Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008

(1)

TAHUN 2008

T E S I S

Oleh

AMIRUDDIN

067012033/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ASI EKSKLUSIF DI KABUPATEN ACEH BARAT

PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TAHUN 2008

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AMIRUDDIN

067012033/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(3)

Nama Mahasiswa : Amiruddin

Nomor Pokok : 067012033

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K)) (drh. Hiswani, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Pada Tanggal : 04 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K) Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes

2. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

3. Dr. Ir. Evawani Y. Aritonang, M.Si.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(5)

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA KONSELOR

ASI EKSKLUSIF DI KABUPATEN ACEH BARAT

PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TAHUN 2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2009


(6)

Hasil Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2005, pencapaian cakupan ASI eksklusif di perkotaan hanya 4%-12%, dan daerah pedesaan 4%-5%. Pencapaian ASI eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2006 hanya 3%. Salah satu penyebabnya yaitu masih rendahnya peran konselor dalam kinerja pencapaian ASI eksklusif terkait karena kurangnya motivasi dalam melaksanakan tugas.

Jenis penelitian ini explanatory research yang bertujuan untuk menganalisis

pengaruh antara prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, dan gaji terhadap kinerja konselor ASI eksklusif. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Barat dengan sampel 67 konselor. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik.

Hasil penelitian dengan analisis univariat seluruh variabel independen sebagian besar kategori kurang baik, dengan menggunakan uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja konselor yaitu tanggungjawab (p=0,007), pengembangan (p=0,029), kondisi kerja (p=0,045), status (p=0,020), dan gaji (p=0,037). Variabel yang tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja konselor ASI eksklusif adalah variabel prestasi (p=0,388). Variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja konselor ASI eksklusif yaitu variabel status dengan nilai Exp(β) = 62,842.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat membuat pelatihan /

seminar untuk meningkatkan motivasi konselor. Diharapkan kepada Kepala Puskesmas dan Kepala Rumah Sakit di Kabupaten Aceh Barat agar memberikan kesempatan kepada konselor untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan atau mengembangkan melalui pendidikan dan pelatihan tentang program ASI eksklusif.

Kata Kunci : Motivasi, konselor, ASI eksklusif, kinerja.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(7)

coverage of exclusive breastfeeding in urban area was only 4%-12% and in rural area was 4%-5%. The breastfeeding achievement at Aceh Barat District in 2006 only 3%. One of the causes is the lacks of counsellor role in the exclusive breastfeeding which is assumed their lack of motivation.

This explanatory study is aimed to analyze the influence of achievement, responsibility, development, working condition, status, salary on the performance of exclusive breastfeeding counsellor. This study was conducted in Aceh Barat District with 67 counsellors as the samples. Data analysis were done by using univarate, bivariate analysis using chi-square test, and multivariate analysis using logistic regression test.

The result of the study with univariate analysis of independent variable most unfavourable category, and multivariate analysis shows that variables which have influence significantly on counsellor performance are responsibility (p=0,007), development (p=0,029), working condition (p=0,045), status (p=0,020) and salary (p=0,037). The variable which does not have influence significantly on the performance of exclusive breastfeeding counsellor is achievement (p=0,388). The variable which have biggest influence on the performance of exclusive breastfeeding counsellor is status with value Exp (β) = 64,842.

It is also suggested to the head of Health Center and the Head of Hospital in Aceh Barat District to give the chance to the counselors to continue their study to higher education and or to improve their knowledge through training and education program on exclusive breastfeeding.


(8)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Berkah dan RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Motivasi Konselor Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008.”

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, namun demikian penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada: Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K), selaku ketua Komisi Pembimbing dan drh. Hiswani, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk sepenuhnya, sehingga sampai selesainya penulisan tesis ini.

Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan tesis ini, terutama kepada :

1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera

Utara.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(9)

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Sekretaris Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Ir. Evawani Y. Aritonang, M.Si, dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, Komisi Penguji atau Pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. dr. T. Amir Hamzah, Sp.PD, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat beserta jajarannya yang telah membantu dan memberikan izin penelitian.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Ayahanda, ibunda, kakanda, dan adinda yang tidak pernah berhenti memberikan

dukungan pada penulis, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih tidak terhingga karena berkat do’a dan restu mereka, penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

9. Teristimewa untuk istri dan ananda tercinta yang penuh pengertian, kesabaran,

pengorbanan dan do’a serta selalu memberikan motivasi pada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.


