Penegakan Hukum Perdagangan Jenis Kura kura Darta dan Kura kura Air Tawar di Jakarta

Ada 4 orang penjual kura-kura yang ditemui di pasar ini. Jenis kura-kura yang dijual ada 4 jenis yaitu Amyda cartilaginea, Dogania subplana, Cuora amboinensis dan Notochelys platynota. Dua jenis pertama dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan bahan obat-obatan, dengan harga penawaran Rp 60.000kg daging, Rp 50.000botol minyak bulus serta Rp 40.000 empedu. Tulang- tulangnya juga masih dapat dijual untuk bahan obat-obatan senilai Rp 15.000kg. Di pasar ini juga dapat ditemui penjual makanan berbahan dasar labi-labi, yang disebut pie oh dalam bahasa Tionghoa, biasanya dimasak dalam bentuk Nasi tim dengan harga penawaran Rp 35.000porsi. Ada 2 tempat yang diketahui di wilayah ini yang menjual masakan berbahan dasar labi-labi, 1 tempat berada di dalam lingkungan Pasar Petak Sembilan sedangkan 1 tempat lagi berada di Jalan Pancoran sebelah utara Petak Sembilan. Dua jenis lainnya digunakan sebagai bahan sembahyang pada kegiatan religius tertentu, untuk dilepaskan di sungaikolamdanauhutan sebagai amal untuk memperoleh karma baik good karma sehingga dapat bereinkarnasi ke dalam wujud yang lebih baik pada kehidupan selanjutnya dan memperoleh rejeki yang melimpah Chen et al. 2000; Saputra, pers.comm.. Kura-kura yang akan dilepaskan biasanya ditulisi kalimat-kalimat menggunakan huruf China pada punggungnya. Kura-kura dipilih karena memiliki umur yang panjang dan dipercaya merupakan mahluk yang memiliki kekuatan supranatural. Harga penawaran Rp 30.000ekor tanpa membedakan ukuran dan jenis.

