Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIANDEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BAJENIS KOTA

TEBING TINGGI TAHUN 2014

Oleh :

DONY ALFREDO HUTAPEA NIM. 121021097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2015


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BAJENIS KOTA

TEBING TINGGI TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

DONY ALFREDO HUTAPEA NIM. 121021097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebut juga Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala demam dan pendarahan.Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD di Indonesia sebanyak 101,218 kasus dengan jumlah kematian 736 orang.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi analitik dengan rancangan kasus kontrol.Sampel terdiri dari 44 kasus dan 44 kontrol dengan rasio 1:1 dipadankan menurut umur dan jenis kelamin.Data univariat dianalisis secara deskriptif, data bivariat dianalisis dengan uji chi-square tingkat kepercayaan 95%, dan data multivariat dianalisis dengan uji logistic regression.

Dari hasil seleksi terakhir diperoleh tiga variabel yang bepengaruh yaitu Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Nilai OR = 13,035 (95% CI ; 2,958 - 57,434), menggantung pakaian bekas pakai Nilai OR = 18,09 (95% CI ; 3,512 – 93,166), keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah Nilai OR = 27,458 (95% CI ; 5,868 – 128,481).Untuk melihat variabel yang paling dominan adalah variabel keberadaan barang bekasyang dapat menampung air di sekitar rumah yang mempunyai nilai Exp(B) paling besar, dalam hal ini variabel mempunyai nilai Exp(B) yang paling besar yaitu 27,458. Maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi.

Disarankan meningkatkan promosi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan DBD kepada masyarakat, meningkatkan gerakan masyarakat untuk melakukan kegiatan kerja bakti seminggu sekali untuk menjaga kebersihan lingkungan dari sampah/wadah yang menjadi sarang nyamuk dengan koordinasi aparat setempat dan jangan membiarkan pakaian-pakaian bergantungan pada dinding atau dibalik pintu kamar yang dapat menjadi tempat peristirahatan nyamuk.

Kata Kunci : DBD, Pendidikan, Pengetahuan, PSN, Pakaian, Barang Bekas, Jentik, Kasus-kontrol berpasangan.


(5)

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease caused by dengue virus with the fever and hemorrhage symptoms. In 2013, the number of patient with DHF in Indonesia is 101.218 case with the mortality rate were 736 persons. The objective of this research is to study factors influence the DHF disease at sub-district of Bajenis, Tebing Tinggi city in 2014.

This research is analytic study with case control design. The sample is consist of 44 cases and 44 control with ratio 1 : 1 according to the age and gender. The univariate data and bivariate data are analyzed by Chi-square test with the confindental level is 95% and the multivariate data is analyzed by Logistic Regression test.

Based on the last selection in indicates that there are three variables influence the diseases are eradication of mosquito breeding place with OR value = 13,035 (95% CI ; 2,958 - 57,434), hang the used clothes with OR value = 18,09 (95% CI ; 3,512 – 93,166), the existence of second hand goods that contain water around the house with OR value = 27,458 (95% CI ; 5,868 – 128,481). The dominant variables is the existence of second hand goods that contain water around the house with the higher value of Exp(B) for 27,458. It concluded that the existence of second hand goods that contain water around the house is a dominant variables that influence the DHF prevalence in Sub-district Of Bajenis. Tebing Tinggi city.

It is suggested to increase the promotion of the prevention and treatment of DHF to the society, to increase the efforts of people to maintain sanitation collectively and far from the waste as the net of mosquito with the coordination to the local government officer and did not let the used clothes hung on the wall or behind the door as the habbit of mosquito.

Keywords : DHF, Education, Knowledg, PSN, Clothes, Second hand goods, Mosquito larva, A pair of case and control.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Allah Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun

2014”.

Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada ibunda tercinta Ibunda tersayang Rosmery Simorangkir yang dengan penuh cinta memberikan doa, nasihat, dan dukungan kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada ibu dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku dosen pembimbing I dan Ibu drh. Rasmaliah, M. Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku dosen penguji I dan Bapak dr. H. Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan dan pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS. Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M. Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU.


(7)

3. Ibu Eka Mahyuni Lestari, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik. 4. Kepala Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi beserta staf pegawai yang telah

memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

5. Kepala Puskesmas Teluk Karang, dr. Vera Agustina beserta teman-teman sejawat yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

6. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. 7. Ibu Ratna yang telah membantu penulis dalam bidang administrasi.

8. Kepada saudaraku tersayang Togu Hutapea dan Novita Hutapea yang sama-sama berjuang untuk membahagiakan orang tua dan meraih cita-cita, serta sanak keluarga yang telah memberikan dorongan semangat dan doa selama mengikuti pendidikan ini.

9. Teristimewa sahabat-sahabat seperjuanganku Yunita Kumala Dewi, Faisal Azwinsyah, Reni Indra Aristi, Eliani Sinaga, Abdi Fadhillah, Elvitanora, Nopriansyah, Heny Oktaviani, Leni Marlina, dan Ratu Afrieny terima kasih telah menjadikan penulis sebagai bagian dari keluarga kalian, telah mau mendengarkan keluh kesah penulis, dan selalu memberikan dukungan semangat dan doa, semoga persaudaraan kita tak lekang oleh waktu.

10.Buat teman-teman seperjuangan di Peminatan Departemen Epidemiologi 2012dan seluruh teman-teman ekstensi 2012 dan banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk setiap doa dan motivasi yang diberikan.


(8)

11.Serta semua pihak yang telah berjasa yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Juli 2015


(9)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ...5

1.3.2 Tujuan Khusus ...5

1.4 Manfaat Penelitian ...6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Demam Berdarah Dengue ...7

2.1.1 Pengertian ...7

2.1.2 Etiologi dan Masa Inkubasi ...7

2.1.3 Cara Penularan ...7

2.1.4 Tanda dan Gejala Klinik ...8

2.1.5 Diagnosis Laboratoris ...10

2.1.6 Derajat ...11

2.1.7Prognosis ...12

2.1.8Pengobatan ...12

2.1.9Diagnosis Banding ...12

2.1.10Epidemiologi ... 13

2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian DBD ...14

2.2.1 Faktor Pejamu (Host) ...14

2.2.2 Faktor Agent ...19

2.2.2 Faktor Lingkungan ...24

2.3 Pencegahan dan Pengendalian ...26

2.3.1 Manajemen Lingkungan...26

2.3.2 Perlindungan Diri ...26

2.3.3 Pengendalian Biologis ...27

2.3.4 Pengendalian Kimiawi ...28

2.4 Kerangka Konsep ...29

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 31

3.2.2 Waktu Peneltian ... 32

3.3 Populasi dan Sampel ... 32

3.3.1 Populasi ... 32

3.3.2 Sampel ... 32

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35


(10)

3.4.2 Data Sekunder ... 35

3.5 Teknik Analisa Data... 35

3.6. Defenisi Operasional ... 36

3.7 Aspek Pengukuran ... 40

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

4.2 Analisis Univariat ... 46

4.3Analisis Bivariat ... 51

4.4Analisis Multivariat ... 57

4.5Analisis Perhitungan Nilai Population Attributable Risk ... 60

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Pendidikan Terhadap Kejadian DBD ... 62

5.2 Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kejadian DBD ... 62

5.3 Pengaruh Pendapatan Keluarga Terhadap Kejadian DBD ... 63

5.4 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kejadian DBD ... 63

5.5 Pengaruh Upaya Penberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Terhadap Kejadian DBD ... 64

5.6 Pengaruh Kebiasaan Menggunakan Obat Anti Nyamuk Terhadap Kejadian DBD ... 64

5.7 Pengaruh Kebiasaan Menggunakan Kelambu Terhadap Kejadian DBD ... 65

5.8 Pengaruh Kebiasaan Menggantung Pakaian Bekas Pakai Terhadap Kejadian DBD ... 66

5.9 Pengaruh Penggunaan Kasa Nyamuk Terhadap Kejadian DBD ... 66

5.10 Pengaruh Kebiasaan Tidur Siang Terhadap Kejadian DBD ... 67

5.11 Pengaruh Keberadaan Barang Bekas Terhadap Kejadian DBD ... 67

5.12 Pengaruh Keberadaan Jentik Nyamuk Terhadap Kejadian DBD ... 68

5.13 Pengaruh Kepadatan Hunian Terhadap Kejadian DBD ... 68

5.14 Pengaruh Kondisi Rumah Terhadap Kejadian DBD ... 69

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 70

6.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner

Lampiran II Surat izin Penelitian Lampiran II Surat Selesai Penelitian Lampiran IVMaster Data