(10)

Suarni Asmuni, yang telah memberikan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Februari 2009 Penulis

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(11)

Nama : AMIRUDDIN

Tempat/Tgl. Lahir : Cot Pluh, 21 Juli 1965

Agama : Islam

Status : Sudah Menikah

Jumlah anak : 2 orang.

Alamat : Jl. Keperawatan No. 28 Desa Suak Ribe Aceh Barat

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1973-1979 : SD Negeri No. 2 Bubon

2. Tahun 1979-1982 : SMP Negeri Sama Tiga Aceh Barat

3. Tahun 1982-1985 : SPK Meulaboh Aceh Barat

4. Tahun 1991-1994 : Akper Depkes Palembang

5. Tahun 1999-2000 : Program D-IV Perawat Pendidik

Universitas Sumatera Utara

6. Tahun 2006-2009 : Pascasarjana USU Medan Program Studi Administrasi

Dan Kebijakan Kesehatan

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Tahun 1985 – 1991 : Perawat Puskesmas Sama Tiga Aceh Barat

2. Tahun 1994 – 1999 : Guru SPK

3. Tahun 2000 – sekarang : Poltekkes Banda Aceh Prodi D-III Keperawatan


(12)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Hipotesa ... 8

1.5.Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Motivasi ... 9

2.2. Kinerja Konselor ASI Eksklusif ... 15

2.3. Landasan Teoritis ... 37

2.4. Kerangka Konsep ... 38

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 47

3.7. Metode Analisa Data ... 48

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 50

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

4.2. Analisa Univariat ... 52

4.3. Analisa Bivariat ... 65

4.4. Analisis Multivariat (Regresi Logistik) ... 69

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(13)

Darussalam Tahun 2008 ... 74

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

6.1. Kesimpulan ... 88

6.2. Saran ... 89


(14)

Nomor Judul Halaman 3.1. Jumlah Konselor di seluruh Puskesmas kecamatan (12

Kecamatan) Di Kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh

Darussalam Tahun 2007... 41

3.2. Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 44

3.3. Aspek Pengukuran Karakteristik Responden... 47

3.4. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... 48

3.5. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 48

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Konselor di kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam... 52

4.2. Distribusi Prestasi Konselor Kabupaten Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008... 54

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab Konselor Kabupaten Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008... 56

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengembangan Konselor Kabupaten Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008... 58

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kerja Konselor Kabupaten Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008... 60

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Status Konselor Kabupaten Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 ... 61

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Gaji Konselor Kabupaten Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 ... 63

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Konselor ASI Eksklusif Kabupaten Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 ... 65

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(15)

4.10. Pengaruh Tanggung Jawab Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh Darussalam

tahun 2008... 66

4.11. Pengaruh Pengembangan Konselor Terhadap Kinerja Konselor

ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2008... 67

4.12. Pengaruh Kondisi Kerja Konselor Terhadap Kinerja Konselor

ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe

Aceh Darussalam tahun 2008 ... 68 4.13. Pengaruh Konselor Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif di

Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

tahun 2008... 68 4.14. Distribusi Gaji Konselor Terhadap Kinerja Konselor ASI

Eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam Tahun 2008... 69

4.15. Hasil Uji Regresi Tahap Pertama Motivasi Konselor Terhadap

Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 ... 70

4.16. Hasil Uji Regresi Tahap Kedua Motivasi Konselor Terhadap

Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat


(16)

Nomor Judul Halaman 2.1. Skema Motivasi Model 2 Faktor Herzberg ... 37

2.2. Kerangka Konsep... 38

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(17)

1. Formulir Kuesioner ... 93

2. Ujicoba Kuesioner (Validitas Dan Reliabilitas)... 98

3. Master Data Penelitian ... 99

4. Output SPSS... 104

5. Surat Keterangan Izin Penelitian Dari Pascasarjana USU ... 127

6. Surat Keterangan Izin Penelitian Lapangan dari Dinkes Kabupaten Aceh Barat ... 128

7. Surat Keterangan Penyelesaian Penelitian dari Dinkes Kabupaten Aceh Barat ... 129


(18)

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pola berfikir holistik sangat penting dalam penanganan berbagai masalah kesehatan dikarenakan masalah kesehatan pada hakikatnya bukanlah disebabkan oleh penyebab yang berdiri sendiri, tetapi mempunyai keterkaitan dengan beberapa faktor yang saling berpengaruh. Kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan, pelayanan kesehatan yang meliputi perawatan bidan serta sukarelawan yang dilatih sebagai konselor serta gaya hidup dan lingkungan (Roesli, 2005).

