2. Keuniversalan Dimensi Big Five
Jika ada pertanyaan umum yang fokus pada perbedaan individu dan interaksi manusia, maka untuk menjawab hal ini perlu dilakukan pembuktian terhadap
keuniversalan struktur faktor Big Five. Untuk membuktikan keuniversalan faktor Big Five, sejumlah penelitian lintas budaya mengenai trait kepribadian semakin
meningkat secara dramatis pada dekade sebelumnya, terutama penelitian yang dilakukan secara internasional oleh tim yang berasal dari negara yang berbeda-
beda. Hal ini mungkin dapat menjadi awal untuk menjawab pertanyaan tersebut mengenai keuniversalan Big Five Pervin, dkk, 2005.
Penelitian lintas budaya sangat penting untuk menjadi acuan dalam menjawab keuniversalan faktor Big Five. Namun, sebelum melihat hasil dari penelitian, satu
hal yang perlu diperhatikan yaitu metode yang digunakan dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian, yaitu mengenai apakah Big Five bersifat universal,
masalah metodologi dapat memberikan suatu perbedaan besar. Salah satu masalahnya meliputi penejermahan. Banyak peneliti yang mempelajari apakah
trait kepribadian bersifat universal hanya dengan menerjemahkan kuesioner dari satu bahasa asli seperti bahasa Inggris menjadi beberapa bahasa yang lain
seperti bahasa Jerman, Jepang, dan lain-lain, tanpa mempertimbangkan terjemahan tersebut dapat bersifat menjebak, dan mungkin juga kurang satu
persatu kata dari tiap terjemahan dan pemaknaan yang berbeda juga. Bahasa boleh berbeda dan bahkan kata-kata yang diterjemahkan sama dapat memiliki arti yang
berbeda. Contohnya adalah kata “aggressive” dalam bahasa Inggris memiliki makna yang berbeda dengan kata yang sama dalam bahasa Jerman. Dalam bahasa
Universitas Sumatera Utara
Jerman, kata “aggressive” memiliki arti “hostile bersifat mengancam” dibanding “forceful-assertive ketegasan yang berlebihan Pervin, dkk, 2005.
Sebuah resensi kuantitatif yang dilakukan oleh De Raad, dkk dalam Pervin, dkk, 2005 membandingkan banyak penelitian Eropa, dan menyimpulkan bahwa
faktor yang mirip dengan Big Five muncul dalam banyak bahasa tetapi faktor Openness yang paling sedikit muncul. Hanya sedikit penelitian pada budaya dan
bahasa non-western yang pernah dilakukan seperti Cina, Jepang, Filipina dan faktor Openness tidak begitu terlihat. Penelitian-penelitian yang ada menemukan
bahwa tiga faktor yaitu extraversion, agreeableness dan conscientiousness dapat ditemukan di hampir semua bahasa, hanya dua faktor lain yaitu neuroticism dan
openness yang kurang reliabel secara lintas budaya Saucier, Hampson, Goldberg dalam Pervin, dkk, 2005. Penelitian yang ada di Indonesia, yaitu yang
dilakukan oleh Mastuti 2005 menemukan bahwa terdapat satu faktor tambahan ketika dilakukan analisis faktor pada mahasiswa suku Jawa. Selain itu, penelitian
lain juga dilakukan oleh Mariyanti 2012 menemukan lima faktor yang ada pada Big Five tersebut ketika diberikan pada sampel yang lebih umum, dan penelitian
Samosir 2013 menemukan bahwa terdapat dua faktor tambahan ketika dilakukan analisis faktor terhadap suku Batak Toba. Memandang perbedaan hasil tersebut,
maka sangat perlu dilakukan pengujian terhadap aitem-aitem yang ada pada Big Five Inventory.
Universitas Sumatera Utara
3. Big Five Inventory BFI