Macam-Macam Metode Dakwah Metode Dakwah
20
Menurut M.Abduh, seperti yang dikutip H.Munzier Suparta, M.A dalam bukunya metode dakwah berpendapat bahwa, hikmah
mengetahui rahasia dan faedah didalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan alam arti ucapan yang sedikit lafadz akan tetapi banyak
makna ataupun diartikan meletakan sesuatu pada tempat atau semestinya.
Dalam bahasa komunikasi, hikmah ini menyangkut situasi total yang mempengaruhi sikap pihak komunikan. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa apa yang disebut dengan bil hikmah itu merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang yang dilakukan atas dasar
persuasif.
14
Jadi, perkataan hikmah kebijaksaan itu bukan saja dengan ucapan mulut, melainkan termasuk juga tindakan, perbuatan, dan
keyakinan, serta peletakan sesuatu pada tempatnya. Sebagai metode dakwah, al-hikmah dartikan bijaksana, akal
budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian kepada agama atau tuhan. Ibnu Qoyim dalam bukunya At-
Tafsirul Qoyyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah yang seperti dilakukan oleh mujahid dan malik yang
mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan kebenarannya. Hal
ini tidak dapat dicapai kecuali dengan memahami al-Quran, mendalami Syariat-syariat Islam serta hakikat iman.
15
14
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta : Gaya Media Pratama,1997, cet ke 1, h 43
.
15
Munzir Suparta, Metode Dakwah, Jakarta : Kencana, 2003, cet ke- 1 h 10.
21
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa al-hikmah adalah merupakan kemampuan da’i dalam memilih dan menyelaraskan
teknik dakwah dengn kondisi objektif mad’u.disamping itu juga al-
hikmah merupakankemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin- doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi yang logis
dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis
dan praktis dalam berdakwah. Sebagai contoh hikmah dalam dakwah, didalam dunia dakwah
adalah penentu sukses tidaknya dakwah. Dalam mengahadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikannya, stara social, dan latar budaya,
para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu masuk dalam ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para da’i
dituntut untuk
mampu mengerti
dan memahami
sekaligus memanfaaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang dterima
dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukan qalbunya. Ada saatnya diamnya da’i mejadi efektif dan berbcara menjadi
wacana, tetapi disaat lain menjadi sebaliknya, diam malah mendatangkan bahaya besar dan berbicara mendatangkan hasil yang
gemilang. Kemampuan da’i menempatkan dirinya, kapan harus berbicara dan kapan harus memilih diam, juga adalah hikmah yang
menetukan keberhasilan dakwah. b.
Metode Mau’idzatil Hasanah nasihat yang baik Terminologi mau’idzhah hasanah dalam perspektif Islam
sangat popular, bahkan dalam acara seremonial seperti maulid nabi dan
22 isra mi’raj, istilah mau’idzhah hasanah mendapat porsi khusus dengan
sebutan “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjad salah satu target keberhasilan sebuah acara dijelaskan
pengertian mau’idzhah hasanah. Secara bahasa, mau’idzhah hasanah terdiri dari dua kata,
mu ’izhah dan hasanah. Kata mu’izhah berasal dari wa’adza-ya’idzu
wa’idzatun yang berarti: Nasihat, Bimbingan, Pendidikan, dan Peringatan, sementar Hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang
artinya kebaikan lawannya kejelekan.
16
Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara
lain :
1 Menurut Iman Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutuf oleh
Hasanudin adalah “perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi
bagi mereka,
bahwa engkau
memberikan nasehat
dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-
Qura’an”
17
2 Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-mau’izhah al-Hasanah
merupakan salah satu manhaj metode dalam dakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan memberikan nasehat atau
menbimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik. Mau’izhah Hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang
mengandung unsur bimbungan, pendidikan, pengajaran, kisah0kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif wasiat yang bisa
dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
16
Lois M, Munjidfial- laughah wa A’lam Beiut : Dar Fikr. 1986 h. 907
17
Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h.37
23
Al- Mau’idzatil Hasanah artinya memberi nasehat pada orang
lain dengan cara yang baik, berupa petunjuk-petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati.
18
Dengan rela hati atas kesadaran dapat mengikuti ajaran yang di sampaikan oleh pihak subjek dakwah. Nasehat biasanya dilakukan oleh
orang yang levelnya lebih tinggi kepada orang yang lebih rendah, baik tingkat umur maupun pengaruh, misalnya nasihat orang tua kepada
anaknya. Mau’izhah Hasanah dalam bentuk bimbingan, pendidikan
dan pengajaran ini seringkali digunakan dalam bentuk kelembagaan instisisi formal maupun non formal, misalnya ; mau’zhah nabi
kepada umat nya, guru kepada muridnya, kya’i kepada istrinya.
Jadi, kalau kita telusuri kesimpulan Mau’izhah Hasanah, akan
mengandung arti kata-kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam dengan perasaan yang penuh kelembutan,
tidak membongkar kesalahan orang lain sebab kelemahan kelembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan
menjinakan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.
c. Metode Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan berdebat, berdiskusi
Yaitu metode dakwah yang dilakukan dengan cara berdebat atau bertukar pikiran. Bertukar pikiran disini dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk dialog, diskusi, seminar, dan lain-lain. Dengan tujuan satu sama lain mengerti serta mempelajari ajaran-ajaran yang satu dan
18
Munzier Suparta, Metode Dakwah, Jakarta : kencana,2003,cet.ke-1, h.18
24
lainnya secara luas untuk menghapus sifat sombong kepada ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
19
Dari ketiga kondisi diatas dapat disesuaikan dengan kondisi dan tingkat
pemahaman masing-masing
jamaahnya, dan
bahkan implikasinya yang lebih parah akan semakin menjauhkan mereka pada
ajaran agama. Metode dakwah juga bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan akan tetapi keberhasilan dakwah ditunjang dari
s eperangkat syarat baik pribadi da’i, sebagai subjek dakwah maupun
lainnya.