(11)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Host Terhadap Kejadian DBD Pada

Kasus dan Kontrol ... 47

Tabel 4.2 Distribusi Perilaku Host Terhadap Kejadian DBD Pada Kasus dan Kontrol ... 48

Tabel 4.3 Distribusi Lingkungan Host Terhadap Kejadian DBD Pada Kasus dan Kontrol ... 50

Tabel 4.4 Tabulasi Silang Antara Karakteristik Host Terhadap Kejadian DBD Pada Kasus dan Kontrol ... 52

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Antara Perilaku Host Terhadap Kejadian DBD Pada Kasus dan Kontrol ... 54

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Lingkungan Host Terhadap Kejadian DBD Pada Kasus dan Kontrol ... 56

Tabel 4.7 Analisis regresi logistik tahap I ... 58

Tabel 4.8 Analisis regresi logistik tahap II... 59

Tabel 4.9 Analisis regresi logistik tahap III (akhir) ... 60


(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama :Dony Alfredo Hutapea

Tempat/ Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 04 April 1978

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum menikah Anak ke : 2 dari 3 Bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Medan Km. 10 Kab. Simalungun

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1984-1990 : SD Negeri 122361 Pematang Siantar 2. Tahun 1990-1993 : SMP Negeri 7 Pematang Siantar 3. Tahun 1993-1996 : SMA BPPK Bandung

4. Tahun 1996-1999 : Akademi Kesehatan Lingkungan Kabanjahe 5. Tahun 2012-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pekerjaan :


(13)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebut juga Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala demam dan pendarahan.Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD di Indonesia sebanyak 101,218 kasus dengan jumlah kematian 736 orang.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi analitik dengan rancangan kasus kontrol.Sampel terdiri dari 44 kasus dan 44 kontrol dengan rasio 1:1 dipadankan menurut umur dan jenis kelamin.Data univariat dianalisis secara deskriptif, data bivariat dianalisis dengan uji chi-square tingkat kepercayaan 95%, dan data multivariat dianalisis dengan uji logistic regression.

Dari hasil seleksi terakhir diperoleh tiga variabel yang bepengaruh yaitu Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Nilai OR = 13,035 (95% CI ; 2,958 - 57,434), menggantung pakaian bekas pakai Nilai OR = 18,09 (95% CI ; 3,512 – 93,166), keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah Nilai OR = 27,458 (95% CI ; 5,868 – 128,481).Untuk melihat variabel yang paling dominan adalah variabel keberadaan barang bekasyang dapat menampung air di sekitar rumah yang mempunyai nilai Exp(B) paling besar, dalam hal ini variabel mempunyai nilai Exp(B) yang paling besar yaitu 27,458. Maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi.

Disarankan meningkatkan promosi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan DBD kepada masyarakat, meningkatkan gerakan masyarakat untuk melakukan kegiatan kerja bakti seminggu sekali untuk menjaga kebersihan lingkungan dari sampah/wadah yang menjadi sarang nyamuk dengan koordinasi aparat setempat dan jangan membiarkan pakaian-pakaian bergantungan pada dinding atau dibalik pintu kamar yang dapat menjadi tempat peristirahatan nyamuk.

Kata Kunci : DBD, Pendidikan, Pengetahuan, PSN, Pakaian, Barang Bekas, Jentik, Kasus-kontrol berpasangan.


(14)

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease caused by dengue virus with the fever and hemorrhage symptoms. In 2013, the number of patient with DHF in Indonesia is 101.218 case with the mortality rate were 736 persons. The objective of this research is to study factors influence the DHF disease at sub-district of Bajenis, Tebing Tinggi city in 2014.

This research is analytic study with case control design. The sample is consist of 44 cases and 44 control with ratio 1 : 1 according to the age and gender. The univariate data and bivariate data are analyzed by Chi-square test with the confindental level is 95% and the multivariate data is analyzed by Logistic Regression test.

Based on the last selection in indicates that there are three variables influence the diseases are eradication of mosquito breeding place with OR value = 13,035 (95% CI ; 2,958 - 57,434), hang the used clothes with OR value = 18,09 (95% CI ; 3,512 – 93,166), the existence of second hand goods that contain water around the house with OR value = 27,458 (95% CI ; 5,868 – 128,481). The dominant variables is the existence of second hand goods that contain water around the house with the higher value of Exp(B) for 27,458. It concluded that the existence of second hand goods that contain water around the house is a dominant variables that influence the DHF prevalence in Sub-district Of Bajenis. Tebing Tinggi city.

It is suggested to increase the promotion of the prevention and treatment of DHF to the society, to increase the efforts of people to maintain sanitation collectively and far from the waste as the net of mosquito with the coordination to the local government officer and did not let the used clothes hung on the wall or behind the door as the habbit of mosquito.

Keywords : DHF, Education, Knowledg, PSN, Clothes, Second hand goods, Mosquito larva, A pair of case and control.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian besar.1

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut juga Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala demam dan pendarahan serta dapat menyebar dengan cepat di masyarakat karena vektornya tersedia, yaitu Aedes aegypti.2

Selama 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan yang tajam pada insidensi dan penyebaran DBD secara geografis dan di beberapa negara asia tenggara sekarang epidemik terjadi setiap tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD yang mengakibatkan banyak kematian terjadi di sebagian besar negara asia tenggara, termasuk India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Sri Langka dan Thailand, juga di Singapura, Kamboja, China, Laos, Malaysia, Kaledonia Baru, Palau, Filipina, Tahiti dan Vietnam di Wilayah Pasifik Barat.3

Pakistan tahun 2010 melaporkan 1.500 kasus dengan 15 kematian (CFR=1%).4 WHO 2008 melaporkan kasus demam berdarah dengue di Brasil


(16)

sebanyak 647 kasus dengan 48 kematian (CFR = 7,41%), di Rio Janairo dilaporkan kasus demam berdarah dengue sebanyak 57.010 kasus dengan 125 kematian (CFR = 0,21%).5 WHO 28 Februari 2005 di Timor Leste melaporkan 336 kasus demam berdarah dengue dengan 22 kematian (CFR = 6,5%). 15 Februari 2005, 215 kasus dengan 20 kematian (CFR = 9,3%). 9 Februari 2005,178 kasus dengan 16 kematian (CFR= 8,9%).6Di Singapura terdapat sebanyak 8.826 kasus demam berdarah dengue dengan CFR 0,27% pada tahun 2007.7 Pada tahun 2010 terjadi penurunan kasus menjadi 5.364 kasus dengan CFR 0,11%.8

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia.Hampir setiap tahun terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) di beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan. Dewasa ini DBD telah tersebar di seluruh propinsi di Indonesia, program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlansung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87% pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur lebih tua. Pada tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (CFR : 0,8%).9

Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 101,218 kasus dengan jumlah kematian 736 orang (IR=41,25 per 100.000 penduduk dan CFR = 0,7%). Angka insidens (IR) tertinggi terdapat di Provinsi Bali, yaitu 168,48 kasus per 100.000 penduduk dan terendah di Propinsi Papua yaitu 8,47 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian (CFR)


(17)

tertinggi adalah Provinsi Jambi sebesar 2,8% dan angka kematian terendah Provinsi Papua Barat dan Papua.10

