meng- gunakan paradigma historis partikularisme dan tafsir kebudayaan. Kedua paradigma ter- sebut merupakan paradigma yang dikenal dalam ilmu sosial budaya di antara sembilan paradigma (baca: Ahimsa-Putra, 2009). Ber- dasarkan kedua paradigma tersebut, penelitian ini mempunyai tiga asumsi dasar, yaitu (1) relief di Candi Prambanan merupakan hasil kebu- dayaan yang semiotik dan kontekstual se- hingga maknanya perlu ditafsirkan seperti hal- nya teori Geertz (1974); (2) relief kisah Rama- yana di Candi Prambanan merupakan salah satu bentuk transformasi atau alih media atas cerita Ramayana, baik lisan maupun tulis (sastra lisan dan sastra tulis). Saya lebih me- milih menggunakan istilah metamorphose yang berarti perubahan bentuk. Jika kupu-kupu me- rupakan hasil metamorphose sempurna karena mengalami perubahan bentuk yang berbeda sama sekali dengan asalnya (ulat), relief Rama- yana di Candi Prambanan-pun merupakan metamorphose sempurna atas kisah Rama- yana, baik yang berasal dari tradisi lisan mau- pun tulis. Asumsi dasar ini membawa pene- litian pada paradigma historis; (3) penguasa atau raja yang memerintahkan pemahatan Ramayana di Candi Prambanan mempunyai tujuan pribadi seperti halnya pengarang novel yang memiliki ideologi pribadi. Asumsi dasar ini membawa penelitian pada paradigma tafsir yang perlakuannya mirip dengan teori sosiologi sastra.

Berd asarkan latar belakang pemikiran tersebut, pertanyaan penelitiannya ialah:

1. Berasal dari sumber manakah cerita Ramayana di Indonesia?

2. Bagaimana cerita Ramayana dalam relief Candi Prambanan?

3. Bagaimana tafsir atas keberadaan cerita Balitung (Worsley, 2009:761). Nama Rama juga Rama (Dewa Wisnu) di Candi Prambanan terdapat pada prasati Canggal di Jawa Tengah (Candi Siwa)?

pada tahun 732 A.D.

Telah demikian lama cerita Rama dikenal

2. Metode Penelitian

di Nusantara, tidak hanya beredar di kalangan Metode ialah cara, sedangkan penelitian kerajaan/ istana, tetapi juga ditengarai tersebar

ialah kegiatan pengumpulan data. Dengan luas di kalangan masyarakat dalam berbagai demikian, metode penelitian ialah cara-cara bentuk. Dalam bentuk sastra terdapat dalam yang digunakan untuk mengumpulkan data. Kakawin Ramayana (abad ke-8) berbahasa Jawa Metode penelitian yang digunakan pada pene- Kuno; Hikayat Sri Rama berbahasa Melayu; litian ini ialah metode kualitatif dengan tujuan Rama Keling ; Sêrat Kandha; dan Sêrat Rama mencari data kualitatif yang berasal dari studi gubahan Yasadipura berbahasa Jawa Baru. pustaka. Kumpulan data kualitatif yang berasal Ada pula cerita Rama dalam versi lain, yaitu dari studi pustaka tersebut kemudian dianalisis Janakiharana karya Kumaradasa. Dalam bentuk menggunakan paradigma historis dan tafsir pahatan batu terdapat pada relief Candi Pram- merujuk pada teori tafsir kebudayaan Geertz banan (abad ke-9) dan Panataran (abad ke-14). (1974).

Pada dasarnya, Ramayana yang berkem- bang di Indonesia merupakan kumpulan ber-

bagai cerita Rama yang ada di India. Di India sendiri terdapat berbagai versi cerita Rama,