huruf e UUPTK, perbuatan-perbuatan yang dilakukan harus dibuktikan bersifat melawan hukum.
B. Pengaturan tindak pidana perbankan dalam Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan
Tindak pidana perbankan sebagai bagian dari tindak pidana di bidang ekonomi. Tindak pidana di bidang ekonomi lazim disebut white collar crime yaitu
tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan sering dilakukan oleh orang yang mempunyai kemampuan intelektualdan mempunyai posisi penting dalam
suatu masyarakat atau ditempat pekerjaannya. Terdapat dua istilah yang seringkali dipakai secara bergantian walaupun maksud dan ruang lingkupnya bisa berbeda.
Pertama, adalah Tindak Pidana Perbankan dan kedua, Tindak Pidana di Bidang Perbankan.
Tindak pidana perbankan mengandung pengertian tindak pidana itu semata- mata dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan tindak pidana di bidang
perbankan tampaknya lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam bank .
Istilah tindak pidana di bidang perbankan dimaksudkan untuk menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-
kegiatan dalam menjalankan usaha bank. Tidak ada pengertian formal dari tindak pidana di bidang perbankan. Ada yang mendefinisikan secara popular,
bahwa tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank
Universitas Sumatera Utara
sebagai sarana crimes through the bank dan sasaran tindak pidana itu crimes against the bank.
Di dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan terdapat 13 tindak pidana yang di atur di dalamnya. Dari 13 tindak pidana yang diatur hany 1
satu pasal yang diklasifikasikan sebagai pelanggaran yaitu pasal 48 ayat 2, sedangkan 12 pasal lainnya diklasifikasikan sebagai kejahatan. Maka akan
dijelaskan setiap pasal yang terdapat tindak pidana di dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan:
1 Pasal 46
1 Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, di ancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5
lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp. 10.000.000.000,- sepuluh milyar rupiah dan paking
banyak Rp. 200.000.000.000,- dua ratus milyar rupiah.
2 Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh
badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntuttan terhadap badan-bdan dimaksud
dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu
atau terhadap kedua-duanya.
Pasal 46 ini memiliki unsur yang terdiri : a.
Barang siapa b.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. c.
Tanpa izin dari pimpinan Bank Indonesia.
Praktek bank tanpa izin biasa dikenal dengan istilah “bank gelap”, yaitu menghimpun dana dari masyakrakat sebagaimana fungsi bank yang lazim tanpa
izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia, maupun dana dari masyarakat dapat
Universitas Sumatera Utara
berupa tabungan, deposito berjangka, tabungan atau giro, atau dalam bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Tindak pidana menyangkut perizinan, yaitu
melaksanakan kegiatan bank tanpa izin pimpinan Bank Indonesia yang dalam praktek antara lain dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a Melakukan usaha bank dalam bank, yang umumnnya dilakukan oleh
pejabat bank dengan tidak membukukan setoran nasabah sesuai ketentuan, tetapi atas rekening pejabat yang bersangkutan dengan
menggunakan prasarana bank yang bersangkutan dan pembukuan keuangannya dibuat tersendiri diluar yang dilaporkan kepada Bank
Indonesia. b
Menjalankan usaha bank tanpa izin, kasus ini dulu banyak muncul sebelum deregulasi dibidang perbankan sewaktu perizinan masih tetap.
c Menjalankan usaha serupa bank.
50
Subyek hukumnya adalah orang, baik secara sendiri bersama-sama sebagai pengurus badan korporasi yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum,
melakukan usaha layaknya seperti bank, baik bank umum atau bank perkreditan rakyat BPR. Untuk memenuhi rumusan delik ini, terlebih dahulu harus
dibuktikan subyek hukum tersebut, perbuatannya tidak mengindahkan syarat- syarat pendirian suatu bank.
51
50
Marwan Effendy, Op.cit, Halaman 14
51
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2 Pasal 47
1 Barang siapa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank
Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk
memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2dua tahun dan paling lama
4 empat tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- sepuluh milyar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- dua
ratus milyar rupiah.
2 Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi
lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp. 4.000.000.000,- empat milyar rupiah dan paling banyak
Rp. 8.000.000.000,- delapan milyar rupiah.
Dalam Pasal 47 ayat 1, memiliki unsur yaitu : a.
Siapa saja. b.
Yang senganja memaksa Bank atau Pihak Terafliasi. c.
Untuk membocorkan rahasia bank. d.
Tanpa membawa perintah atau izin dari pimpinan Bank Indonesia.
