Tujuan dan Hikmah PEMBAHASAN

Dari uraian diatas menjelaskan bahwa akad nikah atau perkawinan yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum.

D. Tujuan dan Hikmah

1. Tujuan Perkawinan Tujuan perkawinan pada umumnya tergantung pada masing- masing individu yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subjektif. Tetapi tujuan perkawinan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang cinta, kasih sayang, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga. Sejahtera untuk terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya kebutuhan hidup dan batinnya sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga. Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam KHI di pasal 3 menyebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk menghidupkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. 80 Nikah dalam Islam sebagai landasan pokok dalam pembentukan keluarga. Kenapa nikah harus dilakukan, karena nikah merupakan salah satu tujuan syari‟at yakni kemaslahatan dalam kehidupan. Bila diurutkan ada tiga sumber tujuan pokok kenapa pernikahan harus dilakukan. 80 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, Cetakan Pertama, h. 8. Pertama, menurut Al- qur‟an dalam surah Al-A‟raf ayat 189 menyatakan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk bersenang-senang, yakni:                                 Artinya: “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya . Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan beberapa waktu. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya suami-istri bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang- orang yang bersyukur”. QS. Al-A‟raf : 189. Kedua, menurut Hadist ada dua hal yang dituju dalam perkawinan. Pertama untuk menundukkan pandangan dan menjaga faraj kemaluan, yang berbunyi : و ق لا ع ل ي سلا ا َ م م ع ش ر شلا ب با م ن ا س ت ط عا م ك م لا ب ءا ة َ ل ي ت ز و ج َ أ ن ا غ ض ل ل ب ص ر و ا ح ص ن ل ل ف ر ج و م ن ل ي س ت ط ع َ ع ل ي ب ص و م َ أ ن ل و ج ءا ملسم و يراخبلا اور Artinya: “Hai golongan pemuda, barang siapa yang telah sanggup melaksanakan pernikahan kawin, maka kawinlah. Karena kawin itu lebih menundukkan mata dan lebih memelihara faraj kemaluan. Dan bagi yang tidak sanggup melaksanakannya hendaklah berpuasa karena dapat melemahkan syahwat ” HR. Bukhari Muslim. 81 Dari situlah kenapa Nabi Muhammad SAW menganjurkan berpuasa bagi seseorang yang telah sampai umurnya untuk melaksanakan pernikahan tetapi terbentur oleh materi. Kedua, sebagai kebanggaan Nabi nanti dihari kiamat, yakni dengan banyaknya keturunan umat Islam melalui perkawinan yang sah dan jelas dengan hukum syariat menyatakan jumlah kuantitas yang banyak, karena dalam jumlah yang banyak itulah terkandung kekuatan yang besar. Tetapi dari jumlah yang banyak tersebut harus diiringi dengan kualitas manusia itu sendiri sebab dengan kualitas agama Islam bisa tersebar luas. Ketiga, menurut akal, melalui pemikiran yang sederhana, ada tiga hal yang dituju dengan melakukan pernikahan. Pertama, bumi ini sangatlah luas wilayahnya yang harus dipelihara oleh semua orang, karena hal demikian telah Allah jelaskan bahwa bumi serta isinya ini tercipta untuk manusia. Apabila jumlah manusianya hanya sedikit tentulah banyak wilayah yang tidak tergunakan, maka untuk itu meningkatkan jumlah manusia tentunya harus dengan pernikahanperkawinan. Kedua, bila manusia jumlahnya banyak tentunya harus ada peraturan yang berlaku sehingga terciptanya suasana yang tertib. Terutama peraturan yang berkaitan dengan nasab, sebab jika nasab tidak tertib tentu akan terjadi kekacauan karena tidak diketahui si A anak siapa dan si B anak siapa. 81 Muhammad Nasrudin Al-Albani, Shohih Muslim, Mesir: Darul-Hadist, 2001, Juz V, h. 186. Ketiga, untuk ketertiban kewarisan, setiap orang yang hidup tentu akan memiliki barang atau benda yang diperlukan manusia, walaupun hanya selembar papan atau sehelai kain. Ketika manusia itu wafat tentu harus ada ahli waris yang menerima atau menampung harta peninggalan tersebut. Untuk tertibnya ahli waris, tentunya harus dilakukan prosedur yang tertib pula, yakni dengan pernikahan sebagai ahli waris yang sah. 82 Apabila perkawinan tidak dapat mendirikan rumah tangga dengan rukun, damai, cinta serta kasih sayang diantara keduanya, maka perkawinan tersebut telah menyimpang jauh dari tujuan perkawinan yang sebenarnya. 83 Perkawinan merupakan tujuan syari‟at yang dibawa oleh Rasulullah SAW., yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi. Dengan pengamatan sepintas lalu, pada batang tubuh ajaran fikih, dapat dilihat adanya empat garis penataan, yakni: a. Rub’al-ibadah, yaitu hubungan yang menata antara manusia selaku mahluk dengan Pencipta Khalik. b. Rub’al-muamalat, yaitu hubungan yang menata antara manusia dalam lalu lintas pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-hari. c. Rub’al-munakahat, yaitu hubungan yang menata antara manusia dalam ruang lingkup lingkungan keluarga, dan 82 A. Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman ditanah Gayo, Ciputat: Qolbun Salim, 2007, h. 86-90. 83 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemah, Nor Hasabuddin dkk, Jakarta: Peba Pundi Aksara Januari, 2008, Cetakan III., Jilid 2, h. 487-489. d. Rub’al-jinayat, yaitu yang menata pengamanannya dalam suatu tertib pergaulan yang menjamin ketentramannya. 84 Menurut Zakiyah Darajat dkk, mengemukakan bahwa ada lima tujuan dalam pernikahan, yaitu: a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan; b. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya; c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan; d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal; serta e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang. 85 Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga adalah salah satu diantara lembaga pendidikan informal, ibu bapak yang dikenal mula pertama oleh putra putrinya dengan segala 84 Ali Yafie, Pandangan Islam terhadap Kependudukan dan Kekeluargaan Berencana, Jakarta: Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdhatul Ulama dan BKKBN, 1982, h. 1. 