Berdasarkan pendapat Claude S. George (1950) mengatakan bahwa motivasi seseorang berkaitan dengan kebutuhan meliputi tempat dan suasana lingkungan kerja sehingga konselor laktasi yang mengalami penurunan motivasi berakibat hasil kerja yang tidak memuaskan dan mengakibatkan hasil pencapaian ASI eksklusif menurun (Sidi, 2004).

Penurunan pencapaian ASI eksklusif ini akan berpengaruh pada lingkungan pekerjaan yang akan berdampak pada motivasi kerja konselor di puskesmas. Motivasi konselor akan berbeda antara satu konselor dengan konselor yang lainnya. Motivasi kerja merupakan suatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Dorongan yang dimiliki oleh para konselor ini terkait dengan teori motivasi baik dalam diri konselor maupun dari luar konselor itu sendiri. Berdasarkan defenisi motivasi


(19)

tersebut, motivasi merupakan faktor utama konselor melakukan segala pekerjaan untuk mencapai hasil kerja yang optimal (Monica dan Eliana, 1998).

Peningkatan motivasi personal harus dilakukan untuk menjaga semangat kerja sehingga tidak terjadi penurunan akibat dari kegiatan rutin. Pengamatan pada motivasi personal harus dilakukan secara terus-menerus, dan merupakan tanggung jawab atasan. Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi pribadi yang memiliki potensi dan motivasi tinggi (Winardi, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Juliani (2007) menunjukkan kecenderungan perawat menyatakan bahwa motivasi yang diperoleh berada pada kategori kurang (53,4%), hal ini memberi interpretasi bahwa tugas dan tanggung jawab keprofesian perawat kurang. Motivasi bagi konselor merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kualitas kerja yang akan dilaksanakan dan diterima oleh ibu-ibu menyusui di puskesmas dimana hal ini berhubungan dengan kinerja yang dimiliki oleh konselor

Praktek pelayanan yang dilakukan oleh petugas yang telah dilatih sebagai konselor dan sarana pelayanan kesehatan banyak dipengaruhi oleh perilaku pemberian ASI. Pada kebanyakan kasus, pemberian ASI segera (setengah jam) setelah kelahiran bergantung pada pengetahuan dan komitmen petugas yang membantu persalinan ibu. Pemberian ASI tidak semua dilakukan dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir seperti dianjurkan. Hal ini merupakan kendala dalam menggalakkan ASI eksklusif. Kendala lain adalah kecenderungan pelayanan petugas kesehatan yang kurang menggembirakan terutama penanggung jawab ruang bersalin


(20)

yang belum mengupayakan agar ibu memberikan ASI pada bayi melainkan langsung memberikan susu botol pada bayi (Depkes RI, 2000; Depkes RI, 2001).

Konseling merupakan satu kegiatan yang dilakukan untuk membantu petugas kesehatan terutama untuk para bidan, perawat dan dokter dalam membantu ibu untuk mendapatkan informasi dalam pemberian ASI. Keterampilan konseling tidak masuk di dalam program pendidikan dokter, perawat dan bidan. Tujuan dilaksanakan konseling ini adalah untuk melatih para tenaga kesehatan meningkatkan keterampilan dasar pemberian ASI. Cara memberikan dukungan dan semangat ibu untuk memberikan ASI eksklusif (WHO, 1993).

Promosi kesehatan/pendidikan ASI dilakukan secara aktif untuk melayani ibu-ibu baik yang sedang menyusui serta ibu-ibu yang sedang hamil. Untuk mendukung promosi ini dilakukan pendidikan dan pelatihan untuk para petugas kesehatan. Program manajemen laktasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melaksanakan promosi tersebut. Kegiatan ini telah berlangsung sejak tahun 1977 melalui “Program Laktasi” seperti yang dikemukakan oleh Naylor tahun 1983 bahwa program ini mencakup bagian dari kesehatan ibu dan anak serta unit perawatan dari satu bagian ruang rumah sakit yang bersangkutan. Program ini juga dilakukan oleh tim manajemen laktasi yang terdiri dari seorang profesor dokter anak, perawat spesialis anak, bidan, ahli gizi, perawat serta bidan-bidan yang ada di daerah (Soetjiningsih, 1997).

Masalah dalam pemberian informasi dan keterampilan ibu untuk memberikan ASI pada bayi merupakan tanggung jawab dari semua petugas kesehatan untuk

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(21)

memberikan informasi secara benar dan seluas-luasnya. Pemahaman sangat penting dalam pemberian ASI karena tidak akan berhasil jika tidak diikuti dengan kemauan ibu untuk memberikan ASI selama 6 bulan pada bayi (Roesli, 2008).