Subjek hukum dalam pasal 47 ayat 1 ini adalah setiap orang yang mampu bertanggung jawab menurut Undang-Undang, sedangkan yang dimaksud dengan
unsur “yang sengaja memaksa” ini identik dengan unsur “dengan sengaja”. Menurut smidt, Wetboek van Strafrecht WvS yang menjadi induk KUHP
menganut paham, bahwa setiap delik yang dikualifikasikan sebagai kejahatan selalu diperlukan adanya kesengajaan, kecuali jika ditentukan dengan nyata lain
kealpaan.
52
Simon juga berpandang, bahwa dalam hal demikian harus dianggap
52
Moeljatno, Asas-asas hukum pidana, Rineka cipta, cet ke-VII, 2001, halaman 182
Universitas Sumatera Utara
bahwa semua unsur delik diliputi oleh kesengajaan, kecuali pasal itu ada alasan untuk menentukan lain.
53
Mengenai rahasia bank ini, menurut pasal 1 angka 28 Undang-Undang No.10 tahun 1998 adalah “ segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Jadi, rahasia bank tersebut menyangkut identitas diri nasabah dan simpanannya, seperti giro, deposito,
sertifikat deposito dan tabungan. Pasal 47 ayat 2 unsur-unsurnya terdiri dari :
a. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafliasi
lainnya b.
Dengan sengaja c.
Memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya menurut pasal 40, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41A, pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 44A.
Pengertian unsur “dengan sengaja” dalam Pasal 48 ayat 1 adalah delik dolus yang tunduk kepada tafsir sengaja atau opzet. Mengenai arti “sengaja” atau opzet
ini tidak diterangkan, baik di dalam Undang-undang ini maupun di dalam penjelasan begitu juga KUHP. Menurut Van Hattum, seengaja opzet secara ilmu
bahasa berarti “oog merk” maksud, dalam arti tujuan dan kehendak menurut istilah Undang-Undang, opzettelijk dengan sengaja diganti dengan “willens en
wetens”. Memorie van Toelichting MvT menjelaskan bahwa willens en wetens, artinya mengetahui dan mengkehendaki. Sedangkan pengertian mengetahui dan
mengkehendaki, ada dua teori yang menjelasannya. Pertama, teori kehendak
53
Ibid
Universitas Sumatera Utara
wilstheorie dikemukakan oleh von Hippel yang kemudian diikuti oleh Simons dan kedua, teori pengetahuan voortellingstheorie dikemukakan oleh Frank yang
kemudian diikuti von Hamel.
54
Menurut teori kehendak, kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan, seperti dirumuskan dalam Undang-Undang de op
verwerkelijking der wettwlijke omschrijving gerichte wil, sedangkan menurut teori pengetahuan, kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat dengan
mengetahui unsur-unsur yang diperlukan menurut Undang-Undang de wil tot handelen bij voorstelling van de tot de wettelijke omschrijving behoorende
bestandelen.
55
Pasal 47 ayat 2 merupakan kebalikan pasal 47 ayat 1, pasal ini justru melarang pihak internal bank atau pihak terafliasi lainnya membocorkan
keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya. Pengertian nasabha penyimpan dan simpanannya, ini sama halnya dengan telah dijelaskan dalam pasal 47 ayat 1.
Perbuatan ini sebenarnya identik dengan insider trading, jika dapat menguntungkan pihak lain dan merugikan nasabah atau bank. Perbuatan tersebut
dilakukan oleh subyek hukum dengan cara bekerja sama dengan pihak internal bank, memalsukan atau mengambil keuntungan dari surat berharga atau simpana
milik nasabah pada bank tersebut.
3 Pasal 47 A
Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan wajib dirahasiakan
menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp. 4.000.000.000,- empat milyar rupiah dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- delapan milyar rupiah.
54
Marwan Effendi, Op.cit, halaman 18
55
Moeljatno, Op.cit, Halaman 171-172
Universitas Sumatera Utara
Pasal 47 A memilki unsur : a.
Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank. b.
Dengan sengaja c.
Tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 A dan pasal 44 A.
Subyek hukumnya adalah internal bank, pengertian dengan sengaja tafsirnya sama dengan pasal 47 ayat 2. Jika pada pasal 40 ayat 1 dinyatakan wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, tetapi pasal 47 A justru memberikan ancaman pidana bagi direksi yang tidak
memberikan keterangan apabila mengabaikan sesuai dengan keterangan yang
wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 A dan pasal 44 A. 4
Pasal 48
1 Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank yang dengan sengaja
tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan
ayat 2 diancam dengan pidana penjara sekurag-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 5.000.000.000,- lima milyar rupiah dpn paling banyak Rp. 100.000.000,- seratus milyar rupiah.
