BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya keresahan yang dirasakan oleh peneliti pada dunia pendidikan khususnya pembelajaran IPS. Proses pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial lebih kuat tampak sebagai proses pengalihan dan penyerapan informasi berupa bahan pelajaran sebagai muatan kurikulum. Hal ini
konsisten dengan posisi dan peran guru yang kurang kreatif dalam menciptakan
iklim, situasi dan kondisi bagi tumbuhnya proses pembelajaran pada peserta didik.
Peran peserta didik tampak belum secara optimal diperlakukan sebagai subyek didik yang memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri. Posisi
peserta didik masih dalam situasi dan kondisi belajar yang menempatkan mereka dalam keadaan pasif, aktivitas belajar mengajar masih didominasi guru dalam
menyampaikan informasi yang secara garis besar bahan-bahannya telah tertulis dalam buku paket. Kebiasaan guru bertindak sebagai penyampai informasi,
mengembangkan budaya belajar yang menerima dengan pengembangan berpikir pada tingkat hapalan. Peserta didik masih kuat kedudukannya sebagai murid yang
memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru. Usaha guru kearah yang lebih mengaktifkan peserta didik untuk belajar tampak ada. Namun kendala
yang bersumber dari aspek sosial budaya lebih kuat, sehingga memaksa siswa kembali pada kondisi semula.
Peserta didik sangat tinggi ketergantungan pada guru. Guru dijadikan satu- satunya sumber informasi dalam belajar. Mereka juga kurang terlatih dalam
belajar secara
bersama-sama. Model
pembelajaran kooperatif
untuk mengembangkan ide-idenya, dan sangat terbatas pada tatap muka dikelas. Dalam
situasi proses belajar mengajar terlihat sifat individualistis siswa. Siswa cenderung berkompetisi secara invidual untuk meraih nilai yang tinggi dan mengejar target
rangking kelas, kurang memberi perhatian kepada teman sekelas, bersikap tertutup dengan temannya dan kurang menghargai pendapat orang lain.
Peserta didik dalam pembelajaran IPS kurang terlatih dalam kemampuan mengapresiasikan nilai-nilai sosial budaya. Selain itu, proses pembelajaran IPS
belum memberikan kesempatan yang memadai kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuan dasar berpikir logis, kritis dan pemahaman konsep. Pembelajaran IPS juga belum mampu menggunakan model dan pendekatan dan
metode yang bervariasi dan inovatif. IPS sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah
mempunyai karakteristik tersendiri. Sebagai suatu mata pelajaran IPS dapat mengantarkan peserta didik untuk dapat menjawab masalah-masalah mendasar
tentang individu, masyarakat, pranata sosial, problem sosial, dan kehidupan masyarakat berbangsa dari waktu ke waktu Depdiknas, 2007.
Pada tingkat SD MI mata pelajaran IPS perlu diajarkan karena melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai, Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Standar isi materi pelajaran IPS dalam Permendiknas No 22 tahun 2006; terdapat beberapa pertimbangan pentingnya diajarkan IPS; Pertama, mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Kedua, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. Ketiga memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
Keempat memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.
Belajar IPS hendaknya memberdayakan siswa sehingga segala potensi kemampuannya baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dapat
berkembang. Seluruh kemampuan tersebut dapat terwujud dalam proses pembelajaran dengan melibatkan partisipasi belajar siswa secara sepenuhnya.
Keterlibatan atau partisipasi siswa dalam belajar mengajar merupakan dasar pengembangan dan pelatihan bagi siswa untuk berpartisipasi dan bekerja sama
dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Jerolimek dan Parker 1930 bahwa “ujian yang sesungguhnya dalam bentuk
belajar IPS terjadi ketika siswa berada diluar sekolah yakni hidup dimasyarakat”. Pendidikan IPS sebagai bidang studi yang terkait dengan kenyataan sosial
yang bertujuan membentuk warga negara yang baik good citizenship, maka perlu pengembangan kepada proses pembelajaran yang humanis dan dinamis
Sapriya, dkk, 2007: 1 . Untuk itu perlu berbagai strategi, pendekatan dan teknik untuk membangun sikap sosial dan berpikir kritis siswa.
Pendidikan IPS tersirat tujuan untuk membentuk warga negara yang baik, seperti diungkapkan oleh Gross 1978 bahwa: tujuan utama pendidikan IPS
adalah untuk melatih generasi muda agar dapat bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik. Untuk menjadi warga yang baik, program pendidikan IPS harus
membekali siswa dengan kemampuan antara lain.
a.
Pengetahuan IPS, yaitu pemahaman tentang pemahaman tentang konsep konsep lmu-ilmu sosial yang menjadi unsur IPS itu sendiri agar dapat dipergunakan
dalam rangka memecahkan masalah
.
b. Sikap, yaitu sikap untuk memahami nilai, etika dan moral yang mampu menjadikannya sebagai wargan negara yang bertanggung jawab.
c.
