Tanah Faktor bahan stek Umur bahan stek Jenis tanaman

patogen yang dapat merusak stek. Media perakaran stek yang biasa dipergunakan adalah tanah dan pasir. Suhu perakaran optimal untuk perakaran stek berkisar antara 21°C sampai dengan 27°C pada pagi dan siang hari dan 15°C pada malam hari. Suhu yang terlampau tinggi dapat mendorong perkembangan tunas melampaui perkembangan perakaran dan meningkatkan laju transpirasi Hartman, 1983.

1.1.1. Media tumbuh a.

Media perakaran untuk stek Media perakaran berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan akar, memberi kelembaban pada stek, dan memudahkan penetrasi udara pada pangkal stek. Media perakaran yang baik menurut Hartman 1983 adalah yang dapat memberikan aerasi dan kelembaban yang cukup, berdrainase baik, serta bebas dari patogen yang dapat merusak stek. Beberapa media perakaran stek yang dilakukan adalah tanah subsoil, tanah topsoil, pupuk kandang, dan kompos. Pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman didalam pembibitan. Peranan dari pupuk kandang ini dapat mengembangkan beberapa unsur hara seperti fosfor, nitrogen, sulfur, dan kalium, dan meningkatkan kapasitas tahan kation tanah. Disamping itu pupuk kandang dapat melepaskan unsur P dari oksida Fe dan Al, dan dapat memperbaiki sifat - fisik dan struktur tanah, serta dapat membentuk senyawa kompleks dengan unsur makro dan mikro sehingga dapat mengurangi proses pencucian unsur.

b. Tanah

Tekstur tanah Ultisol bervariasi, berkisar dari pasir sampai dengan lempung berpasir. Fraksi lempung tanah ini umumnya didominasi oleh mineral silikat tipe 1:1 serta oksidan dan hidroksida Fe dan Al, sehingga fraksi lempung tergolong beraktivitas rendah dan daya memegang lengas juga rendah. Karena umumnya memiliki kandungan bahan organik rendah dan fraksi lempungnya beraktivitas rendah maka kapasitas tukar kation tanah KTK tanah Potsolik juga rendah, sehingga relatif kuat memegang hara tanaman dan unsur hara mudah tercuci. Tanah podsolik merah kuning atau Ultisol termasuk tanah bermuatan terubahkan Variable charge, sehingga nilai KTK dapat berubah bergantung nilai pH nya. Peningkatan pH akan diikuti oleh peningkatan KTK, lebih mampu mengikat hara K dan tidak mudah tercuci. Hasil penelitian Sukarji dan Hasril, 1994 menunjukkan pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning, penggunaan tanah lapisan bawah 30-60 cm dengan kadar 67 67 subsoil + 33 topsoil dan 100 subsoil menghasilkan pertumbuhan bibit yang kurang baik, sedangkan pada kadar 33 33 subsoil + 67 topsoil memberikan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol 100 topsoil.

c. Pupuk Organik

Suwardjono, 2003 mengatakan bahwa pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik tanah sehinga, dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman. Peranan dari pupuk kandang antara lain 1 mengembangkan beberapa unsur hara seperti fosfor, nitrogen, sulfur, dan kalium, 2 meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, 3 melepaskan unsur P dari oksida Fe dan Al, 4 memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, dan 5 membentuk senyawa kompleks dengan unsur makro dan mikro sehingga dapat mengurangi proses pencucian unsur. Pemberian bahan organik pada tanah masam dapat meningkatkan serapan P karena setelah bahan organik terdekomposisi akan menghasilkan beberapa unsur hara seperti N, P dan K serta menghasilkan asam humat dan fulvat yang memegang peranan penting dalam pengikatan Fe dan Al yang larut dalam tanah sehingga ketersediaan P akan meningkat Hasanudin, 2003. Menurut Soetedjo, 2004 bahwa pupuk organik kirinyu Chromolaena odorata adalah kaya nitrogen. Dalam penelitian di laboratorium kandungan hara kirinyu Chromolaena odorata dalam daun adalah : N 5,2 , P 0,8, K 2,89 , Ca 3,19, Mg 0,71 Na 0,01 Soetedjo, 2004. Dari data tersebut bahwa Kirinyu Chromolaena odorata dapat digunakan dengan baik sebagai pupuk organik baik di lahan pertanian maupun di pembibitan.Tingginya kandungan N tersebut adalah dapat memacu peretumbuhan.