Jumlah kasus DBD Provinsi Riau tahun 2010 dilaporkan sebanyak 1.003 kasus dengan angka kesakitan/Incidence Rate (IR= 18,1 per 100.000 penduduk) dan kematian sebanyak 26 orang (CFR = 2,6%). Angka CFR = 2,6%, di Propinsi Riau sudah melampau Indikator Nasional yaitu CFR akibat DBD kurang dari 1%.11

Propinsi Sumatera Utara memiliki 33 kabupaten/kota dimana jumlah kabupaten/kota yang terjangkit DBD di Sumatera Utara dari tahun 2011 sampai dengan 2013 mengalami kenaikan, tahun 2011 jumlah kabupaten/kota yang terjangkit DBD sebanyak 23 kabupaten/kota (69,70%). Tahun 2012 terjadi kenaikan, dimana jumlah kabupaten/kota yang terjangkit DBD mencapai 25 kabupaten/kota (75,76 %). Tahun 2013 semua kabupaten/kota di Sumatera Utara terjangkit DBD.12

Pada tahun 2008 dilaporkan terjadi 3 kali KLB DBD di 3 kota di Sumatera Utara yaitu Tanjung Balai terdapat 179 kasus dengan 5 orang meninggal (CFR=2,8%), Tebing Tinggi terdapat 62 kasus dengan 2 orang meninggal (CFR=3,2%) dan Pematang Siantar terdapat 28 kasus dengan 1 orang meninggal (CFR=3,6%). Total jumlah penderita sebanyak 269 kasus dan 8 orang diantaranya meninggal (CFR=2,87%).13

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara dimana penemuan kasus dan angka kesakitan DBDuntuk Kota Tebing Tinggi mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2011 sebanyak 176 kasus dengan angka kesakitan 121/100.000 penduduk, pada tahun 2012 sebanyak 150 kasus dengan


(18)

angka kesakitan 102/100.000 penduduk, tahun 2013 sebanyak 153 kasus dengan angka kesakitan 102,6/100.000 penduduk.14

Kecamatan Bajenis berada di Kota Tebing Tinggi dimana Kecamatan Bajenis adalah salah satu kecamatan endemis DBD karena sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 selalu terdapat kasus DBD. Pada tahun 2011 sebanyak54 kasus, tahun 2012 sebanyak 40 kasus dan tahun 2013 sebanyak 41 kasus.Kasus DBD di Kecamatan Bajenis cenderung tetap setiap tahunnya namun yang menjadi permasalahan, distribusi kasus DBD yang telah menyebar hampir di seluruh kelurahan yang ada di Kecamatan Bajenis dimana pada tahun 2007 terdapat 4 orang penderita meninggal dunia, tahun 2008 sebanyak 1 orang meninggal dunia dan tahun 2010 sebanyak 4 orang meninggal dunia.14

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan angka kejadian DBD sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor kebiasaan keluarga.Penelitian Dahlia (2012) tentang pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian DBD di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012, menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan fisik seperti pencahayaan, kondisi tempat penampungan air dan keberadaan jentik. Selain faktor lingkungan fisik, faktor kebiasaan keluarga juga sangat mempengaruhi kejadian DBD seperti kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan menggunakan anti nyamuk, dan kebiasaan dalam PSN.15

Permasalahan utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah masih belum berhasilnya upaya penggerakan peran serta masyarakat dalam PSN DBD yaitu melakukan pengendalian jentik Aedes aegypti melalui cara fisik, kimia, biologi yang mulai diintensifkan sejak Tahun 1992.32


(19)

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amrul Hasan (2007) di Bandar Lampung yang menemukan adanya hubungan antara PSN dengan kejadian DBD.33

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dengan penyakit DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi dengan penyakit DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dengan penyakit DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi responden berdasarkan sosiodemografi yang meliputi :pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga.

b. Untuk mengetahui pengaruh antara karakteristik responden (pendidikan,pekerjaan, dan pendapatan keluarga) dengan terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

c. Untuk mengetahui pengaruh antara faktor perilaku (pengetahuan, upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur, kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai, kebiasaan tidur siang, penggunaan kasa


(20)

anti nyamuk) dengan terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

d. Untuk mengetahui pengaruh antara faktor lingkungan (keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah, keberadaan jentik nyamuk, kepadatan hunian dan kondisi rumah) dengan terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

e. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

1.4.Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit DBD di masa yang akan datang. b. Bagi masyarakat dapat menjadi sumber informasi tentang penyakit DBD. c. Bagi ilmu pengetahuan dapat menjadi bahan rujukan dan pengembangan

penelitian penyakit DBD selanjutnya.

d. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisa suatu masalah kesehatan di masyarakat, serta merumuskan penyelesaiannya.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam Berdarah Dengue

2.1.1. Pengertian16

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.

2.1.2.Etiologi dan Masa Inkubasi1

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda virus ini termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae.

Vektor utama penyakit demam berdarah dengue adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Adapun ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti sayap dan badannya belang-belang atau bergaris garis putih, berkembangbiak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain. Masa inkubasi demam berdarah dengue biasanya berkisar antara 4 – 7 hari.

2.1.3.Cara Penularan 1

Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue


(22)

akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu.

2.1.4. Tanda dan Gejala Klinik 16 a. Demam

Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlansung 2-7 hari.Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.

b. Tanda-tanda perdarahan

Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa uji Tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan sebagai berikut :petekie, purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, dan hematuri.

c. Pembesaran hati (hepatomegali)

Sifat pembesaran hati pada kasus DBD umumnya ditemukan pada permulaan sakit, tidak berbanding lurus dengan beratnya penyakit dan sering dijumpai nyeri tanpa disertai ikterus.

d. Renjatan (Syok)

Renjatan atau syok terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui pembuluh darah kapiler yang terganggu. Tanda-tanda renjatan diantaranya kulit teraba dingin dan


(23)

lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki, sianosis di sekitar mulut, nadi cepat dan kecil hingga tak teraba serta tekanan darah menurun yang menyebabkan penderita menjadi gelisah.

e. Trombositopeni

Jumlah trombosit ฀ 100.000/µl yang biasanya ditemukan pada hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang diduga menderita DBD dan dilakukan berulang sampai suhu tubuh menurun dan terbukti jika jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.

f. Haemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

Peningkatan nilai hematokrit (Ht) menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.

g. Gejala klinik lain

Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang. Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan kesadaran sehingga sering diagnosis sebagai ensefalitis.Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan.


(24)

2.1.5. Diagnosis Laboratoris 16 a. Pemeriksaan Serologis

Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita setelah infeksi.

1) HI (Haemaglutination Inhibition)

Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai tes standar (gold standard).Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum), dimana spesimen kedua harus diambil pada fase penyembuhan (konvalensen), sehingga tidak dapat memberikan hasil yang cepat.

2) ELISA (IgM/IgG)

Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test dengan prinsip pemeriksaan ELISA.

b. Deteksi Antigen

Virus dengue atau bagiannya (RNA) dapat ditentukan dengan cara hibridisasi DNA-RNA dan/atau amplifikasi segmen tertentu dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Cara ini dapat mengetahui serotipe virus, namun pemeriksaan ini masih cukup mahal, rumit dan membutuhkan peralatan khusus, biasanya digunakan untuk penelitian.


(25)

c. Isolasi Virus

Penemuan virus dari sampel darah atau jaringan adalah cara yang paling konklusif untuk menunjukan infeksi dengue dan serotipenya, namun perlu perlakuan khusus, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil, sulit dan mahal.

