Campur Kode KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

commit to user 20 argumen topper, 6 mempertegas keterlibatan pembicaraan mempersonifikasikan pesan, 7 menandai dan menegaskan identitas kelompok solidaritas, 8 menyampaikan hal-hal rahasia, kemarahan atau kejengkelan, 9 membuat orang lain yang tak-dikehendaki tidak bisa memahami pembicaraan, 10 mengubah peran pembicaraan, menaikkan status, menegaskan otoritas, memperlihatkan kepandaian dalam Herudjati Purwoko, 2008: 51. Penelitian ini menganalisis mengenai fungsi alih kode, fungsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penggunaan alih kode bahasa Jawa untuk tujuan tertentu. Fungsi atau tujuan penggunaan alih kode dalam penelitian ini lebih secara kebahasaan dan tidak terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya sebagai suatu hasil dari proses sosio-situasional. Jadi fungsi alih kode adalah 1 lebih persuasif mengajak atau menyuruh, 2 lebih argumentatif, 3 lebih komunikatif, 4 lebih prestis.

G. Campur Kode

Menurut Suwito terjadinya campur kode merupakan ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual. Di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan yang dimaksudkan adalah siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya. Ciri lain dari gejala campur kode adalah bahwa unsur-unsur bahasa atau variasi- variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi memiliki fungsi-fungsi tersendiri 1983: 75. Pernyataan Suwito hampir sama intinya dengan Harimurti Kridalaksana yang menjelaskan bahwa campur kode yaitu penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke dalam bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, dan sapaan 2008: 40. commit to user 21 Terkait dengan batasan campur kode maka Wardhaugh menyebutkan bahwa Conversational code-mixing involves the deliberate mixing of two language without an associated topic change 1988: 104. ‘Tuturan campur kode secara sengaja melibatkan campuran dari dua bahasa tanpa merubah keutuhan topik pembicaraan’. Dapat ditarik kesimpulan bahwa campur kode adalah peristiwa penyisipan suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, ada satu bahasa sebagai bahasa inti dan hanya terdapat dalam dari satu topik pembicaran. 1. Bentuk Campur Kode Selanjutnya dibahas mengenai bentuk campur kode. Menurut Suwito, berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya campur kode dapat dibedakan menjadi: a. penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata b. penyisipan unsur-unsur berwujud frasa c. penyisipan unsur-unsur bentuk baster d. penyisipan unsur-unsur berwujud perulangan kata e. penyisipan unsur-unsur berwujud ungkapan atau idiom f. penyisipan unsur-unsur berwujud klausa 1983: 78-80. Dapat disimpulkan bahwa campur kode menurut unsur-unsur kebahasaannya, berwujud 1 kata dasar, 2 kata jadian, 3 perulangan kata atau reduplikasi, dan 4 frasa. Bentuk-bentuk di atas akan diuji dalam analisis campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon ini, sehingga akan diketahui ciri khas yang berbeda dalam setiap masyarakat tutur. commit to user 22 2. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode Sarwiji Suwandi menemukan faktor yang menyebabkan campur kode, yaitu: 1 partisipan mempunyai latar belakang bahasa ibu yang sama, misalnya bahasa Jawa; 2 adanya keinginan penutur untuk memperoleh ungkapan yang “pas”; dan 3 kebiasaan dan kesantaian peserta tindak tutur dalam berkomunikasi bercakap-cakap 2008: 95. Menurut Suwito latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe yang berlatar belakang sikap attitudional type dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan linguistic type. Kedua tipe itu saling tergantung dan tidak jarang tumpang tindih overlap. Berikut alasan atau penyebab yang mendorong terjadinya campur kode antara lain a indentifikasi peranan, b identifikasi ragam, dan c keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Dalam hal ini pun ketiganya saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih overlap. Ukuran identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa di mana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di dalam hierarki status sosialnya. Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan nampak karena campur kode juga menandai sikap dan hubunganya terhadap orang lain, dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya 1983: 75. Kemudian terkait dengan campur kode, Suwito menuliskan bahwa campur kode itu terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang memiliki latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi- fungsi tertentu. Pemilihan campur kode demikian dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat 1983: 78. commit to user 23 Terkait dengan campur kode Budiasa menyebutkan bahwa pemilihan bahasa sepenuhnya bergantung kepada faktor partisipan, tujuan, pesan, suasana, topik, dan saluran yang digunakan dalam pembicaraan sehingga dapat dipakai untuk menelaah penggunaan bahasa 2008: 133-134. Dapat disimpulkan bahwa faktor yang melatarbelakangi campur kode adalah 1 indentifikasi peranan atau peran sosial penutur O1, 2 prinsip kesopanan dan kesantunan penutur O1, dan 3 keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. 3. Fungsi Campur Kode Fungsi campur kode yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penggunaan campur kode bahasa Jawa untuk maksud atau tujuan tertentu. Menurut Budiasa tujuan penutur penceramah melakukan campur kode pada kegiatan pencerahan kegiatan keagamaan adalah untuk 1 bergengsi, 2 bertindak sopan, 3 melucu, dan 4 menjelaskan. Kemudian dijelaskan lagi faktor eksternal ditentukan oleh ketepatan rasa makna dan kurangnya kosakata 2008: 136. Dapat disimpulkan bahwa fungsi campur kode adalah 1 lebih argumentatif, 2 lebih persuasif, 3 lebih komunikatif, 4 lebih singkat dan mudah diucapkan, dan 5 lebih prestise atau bergengsi.

H. Komponen Tutur