mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya
13
. Yang menjadi masalah pokok dalam hukum pidana adalah
14
: 1.
Perumusan perbuatan yang dilarang kriminalisasi. 2.
Pertanggung jawaban pidana kesalahan. 3.
Sanksi yang diancam, baik pidana maupun tindakan. Adapun yang menjadi unsur tindak pidana dibedakan atas unsur subjektif
dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku, temasuk didalamnya adalah segala sesuatu yang terkandung didalam
hatinya. Unsur subjektif dari tindak pidana meliputi:
15
1. Kesengajaan atau ketidak sengajaan dolus atau culpa.
2. Maksud pada suatu percobaan seperti yang dimaksud dalam pasal 53 ayat 1
KUHP. 3.
Macam-macam maksud atau oogmer seperti misalnya yang terdapat dalam tindak pidana pencurian.
4. Merencanakan terlebih dahulu, seperti misalnya yang terdapat dalam pasal
340 KUHP. Sedangkan unsur objektifnya adalah unsur-unsur yang ada hubungannya
dengan keadaan-keadaan yaitu didalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan unsur objektif dari tindak pidana meliputi :
16
13
Martin Prodjohamidjojo, Memaham Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT
Pradnya Paramita, halaman 5.
14
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang : UNDIP, 1995, halaman
50.
15
A. Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Malang: Universitass
Muhammadiyah Malang,2004, halaman 33.
16
D. Schafmeister, N. Kijzer, E.PH. Sitorus, Hukum Pidana, Yogyakarta : Libert, 1995,
halaman 27.
Universitas Sumatera Utara
1. Sifat melanggar melawan hukum.
2. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri
dalam kejahatan menurut pasal 415 KUHP. 3.
Kasualitas, yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat.
2. Pengertian Perbankan.
Definisi atau batasan mengenai bank pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain, kalaupun ada perbedaan hanya akan tampak pada tugas dan jenis usaha
bank tersebut. Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik, “bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit,
baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, mana pun dengan
jalan memperedarkan alat-alat penukar dan tempat giral.”
17
Menurut A. Abdurahman 2001 dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Pedagangan, “bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan
berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjama, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-
benda berhaga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain”. Menurut Undang-Undang Nomo 14 Tahun 1967 Pasal 1 tentang Pokok-pokok Perbankan,
“bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”. Pendapat lain
17
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank Dan Lembaga Keuangan, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2013, halaman 2
Universitas Sumatera Utara
mengemukakan “bank sebagai suatu badan yang tugas utamanya; menghimpun uang dan sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit
kepada pihak ketiga pada waktu tertentu.” Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,
pengertian bank diatur pada Pasal 1 angka 1 bahwa bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian bank menurut perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Kalau dilihat dari fungsinya, maka definisi bank dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu: 1.
bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun uang dari pihak ketiga
2. bank dilihat sebagai pemberi kredit, artinya bahwa bank
melaksanakan operasi perkreditan secara akti.f 3.
Bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber yang berasal dari modal sendiri, simpanantabungan masyarakat
maupun melalui penciptaan uang bank.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian tersebut, bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan
dalam bidang keuangan dan bank merupakan suatu pranata sosial yang bersifat finansial, yang melaksanakan jasa-jasa keuangan. Berdasarkan kasus yang di
bahas dalam Kajian hukum terhadap tindak pidana korupsi dalam dunia perbankan tidak lepas juga dari penyalahgunaan wewenang pejabat perbankan
dalam mengeluarkan suatu kredit pinjaman. Pengertian pinjaman kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjaman
melunasi uangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
18
Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa pinjaman atau kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank
membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian adanya kesepakatan antar bank kreditor dengan nasabah penerima kredit debitur,
bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak termasuk
jangka waktu serta bunga yang telah ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sanksi apabila debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat
bersama. Pemberian kredit tanpa di analisis terlebih dahulu sangat membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif sehingga
18
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, loc.cit, halaman 163.
Universitas Sumatera Utara
kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan. Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit untuk ditagih alias
macet.
19
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
1. Kepercayaan.
Yaitu suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang diberikan berupa czuang, barang, atau jasa akan benar-benar diterima kembali dimasa yang
akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun
ekstern.
2. Kesepakatan.
Kesepakatan ini meliputi kesepakatan antar si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatn ini dituangkan dalam sebuah perjanjian dimana
masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
3. Janga waktu.
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
4. Risiko.
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu kondisi tidak tertagihnyamacet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit
semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun
oleh risiko yang tidak disengaja. Misalnya bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.
5. Balas jasa.
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau fase tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan
administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.
20
Pejabat perbankan yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan kredit haruslah mengikuti semua unsur di atas. Apabila unsur itu tidak dipenuhi
maka pejabat perbankan itu telah menyahlahgunakan wewenangnya dengan mengeluarkan kredit tanpa memikirkan unsur yang harus dipenuhi. Dan apabila
19
Ibid, halaman 164.