2.1.6. Derajat 16

Derajat demam berdarah dengue dikelompokkan dalam empat derajat (pada setiap derajat ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi), yaitu

a. Derajat I

Demam yang disertai dengan gejala klinis tidak khas, satu-satunya gejala pendarahan adalah hasil uji Torniquet positif.

b. Derajat II

Gejala yang timbul pada DBD derajat I, ditambah pendarahan spontan, biasanya dalam bentuk pendarahan di bawah kulit dan atau bentuk pendarahan lainnya.

c. Derajat III

Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (฀ 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah. d. Derajat IV

Syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah. 2.1.7. Prognosis 16

Prognosis demam berdarah dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat


(26)

memburuk dan tidak tertolong.Sebaliknya, pasien yang keadaan umumnya sangat buruk, dengan pengobatan yang adekuat dapat tertolong.

2.1.8. Pengobatan 16

Pengobatan yang spesifik untuk DBD tidak ada, karena obat terhadap virus dengue belum ada. Oleh karena itu prinsip dasar pengobatan penderita DBD adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma.

2.1.9. Diagnosis Banding 16

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. b. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa

penyakit infeksi misalnya sepsis dan meningitis meningokokus.

c. Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dengan demam berdarah dengue derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit.

d. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia stadium lanjut dan anemia aplastik stadium lanjut.

2.1.10. Epidemiologi1

Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota pada 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD.

CFR penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun masih tetap tinggi. CFR tahun 1968 sebesar 43%, tahun 1971 sebesar 14% tahun 1980 sebesar 4,8% dan tahun 1999 masih di atas 2%.


(27)

Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004 selama bulan Januari dan Februari, pada 25 provinsi tercatat 17.707 orang terkena DBD dengan kematian 322 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali dan NTB.

Ada empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.Serotipe DEN-1 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu serotipeakan menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak untuk serotipe yang lain. Keempat jenis virus tersebut semuanya terdapat di Indonesia.Di daerah endemik DBD, seseorang dapat terkena virus pada waktu yang bersamaan.

Untuk pertama kalinya, pada bulan Maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University.Amerika Serikat melaporkan bahwa struktur virus dengue yang berbeda dengan struktur virus lainnya telah ditemukan.Permukaan virus ini halus dan selaputnya ditutupi oleh lapisan protein yang berwarna biru, hijau, dan kuning.Protein amplop tersebut dinamakan protein E yang berfungsi melindungi bahan genetik di dalamnya.

2.2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian DBD

Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi.Faktor tersebut yaitu lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan pejamu (host).Ketiga faktor ini penting ini disebut segi tiga epidemiologi (epidemiological triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan, yaitu agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.17


(28)

Bila agen penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agen penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila agen penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor pejamu tetap, maka bobot agen penyebab menjadi lebih berat. Sebaiknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agen penyebab penyakit, maka orang akan sakit. Pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor berikut.1

2.2.1 Faktor Pejamu (Host)

Virus dengue dapat menginfeksi manusia dan beberapa spesies primata.Manusia merupakan reservoir utama virus dengue di daerah perkotaan.Beberapa variabel yang berkaitan dengan karakteristik pejamu adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, imunitas, status gizi, ras dan perilaku.

a. Umur dan Jenis Kelamin 18

Selama awal tahun epidemi pada setiap negara penyakit demam berdarah dengue ini kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun.Walaupun demikian, berbagai negara melaporkan bahwa kasus-kasus dewasa meningkat selama terjadi kejadian luar biasa.

Kelompok resiko tinggi meliputi anak berumur 5-9 tahun.Philipina dan Malaysia melaporkan banyak kasus berumur lebih 15 tahun. Walaupun


(29)

Thailand, Myanmar, Indonesia dan Vietnam tetap melaporkan banyak kasus di bawah 14 tahun.

Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata diantara anak laki-laki dan wanita.Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki.

b. Pendidikan 19

Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan.Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjut tingkat atas, dan tingkat akademik/perguruan tinggi.Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap masalah yang dihadapi.

c. Pekerjaan 19

Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu


(30)

Status gizi didapat orang dari nutrisi yang diberikan padanya.Ada tiga jenis kekurangan gizi; ada yang kurang secara kualitatif dan ada juga yang kurang secara kuantitatif, serta kekurangan keduanya.Apabila kuantitas nutrisi cukup, tetapi kualitasnya kurang maka orang dapat menderita berbagai kekurangan vitamin, mineral, protein dan lainnya. Tetapi apabila orang kurang jumlah nutrisinya, maka ia akan menderita apa yang disebut marasmus. Kombinasi keduanya sering kali ditemukan bersama-sama dengan kekurangan kuantitas makanan. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan respons imunologis terhadap penyakit dan keracunan. e. Ras (Suku Bangsa) 1

Kecenderungan penyakit menular tertentu untuk menyerang ras tertentu masih banyak diperdebatkan karena faktor ini berbaur dengan faktor lainnya seperti daya tahan tubuh, gaya hidup, lingkungan, dan lain sebagainya.

f. Perilaku 19

Perilaku kesehatan (Health Behaviour) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain perilaku adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup


(31)

mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah penyakit lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Oleh sebab itu perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua yakni :

1) Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu perilaku ini disebut perilaku sehat (health behavior) yang mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan.

2) Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh karena itu perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior).

Berikut adalah beberapa perilaku pencegahan terhadap penyakit DBD : a) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Pemberantasan sarang nyamuk adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular di tempat-tempat perkembangbiakannya.Tujuan pemberantasan sarang nyamuk adalah mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypty sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dibatasi.Sasarannya adalah semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.Ukuran keberhasilan kegiatan PSN diukur dengan Angka Bebas Jentik


(32)

(ABJ).Apabila ABJ > 95%, diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

b) Cara Kimiawi (Larvasida)

Larvasida adalah pemberantasan jentik dengan menaburkan bubuk larvasida.Pemberantasan jentik dengan bahan kimia tersebut untuk wadah yang tidak dapat dibersihkan/dikuras.Bila wadah sudah diberi larvasida, maka jangan dikuras selama 2-3 bulan.Kegiatan ini tepat digunakan apabila surveilans epidemiologi penyakit dan vektor menunjukkan adanya periode berisiko tinggi dan di lokasi yang berpotensi terjadi KLB.Penentuan waktu dan tempat yang tepat untuk pelaksanaan larvasida sangat penting untuk memaksimalkan efektivitasnya. 2.2.2 Faktor Agent16

Penularan demam berdarah dengue umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang biasanya hidup di kebun-kebun. Nyamuk penular demam berdarah dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.

a. Morfologi dan Lingkaran Hidup 1) Morfologi

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.


(33)

Kepompong (pupa) berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain. Jentik (larva) ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu :

a) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1 – 2 mm b) Instar II : 2,5 – 3,8 mm

c) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II d) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih atau menempel pada dinding tempat penampung air.

2) Lingkaran Hidup

Nyamuk Aedes Aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya mengalami metaforfosis sempurna yaitu ; telur – jentik – kepompong – nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlansung 6 – 8 hari, dan stadium kepompong berlansung antara 2 – 4 hari.Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9 – 10 hari.Umur nyamuk betina dapat mencapai 2 – 3 bulan.


(34)

b. Tempat Perkembangbiakan

Tempat perkembangbiakan utama ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah.Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang lansung berhubungan dengan tanah.

Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1) Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti ; tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

3) Tempat penampungan air alamiah seperti ; lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.

c. Perilaku Nyamuk Dewasa

1) Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa/darah.


(35)

2) Nyamuk Aedes Aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah.

3) Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai dari pagi sampai petang hari, dengan puncak aktifitas antara pukul 09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes Agypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.

4) Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (istirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.

5) Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC


(36)

sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat. d. Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh.

Aedes Aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis.Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut.

e. Variasi Musiman

Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes Aegypty yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakannya nyamuk ini.Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes Aegypti meningkat.Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue.


(37)

f. Ukuran Kepadatan Nyamuk Penular

Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes Aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survey di rumah yang dipilih secara acak.

1) Survei Nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator.

2) Survei Jentik

Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut : semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar seperti bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya. Jika pandangan (penglihatan) pertama tidak ditemukan jentik, tunggu kira-kira ½ - 1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti ; vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan senter.


