penghujan atau bebarapa minggu setelah musim hujan, maka kasus DBD memperlihatkan siklus 5 lima tahun sekali Depkes RI, 2005.
Peningkatan kasus diprediksikan akibat lemahnya surveilans epidemiologi dan upaya pemberdayaan masyarakat untuk memantau jentik sebagai upaya pencegahan
kurang terlaksana secara optimal. Demikian juga dengan angka kematian meningkat akibat keterlambatan mendapat pertolongan, perilaku masyarakat membersihkan
sarang nyamuk masih kurang Sungkar, 2007.
2.5.5. Tanda dan Gejala Klinis
Penyakit DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa.
Sedangkan masa inkubasi DBD biasanya berkisar antara 4-7 hari Depkes RI, 2005.
Diagnosa penyakit DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosa WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis, ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosa
yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD over diagnosis. Kriteria klinis tersebut seperti:
a. Demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang berlangsung 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan uji tornique positif, petekia, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis
dan melena. c. Pembesaran hati.
d. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan penderita tampak
Universitas Sumatera Utara
gelisah. Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 ul atau kurang dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat peningkatan hemotokrit 20 atau lebih.
Dua kriteria klinis ditambah hematokrit cukup untuk menegakkaan diagnosis
klinis DBD Depkes RI, 2005.
WHO 1997 membagi derajat DBD dalam 4 empat derajat, yaitu : Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi perdahan
ialah uji torniqet positif. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain. Derajat
III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan jadi menurun 20 mmHg atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan
penderita menjadi gelisah. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur Depkes RI, 2005. Panduan WHO di tahun 2009 telah diterbitkan yang merupakan
penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu WHO 1997, penyempurnaan ini dilakukan karena dalam temuan di lapangan ada hal-hal yang kurang sesuai dengan
panduan WHO 1997 tersebut. Diusulkan adnya redefenisi kasus terutama untuk kasus infeksi dengue berat. Sering juga ditemukan kasus DBD yang tidak memenuhi ke
empat kriteria WHO 1997 namun terjadi syok. Sehingga disepakatilah panduan terbaru WHO tahun 2009 :
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah : a. Dengue tanpa tanda bahaya dengue without warning signs yakni :
1. Bertempat tinggal di daerah endemik dengue atau bepergian ke daerah endemik dengue
2. Demam disertai 2 dari hal berikut : mual ataupun muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji torniqet positif, leukopenia.
b. Dengue dengan tanda bahaya dengue with warning signsyakni : nyeri perut, muntah berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan
mukosa, letargi atau lemah, pembesaran hati 2cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.
c. Dengue berat severe dengue yakni : 1. Kebocoran plasma berat yang dapat menyebabkan syok DSS, akumulasi
cairan dengan distress pernafasan. 2. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan dokter petugas kesehatan.
3. Gangguan organ berat, hepar AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran,
gangguan jantung, dan organ lain Primal, 2010. Prognosis DBD sulit di ramalkan dan pengobatan yang spesifik untuk DBD
tidak ada, karena obat terhadap virus dengue belum ada. Prinsip dasar pengobatan penderita DBD adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran
plasma Depkes RI, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Landasan Teori