Proses dalam Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor :

3. Proses dalam Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor :

Dalam tahap pembuatan sebuah kain atau sarung goyor tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) diperlukan keterampilan tangan manusia. Untuk proses pembuatan benang lungsi dan benang pakan diperlukan waktu yang cukup lama. Maka di bawah ini merupakan proses pembuatan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin):

a. Proses Pembutan Benang Lungsi:

1.) Pemintalan Benang Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan benang pakan adalah proses pemintalan benang menggunakan alat yang disebut dengan mesin hang.

commit to user

Gambar 4.39 Proses Memintal Benang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

2.) Pemutihan Benang Tahap kedua yang dilakukan ialah proses memutihkan benang dengan menggunakan hakol. Yaitu dengan cara hakol dilarutkan dengan menggunakan air biasa. Untuk satu pres benang lungsi diperlukan ½ ons hakol, setelah itu benang dikeringkan dan dijemur di bawah sinar matahari.

Gambar 4.40 Proses Pemutihan Benang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

Gambar 4.41 Proses Penjemuran Benang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

3.) Penimbangan Bahan Pewarna Tahap yang ke tiga setelah pemutihan benang ialah menimbang banyaknya bahan pewarna yang akan digunakan pada setiap satu pres benang.

Gambar 4.42 Proses Penimbangan Bahan Pewarna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

Adapun takaran bahan pewarna yang digunakan untuk mewarnai benang lungsi pada perusahaan Maju milik bapak Sudarto yaitu:

 Garam Benang Lungsi

commit to user

Satu pres benang lungsi: GP 3 ons

Mr B 3 ons

 Naptol Benang Lungsi Satu pres benang lungsi: AS 1 ons

BO 3 ons Kostik 1,5 ons

4.) Pencelupan Warna Tahap yang selanjutnya ialah proses pemberian atau pencelupan warna naptol pada benang yang masih putih ataupun benang yang sudah diputihkan dengan bahan kimia yang disebut dengan hakol. Setelah itu benang lungsi dicelupkan kedalam bahan pewarna. Bahan campuran pewarna tersebut dilarutkan dengan air mendidih dan benang dimasak bersama pewarna selama kurang lebih satu jam. Cara ini dilakukan agar bahan pewarna dapat meresap dan merata keseluruh bagian benang (agar benang tidak belang).

Gambar 4.43 Proses Pewarnaan Benang Lungsi (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

5.) Pengkanjian (pemberian bahan campuran) Setelah benang lungsi diberi pewarna naptol proses selanjutnya yaitu pemberian bahan campuran yang terdiri dari minyak tanah, minyak goreng, tepung kanji dan tawas secukupnya. Bahan-bahan tersebut dicampur menjadi satu dan dilarutkan dengan air mendidih. Pemberian bahan campuran ini dimaksudkan agar warna pada benang tidak mudah luntur dan menjadi lebih kuat.

6.) Pencucian Tahap selanjutnya yaitu pembilasan. Pembilasan ialah mencuci benang dengan menggunakan air bersih. Tahap ini dilakukan untuk membersihkan benang dari zat pewarna naptol dan bahan campuran.

7.) Pengeringan Setelah benang dicelupkan kedalam pewarna naptol dan diberikan bahan campuran tahap yang sealanjutnya yaitu pengeringan. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan mesin cuci, cara ini dilakukan untuk mempersingkat waktu dan agar benang dapat kering dengan cepat. Karena pesanan sarung goyor milik pak darto semakin hari semakin bertambah.

8.) Penjemuran Tahap selanjutnya yaitu penjemuran. Benang dikeringkan kembali dibawah sinar matahari agar benang benar-benar kering dan siap dipintal dengan mesin kelos. Apabila benang tidak benar-benar kering ini dapat memperlambat proses pengeklosan. Karena pada saat dikelos benang dapat putus dengan mudah.

9.) Pengeklosan

commit to user

Setelah benang dirasa cukup kering tahap selanjutnya yaitu pengekelosan. Pengekelosan dilakukan dengan menggunakan mesin yang disebut dengan kelos. Benang lungsi di pasang di kelos, lalu benang ditarik dan diletakan ke dalam alat yang bernama kletek. Mesin ini dikerjakan oleh tangan manusia.

10.) Penyekiran dengan Mesin Bom Penyekiran dilakukan dengan menggunakan mesin sekir yang khusus digunakan untuk benang lungsi yaitu mesin sekir bom. Ini merupakan proses menata benang yang telah dikelos ke bom. Bom ini merupakan bagian dari mesin tenun dimana nantinya bom yang telah terisi oleh benang lungsi akan diletakan ke mesin tenun.