(38)

3) Survei perangkap telur (ovitrap)

Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, misalnya potongan bambu, kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan padel berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunnya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur bagi nyamuk.

2.2.3 Faktor Lingkungan 21

Habitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor.

a. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik ada bermacam-macam, diantaranya jenis tempat penampung air/kontainer, keberadaan benda yang dapat menampung air di sekitar rumah dan ketinggian tempat.

b. Lingkungan Biologi

Nyamuk-nyamuk Aedes yang aktif pada waktu siang hari seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus biasanya meletakkan telur dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air, vas bunga, (di rumah, sekolah, kantor, atau di perkuburan), kaleng-kaleng atau kantung-kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambutan, tempurung kelapa, ban-ban bekas, dan semua bentuk kontainer yang dapat


(39)

menampung air bersih. Jentik-jentik nyamuk (nyamuk muda) dapat terlihat berenang naik turun di tempat-tempat penampungan air tersebut.

c. Lingkungan Sosial Ekonomi

Pendapatan keluarga, aktifitas sosial, kepadatan hunian, bencana alam, kemiskinan dan kondisi rumah adalah faktor-faktor yang ikut berperan dalam penularan DBD.

Semakin baik tingkat pendapatan keluarga, semakin mampu keluarga itu untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk dalam hal pencegahan dan pengobatan suatu penyakit.

Semakin sering seseorang beraktifitas secara massal di dalam ruangan (arisan, sekolah dll) pada waktu puncak aktifitas nyamuk Aedes aegypti menggigit, semakin besar resiko orang tersebut untuk tertular dan menderita penyakit DBD.

Hunian yang padat akan memudahkan penularan DBD dari satu orang ke orang lainnya. Bencana alam, akan menyebabkan hygiene dan sanitasi yang buruk dan memperbanyak tempat yang dapat menampung air, yang dapat digunakan oleh nyamuk sebagai tempat bersarang. Kondisi rumah yang lembab, dengan pencahayaan yang kurang ditambah dengan saluran air yang tidak lancar mengalir, disenangi oleh nyamuk penular demam DBD, sehingga resiko menderita demam berdarah denguepun semakin besar.


(40)

2.3. Pencegahan dan Pengendalian 22

Sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi demam dengue dan belum ada obat yang khusus untuk mengobatinya.Dengan demikian pengendalian penyakit DBD hanya tergantung pada pengendalian nyamuk Aedes aegypti.

2.3.1 Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau meminimalkan perkembangbiakan vektor sehingga kontak antara manusia dan vektor berkurang. Metode lingkungan untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti dan untuk mengurangi kontak antara manusia dan vektor, antara lain penurunan sumber, manajemen limbah, pengubahan tempat perkembangbiakan buatan manusia, dan perbaikan desain rumah.

2.3.2 Perlindungan diri a. Pakaian Pelindung

Pakaian mengurangi resiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar.Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaos kaki dapat melindungi tangan dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk.

b. Tikar, obat nyamuk bakar, dan aerosol

Produk insektisida untuk komsumsi rumah tangga, seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, dan aerosol sudah banyak dipakai untuk perlindungan diri terhadap nyamuk.Keset beraliran listrik dan beraroma merupakan temuan baru yang praktis dipasarkan di semua daerah perkotaan.


(41)

c. Penolak Serangga

Penolak serangga merupakan sarana perlindungan terdiri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan.Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan penolak kimiawi.

d. Insektisida untuk kelambu dan gorden

Kelambu yang diberi insektisida kegunaannya sangat terbatas dalam program pengendalian penyakit DBD karena spesies vektor menggigit di siang hari.Akan tetapi kelambu ini dapat memberikan perlindungan efektif bagi bayi dan pekerja malam yang tidur di siang hari.

2.3.3. Pengendalian Biologis a. Ikan

Ikan pemakan larva (Gambusia affinis dan Poecilia reticulate) sudah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan Aedes agypti di kumpulan air yang banyak atau di kontainer air yang besar.

b. Bakteri

Ada dua spesies bakteri penghasil endotoksin, Bacillus thuringiensis serotipe H-14 (Bt. H-14) dan Bacillus sphaericus (Bs) adalah agens yang efektif untuk mengendalikan nyamuk.


(42)

c. Perangkap telur autosidal

Metode perangkap telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang diterapkan pemerintah Singapura menunjukkan hasil yang memuaskan sebagai alat pengendali dalam pemberantasan nyamuk Aedes aegypti di Bandara Internasional Changgi. Sementara di Thailand, saran ini lebih jauh dimodifikasi sebagai perangkap larva-auto (auto-larval trap) dengan menggunakan benda plastik yang tersedia di daerah itu.

2.3.4. Pengendalian Kimiawi 17 a. Pemberian Larvasida Kimiawi

Pemberian larvasida atau pengendalian local nyamuk Aedes aegypti biasanya terbatas pada wadah air yang digunakan di rumah tangga yang tidak dapat dihancurkan, dimusnakan, ataupun dikelola.Insektisida yang dapat digunakan untuk wadah air minum adalah butiran pasir temefos 1%, diberikan pada wadah dengan menggunakan sendok plastik sebagai penakar untuk memberikan dosis 1 ppm.Dosis ini terbukti ampuh untuk 8 – 12 minggu.

b. Pengasapan Wilayah

Metode ini melibatkan pengasapan droplet-droplet kecil insektisida ke dalam udara untuk membunuh nyamuk dewasa.Tehnik ini sudah dijadikan metode pokok pengendalian DBD di beberapa Negara selama 25 tahun.


(43)

2.4. Kerangka Konsep Karakteristik :

1. Pendidikan 2. Pekerjaan

3.Pendapatan keluarga

Perilaku :

1. Pengetahuan

2. Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3. Kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk

4.Kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur.

5. Kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai dalam rumah.

6. Penggunaan kasa nyamuk 7. Kebiasaan tidur siang

Lingkungan :

1. Keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah.

2. Keberadaan jentik nyamuk 3. Kepadatan hunian

4.Kondisi rumah

Kejadian

DBD


(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian23

Desain studi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi analitik dengan rancangan case control.

Studi case control merupakan penelitian epidemiologik analitik observasional yang mengkaji hubungan antar efek (dapat berupa penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor resiko tertentu. Studi case control ini dimulai dengan mengidentifikasi kelompok dengan penyakit atau efek tertentu (kasus) dan kelompok tanpa efek (kontrol), kemudian secara retrospektif diteliti faktor resiko yang mungkin dapat menerangkan mengapa kasus terkena efek, sedangkan kontrol tidak.

Desain penelitian case control dipergunakan karena lebih murah, lebih cepat memberikan hasil, dan tidak memerlukan sampel yang besar namun banyak jenis bias mengancam studi case control, bila studi jenis ini direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan serta diinterpretasi dengan hati-hati, studi case control dapat memberi sumbangan pada penelitian kesehatan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bajenis dengan pertimbangan Kecamatan Bajenis adalah merupakan kecamatan yang paling tinggi kasusDBDdibandingkan dengan kecamatan lain dan belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD.


(45)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan November2014 sampai Mei 2015. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DBD dan bukan DBDdi Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi pada Januari sampai dengan Desember 2014.

3.3.2 Sampel

a. Teknik Pengambilan Sampel 24

Sampel dalam penelitian adalah sebagian penduduk Kecamatan Bajenis yang berasal dari semua kelurahan yang ada di Kecamatan Bajenis. Sampel penelitian terdiri atas sampel kasus dan sampel kontrol dengan perbandingan 1:1dan memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria Kasus :

Penderita DBD di Kecamatan Bajenis yang dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di bagian Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi pada periode Januari sampai dengan Desember 2014.

2. Kriteria Kontrol

Kontrol adalah penduduk Kecamatan Bajenis yang tidak pernah menderita penyakit DBD pada periode Januari sampai dengan Desember 2014. Kontrol yang ditetapkan pada penelitian ini adalah tetangga terdekat kasus.


