9
2.2.1  Proses Pembuatan Karbon Aktif
Telah dijelaskan bahwa segala jenis material yang berbahan karbon dapat diaktivasi. Sebagai penambahan, bahan baku umum yang banyak juga digunakan
adalah  limbah  ban,  resin  fenol  formaldehid,  sekam  padi,  residu  pulp,  tongkol jagung, biji kopi dan tulang. Saat ini, jenis - jenis produk karbon aktif komersial
adalah berbentuk butiran granular, tablet extruded, dan bubuk.  Karbon  aktif
dapat  dihasilkan  dengan  cara  aktivasi  uap  steam  atau  aktivasi  kimia  dimana kedua jenis aktivasi ini menggunakan suhu yang dielevasikan atau dinaikkan [24].
2.2.1.1 Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi Fisika Aktivasi  fisika  melibatkan  pemisahan  zat  volatil  diikuti  dengan  oksidasi
pada  struktur  unsur  karbon  tersebut  [24].  Aktivasi  fisika  melibatkan  dua  tahap penting,  yaitu  :  karbonisasi  dan  aktivasi.  Tahap  karbonisasi  melibatkan  proses
perubahan  struktur  dari  bahan  baku,  seperti  batubara,  menjadi  karbon  yang memiliki  struktur  tidak  beraturan  dengan  kandungan  zat  volatil  yang  sangat
rendah.  Tahap  ini  dilangsungkan  pada  suhu  tinggi  dalam  kondisi  yang  bebas oksigen.  Pada  tahap  aktivasi,  beberapa  unsur  karbon  tersebut  bereaksi,  dan
meninggalkan  struktur  pori  yang  banyak.  Tahap  aktivasi  dilangsungkan  dengan injeksi  uap  atau  steam  pada  suhu  yang  tinggi  [28].  Prinsip  dasar  aktivasi  fisika
adalah  tahap  karbonisasi  dilangsungkan  pada  suhu  500  -  600
o
C  kemudian dilanjutkan dengan aktivasi memakai uap atau steam pada suhu 800 - 1100
o
C. Keseluruhan  reaksi  mengkonversi  karbon  menjadi  karbon  dioksida
adalah  reaksi  eksotermis  dan  energi  panas  ini  dapat  digunakan  untuk mempertahankan kondisi operasi proses tersebut.
C + H
2
O steam                  CO + H
2
-31 kkal CO
+ ½ O
2
CO
2
H
2
+ ½ O
2
H
2
O steam + 58 kkal C
+      O
2
CO
2
+ 94 kkal Berbagai jenis tanur dan furnace dapat digunakan untuk proses karbonisasi
dan  aktivasi,  seperti  rotary  yang  dipanaskan  secara  langsung  atau  tidak langsung, vertical multi-hearth furnace, fluidized bed reactor dan vertical single
throat  retorts .  Sebagai  contoh  akan  dijelaskan  pembuatan  karbon  aktif
Universitas Sumatera Utara
10 menggunakan  vertical  retort.  Bahan  baku  dimasukkan  melalui  suatu  hopper  di
bagian  atas  retort  dan  mengalir  ke  bawah  akibat  gaya  gravitasi  melalui  anulus saluran  pusat  menuju  dasar  retort.  Saat  bahan  baku  melewati  saluran  tersebut,
suhu retort akan meningkat hingga 800 - 1000
o
C dan terjadi proses karbonisasi. Bagian dasar retort merupakan bagian aktivasi dan di bagian inilah terjadi
aktivasi  dengan  memakai  steam.  Udara  dialirkan  ke  dalam  retort  untuk mengkonversi gas CO dan H
2
menjadi gas CO
2
dan uap steam dan panas hasil dari reaksi eksotermis ini akan mempertahankan kondisi operasi tersebut [24].
2.2.1.2 Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi Kimia Aktivasi kimia dicapai dengan proses penguraian atau pelepasan molekul
air,  biasanya  pada  struktur  bahan  baku  selulosa.  Aktivasi  umumnya  digunakan untuk  produksi  karbon  aktif  dari  serbuk  gergaji,  kayu  atau  gambut.  Proses  ini
meliputi  pencampuran  zat  kimia  dengan  bahan  baku  berkarbon,  biasanya  kayu, dan proses karbonisasi campuran tersebut.
Bahan  baku  dicampuri  dengan  aktivator,  biasanya  asam  fosfat,  untuk membengkakkan kayu dan melemahkan ikatan struktur selulosa. Campuran bahan
baku  dengan  aktivator  kemudian  dikeringkan  dan  dilanjutkan  dengan  proses karbonisasi, biasanya dalam rotary kiln, pada suhu yang rendah antara 400 hingga
500
o
C. Pada proses karbonisasi, zat kimia ini berfungsi sebagai pendukung agar karbon  hasil  proses  tersebut  tidak  menyusut.  Ia  memisahkan  molekul  air  pada
ikatan  karbon,  menghasilkan  amortisasi  dan  pengarangan  karbon  tersebut, sehingga membentuk struktur pori dan luas permukaan yang besar [29]. Aktivator
juga berperan untuk menghambat pembentukan tar dan memperbesar yield karbon yang dihasilkan [30].