85 Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Fikih, Jakarta: Depag RI, 1985, Jilid 3, h. 64. perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar pertumbuhan pribadikepribadian sang putraputri itu sendiri. 86 Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW: ع ن أ ب ر ي ر ة ر ض ي ع ه ق لا ق : لا لا ب ص ل ع ه ى ل ي و س ل م :م م ا ن م و ل و د ي و ل د ع ل لا ى ف ط ر ة َ أ ب و ا ي ه و دا ن أ و ي ص را ن أ و ي ج سا ن يراخبلا اور 87 . Artinya: “Tiada bayi yang dilahirkan melainkan lahir diatas fitrah maka ayah dan ibundanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani dan Majusi ”. HR. Bukhari dan Abu Hurairah. Perkawinan juga bertujuan untuk membentuk perjanjian suci antara seorang pria dan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata diantaranya adalah: a. Kesukarelaan; b. Persetujuan kedua belah pihak; c. Kebebasaan memilih; d. Darurat. 88 Perkawinan pun adalah makna dan jiwa dari kehidupan berkeluarga yang meliputi: 86 HAS, Al-Hamdani, Op. Cit., h. 133 87 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al- lu’lu’u Wa Al-Marjan, Alih Bahan Salim Bahreisy, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1996, h. 1010. 88 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Teori Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, h. 124. a. Membina cinta kasih sayang yang penuh romantika dan kedamaian. Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 187: .........         ........... Artinya: “............ mereka itu adalah pakaian, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka ...........QS. Al-Baqarah : 187. 89 b. Understanding dan toleransi yang tulus ikhlas yang diletakkan atas dasar nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan demokrasi. Dalam kaitan tersebut Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21:                       Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir ”. QS. Ar-Rum [30]: 21. 90 Menurut ayat tersebut, keluarga Islam terbentuk dalam keterpaduan antara ketentraman sakinah, penuh rasa cinta mawaddah, dan kasih sayang rahmah. Ia terdiri dari istri yang patuh dan setia, suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah, ibu yang lemah lembut dan berperasaan halus, putra-putri yang patuh dan taat serta kerabat yang saling membina silaturrahmi dan tolong menolong. Hal ini dapat 89 Hasbi Ash-Shiddieqi, Op. Cit., h. 45. 90 Ibid, h. 644. tercapai bila masing-masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak dan kewajibannya. 91 Sulaiman Al-Mufarraj, dalam bukunya yang berjudul tentang “Bekal Pernikahan” menjelaskan bahwa ada 15 tujuan pernikahan, yaitu: a. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nikah juga dalam rangka taat kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya; b. Untuk „iffah menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang, ihsan membentengi diri, dan mubadho’ah bisa melakukan hubungan intim; c. Memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW; d. Menyempurnakan agama; e. Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah; f. Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah SWT untuk ayah dan ibu mereka saat masuk surga; g. Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, perzinaan dan lain sebagainya; h. Legalitas untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung jawab bagi suami dalam memimpin rumah tangga, memberikan nafkah dan membantu istri dirumah; i. Mempertemukan tali keluarga yang berbeda sehingga memperkokoh lingkaran keluarga; j. Saling mengenal dan menyayangi; 91 Hj. Huzaimah tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Fiqih Kontemporer Bandung: Angkasa, 2005, h. 134. k. Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa suami dan istri; l. Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga Islam yang sesuai dengan ajaran-Nya terkadang bagi orang yang tidak menghiraukan kalimat Allah SWT. maka tujuan nikahnya akan menyimpang; m. Suatu tanda kebesaran Allah SWT. kita melihat orang yang sudah menikah, awalnya mereka tidak saling mengenal satu sama lainya, tetapi dengan melangsungkan tali pernikahan hubungan keduanya bisa saling mengenal dan sekaligus mengasihi; n. Memperbanyak keturunan umat Isalm dan menyemarakkan bumi melalui proses pernikahan; o. Untuk mengikuti panggilan „iffah dan menjaga pandangan kepada hal-hal yang diharamkan. 92 2. Himkah Perkawinan Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena akan berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia. Adapun hikmah pernikahan adalah: a. Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks dengan kawin badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan perasaan tenang menikmati barang yang berharga. 92 Sulaiman Al-Mufarraj, Op. Cit., h. 51. b. Nikah, jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memelihara nasib yang oleh umat Islam sangat diperhatikan sekali. c. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta, dan sayang yang merupakan sifat- sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan sesseorang. d. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak menimbulkan sikap rajin dan sunguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya sehingga ia akan banyak bekerja dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan memperbanyak produksi. Juga dapat mendorong usaha mengeksploitasi kekayaan alam yang dikaruniakan Allah bagi kepentingan hidup manusia. 93 e. Pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja diluar, sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya. f. Perkawinan dapat membuahkan, diantaranya: tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan memperkuat hubungan masyarakat, yang memang oleh Islam direstui, ditopang, dan ditunjang. Karena masyarakat yang saling 93 Sulaiman Al-Mufarraj, Op. Cit., h. 21. menunjang lagi saling menyayangi merupakan masyarakat yang kuat lagi bahagia. 94

E. Nikah di Bawah Tangan