(46)

3. Kriteria Pencocokan (Matching)

Pencocokan (matching) merupakan prasyarat pada penelitian kasus-kontrol. Pencocokan (matching) dilakukan untuk mengatasi permasalahan keragaman yang berlebihan pada kelompok kasus dan kontrol.

Pencocokan (matching) terdiri dari umur (penduduk kelompok kasus dan kontrol memiliki umur yang sama) dan jenis kelamin (penduduk kelompok kasus dan kontrol berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Kriteria ekslusi yaitu apabila responden yang terpilih pindah ke luar kota atau meninggal dunia maka responden tersebut digantikan dengan responden terpilih lainnya, apabila responden terpilih tidak berada di tempat atau tidak mau diwawancarai sampai kunjungan ketiga maka responden tersebut digantikan dengan responden terpilih lainnya, apabila reponden terpilih berumur < 15 tahun, responden dapat diwakilkan oleh anggota keluarga terdekat yang berusia > 15 tahun.


(47)

b. Besar Sampel

Perhitungan besar sampel menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda dua proporsi sebagai berikut23 :

Keterangan :

n : besar sampel minimum P : Proporsi rata-rata

P1 : Proporsi paparan pada kelompok kasus

P2 : Proporsi paparan pada kelompok kontrol(0,278)

OR : Besarnya nilai Odds Rasio (3,2)

฀ : Tingkat kemaknaan (0,05) dengan Z1-/2 (1,96)

β : Kekuatan penelitian (80%) dengan Z1-(0,84)

Nilai OR dan P2 diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya.25

2 2 ) 258 , 0 ( 722 , 0 278 , 0 464 , 0 256 , 0 84 , 0 186 , 0 814 , 0 2 96 ,

1 x x x x x

n 

066 , 0 412 , 2  n 545 , 36  n 37  n

Berdasarkan perhitungan sampel diperoleh besar sampel minimal untuk penelitian ini adalah 37responden, namun karena jumlah kasus DBD di Kecamatan Bajenis tahun 2014 adalah 44 kasus, maka semua kasus dijadikan sampel dengan perbandingan besar sampel kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 1:1 sehingga besar sampel kelompok kasus adalah 44responden dan besar

2 2 1 2 2 2 1 1 1 2 / 1 ) ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 P P P P P P z P P z n          ) 1 ( ) ( ) ( 1 2 2 2 P P OR P OR P   


(48)

sampel kelompok kontrol adalah 44responden. Besar sampel secara keseluruhan adalah 88resonden.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer didapatkan dengan cara melakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner dan melakukan pengamatan pada populasi yang telah ditetapkan sebagai sampel penelitian.

3.4.1. Data Sekunder

Data dikumpulkan dengan cara observasi data di Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi bidang PMK, Puskesmas Teluk Karang, Puskesmas Brohol dan data-data di Kecamatan Bajenis.

3.5. Teknik Analisa Data26

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara univariat, bivariate dan multivariate

1. Analisa univariate

Analisa univariate dilakukan dengan tujuan menjelaskan/menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel.

2. Analisa bivariate

Analisa bivariate yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square untuk : a) mengetahui perbedaan kejadian DBD pada kelompok yang berisiko dan tidak berisiko ; b) menentukan peluang kejadian DBD pada kelompok berisiko dan tidak berisiko yang dinyatakan dalam nilai odds ratio (OR).


(49)

a. Bila nilai odds ratio (OR) = 1, berarti tidak ada hubungan antara faktor resiko dengan kejadian penyakit.

b. Bila nilai odds ratio (OR) > 1, berarti faktor resiko memperkuat kejadian penyakit.

c. Bila nilai odds ratio (OR) < 1, berarti faktor resiko mengurangi kejadian penyakit.

Sedangkan nilai (p) digunakan untuk mengetahui derajat kemaknaan statistik apakah variabel-variabel penelitian merupakan faktor resiko terjadinya DBD.

3. Analisis Multivariate

Analisis multivariate dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.56

3.6. Defenisi Operasional

3.6.1. Terjadinya penyakit DBD adalah responden yang pernah mengalami atau menderita penyakit DBD.

3.6.2. Umur adalah lama hidup responden sejak lahir hingga penelitian berlansung (dalam tahun) :

1. < 20 tahun 2. 20 – 29 tahun 3. 30 – 40 tahun 4. > 40 tahun

3.6.3. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin yang tercantum dalam keterangan kelahiran/keterangan orangtua :

1. Perempuan 2. Laki-laki


(50)

3.6.4 Pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah ditamatkan oleh responden.

1. Rendah, jika pendidikan responden ฀ SMP 2. Tinggi, jika pendidikan responden ฀ SMA

3.6.5. Pekerjaan adalah aktifitas rutin seseorang yang mengharuskannya ke luar rumah dalam rangka mencari penghasilan

1. Tidak Bekerja 2. Bekerja

3.6.6. Pendapatan keluarga adalah penghasilan rata-rata keluarga dalam sebulan (Rupiah) berdasarkan UMP Sumatera Utara Tahun 2013

1. Rendah (< Rp. 1.585.000) 2. Tinggi (฀ Rp. 1.585.000)

3.6.7. Pengetahuan tentang DBD adalah pengetahuan yang dimiliki responden tentang gejala, penyebab dan cara mencegah penularannya.

1. Kurang, jika skor jawaban yang dicapai responden <70% dari skor maksimal

2. Baik, jika skor jawaban yang dicapai responden ฀ 70% dari skor maksimal

3.6.8. Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah kegiatan yang dilakukan guna memberantas sarang nyamuk pada tempat-tempat yang memungkinkan untuk menjadi tempat nyamuk bertelur, perilaku ini berupa menutup tempat-tempat penampungan air, menguras tempat penampungan air/bak mandi minimal sekali seminggu dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air dan menaburkan bubuk pembunuh jentik/abate) :

1. Tidak, jika responden tidak melakukan kegiatan PSN 2. Ya, jika responden melakukan kegiatan PSN


(51)

3.6.9. Kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk adalah kegiatan untuk menghindari gigitan nyamuk, berupa penggunaan repelent, obat nyamuk bakar, semprot atau eletrik :

1. Tidak, jika tidak menggunakan obat nyamuk 2. Ya, jika menggunakan obat nyamuk

3.6.10. Kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur adalah perilaku responden dalam menggunakan kelambu saat tidur terutama pada pukul 09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00 :

1. Tidak, jika tidak menggunakan kelambu 2. Ya, jika menggunakan kelambu

3.6.11. Kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah adalah perilaku responden menggantungkan pakaian yang telah dipakai di dalam rumah.

1. Ya, jika ada menggantung pakaian dalam rumah.

2. Tidak, jika tidak ada menggantung pakaian dalam rumah.

3.6.12. Kebiasaan waktu tidur siang adalah kebiasaan responden untuk tidur pada siang hari :

1. Ya, jika biasa tidur siang

2. Tidak, jika tidak biasa tidur siang

3.6.13. Penggunaan kassa anti nyamuk adalah keadaan rumah yang terpasang kassa anti nyamuk pada lubang ventilasi :

1. Tidak, jika tidak menggunakan kassa anti nyamuk 2. Ya, jika menggunakan kassa anti nyamuk

3.6.14.Keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah adalah keberadaan barang bekas seperti kaleng bekas, batok kelapa, ban bekas, drum, dan lainnya yang dapat menampung air di sekitar rumah :

1. Ya, Jika ada barang bekas di sekitar rumah


(52)

3.6.15. Keberadaan jentik nyamuk adalah jentik yang ditemukan baik di dalam rumah atau di luar rumah seperti pada penampungan air, kaleng/ban bekas di sekitar rumah, pot bunga dan tempat minum burung :