Gambar 4.44 Proses Penyekiran Mesin Bom (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

11.) Proses Menenun Benang Lungsi Setelah benang lungsi melalui tahap-tahap di atas tersebut, proses selanjutnya ialah pemasangan atau biasa disebut dengan penyetelan benang lungsi ke mesin tenun.

commit to user

b. Proses Pembuatan Benang Pakan:

1.) Pemintalan Benang Dalam pembuatan benang pakan prosesnya tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan benang lungsi. Pertama benang harus di pintal dengan menggunakan mesin hang terlebih dahulu. Proses ini sama dengan pembuatan benang lungsi, hanya saja tahap-tahap pembuatan benang pakan lebih banyak dan sedikit lebih rumit.

Gambar 4.45 Pemintalan dengan Mesin Hang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

2.) Pemutihan Benang Pakan Tahap yang kedua yaitu proses pemutihan benang. Proses ini sama dengan proses memutihkan benang lungsi. Benang diputihkan agar kualitas benang tidak terlihat kusam. Bahan yang digunakan untuk memutihkan benang pakan ialah hacol.

3.) Pengekelosan Proses selanjutnya yaitu pengekelosan benang pakan dengan menggunakan mesin kelos. Benang yang telah di putihkan di pintal dan di letakkan ke alat yang disebut dengan kletek.

commit to user

4.) Penyekiran Dengan Mesin Sekir Plangkan Sebelum masuk pada tahap menggambar desain atau mengikat, benang harus diatur dalam plangkan. Dalam proses ini penganyaman benang di buat di dalam plangkan yang terbuat dari kayu. Jumlah benang pakan yang akan diikat dibuat menurut perhitungan yang tepat. Biasanya plangkan memiliki ukuran sekitar lebar 60 cm dengan panjang plangkan 150 cm. Untuk satu putaran plangkan benang mencapai panjang 3 m. Lebar benang pada plangkan adalah sebagian dari lebar kain yang ada.

Gambar 4.46 Proses Penyekiran dengan Sekir Plangkan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

5.) Pengekresan (membatasi) Pengekresan ialah membatasi atau memisah-misahkan benang pakan dengan tali rafia. Maksud dari ngekres ini ialah agar benang pakan tidak tercampur satu dengan yang lainnya pada saat proses pencelupan dan menenun, juga mempermudah dalam membuat motif .

commit to user

Gambar 4.47 Proses Pengekresan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

6.) Pendesainan (menggambar diatas plangkan) Mendesain yaitu menentukan jenis corak atau gambar yang akan dibuat atau di inginkan. Dalam desain tenun pemakaian warna harus benar- benar diperhitungkan, karena dalam membuatan perpaduan warna dalam pencelupan harus diperhitungkan hasil pencampurannya. Dalam setiap satu desain plangkan biasanya digunakan ukuran satu plangkan untuk satu desain motif atau corak tenun ikat. Biasanya bapak Sudarto sendirilah yang selalu membuat desain dengan ide pikirannya yang terinspirasi dari lingkungan sekitar. Namun terkadang bapak sudarto menyuruh putranya yaitu joko untuk mendesain. Mendesain ini dilakukan langsung diatas plangkan yang telah terdapat susunan benang-benang.

Dalam pembuatan gambar atau corak jarak antara motif satu dengan yang lainnya di ukur dengan menggunakan penggaris yang terbuat dari kayu yang dimana bapak Sudarto biasa menyebutnya dengan blak. Adapun poses dalam pembuatan desain sarung goyor ini diantaranya yaitu: (1) Menyiapkan benang di atas plangkan, (2) Membuat sket motif dengan menggunakan pensil, (3) Sket motif dipertebal dengan menggunakan tinta yang terbuat dari bahan bekas batu batrai. Dibawah ini merupakan desain motif sarung goyor:

commit to user

a.) Motif Ceplok Yuyu

Gambar 4.48 Desain Motif Ceplok Yuyu (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

b.) Motif Buketan

Gambar 4.49 Desain Motif Buketan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

c.) Motif ceplok tirto

Gambar 4.50 Desain Motif Ceplok Tirto (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

Gambar 4.51 Proses Pendesainan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

7.) Pengikatan Di dalam mengikat disesuaikan dan diperhitungkan dengan jumlah warna dalam suatu desain pada ikatan tersebut. Urutan mengikat tersebut adalah mulai dari warna dasar kemudian warna pokok. Untuk mengikat benang pakan menggunakan alat pengikat yaitu tali rafia. Benang-benang yang telah digambar atau di buat motif tersebut kemudian diikat sesuai dengan warna motif atau pola yang di inginkan.