Karbon  aktif  yang  dihasilkan  dengan  menggunakan  aktivasi  kimia memiliki  distribusi  pori  yang  cocok  digunakan  sebagai  adsorben  tanpa
pengolahan  tahap  lanjut.  Dalam  hal  ini,  karbon  aktif  yang  diolah  adalah  karbon yang bersifat asam sehingga mereka tidak murni bila dibandingkan dengan karbon
aktif  menggunakan  aktivasi  fisika  [29].  Kelemahan  dari  aktivasi  kimia  dalam pembuatan  karbon  aktif  adalah  perlunya  mencuci  sisa  bahan  anorganik  yang
masih melekat dalam karbon aktif dan memberikan dampak negatif polusi yang
Universitas Sumatera Utara
11 mengakibatkan  masalah  yang  serius  [30].  Karbon  aktif  dengan  aktivasi  kimia
biasanya  berbentuk  bubuk.  Apabila  bahan  baku  butiran  digunakan,  maka  akan dihasilkan pula karbon aktif butiran. Karbon aktif ini memiliki kekuatan mekanik
yang lemah, dan tidak cocok digunakan untuk adsorpsi fasa gas [29].
2.2.1.2.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivator H
3
PO
4
Apabila aktivasi kimia dianggap sebagai reaksi antara bahan baku  yang bisa  disebut  prekursor  dengan  zat  kimia,  maka  konsentrasi,  kehomogenan
campuran,  suhu  dan  waktu  aktivasi  menentukan  sejauh  mana  reaksi  tersebut berlangsung  [29].  Aktivasi  kimia  dengan  memakai  aktivator  H
3
PO
4
dalam pembuatan karbon aktif  biasanya dilangsungkan pada suhu 450
_ hingga
_ 600
_
o
C. Pada  suhu  ini,  proses  karbonisasi  berlangsung  tidak  sempurna,  sehingga
komposisi  kimia  dari  karbon  aktif  yang  dihasilkan  setelah  melalui  proses pencucian  zat  kimia  untuk  pengurangan  kadar  aktivator    adalah  berada  antara
bahan baku dan arang karbon tanpa aktivasi [32]. Secara  singkat  secara  umum  pembuatan  karbon  aktif  dengan  aktivasi
kimia dijelaskan sebagai berikut. Aktivator dilarutkan di dalam air, dicampurkan dengan bahan baku yang akan diaktivasi dan campuran tersebut dikondisikan pada
suhu 85
o
C tanpa evaporasi. Proses hidrasi terjadi, dan struktur bahan baku akan mengalami  pembengkakan  sehingga  terjadi  suatu  alur  dimana  aktivator  akan
mengalir kedalam bagian dalam dari partikel tersebut. Partikel yang diimpregnasikan dengan asam fosfat menjadi elastis. Asam
memisahkan  serat  selulosa,  depolimerisasi  hemiselulosa  parsial  dan  lignin komponen  utama  matriks  terjadi  dan  mengurangi  hambatan  mekanik  sehingga
akan  menggembungkan  partikel  itu.  Tahap  depolimerisasi  tersebut  dilanjutkan dengan  tahap  dehidrasi  dan  kondensasi  yang  akan  menghasilkan  lebih  banyak
produk  aromatik.  Produk  aromatik  ini  bersifat  reaktif  dan  dihubungkan  secara silang oleh gugus fosfat tersebut [33]. Produk yang terbentuk adalah tar dan dapat
diamati pada permukaan partikel [31]. Asam  fosfat  menghasilkan  efek  dehidrasi  pada  komponen  selulosa,
hemiselulosa  dan  lignin  di  bagian  dalam  dari  partikel  selama  perlakuan  panas berlangsung.  Dehidrasi  terjadi  karena  zat  kimia  tersebut  berada  dalam  fasa  cair
Universitas Sumatera Utara
12 pada  suhu  tersebut  selama  proses  berlangsung,  sehingga  memungkinkan  ikatan
pada prekursor partikel terurai secara termal. Prekursor ini dapat mengalirkan air menuju reaktan, bereaksi dan membentuk senyawa terhidrasi. Air akan berkurang
seiring suhu meningkat. Dehidrasi yang dihasilkan oleh asam fosfat bersifat kuat [31].
Dehidrasi  prekursor  menghasilkan  reduksi  dimensi  partikel,  walaupun reduksi  tersebut  pada  bagian  tertentu  dihambat  karena  reaktan  masih  tersisa
selama  perlakuan  panas,  dan  berperan  dalam  pembentukan  struktur  mikropori. Volume  mikropori  yang  berkembang  selama  proses  aktivasi  berlangsung
bergantung  pada  kadar  aktivator  yang  digunakan  untuk  impregnasi  bahan  baku, semakin  tinggi  kadar  aktivator,  maka  semakin  berkembang  mikropori  tersebut
[31]. Morfologi  dari  karbon  yang  diimpregnasikan  dengan  perbandingan
impregnasi  yang  rendah  hampir  identik  dengan  arang,  akan  tetapi  apabila konsentrasi asam meningkat, maka permukaan arang tersebut yang bereaksi akan
terlihat  lebih  jelas.  Pada  konsentrasi  asam  yang  tinggi,  morfologi  lapisan  luar tidak terlihat lagi karena struktur selulosa dalam jumlah besar telah diuraikan dan
diekstrak  dari  bagian  dalam  menuju  bagian  luar  dari  partikel.  Hal  inilah  yang menyebabkan terbentuknya struktur makropori dan mesopori [31].
2.3 PIROLISIS