1. Ya, jika ada jentik nyamuk yang ditemukan

2. Tidak, jika tidak ada jentik nyamuk yang ditemukan 3.6.16.Kepadatan hunian adalah jumlah penghuni dalam satu rumah :

1. Padat (kepadatan penghuni < 4m2/orang) 2. Tidak padat (kepadatan penghuni ฀ 4m2/orang)

3.6.17. Kondisi rumah adalah rumah dengan dinding, lantai dan atap rumah yang tahan lama dan tidak mudah rusak :

1. Tidak permanen 2. Permanen


(53)

3.7. Aspek Pengukuran

Variabel yang dianalisa dalam penelitian ini adalah :

No

Variabel Dependent

Pengukuran Hasil Ukur

Skala Ukur 1. Kejadian DBD Alat ukur :

Kuesioner Cara ukur : Menganalisa data dari bidang PMK Dinas

Kesehatan Kota Tebing Tinggi

1. DBD : Penduduk Kelurahan Pelita yang pernah dirawat di rumah sakit dengan diagnosis suspek DBD.

2. Tidak DBD (penduduk Kelurahan Pelita yang tidak pernah dirawat di rumah sakit dan tidak didiagnosis menderita suspek DBD


(54)

No

Variabel Independent

Pengukuran Hasil Ukur

Skala Ukur 1. 2 3 4 5 6 Umur Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Pendapatan responden Pengetahuan tentang DBD

Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara dan

pengamatan Alat ukur : Kuesioner Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara

1. < 20 tahun 2. 21 – 29 tahun 3. 30 – 40 tahun 4. > 40 tahun

1. Laki-laki 2. Perempuan

1. Rendah, jika pendidikan responden ฀ SMP

2. Tinggi, jika pendidikan responden ฀ SMA

1. Tidak bekerja 2. Bekerja

1. Rendah (< Rp. 1.585.000) 2. Tinggi(฀ Rp. 1.585.000)

1. Kurang, jika skor jawaban yang dicapai responden <70% dari skor maksimal

2. Baik, jika skor jawaban yang dicapai responden ฀ 70% dari skor

Ordinal Nominal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal


(55)

7 8 9 10 11 12 Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk Kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur Kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai Penggunaan kassa nyamuk Keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah

Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara

Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara dan

pengamatan Alat ukur : kuesioner Cara ukur : pengamatan Alat ukur : kuesioner Cara ukur : pengamatan

maksimal

1. Tidak melakukan kegiatan PSN, jika skor jawaban yang dicapai responden <70% dari skor maksimal 2. Melakukan kegiatan PSN,

jika skor jawaban yang dicapai responden >70% dari skor maksimal 1. Tidak menggunakan obat

nyamuk

2. Menggunakan obat nyamuk

1. Tidak menggunakan kelambu

2. Menggunakan kelambu

1. Ada 2. Tidak ada

1. Tidak menggunakan kassa anti nyamuk

2. Menggunakan kassa anti nyamuk

1. Ada barang bekas di sekitar rumah

2. Tidak ada barang bekas di sekitar rumah Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal


(56)

13

14

15

Keberadaan jentik nyamuk

Kepadatan hunian

Kondisi rumah

Alat ukur : kuesioner Cara ukur : pengamatan Alat ukur : kuesioner Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Cara ukur : pengamatan

1.Ada jentik yang ditemukan 2.Tidak ada jentik yang

ditemukan

1.Padat (฀ 1 orang/4 m2) 2.Tidak padat (> 1 orang/4

m2)

1.Tidak permanen 2.Permanen

Ordinal

Ordinal


(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Keadaan Geografis

Kecamatan Bajenis adalah salah satu dari 5 (lima) Kecamatan yang ada di Kota Tebing Tinggi dengan luas ± 9,0780 Km2 dan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan Rambutan dan Kecamatan Rambutan.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tebing Tinggi Kota 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Hulu 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan Bandar Bejambu

Kecamatan Bajenis terdiri dari 7 kelurahan yaitu : 1. Kelurahan Durian

2. Kelurahan Pelita 3. Kelurahan Bulian 4. Kelurahan Berohol 5. Kelurahan Bandar Sakti 6. Kelurahan Pinang Mancung 7. Kelurahan Teluk Karang b. Kependudukan

Kota Tebing Tinggi bagaikan potret mini bangsa indonesia dengankeanekaragaman suku dan budaya, akan tetapi dalam kesehariannya hidup rukun dan damai dalam berinteraksi dan berkomunikasi.


(58)

Keberagaman budaya tersebut telah membaur dalam keseharian masyarakat di Kecamatan Bajenis baik yang berakar dari budaya Batak, Toba, Mandailing, Karo, Minang, Melayu, Jawa, Aceh, Bugis dan Tionghoa. Kesemuanya terintagrasi dalam satu kesatuan yang sangat menjunjung tinggi rasa kebersamaan dan semangat kekeluargaan.

Berdasarkan data kependudukan, jumlah penduduk Kecamatan Bajenis adalah 32.914jiwa.

JUMLAH PENDUDUK, RUMAH TANGGA KECAMATAN BAJENIS TAHUN 2013

No Kelurahan Rumah Tangga Jumlah Penduduk (Jiwa)

L P JLH

1 2 3 4 5 6

1. DURIAN

1.889 3.629 3.477 7.106

2. PELITA

702 1.251 1.153 2.404

3. BULIAN

1.346 2.423 2.523 4.946

4. BEROHOL

1.367 2.795 2.839 5.634

5. BANDAR SAKTI

1.413 3.113 3.179 6.292

6. PINANG MANCUNG

1.002 2.021 2.178 4.199

7. TELUK KARANG

649 1.139 1.194 2.333

Jumlah 8.368 16.371 16.543 32.914

Sumber Data : Profil Kecamatan Bajenis Tahun 2013

c. Pendidikan

Sarana pendidikan merupakan sarana yang sangat vital peranannya demi peningkatan kualitas sumber daya manusia.


(59)

Adapun jumlah sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Bajenis antara lainadalah sebagaimana tergambar dalam tabel berikut:

SARANA PENDIDIKAN MASYARAKAT KECAMATAN BAJENIS

Sumber Data : Kecamatan Bajenis Dalam Angka Tahun 2013

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi proporsi kejadian DBD berdasarkan variabel yang diteliti meliputi karakteristik host (pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga), faktor perilaku host (pengetahuan, upaya pemberantasan sarang nyamuk, kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk, kebiasaan menggunakan kelambu, kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai, penggunaan kasa nyamuk, kebiasaan tidur siang) dan faktor lingkungan host (keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah, keberadaan jentik nyamuk, kepadatan hunian, kondisi rumah)

No Kelurahan

Pendidikan

Jlh

TK SD SLTP SLTA PT

Neg Swa Neg Swa Neg Swa Neg Swa Neg Swa

1 DURIAN - 1 2 1 - - - 4

2 PELITA - 0 5 - - - 5

3 BULIAN - 1 2 - 1

(MT SN)

2 1 4 - - 11

4 BEROHOL - 0 3 1 - 1 - - - - 5

5 BANDAR SAKTI

- 1 1 1 - - - 3

6 PINANG MANCUNG

- - - -

7 TELUK KARANG

- - 2 - 1 - - - 3


(60)

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Host Terhadap Kejadian DBD Pada Kasus dan Kontrol

Karakteristik

Kejadian DBD

Kasus Kontrol

f % f %

Pendidikan Rendah Tinggi 23 21 74,2 36,8 8 36 25,8 63,2 Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja 29 15 52,7 45,5 26 18 47,3 54,5 Pendapatan Rendah Tinggi 29 15 60,4 37,5 19 25 39,6 62,5

Total 44 100 44 100

Tabel 4.1 menunjukkan dari 44 responden yangpositif DBD (kasus), terdapat 23 responden yang berpendidikan rendah (74,2%), 21 responden yang berpendidikan tinggi (36,8%).Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 8 responden berpendidikan rendah (25,8%), 36 responden berpendidikan tinggi (63,2%).