8.) Pencoletan Warna (pemberian kombinasi warna) Pencoletan dalam pertenunan ialah memberi kombinasi warna atau campuran warna yang terdapat pada benang lebih dari satu warna. Benang yang telah diikat tersebut di colet dan diberi warna sesuai selera. Sedangkan untuk benang pakan yang diikat dengan menggunakan tali rafia hasil akhirnya benang tidak akan terkena oleh pewarna.

Gambar 4.52 Proses Pencoletan Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

Gambar 4.53 Hasil dari Pentoletan Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

9.) Pembatilan (Ikat tutupan) Pembatilan sangat erat hubungannya dengan proses pewarna atau pencelupan. Dengan kata lain diantara membatil atau ikat tutupan dan proses pencelupan saling berkaitan satu sama lain. Dalam satu plangkan terdapat sebuah desain dengan menggunakan tiga macam warna, maka pembatilan atau ikat tutupan juga dilakukan sebanyak tiga kali.

Dalam proses membatil ini tergantung berapa banyaknya warna yang akan digunakan. Dalam penelitian ini, urutan warna dibuat dan akan didapati suatu bentuk motif yang tegas dalam suatu proses pencelupan atau lebih singkatnya ikat tutupan yaitu pemberian warna pokok benang plangkan dengan warna yang diinginkan setelah itu benang yang sudah di warna ditutup kembali dengan tali rafia dan diberi warna dasar.

10.) Pembongkaran Benang Pakan Setelah benang di tolet warna sesuai dengan selera, benang pakan ini dibongkar atau dilepaskan dari plangkan. Cara ini dilakukan untuk mempermudah proses pencelupan warna.

commit to user

Gambar 4.54 Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

Gambar 4.55 Hasil Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

11.) Penimbangan Bahan Pewarna Sebelum masuk proses pencelupan warna yaitu menimbang banyaknya warna garam dan naptol yang akan digunakan. Warna yang biasa digunakan pak Darto dalam membuat tenun ikat sarung goyor nya ialah warna hijau, merah dan hitam.

commit to user

Gambar 4.56 Penimbangan Bahan Pewarna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

12.) Pencelupan Naptol (pencelupan warna dasar) Proses pencelupan benang pakan ini berbeda dengan benang lungsi. Bila benang lungsi hanya melalui satu tahap pencelupan warna sedangkan untuk benang pakan proses pencelupan warna dilakukan sebanyak dua kali yang pertama pencelupan kedalam garam yaitu merupakan zat pembangkit warna dan yang kedua pencelupan ke warna naptol (khusus untuk warna merah). Namun untuk warna hijau dan hitam hanya dilakukan satu kali pencelupan. Benang-benang pakan yang telah dikat tersebut selanjutnya dicelupkan kedalam pewarna. Dibawah ini merupakan proses pencelupan warna hijau dan merah pada benang pakan:

 Naptol warna hijau untuk benang pakan: a.) Tahap yang pertama yaitu mencampurkan bahan pewarna dengan air mendidih atau air panas. Apabila dalam pencampuran tidak menggunakan air panas warna pada kain tidak akan jadi atau meresap sesuai keinginan (warnanya tidak sempurna). Adapun dibawah ini merupakan bahan campuran warna untuk satu plangkan benang yaitu: - Kosti 40 gr

commit to user

- Hidro 150 gr - Hijau Green B 50 gr - Rsn 5 gr

Gambar 4.57 Proses Pencampuran Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

b.) Benang-benang yang masih putih dan sudah di gambar motif lalu benang tersebut di celupkan ke bahan campuran pewarna tersebut. Untuk pewarna yang dilarutkan pada setiap satu ember hanya digunakan untuk satu kali pemakaian, karena apabila digunakan untuk berkali-kali warna tidak akan dapat meresap ke benang dan tidak akan menghasilkan warna yang sempurna.

commit to user

Gambar 4.58 Proses Pencelupan Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

Gambar 4.59 Hasil Pencelupan Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

c.) Tahap selanjutnya yaitu penguncian warna, dimana benang yang telah dicelup ke warna hijau dan telah kering tersebut dicelupkan kembali ke bahan pengguat agar wana tidak mudah luntur. Bahan pengunci warna diantaranya yaitu: - ASG 5 gr - Mr B 10 gr - Kostik Secukupnya

commit to user

Gambar 4.60 Proses Pemberian Zat Pengunci Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