Keterampilan, adapun keterampilan yang dikehendaki dalam pendidikan IPS dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1 Keterampilan sosial, meliputi keterampilan bertanggungjawab, bekerjasama,
menghormati orang lain, membina kesadaran sosial dan lain-lain. 2
Keterampilan belajar
dan kebiasaaan
kerja, seperti
keterampilan mengumpulkan data, membuat laporan, memanfaatkan sumber referensi dan
lain-lain. 3
Keterampilan kerja kelompok, seperti diskusi dan mengevaluasi pekerjaan secara bersama-sama.
4 Keterampilan intelektual, seperti penggunaaan dan aplikasi dari suatu model
pembelajaran yang rasional dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat melakukan observasi ke beberapa sekolah di Kota Pangkal Pinang khususnya di Kecamatan Pangkal
Balam ditemukan beberapa fakta yang menunjukan bahwa pembelajaran IPS banyak mengalami kelemahan dalam pelaksanaannya, diantaranya:
1. IPS di SD dianggap oleh sebagian siswa sebagai mata pelajaran yang “tidak
penting” dan mata pelajaran yang “ membosankan” dan identik dengan materi hapalan dengan jumlah yang besar, dalam pandangan siswa bahkan orang
pada umumnya merupakan indikasi rendahnya kualitas pendidikan IPS. Rendahnya hasil belajar tercermin dari hasil ujian akhir sekolah berstandar
nasional UASBN selalu berada dibawah mata pelajaran lainya. 2.
Kondisi proses belajar mengajar ditingkat persekolah dewasa ini masih diwarnai penekanan pada aspek kognitif, sedangkan ranah afektif diakui
mengalami kesulitan, baik dalam program maupun dalam melaksanakannya. IPS lebih banyak memuat aspek kognitif pada tingkat rendah dan berpusat
pada hapalan dan masih sedikit yang mengacu pada perlibatan secara aktif dalam proses belajar mengajar itu sendiri. Kondisi menguat, terutama pada
kelas VI disebabkan orientasi pada pencapaian target. 3.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan
pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman konsep. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran didalam kelas yang selalu didominasi oleh
guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang
disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa
menjadi pasif. 4.
Dalam proses pembelajaran IPS yang terjadi dikelas terlihat sifat individualitas siswa. Siswa cenderung berkompetisi secara individu untuk
memperoleh nilai yang tinggi untuk mengejar rangking kelas, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian pada teman sekelas dan
selalu ingin menang sendiri. 5.
Isi materi yang besar dalam arti kuantitas tidak dibarengi dengan kualitas yang memadai pernyataan ini didasarkan pada banyaknya buku teks yang
dikemas sedemikian rupa namun tidak memberi peluang pada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sesungguhnya dalam arti
siswa mengenali masalah yang ada menyangkut kehidupan sosial disekitarnya, menemukan cara dalam menghadapi permasalahan tersebut dan
menyesuaikan diri dengan permasalahan sehingga mengakomodasi diri dengan lingkungan, disinilah terbentuk kompetensi-kompetensi sosial yang
menjadi tuntutan mata pelajaran IPS. 6.
Proses pembelajaran pendidikan IPS tidak merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, disamping itu, proses belajar
mengajar IPS yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya belajar yang baik dikalangan siswa.
7. Guru lebih mendominasi siswa teacher centered sehingga kebutuhan
belajar siswa tidak terlayani atau dengan kata lain dominasi guru dalam
proses pembelajaran menyebabkan kecendrungan siswa lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian guru dari pada mencari dan
menemukan sendiri pengetahuan keterampilan atau sikap yang mereka butuhkan.
8. Metode pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional yang
lebih menekankan pada lingkungan belajar individual dan kompetisi sehingga tidak menumbuhkan nilai-nilai sosial kemasyarakatan.
9. Belum melibatkan siswa dan seluruh komunitas sekolah dalam berbagai
aktivitas kelas sehingga tidak tampak keterampilan sosial dalam hal berpartisipasi.
10. Guru kurang mengaitkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa dengan
pelajaran yang diberikan, kurang mengembangkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir siswa dalam proses pembelajaran IPS.
11. Peran peserta didik tampak belum optimal diperlakukan sebagai subyek didik
yang memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri. Posisi peserta didik masih dalam situasi dan kondisi belajar yang menempatkan mereka dalam
keadaan pasif, aktivitas belajar mengajar masih didominasi guru dalam menyampaikan informasi secara garis besar bahan-bahannya telah tertulis
dalam buku paket. 12.
Peserta didik sangat tinggi ketergantungan pada guru. Guru di jadikan satu- satunya sumber informasi dalam belajar. Mereka juga kurang terlatih dalam
belajar secara bersama-sama dan sangat terbatas pada tatap muka dikelas.
