serta unikkhas, sedangkan lokasi Pasar Jatinegara untuk kelas menengah ke bawah mengingat harga penawaran yang tidak terlalu tinggi dan jenis-jenis yang
dijual adalah jenis yang umum seperti ikan Mas koki, ikan Cupang, ikan Botia, Lobster hias. Di kedua lokasi tersebut, beberapa jenis kura-kura juga dijual
namun dalam jumlah yang kecil serta jenis-jenis yang umum dijual seperti T. scripta elegans
atau H. spinosa. Dengan demikian, kedua lokasi ini tidak terlalu signifikan sebagai pusat penjualan kura-kura air tawar dan kura-kura darat
sebagaimana Jalan Barito, Kemang, Jalan Kartini atau Pasar Kemuning. Adanya pasar maya cyber market meningkatkan ketersediaan kura-kura di
pasaran karena menyediakan akses bagi calon pembeli untuk dapat memperoleh kura-kura pet tanpa harus membeli langsung di pasar konvensional, seperti Jalan
Barito atau Pasar Kemuning Tabel 3. Anonimitas pembeli dan penjual juga menjamin keamanan kedua belah pihak, utamanya bila jenis yang akan
ditransaksikan adalah jenis-jenis dilindungi atau bila pembeli tidak ingin identitasnya diketahui umum.
Informasi yang tersedia dan ditampilkan pada situs, misalnya kondisi kura- kura, ukuran, harga penawaran serta cara transaksi yang disediakan, termasuk
nomor telepon atau alamat e-mail. Pembayaran dilakukan melalui transfer antar rekening bank atau dibayar langsung bila kura-kura yang telah dibeli dikirimkan
ke pembeli. Pengiriman kura-kura yang telah dibeli biasanya dilakukan oleh pihak ketiga, kecuali bagi pembeli yang telah dikenal oleh penjual. Metode
pengiriman dan pembayaran yang lain juga dapat dilakukan sesuai kesepakatan pembeli dan penjual. Karakteristik-karakteristik ini yang membedakan pasar
maya dengan pasar tradisional Tabel 4.
B. Dinamika Pasar
Menurut para penjual, daerah-daerah yang menjadi pemasok utama adalah Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, Sulawesi
Tengah, Papua dan Papua Barat serta Jawa Barat. Harga penawaran jenis asli yang lebih murah dibandingkan jenis asing diduga dapat menjangkau segmentasi
konsumen yang lebih luas dengan kemampuan membeli yang beragam sehingga permintaannya cukup tinggi. Apalagi, sebagian jenis asli juga dimanfaatkan
sebagai bahan makanan dan bahan obat-obatan dimana permintaannya relatif konstan dibandingkan dengan permintaan pasar pet yang lebih fluktuatif dan
sesuai trend yang ada. Masih tersedianya jenis lokal disebabkan masih adanya pasokan dari daerah-
daerah penangkapan ke Jakarta walaupun jumlahnya menurun, baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan konsumsi maupun sebagai satwa
peliharaan. Adanya penurunan pasokan dari daerah penangkapan ke pusat penjualan di Jakarta maupun berkurangnya jumlah wilayah penangkapan diduga
menunjukkan adanya kemungkinan penurunan populasi alami kura-kura, baik jumlah individunya maupun jumlah populasinya serta sebaran populasi alami
yang ada. Penelitian Widagti 2007 di wilayah Kalimantan Timur untuk jenis C. amboinensis
memperlihatkan bahwa telah terjadi penurunan hasil panen sejak tahun 2000. Estimasi jumlah panenan saat ini sebanyak 7500 individutahun dan
diduga masih sustainable, walaupun untuk wilayah yang sama pada tahun 1996- 1999, panenan mencapai 1000 individuminggu atau lebih dari 50.000
individutahun. Fenomena yang sama juga dicatat oleh Shepherd 2000 yang menunjukkan
bahwa jumlah labi-labi yang diekspor dari Sumatra Utara ke luar negeri selama tahun 1996-1998 berjumlah 715.192 ekor 1996, 423.100 ekor 1997 dan
358.927 ekor 1998, yang menunjukkan adanya penurunan dari tahun ke tahun. Di Vietnam bagian Selatan, penurunan populasi C. amboinensis juga terjadi
seperti yang dicatat oleh Stuart 2004 dan kemungkinan juga akan terjadi pada M. subtrijuga
di wilayah yang sama. Platt et al. 2007 menyatakan bahwa peningkatan perdagangan kura-kura di Myanmar, dapat mendorong penurunan
populasi alami. Untuk penawaran jenis-jenis asing atau jenis-jenis yang berharga mahal,
jumlah individu yang dipajang umumnya berjumlah 1 ekor dan tidak lebih dari 3 ekor. Dari keterangan penjual, diketahui bahwa stok untuk jenis-jenis tersebut
masih ada dan disimpan di tempat lain serta akan diambil bila perlu. Hal serupa juga dicatat oleh Goh O’Riordan 2007 di Singapura. Pengaturan ini diduga
untuk menjamin keamanan penjual, utamanya bila jenis yang ditransaksikan
adalah jenis yang dilindungi serta melindungi kura-kura yang berharga mahal dari kemungkinan stres akibat perpindahan yang tidak perlu.
Selain itu, penjual juga menyatakan bahwa bila jenis atau jumlah individu yang diminta calon pembeli tidak ada maka mereka dapat mengupayakannya dari
penjual lain di tempat yang sama atau di tempat lain atau dari pemasok. Keterangan ini menambahkan informasi baru bahwa ada jaringan antar penjual,
serta adanya pemasok yang menyediakan barang jualan. Luas jaringan tidak diketahui dan tidak diketahui berapa penjual yang saling terkait. Pemasok tidak
diketahui dengan pasti walaupun ada informasi dari penjual bahwa pemasok utama berada di wilayah Bekasi, Karawang dan Bintaro.
Para penjual menyatakan tingkat perdagangan kura-kura darat dan kura-kura air tawar tidak menurun walaupun terjadi pengurangan pasokan dari daerah. Hal
ini terjadi karena kekosongan suplai ditutupi oleh ketersediaan jenis-jenis asing yang cukup banyak, baik dalam keragaman jenis yang cukup tinggi maupun
jumlah individu yang cukup memadai. Mereka menyatakan bahwa minat untuk memelihara kura-kura bertumbuh dengan semakin banyaknya tempat penjualan
dan jenis yang tersedia. Pada awalnya, pemeliharaan jenis asing masih bersifat eksklusif oleh konsumen yang memiliki cukup uang dan koneksi untuk
mendatangkan jenis-jenis tersebut namun dengan bertambahnya outlet satwaliar di Jakarta, maka eksklusivitas pemeliharaan jenis asing yang langka atau unik sudah
berkurang. Tingkat pendapatan masyarakat yang lebih tinggi di Jakarta untuk kelas menengah ke atas dan adanya gengsi mendorong tumbuhnya minat untuk
memelihara satwaliar.
C. Selera Pasar