 Naptol warna merah untuk benang pakan: Berbeda dengan warna hijau untuk pewarnaan warna merah prosesnya dua kali pengerjaan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. a.) Tahap yang pertama dilakukan adalah melarutkan bahan zat

pembangkit warna dengan air mendidih yang bahannya diantaranya: - AS 25 gr - BO 25 gr - Kostik 15 gr

b.) Setelah itu benang dicelupkan kedalam campuran zat pembangkit warna dan direndam selama kurang lebih 30 menit sebelum benang dicelupkan kedalam naptol warna merah.

commit to user

Gambar 4.61 Proses Pencelupan Zat Pembangkit warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

c.) Untuk proses pengeringan benang pakan setelah dicelup ke dalam zat pembangkit warna, benang cukup di angin-anginkan saja dan ditutupi dengan karung. Cara ini dilakukan agar warna dapat meresap kedalam benang. Kemudian bila benang dirasa cukup kering bagian ujung benamg di pisah-pisahkan atau di pilah-pilah agar warna pada benang tidak belang nantinya.

Gambar 4.62 Proses Memilah-milah Benang Pakan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

d.) Setelah itu benang yang sudah kering dicelupkan kembali ke pewarna naptol yang berwrna merah, yang bahannya yaitu:

- Mr B 25 gr - Gp 25 gr

Dalam tahap pencelupan warna kedua ini naptol cukup dilarutkan dengan menggunakan air biasa (bukan air panas).

e.) Benang dicelupkan kembali ke zat pembangkit warna atau biasa disebut dengan bahan garam dan dicelupkan kembali ke naptol yang berwarna merah. Tahap ini dilakukan secara berulang- ulang kurang lebih sebanyak tiga kali.

Gambar 4.63 Proses Pencelupan Naptol yang Berwarna Merah (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

13.) Pembilasan atau Pencucian Apabila benang dirasa cukup kering proses selanjutnya yaitu pembilasan. Pembilasan disini ialah mencuci atau membersihkan benang pakan tersebut dari sisa-sisa pewarna naptol.

Gambar 4.64 Proses Pembilasan Benang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

14.) Pengeringan Kemudian pengeringan dilakukan dengan menggunakan menggunakan mesin cuci. Cara ini dilakukan untuk mengurangi kadar air yang meresap didalam benang. Setelah itu benang pakan dijemur di bawah sinar matahari.

commit to user

Gambar 4.65 Proses Pengeringan dengan Menggunakan Mesin Cuci (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

Gambar 4.66 Proses Pengeringan Benang dengan Sinar Matahari (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

15.) Pengoncean (membuka ikatan) Pengoncean ialah membuka ikatan tali rafia pada benang pakan setelah masuk tahap pencelupan warna. Biasanya karyawan bapak Sudarto menyebut proses ini yaitu oncean. Tali dibuka satu persatu maka akan terlihat

commit to user

benang dengan warna yang berbeda satu dengan yang lain, kemudian benang dikeringkan kembali dibawah sinar matahari agar benang benar-benar kering dan pada saat mengkelos benang tidak mudah putus.

Gambar 4.67 Pengoncean atau Oncean (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

16.) Pembongkaran Pembongkaran ialah memintal benang dengan menggunakan mesin yang disebut dengan mesin bongkaran. Mesin ini terbuat dari kayu dan memiliki lubang-lubang kecil berguna untuk meletakan benang pakan. Cara kerjanyapun tidak jauh berbeda dengan mesin kelos. Benang pakan yang telah dicelup ke dalam pewarna kemudian dimasukan ke dalam lubang-lubang yang dimana terdapat kurang lebih 50 lubang. Lalu benang di putar sehingga hasil akhirnya benang pakan berbentuk streng.

commit to user

Gambar 4.68 Proses Pembongkaran (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

17.) Pemaltan Tahap yang selanjutnya ialah pemaltan. Pemaltan yaitu dimana benang pakan yang sudah dicelup pewarna dan masuk pada proses pembongkaran (bongkaran) benang kemudian di klenting. Klenting merupakan pengekelosan kembali benang namun benang bukan dipindahkan ke kletek tetapi benang dipindahkan ke alat yang disebut dengan malet.