Pekan ASI Sedunia dilaksanakan mulai tahun 1992 dan dilaksanakan setiap

minggu pertama bulan Agustus pada tiap tahunnya untuk memperingati Innocenti

Declaration. Pelaksanaan Innocenti Declaration bertujuan untuk melindungi,

meningkatkan dan mendukung pemberian ASI eksklusif. Deklarasi ini ditandatangani oleh pejabat-pejabat dari 30 negara termasuk Indonesia, bersama UNICEF dan WHO di Florence Italia.

Hasil penelitian yang dilakukan Edmond 2006 dalam (Roesli, 2008) di Inggris terhadap 11.000 bayi dipublikasikan di pediatrik didapatkan hasil jika bayi diberi ASI segera setelah kelahiran yaitu diberi ASI satu jam setelah kelahiran maka 22% nyawa bayi di bawah 28 hari dapat terselamatkan dan jika bayi diberi ASI setelah dua jam atau lebih dari dua jam kelahiran sampai dua puluh empat jam maka tinggal 16% nyawa bayi di bawah 28 hari yang dapat diselamatkan. Deklarasi Innocenti (Italia) dijadikan sebagai promosi perlindungan dan dukungan terhadap penggunaan ASI, disepakati bahwa pencapaian ASI eksklusif adalah sebesar 80% (Roesli, 2008).

Badan kesehatan dunia WHO menyatakan hanya 35% dokter dan 6% perawat yang mengetahui refleks dari pembentukan ASI. Refleks pembentukan ASI merupakan dasar dari pengelolaan untuk ibu yang menyusui (Soetjiningsih, 1997). Penelitian yang dilakukan oleh Suroto-Hamzah (2001) terhadap para perawat dari 16


(22)

kota se-Jawa Barat mendapatkan 6% yang tahu akan komposisi ASI dibanding dengan susu sapi, 16% yang menjawab dengan benar mengenai indikasi dan kontraindikasi untuk menyusui, 25% yang mengetahui bahwa rawat gabung dan menyusui tanpa jadwal akan meningkatkan penggunaan ASI.

Pemberian ASI sudah dikenal sejak dahulu dan manfaatnya pun sudah diketahui dan dipahami, tetapi ternyata perkembangan zaman berdampak pada sikap terhadap pemberian ASI. Ada kondisi dan situasi yang menyebabkan ibu tidak dapat menyusui dengan baik dan benar, termasuk memberikan ASI eksklusif atau ASI saja selama 6 bulan pertama sejak kelahiran bayi, dilanjutkan dengan ASI ditambah dengan makanan pendamping, sampai bayi berusia 2 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa ibu terlalu cepat memberikan makanan pendamping ASI atau beralih ke susu formula. Penelitian juga menunjukkan bahwa ibu mudah putus asa, tidak memberikan ASI lagi kalau ibu maupun bayi mengalami kesulitan dalam pemberian ASI. Hal ini disebabkan ibu kurang mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan dalam pemberian ASI eksklusif seperti kurangnya pembekalan pengetahuan sebelum dan setelah melahirkan (Sidi, 2004).

Dalam Profil Kesehatan Nasional Tahun 2004, Indonesia sebagai salah satu Negara yang ikut menyepakati deklarasi Innocenti di Italia tahun 1992 telah mencanangkan GNPP ASI (Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu) dan PP-ASI (Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu) sebagai program nasional. Data pada tahun 2004 menunjukkan bahwa sedikitnya 96% ibu menyusui anaknya (BKKBN, 2005). Namun cakupan pemberian ASI yang tinggi saja tidaklah cukup

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(23)

untuk mencapai ASI secara eksklusif, tetapi harus diikuti dengan pola pemberian ASI yang sesuai dengan standar pemberian ASI.

Hasil Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2005, pencapaian ASI eksklusif di perkotaan hanya 4%-12%, dan daerah pedesaan 4%-5%. Pencapaian ASI yang diberikan ibu dengan kriteria usia 5-6 bulan terdapat 1%-16% dan pedesaan 2%-16% pencapaiannya. Jika dilihat standar pencapaian ASI eksklusif yang ditargetkan dalam pembangunan nasional dan strategi nasional program peningkatan cakupan pemberian ASI sebesar 80%. Hal ini membutuhkan penanganan segera untuk peningkatan keberhasilan program ASI eksklusif (Depkes RI, 2005)

Untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam AKB 21/1000 kelahiran hidup dan pencapaiannya pemberian ASI eksklusif hanya sebesar 5% (Profil Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2007).