2 Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank yang lalai memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 1 satu tahun dan paling ama 2 dua tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,- satu milyar
rupiah dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- dua milyar rupiah.
Pasal 48 ayat 1 memiliki unsur yaitu:
a. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank.
b. Dengan sengaja
Universitas Sumatera Utara
c. Tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dana pasal 34 ayat 1 dan ayat 2.
Sesuai dengan penjelasan pasal 30 ayat 1 dan 2, subyek hukumnya dapat dijerat oleh pasal ini apabila mengabaikan ketentuan yang berkaitan dengan
pengawasan bank oleh Bank Indonesia. Keterangan tentang kegiatan usaha suatu bank diberikan kepada Bank Indonesia diperlukan, mengingat keterangan tersebut
dibutuhkan untuk memantau keadaan suatu bank. Pemantauan keadaan bank perlu dilakukan dalam rangka melindungi dana masyarakat dan menjaga keberadaan
institusi perbankan. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan hanya dapat tumbuh kembang jika kesehatan bank terjaga lebih lajut dalam penjelasan
pasal 34 ayat 1 dan ayat 2 digariskan juga bahwa pertama, bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan labarugi tahunan
serta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Kedua, neraca serta perhitungan labarugi
tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan pubik.
56
5 Pasal 49
1 Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan
sengaja: a.
Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b.
Mebhilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan;
56
Marwan Effendi, Op.cit, Halaman 25
Universitas Sumatera Utara
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah,mengaburkan,menghilangkan,menyembunyikan atau
merusak catatan pembukuan terebut diamcam dengan pidana penjara seurang-kurangnya 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas
tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,- sepuluh milyar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- dua ratus
milyar.
2 Anggota dewan komisars, direksi, atau pegawai bank yang dengan
sengaja: a.
Meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uanag
atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha
mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian
atau pendiskotoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat prmoes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam
rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank;
b. Tidak melaksanakan lanngkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuaa-ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bank; diancam dengan pidana penjaa sekurang- kurangnya 3 tiga yahun dan paling lama 8 delapan tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp. 5000.000.000,- lima milyar rupiah dan paling banyak Rp. 1000.000.000.000,- seratus milyar rupiah.
Pada pasal 49 ayat 1 huruf a larangan yang dirumuskan dalam pasal itu bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat sebagai nasabah penyimpan,
agar terhindar kecurangan yang dilakukan oleh annggota Dewan,Komisaris,Direksi atau semua pejabat dan karyawan bank yang dapat
merugikan para nasabah bank. Selain itu untuk mencegah anggota komisaris, direksi atau semua pejabat dan karyaawan bank berlaku tidak jujur di dalam
mengumumkan tentang kesehatan bank terkait dengan posisi keuangan atau
Universitas Sumatera Utara
keadaan neraca yang layak diumumkan melalui mass media atau yang dilaporkan kepada Bank Indonesia, yang dilakukan dengan cara membuat atau menyebabkan
pembukuan, proses laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, transaksi atau laporan rekening bank secara tidak benar, tidak sesuai dengan posisi yang
sesungguhnya. Sedangkan, pasal 49 ayat 1 huruf b rumusan larangannya sama dengan pasal 49 ayat 1 huruf a tetapi perbedaannya terletak pada pengertian
pegawai bank. Kalau pada 49 ayat 1 huruf a subyek hukumnya dalah semua pejabat dan karyawan bank, sedangkan pada pasal 49 ayat 1 huruf b subyek
hukumnya selain anggota dewan komisaris dan direksi, pengertian pegawai bank terbatas hanya kepada pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.
57
Pada pasal 49 ayat 1 huruf c larangannya yang dirumuskan identik dengan pasal 417 KUHP sebelum diambil oper oleh pasal 10 UUTPK. Perbedaannya
terletak pada ancaman pidananya. Ancaman pidana pasal 49 ayat 1 huruf c lebih berat dibandingkan dengan pasal 10 UUTPK.