20
Ibid, halaman 166.
Universitas Sumatera Utara
hal tersebut menimbulkan kerugian negara maka pejabat perbankan tersebut dapat di jatuhi Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi :
setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan atau didenda paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milliar rupiah.
Jelas di dalam pasal tersebut dikatakan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat di kenakan sanksi pidana
begitu juga seorang pejabat perbankan yang menyalagunakan wewenangnya hingga menimbulkan perbuatan tindak pidana korupsi.
3. Pengertian tindak pidana korupsi.
Menganalisis Undang-Undang Tipikor Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 maka yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah:
a. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Pasal 2.
b. Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau suatu badan atau
suatu korporasi menyalahgunakan kewnangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang daoat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara Pasal 3.
c. Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, atau pasal 435 KUHP, serta pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
d. Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-Undang yang secara tegas
menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-
Undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi Pasal 14
e. Setiap orang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat
untuk melakukan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi Pasal 15 f.
Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana
korupsi Pasal 16.
21
Pengertian melawan hukum di dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi UU PTPK “... secara melawan hukum, dalam pengertian formil dan materil. Dengan perumusan terebut, pengertian melawan hukum tindak
pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana.”
Menurut Simon yang dimaksud dengan wederrechtelijk melawan hukum tidak bertentang dengan hukum pada umumnya, jadi tidak hanya sekedar
bertentangan dengan hukum tertulis, akan tetapi juga bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis.
22
Sejalan dengan pendapat Simon, Bambang Poernomo menyatakan suatu perbuatan itu dapat dikatakan melawan hukum, bila memenuhi
dua ukuran, yaitu sifat melawan hukum formil formele wederrechtelijkheid dan sifat melawan hukum yang materil materiele wederrechtelijkheid. Yang menjadi
alasan pertimbangan pembuat undang-undang mencamtumkan unsur melawan hukum dalam pengertian formil maupun materil di dalam Undang-Undang Nomor
21
Edi Yunara, Korupsi dan pertanggungjawaban pidana korporasi, PT Citra aditya bakti, Bandung, 2005, Halaman 36-37
22
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Balai Lektur Mahasiswa : tanpa tahun, halaman
349.
Universitas Sumatera Utara
31 Tahun 1999 jo Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut, yaitu :
Pertama : Mengingat korupsi terjadi secara sistematis dan meluas, tidak hanya merugikan keuangan dan perekonomian negara, tetapi juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga digolongkan sebagai extraordinary
crime, maka pemberantasannya harus dilakukan dengan cara yang luar biasa
Kedua : Dampak dari tindak pidana korupsi selama ini, selain merugikan
keuangan dan perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi
tinggi
Ketiga : Dalam upaya merespon perkembangan keutuhan hukum didalam
masyarakat, agar dapat lebih memudahkan didalam pembuktian, sehingga dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan
keuangan atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit.
23
Jenis tindak pidana korupsi pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
24
1. Perbuatan yang merugikan Negara.
2. Suap-menyuap.
3. Penyalahgunaan jabatan.
4. Pemerasan.
5. Korupsi yang berhubungan dengan kecurangan.
6. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan.
7. Korupsi yang berhubungan dengan grafikasi hadiah.
Menurut Romli Atmasasmita kriteria korupsi yang utama menurut Undang- Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang lama, yaitu Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1971 adalah adanya unsur kerugian bagi negara, tetapi
23
Ibid.
24
Dr. Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta : Sinar Grafika, 2010, halaman 53.
Universitas Sumatera Utara
pada kenyataannya unsur kerugian bagi negara itu sulit pembuktiannya karena deliknya delik maeriel. Namun, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
unsur kerugian tetap ada kemudian rumusannya diubah menjadi delik formil sehingga tidak perlu dibuktutikan adanya kerugian atau tidak bagi negara. Kriteria
berikutnya adalah adanya keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain atau suatu badan karena adanya wewenang atau kesempatan. Kriteria ini sudah diperluas
karena ada istilah karena jabatan, kedudukan, dan seterusnya, termasuk juga suap- menyuap, baik antara bukan pegawai negeri maupun pegawai negeri. Begitu juga
dengan pemberian hadiah dan janji pada undang-undang yang baru, kriterianya sudah diperluas.
25
Dalam Pasal 27 UU PTPK dijelaskan bahwa tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya antara lain tindak pidana korupsi di bidang perbankan
perpajakan pasar modal, perdagangan dan industri. Komoditi berjangka, atau di bidang moneter dan keuangan yang:
a. Bersifat lintas sektoral;
b. Dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih atau
c. Dilakukan oleh tersangkal terdakwa yang berstatus sebagai Penyelenggara
Negara sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme.
25
Edi yunara,ibid, Halaman 39
Universitas Sumatera Utara
E. Metode penelitian