Gambar 4.69 Pemaltan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

18.) Proses Menenun Benang Pakan Proses yang selanjutnya yaitu menenun benang pakan dengan benang lungsi dengan menggunakan alat tenun tradisional yaitu yang disebut dengan ATBM (alat tenun bukan mesin).

Gambar 4.70 Tahap Menenun Kain (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

c. Proses Finishing:

1.) Penjahitan kain Setelah benang menjadi sebuah kain tenun tahap selanjutnya yaitu penjahitan. Penjahitan disini ialah benang yang telah terangkai menjadi sebuah kain di jahit antara satu sisi dengan sisi yang satunya, agar kain dapat menjadi sebuah sarung.

commit to user

Gambar 4.71 Penyambungan kain atau Penjahitan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

2.) Pemberian Label Pada tahap penyambungan kain sarung goyor ini tidak lupa juga dipasangkan atau diberikan label pada sarung yang bertuliskan Sarung Goyor Made In Indonesia. Untuk label bapak Sudarto biasa memesannya di pasar kliwon. Setiap satu gulung label di belinya dengan harga Rp. 50.000, bapak Darto membelinya sebanyak lima gulung seharga Rp.250.000.

Gambar 4.72 Label Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

Gambar 4.73 Pemasangan Label Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

Gambar 4.74 Label Pada Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

3.) Pemberian Ramasit Tidak lupa pak Darto selalu mencelupkan sarung goyornya kedalam bahan pelembut kain yang disebut dengan ramasit . Bahan ini merupakan bahan khusus pelembut kain tenun ikat agar sarung goyor tidak terasa kasar.

4.) Pembilasan Setelah sarung diberi bahan campuran tersebut, proses selanjutnya ialah pembilasan dengan menggunakan air bersih agar sisa-sisa bahan campuran yang melekat dapat hilang. Di bawah ini merupakan pemerasan kain setelah proses pembilasan. Pak Darto menggunakan alat yang beliau buat sendiri dari bambu. Sarung goyor diperas agar kadar air yang meresap pada sarung dapat berkurang.

Gambar 4.75 Proses Pembilasan atau pencucian sarung goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

Gambar 4.76 Proses Pemerasan sarung goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

5.) Pengeringan Setelah sarung goyor diberi bahan penguat warna dan pelembut sarung goyor kemudian di keringkan dibawah sinar matahari. Dalam penjemuran tidak ditentukan berapa suhu panas yang diperlukan.

Gambar 4.77 Pengeringan Sarung di Bawah Sinar Matahari (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

6.) Pelipatan Sarung Goyor Untuk melipat sarung goyor ini diperlukan keahlian khusus dan dibutuhkan perhitungan yang tepat. Sarung dilipat dengan menggunakan penggaris yang disebut dengan blak.

Gambar 4.78 Pelipatan Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

Gambar 4.79 Melipat Sarung Goyor dengan Menggunakan Penggaris (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

commit to user

Sarung goyor produksi bapak Sudarto yang telah kering kemudian masuk pada tahap pelipatan. Dimana saat melipat menggunakan blak atau penggaris. Pertama sarung dilipat menjadi menjadi empat bagian yang dimana lebar tiap bagiannya memiliki ukuran 30 cm. Setelah sarung membentuk persegi panjang seperti gambar di atas (4.80) kemudian sarung dilipat kembali menjadi dua bagian yang dimana proses akhir dari pelipatan ini sarung akan memiliki lebar 30 cm dan panjang 15 cm.

7.) Pengepakan Proses yang terakhir ialah pengepakan yaitu menghitung jumlah Sarung goyor yang akan dikirim ke Pakistan, India, Libia, Jerman, Hongkong dan sekitarnya. Proses ini dilakukan oleh bapak Darto sendiri. Dalam pengepakan sarung tidak dikemas ke dalam plastik atau pembungkus lainnya, melainkan sarung hanya ditumpuk dan diikat dengan menggunakan tali rafia. Untuk proses pengiriman pak Sudarto tidak turun tangan sendiri, beliau hanya mengirim sarung-sarung goyor tersebut ke Surabaya dan diserahkan kepada Mr. Abu, yang nantinya oleh Mr. Abu sarung-sarung tersebut dikirim ke Timur Tengah seperti Pakistan dan India melewati jalur laut.

Sedangkan untuk pengiriman ke Jerman diserahkan kepada Prof. Dr. Mr. Hang melewati jalur udara. Maka semua biaya pengiriman bukan menjadi tangungan pak Darto melainkan Mr. Abu dan Prof. Dr. Mr. Hang.

commit to user

Gambar 4.80 Pengepakan Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)