E. Penegakan Hukum

Ada 3 jenis asli Indonesia yang telah dilindungi sesuai ketetntuan PP No 7 tahun 1999 Dephut 1999 ternyata tetap diperjualbelikan di lokasi pengamatan Tabel 2, yaitu Kura-kura moncong babi Carettochelys insculpta, Biuku Batagur baska dan Bajuku Orlitia borneensis. Ketiga jenis tersebut diidentifikasi sebagai jenis yang terancam karena tingginya perdagangan sebagai bahan makanan Van Dijk et al. 2000. Jenis Biuku Batagur baska bahkan memiliki status perlindungan paling tinggi untuk ketiga status, yaitu Dilindungi Indonesia, CR IUCN serta Apendiks I CITES. Ke-13 jenis Indonesia lainnya mempunyai status tidak dilindungi. Shepherd Nijman 2007 menemukan bahwa 6 jenis kura-kura Indonesia yang telah dilindungi diperdagangkan selama tahun 2004 di wilayah Jakarta. Berdasarkan Red List IUCN, sebagian besar jenis-jenis yang diperdagangkan di Indonesia berstatus VU atau vulnerable atau rawan IUCN 2007, dimana jenis dimaksud belum mencapai kategori Genting atau Terancam namun mengalami resiko besar untuk punah di alam dalam jangka menengah karena penurunan ukuran populasi, penyebaran terbatas serta kecilnya ukuran populasi IUCN 1994. Status ini masih menggunakan kategori dan kriteria versi 2.3 tahun 1994 IUCN 1994 dan belum direvisi dengan kategori dan kriteria versi 3.1 tahun 2000 IUCN 2001. Sebagian besar jenis yang terdaftar di atas merupakan jenis Apendiks II CITES, dimana jenis belum terancam kepunahan namun akan mengalaminya bila perdagangan untuk jenis dimaksud diatur. Regulasi CITES telah diterapkan ke dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia yaitu PP No. 8 tahun 1999 dan KepMenhut No. 447 tahun 2003, sehingga pengaturan pemanenan dalam negeri juga dapat diselaraskan dengan upaya pengendalian perdagangan ke dalam negeri dan ke luar negeri. Penegakan hukum atas peredaran jenis kura-kura di Indonesia, khususnya bagi jenis-jenis dilindungi maupun yang tidak disertai dokumen yang sah SATS- DN atau SATS-LN telah dijalankan oleh instansi Kehutanan di Pusat Departemen Kehutanan maupun Daerah Balai KSDA dan Balai TN. Sebagian besar kasus yang ditemui merupakan pelanggaran peredaran tanpa dilengkapi dokumen yang sah dan peredaran jenis dilindungi, termasuk upaya penyelundupan ke luar negeri Lampiran 4. Sebagian kasus sudah diperkarakan di pengadilan atau sudah memiliki vonis hukum namun sebagian lainnya diperlakukan dengan pembinaan kepada pelaku dan penyitaan satwaliar ilegal dimaksud. Satwaliar yang disita direhabilitasi di fasilitas BKSDADephut atau Pusat Penyelamatan Satwa PPS dan sebagian di antaranya sudah dilepasliarkan di habitat asalnya Makur 2006. Keberadaan pasar maya meningkatkan tingkat kesulitan pengawasan peredaran tumbuhan dan satwaliar mengingat sifatnya yang tertutup dan tidak memiliki tempatlokalita tertentu. Dengan memanfaatkan teknologi, transaksi dapat dilakukan tanpa tatap muka dan dengan pembayaran melalui ATM atau bank. Pola pengiriman tergantung negosiasi antara pembeli dan penjual, biasanya dengan memanfaatkan pihak ketiga kecuali bila penjual dan pembeli sudah saling kenal. Jenis-jenis yang dilindungi, yang memiliki daya tarik kuat bagi sebagian peminat, dijajakan dengan bebas pada situs-situs yang ada dan pengendaliannya sulit dilakukan secara maya dan harus dilakukan melalui pengawasan peredaran di pelabuhan-pelabuhan, jalan raya dan pemasok di daerah. Dengan demikian, suplai bagi setiap pemilik situs dapat dikurangi dan menekan perdagangan kura- kura darat dan kura-kura air tawar yang dilindungi. Sisi negatif yang muncul adalah bila tingkat perlindungan suatu spesies semakin tinggi maka semakin menarik pula citranya sehingga harga penawarannya semakin tinggi dan mendorong penangkapan lebih intensif di alam. Fenomena serupa juga dicatat oleh Shepherd Nijman 2007. Hal ini perlu diwaspadai sehingga upaya perlindungan tidak menjadi bumerang bagi kelestarian jenis dimaksud. Penyelundupan merupakan ancaman utama perdagangan antar negara dan sejauh ini upaya pengendalian telah dilakukan oleh pengelola walaupun belum optimal. Beberapa upaya penyelundupan ke luar negeri dapat digagalkan namun diduga masih ada penyelundupan yang berhasil dilakukan, baik melalui jalur utama ekspor pelabuhan atau bandara besar maupun melalui jalur tersendiri, seperti Tembilahan Shepherd, pers.comm.. Pada tahun 2003, terjadi penyitaan sebanyak ± 1.000 ekor Carettochelyus insculpta di Jakarta 2003 dan ± 7.000 ekor di Surabaya 2003. Dari jumlah tersebut, 2.862 ekor telah dikembalikan ke Papua dan 516 ekor di antaranya telah dilepasliarkan di habitat alaminya Makur 2006. Jenis ini adalah jenis endemik Papua bagian Selatan hingga ke Papua Nugini dan Australia bagian utara Bargeron 1997; Rhodin Genorupa 2000; Georges et al. 2006.

F. Pengelolaan Pemanfaatan Satwaliar