4.1.2. Cahaya

Dalam siklus hidupnya setiap tanaman memerlukan cahaya matahari yang berperan dalam fotosintesis. Peranan utama cahaya matahari dalam fotosintesis antara lain sebagai sumber energi, sebagai pengangkut elektron untuk membentuk reduktan dalam bentuk NADPH, dan berperan dalam reduksi CO2 menjadi C6H12O6 Ariffin, 1989. Menurut Fitter dan Hay 1992, secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruhnya pada metabolisme secara langsung melalui fotosintesis, serta secara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman, keduanya sebagai akibat respon metabolik yang langsung dan lebih kompleks oleh pengendalian morfogenesis. Cahaya yang berperan dalam fotosintesis jika dilihat dari sifat gelombangnya adalah cahaya yang masuk dalam ukuran PAR Photocintetic Active Radiation atau yang biasanya dikenal dengan cahaya tampak vicible light. PAR ini hanya menduduki 45 persen dari total radiasi matahari dan hanya radiasi dengan panjang 0,4 – 0,7 mikron yang aktif digunakan dalam proses Fotosintesis Sugito, 1994 Intensitas cahaya pada siang hari di dataran tinggi di Indonesia 1000 m dpl adalah sebesar 50.000 lux. Oleh karena itu untuk memperoleh intensitas cahaya yang sesuai bagi tanaman gambir pada pembibitan diperlukan naungan misalnya dengan paranet. Menurut Schmidt, 2002 , paranet berfungsi sebagai pelindung bibit dari intensitas cahaya matahari, paranet berfungsi juga untuk melindungi bibit dari curah hujan yang tinggi, angin, suhu yang fluktuatif Schmidt, 2002. Prastowo dan Roshetko, 2006 menyatakan bahwa fungsi naungan pada bibit sewaktu kecil adalah mengatur sinar matahari yang masuk ke pembibitan, menciptakan iklim mikro yang ideal bagi pertumbuhan awal bibit, menghindarkan bibit dari sengatan matahari langsung yang dapat membakar daun – daun muda serta menurunkan suhu tanah di siang hari, memelihara kelembaban tanah, mengurangi derasnya curahan air hujan dan menghemat penyiraman air. Pengaruh intensitas cahaya terhadap bibit. Hasil penelitian pada tanaman anggrek menunjukkan, tanaman yang mendapat intensitas cahaya 55, menghasilkan daun terlebar, dan pembentukan tunas terbaik dibandingkan tanaman yang mendapat perlakuan intensitas cahaya 65 dan 75 Widiastoety dan Bahar, 1995. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Widiastoety, dkk 2000, yang menunjukkan tanaman yang dihadapkan pada intensitas cahaya 55 memberikan produksi bunga dan lebar daun tertinggi serta pembentukan tunas terbaik, sedangkan naungan 75 menyebabkan tanaman menghasilkan panjang tangkai bunga tertinggi. Pada penelitian yang menggunakan bibit kayu bawang naungan yang terbaik adalah pada kerapatan 55 memberikan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibanding dengan perlakuan tanpa paranet ,khususnya pada paranet tinggi dengan diameter tanaman 30,05 cm dan 4,85 cm pada umur 3 bulan di persemaian Siahaan dkk , 2007. Pemberian naungan pada berbagai stadia pertumbuhan pada berbagai macam varietas tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, berat 100 biji, dan produksi biji kering. Pemberian naungan 20 memberikan hasil yang lebih baik apabila diaplikasikan pada awal pengisian polong dibandingkan dengan awal tanam atau awal berbunga Herawati dan Saaludin, 1995. Figa, 2007 menunjukkan bahwa tanaman pada bibit beringin yang hidup tanpa naungan tanaman jauh lebih tinggi dari pada tanpa naungan serta pertumbuhan yang relatif lambat. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit beringin sangat dipengaruhi oleh cahaya. Firman dan Ruskandi, 1995 menyatakan pengaruh naungan pada penyambungan tanaman jambu mete menunjukkan bahwa tanaman yang disambung di bawah paranet menghasilkan persentase tingkat keberhasilan paling tinggi pada umur 4 bulan setelah penyambungan. Hal ini kemungkinan disebabkan iklim mikro pada tempat tersebut berada dalam kondisi yang stabil, tidak berfluktuasi tajam sehingga mendukung proses perlautan batang bawah dan batang atas. Hasil penelitian Mansur, 2009 pengaruh pertumbuhan dan pembuahan tanaman Vamili terhadap naungan menunjukkan bahwa naungan dengan kerapatan 65-75 kurang baik untuk semua parameter pertumbuhan vegetatif.Tingkat naungan terbaik adalah 35-5 untuk klon 1 maupun klon 2.

4.2. Faktor bahan stek

Kondisi fisiologis tanamn mempengaruhi penyetekan adalah umur bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas dan daun muda pada stek, persediaan bahan makanan, dan zat pengatur tumbuh Kramer dan Kozlowzky, 1960

a. Umur bahan stek

Menurut Hartman 1983, stek yang berasal dari tanaman muda akan lebih mudah berakar dari pada yang berasal dari tanaman tua, hal ini disebabkan apabila umur tanaman semakin tua maka terjadi peningkatan produksi zat-zat penghambat perakaran dan penurunan senyawa fenolik yang berperan sebagai auksin kofaktor yang mendukung inisiasi akar pada stek.

b. Jenis tanaman

Tidak semua jenis tanaman dapat dibiakkan dengan stek. Keberhasilan dengan cara stek bergantung pada kesanggupan jenis tersebut untuk berakar. Ada jenis yang mudah berakar dan ada yang sulit. Kandungan lignin yang tinggi dan kehadiran cincin sklerenkim yang kontinyu merupakan penghambat anatomi pada jenis-jenis sulit berakar, dengan cara menghalangi tempat munculnya adventif Kramer, 1960.

c. Adanya tunas dan daun pada stek