13. Proses pembelajaran IPS berlangsung secara klasikal tanpa memperhatikan
perbedaan individual yang melekat pada siswa, ini terlihat dari cara guru berkomunikasi dengan siswanya dimana siswa tidak diberi kesempatan untuk
secara aktif untuk mengekspresikan ide-idenya. Sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu dicarikan penyelesaiannya.
Penyelesaiannya yang penulis ajukan untuk mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran
IPS. Melalui pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,
diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui bekerjasama dengan teman dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi dan
bertukar pikiran sehingga mereka bisa saling mengajar dan belajar untuk materi yang baru. Melatih siswa untuk menguasai materi dalam pemahaman konsep dan
keterampilan berpikir kritis siswa. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem
belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar
Slavin, 1995. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model belajar yang
mengembangkan siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan empat atau enam orang yang bekerja sama saling bergantung positif dan bertanggung
jawab Anita Lie, 2010, dimana model pembelajaran tipe jigsaw ini siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka berdiskusi
dengan temannya dan bekerja dalam kelompok ahli. Siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan
yang nyata sehingga mendorong mereka untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka sendiri. Disini guru lebih banyak berperan sebagai fasilisator dan
mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan senang berdiskusi tentang materi dalam
kelompoknya. Manfaat dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini merupakan
model pembelajaran yang menekankan pada bekerja secara sama-sama, bahwa dalam proses pembelajaran siswa aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri
student centered, meningkatkan partisipasi, memfasilitasi siswa dengan pengalaman, sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama- sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Selain itu meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis. Trianto, 2007. Sehubungan dengan hal itu, perlu adanya perubahan dalam penerapan model pembelajaran yang lebih menekankan siswa
dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa dapat memahami konsep dan memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya.
Model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw
merupakan model
pembelajaran yang menekankan pada bekerja secara bersama sama. Model pembelajaran ini menekankan bahwa setiap proses pembelajaran siswa aktif
dalam membangun pengetahuannya sendiri student centered. Dalam hal ini pembelajaran tidak dimaksudkan untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak
mungkin tetapi lebih pada bagaimana proses mendapatkan pengetahuan tersebut, Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri siswa karena
lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan
konsep dalam situasi yang berbeda. Scriven dan Paul dalam Sutrisno2007. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu manusia membuat keputusan yang
tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Bukan hanya mengajar kemampuan yang dilakukan,
tetapi juga mengajar sifat, sikap nilai, karakter yang menunjang berpikir kritis. Artinya anak perlu didik untuk untuk berpikir kritis.
Sementara untuk keterampilan berpikir kritis memang salah satu kemampuan siswa yang dikembangkan disekolah dasar. Kemampuan berpikir
sering diasosiasikan dengan aktivitas mental dalam memperoleh pegetahuan dan memecahkan masalah. Kemampuan berpikir siswa berhubungan erat dengan
kegiatan belajarnya Surya, 1992. Pada saat belajar, siswa menggunakan kemampuan berpikirnya untuk memahami pengetahuan dan memecahkan masalah
yang dihadapi. Sementara kemampuan berpikir sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas hasil belajar yang diperolehnya.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Edward dan Vries dalam Slavin 2005 yang meneliti pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif
yang dikaitakan dengan perolehan pengetahuan siswa secara umum mengatakan
bahwa; 1 keuntungan yang diperoleh dalam pembelajaraan kooperatif adalah siswa dapat meningkatkan kemampuan akademiknya, 2 siswa yang belajar
dengan kooperatif ternyata memiliki perolehan pengetahuan yang lebih baik dibandingankan siswa belajar secara tradisional.
Anita Lie 2003 melakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, hasil penelitiannya menunjukan bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw prestasi belajar siswa lebih baik serta membentuk sikap yang positif terhadap pembelajaran siswa.
Hariyanto 2000: 82 melakukan penelitian tentang perbandingan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan model kooperatif tipe jigsaw
dengan model tradisional, hasil penelitiannya menunjukan bahwa : 1 terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan menggunakan model kooperatif tipe
jigsaw dengan menggunakan model tradisional, 2 Aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung lebih tinggi, 3 Keterampilan kooperatif
siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang menggunakan model kooperatif jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan model tradisional.
Susana Vonny Noviana Rante 2008 melakukan penelitian, hasil penelitiannya menunjukan bahwa dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran IPA SD dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa secara signifikan.
Johnson and Johnson dalam Rusmana 2009 melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif model jigsaw yang hasilnya menunjukan bahwa
interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan anak.
Berdasarkan latar belakang diatas, dan dengan melihat kenyataan dilapangan kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam pembelajaran IPS pada
tingkat persekolahan, kemudian keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw, maka penulis perlu melakukan penelitian yang berjudul “ Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran IPS
untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar.”
B. Rumusan Masalah