Tabel 4.1 menunjukkan dari 44 responden yang positif DBD (kasus), terdapat 29 responden yang tidak bekerja (52,7%), 15 responden yang bekerja (45,5%). Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 26 responden yang tidak bekerja (47,3%), 26 responden yang bekerja (54,5%).

Tabel 4.1 menunjukkan dari 44 responden yang positif DBD, terdapat 29 responden pendapatan rendah (60,4%), 15 responden pendapatan tinggi (37,5%). Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 19 responden pendapatan rendah (39,6%), 25 responden pendapatan tinggi (62,5%).


(1)

bahwa hunian yang padat tidak berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kelurahan Tembilahan Kota Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Propinsi Riau Tahun 2003.28

5.14.Pengaruh Kondisi Rumah terhadap Kejadian DBD

Berdasarkan hasil analisis multivariat seperti yang tampak pada tabel 4.8, diketahui jika kondisi rumah (OR=0,71 ; 95% CI=0,121–4,211) tidak

mempengaruhi kejadian DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014. Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Nur Purwoko Widodo. Penelitian Nur Purwoko Widodo juga menemukan bahwa kondisi rumah responden tidak berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012.27 Tidak adanya pengaruh antara kondisi rumah dengan kejadian DBD secara statistik dapat disebabkan oleh karena dalam penelitian ini hanya dilihat dari kondisi fisik rumah secara permanen atau tidak. Tingkat kelembaban dan intensitas cahaya tidak diukur oleh karena keterbasan peneliti.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

6.1.1. Berdasarkan hasil akhir analisis multivariat terhadap 3 variabel yang mempengaruhi kejadian DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014 yaitu upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai dan keberadaan barang bekas yang bisa menampung air di sekitar rumah.

6.1.2. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014 adalah variabel keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah.

6.1.3. Berdasarkan hasil akhir analisis multivariat, variabel keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah memiliki OR=27,458 (95% CI; 5,868 – 128,481) artinya penderita DBD mempunyai kemungkinan 27,458 kali memiliki barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah dibandingkan dengan bukan penderita DBD.

6.2. Saran

6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi

a. Peningkatan program promosi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan DBD kepada masyarakat.

b. Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi agar mengupayakan menghilangkan keberadaan barang


(3)

bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah dengan gerakan 3M Plus (Menutup, Menguras, Menimbun dan Abatesisasi)

6.2.2 Bagi Masyarakat

a. Meningkatkan gerakan masyarakat untuk melakukan kegiatan kerja bakti seminggu sekali untuk menjaga kebersihan lingkungan dari sampah/barang bekas yang menjadi tempat bersarang nyamuk yang dikoordinasikan dengan aparat setempat.

b. Lakukan abatisasi selektif atau pelihara ikan pemakan larva pada tempat yang sulit dibersihkan atau diatur untuk membasmi jentik. c. Jangan membiarkan pakaian-pakaian bergantungan pada dinding atau


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Widoyono. 2008.Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.Jakarta : Erlangga.

2. Slamet S. J.2009. Kesehatan Lingkungan,Jakarta : Gadjah Mada University Press.

3. WHO. 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue.

4. WHO. 2010. Crimean-Congo Haemorragic Fever (CCHF) and Dengue in Pakistan. WHO (internet). 2010 (diakses 12 Agustus 2014). Dari URL www.who.int

5. WHO. 2008. DengueHaemorragic Fever in Brazil. WHO (internet). 2008 (diakses 12 Agustus 2014). Dari URL www.who.int

6. WHO. 2005. DengueHaemorragic Fever in Timor Leste – Update 4.

WHO (internet). 2005 (diakses 12 Agustus 2014). Dari URL www.who.int 7. Siang ler. Teck.dkk. 2011. Epidemiological Characteristics of The 2005 and 2007 Dengue Epidemics in Singapore – Similarities and Distinctions. WHO (internet). 2011 (diakses 12 Agustus 2014). Dari URL www.who.int 8. WHO, 2011. Statistical Annex. WHO (internet). 2011 (diakses 12 Agustus

2014). Dari URL www.who.int

9. Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta : Depkes RI.

10.Depkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta : Depkes RI.

11.Dinas Kesehatan Propinsi Riau. 2010. Profil Kesehatan Propinsi Riau Tahun 2010. Riau : Dinkes Propinsi Riau.

12.Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. 2013. Profil Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara 2013.Medan : Dinkes Propinsi Sumatera Utara. 13.Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. 2008. Profil Dinas Kesehatan


(5)

14.Laporan SP2TP. 2013. Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi. Tebing Tinggi : Dinkes Kota Tebing Tinggi.

15.Dahlia, 2012. Pengaruh Faktor Lingkungan dan Kebiasaan Keluarga Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di KecamatanBinjai Timur Kota Binjai. (Tesis Universitas Sumatera Utara)

16.Depkes RI. 2011. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta : Depkes RI

17.Budiarto, Eko dan Anggraeni, Dewi. 2003. Pengantar Epidemiologi. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

18.Azwar, Saifuddin. 2007. Sikap, Manusia, Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Jakarta.

19.Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

20.Soemirat, Juli. 2000. Epidemiologi Lingkungan, Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

21.WHO. 2001. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah. Jakarta.

22.Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 1995, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara

23.Notoadmojo, Soekidjo. 2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

24.Mahardika, Wahyu. 2009.Skripsi Universitas Negeri Semarang Hubungan Perilaku Kesehatan Dengan Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal Tahun 2009.Semarang 25.Murti, Bisma. 1996.Penerapan Metode Statistik Non-Parametrik Dalam

Ilmu-Ilmu Kesehatan.Jakarta :Gramedia Pustaka Utama.

26.Erliyanti. 2008.Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Karakteristik Individu Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Metro Tahun 2008.Tesis Program Pasca Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

27.Nur Purwoko Widodo. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Mataram Provinsi


(6)

Nusa Tenggara Barat Tahun 2012 [Thesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2012.

28.Cendrawirda. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Tembilan Kota Kecamatan Tembilan Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau Tahun 2013 [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2003.

29.Anton Sitio. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kebiasaan Keluarga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008 [Thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2008.

30.Depkes RI (1995). Menggerakkan Masyarakat PSN-DBD. Jakarta DepKes RI.

31.Huda AH. 2006. Selayang Pandang Penyakit-penyakit Yang di Tularkan Oleh Nyamuk di Provinsi Jawa Timur Tahun 2001. Diakses : 8 Oktober 2008.

32.Dep.Kes, RI., 1985. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue, Jakarta.

33.Dahlia Purba. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 [Thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2012.

34.Kusriastuti R. 2005. Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue Dan Kebijaksanaan Penanggulangannya Di Indonesia.

35.Haryanto, B, dkk. 1989. Berbagai Aspek Demam Berdarah Dengue dan Penanggulangannya. Pusat Penelitian Lembaga Penelitian UI, Jakarta. 36.Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2006. Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2006. Semarang : Dinkes Jateng.

37.Widyana. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian DBD di Kabupaten Bantul, Jurnal Epidemiologi Indonesia, volume 2, edisi I-1988:7.

38.Awida Rose. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008 [Thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2018.

39.Suroso, T., 2000. Perkembangan DBD, Epidemiologi dan Pemberantasannya di Indonesia. Jakarta.


Dokumen yang terkait

Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012

1 59 132

Kepadatan Jentik Penular Demam Berdarah Dengue (DBD) Antara Desa Endemis Dan Non Endemis Serta Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Tahun 2000

0 32 97

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Tembelahan Kota Kecamatan Tembelahan Kabupaten Endragem Heler Propinsi Riau Tahun 2003

1 64 85

Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009

0 28 88

Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

3 56 108

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN GROGOL Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 2 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN GROGOL Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

1 1 13

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan Jenis Serotipe Virus Dengue Di Kabupaten Semarang

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Pengertian - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014

0 1 23

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014

0 0 12