Pada pasal 49 ayat 2 huruf a, perbuatan subyek hukum yang berasal dari internal bank tersebut akan menimbulkan beban moril bagi dirinya, sehingga di
dalam memberikan pelayanan jasa atau fasilitas perbankan tersebut, akan mengesampingkan Prudential Banking. Dalam praktek yang sering dijumpai di
dalam pemberian kredit.larangan terhadap Anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai bank identik dengan rumusan delik yang diatur di dalam pasal 418,
423 dan pasal 425 KUHP berupa menerima suap passieve omkooping atau
57
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pemerasan dengan jabatan knevelarij. Pasal pasal KUHP ini telah diambil oper oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentan pemberantasan tindak pidana korupsi dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
58
Pada pasal 49 ayat 2 huruf b, setiap Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank harus mengindahkan segala ketentuan yang diatur didalam Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan segala peraturan perundang-undangan yang harus ditaati oleh
bank. Seperti mengenai syarat-syarat pemberian kredit, bank garantie, pembukaan LC dan lain sebagainya. Berbagai kasus tindak pidana yang sering dijumpai,
adalah menyangkut pengaturan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK yang dikenal dengan Legal Lending Limit L3 ini terdapat dalam Pasal
11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Sebelumnya secara formal diatur dalam Paket Deragulasi Perbankan 27 Oktober 1988 Pakto
27, yang kemudian disempurnakan paket Februari 1991 Pakfeb, yang merupakan penyempurnaan pengawasan dan pembinaan bank yang juga
memperjelas ketentuan Legal Lending Limit sebelumnya. Ketentuan L3 ini bertujuan untuk memelihara kesehatan dan tingkat daya tahan serta kelangsungan
usaha perbankan. Agar pengucuran kredit dapat diberikan kepada debitur yang memenuhi syarat, bukan terhadap debitur di dalam kelompok bank tersebut.
Terhadap L3 ini disamping ada sanksi pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan pasal 49 ayat 2 huruf b bagi anggota
58
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Komisaris, Direksi atau pegawai bank, di atur juga sanksi administratif dalam hal penilaian tingkat kesehatan bank tidak sesuai dengan SK Direksi Bank
Indonesia.
59
Menurut penjelasan pasal 49 ayat 2 istilah pegawai bank dalam pasal tersebut memiliki pengertian pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.
60
Di pasal tersebut tidak ada menyinggung mengenai penyalahgunaan wewenang akan
tetapi dengan adanya delik pidana yang mengatur didalam pasal tersebut jelas bahwa seorang pegawai bank yang melakukan suatu perbuatan yang di luar
wewenang dapat dihukum dengan sanksi pidana yang berlaku di dalam pasal tersebut. Melakukan suatu perbuatan yang diluar wewenangnya yang berarti
melakukan penyalahgunaan wewenang yang ada pada jabatannya dengan ada kesempatan dan kesengajaan dengan alasan-alasan yang bisa seperti
menguntungkan diri sendiri atau keluarganya, mendapatkan sesuatu untuk orang lain seperti uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam
rangka pembelian atau pendiskotoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam
rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kredit pada bank.
59
Ibid
60
Hermansyah, Hukum perbankan nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, halaman 167
Universitas Sumatera Utara
6 Pasal 50
Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadapa ketentuan dalam
undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tiga tahun
dan paling lama 8 delapan tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,- lima milyar rupiah dan paling banyak Rp.
100.000.000.000,- seratus milyar rupiah.
Pasal ini tidak berbeda dengan pasal 49 ayat 2 huruf b hanya bedanya pada subjek hukumnya saja. Dalam pasal ini yang menjadi subjek hukumnya pihak
yang terafiliasi seperti akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya.
7 Pasal 50 A
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank umtuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang
mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ii
dengan ketentuan perundang-undangan lainnya yang beraku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 tujuh tahun dan
paling lama 15 lima belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- sepuluh milyar rupiah dan paling banyak Rp.
200.000.000.000,- dua ratus milyar rupiah.
Sama halnya dengan pasal 49 ayat 2 huruf b dan pasal 50, pasal 50 A hanya berbeda pada subyek hukumnya yaitu larangan ini ditujukan untuk pemegang
saham yang menyuruh para anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank. Selain sanksi pidana, pihak-pihak yang melakukan tindak pidana di bidang
perbankan juga akan dikenakan sanksi tambahan, yaitu sanksi administrative. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor
Universitas Sumatera Utara
7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang berbunyi sebagai berikut: Ayat1: Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administrative kepada bank yang
tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam undang- undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia mencabut izin usaha bank
yang bersangkutan.
Ayat 2: Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, antara lain adalah:
a. Denda Uang;
b. Teguran tertulis;
c. Penurunan tingkat kesehatan bank;
d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang
tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; f.
Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang
Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;
g. Pencantuman anggota, pengurus, pegawai bank, pemegang saham
dalam daftar orang tercela di bidang perbankan. Ayat 3: Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administrative ditetapkan
oleh BankIndonesia.
C. Titik singgung dalam tindak pidana korupsi dan tindak pidana