Di Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 2006 untuk meningkatkan pencapaian ASI eksklusif sesuai dengan target nasional, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat bekerja sama dengan WHO telah melatih petugas konselor laktasi dalam lima tahap sebanyak 212 orang konselor yang tersebar di 13 puskesmas yang terdiri dari Puskesmas Johan Pahlawan 20 orang, Puskesmas Samatiga 21 orang, Puskesmas Kaway XVI 21 orang, Puskesmas Meuntulang 20 orang, Puskesmas Pante Cermin 20 orang, Puskesmas Meureubo 20 orang, Puskesmas Kuta Padang Layung 20 orang, Puskesmas Drien Rampak 20 orang, Puskesmas Woyla 18 orang, Puskesmas Suak Ribee 13 orang Puskesmas Woyla Barat 12 orang, Puskesmas Woyla Timur 4 orang dan Puskesmas Sungai Mas 3 orang konselor (Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2007).


(24)

Konselor yang dilatih untuk pencapaian ASI eksklusif tersebut adalah perawat, dan bidan baik yang sudah PNS maupun yang honor yang bekerja di puskesmas dalam dan Rumah Sakit yang ada dalam Kabupaten Aceh Barat (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2007).

Alasan pelatihan konselor laktasi di Kabupaten Aceh Barat adalah AKB 45 per 1000 kelahiran hidup tahun 2004, 35 per 1000 pada tahun 2005, dan 13 per 1000 kelahiran hidup tahun 2006 dan pencapaian program ASI eksklusif hanya 3% saja (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2007). Sedangkan pencapaian target nasional adalah sebesar 80% (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh para petugas kesehatan perawat dan bidan yang sudah dilatih menjadi konselor laktasi diharapkan memiliki tanggung jawab akan masalah yang dihadapi oleh para ibu-ibu yang menyusui dan yang akan menyusui. Kesiapan dan pendidikan serta motivasi yang dimiliki oleh petugas menentukan keberhasilan dari program manajemen laktasi ini. Motivasi dapat menimbulkan semangat/dorongan kerja. Dorongan yang dimiliki oleh para konselor ini terkait dengan motivasi baik dalam diri konselor maupun dari luar konselor itu sendiri (Depkes RI, 2001).

Dari uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh motivasi konselor terhadap kinerja konselor ASI eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008. Hal ini sesuai dengan program Departemen Kesehatan RI dalam upaya pelaksanaan program ASI eksklusif.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(25)

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja konselor ASI eksklusif di kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja konselor ASI eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2008.

1.4. Hipotesa

Ada pengaruh motivasi terhadap kinerja konselor ASI eksklusif Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat sebagai bahan masukan

penambahan informasi mengambil langkah-langkah kebijakan mendatang dalam rangka peningkatan pencapaian program ASI eksklusif

2. Peningkatan kerja para konselor dalam pelaksanaan tugas konselor

memberikan informasi tentang pemberian ASI eksklusif bagi ibu terutama bagi ibu yang bekerja di luar rumah dan ibu yang tidak memiliki pengalaman dalam memberikan ASI eksklusif untuk tumbuh kembang bayi.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin “movere” yang berarti “to move” atau menggerakkan. Kata dasar motivasi adalah “motive” yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Nawawi (1998) mendefenisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang mengerjakan pekerjaan secara sadar. Chung dan Meggison (dalam Gomes, 1999) menjelaskan motivasi adalah perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan seseorang untuk mengerjakan satu tujuan. Sementara itu, Robbin (dalam Muchlas, 1998) mendefenisikan motivasi adalah sebagai kemampuan berjuang ke tingkat yang lebih tinggi menuju terjadinya tujuan organisasi, dengan syarat tidak mengabaikan kemampuannya untuk memperoleh kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan.

Defenisi motivasi yang lain adalah suatu proses psikologi. Namun demikian bukan berarti bahwa motivasi adalah satu-satunya unsur yang bisa menjelaskan adanya perilaku seseorang. Banyak unsur-unsur lain yang dapat menerangkan terjadinya perilaku, dimana persepsi, kepribadian dan lingkungan adalah unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku tersebut (Miftah, 2003).


(27)

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerja untuk mencapai kinerja maksimal (Mangkunegara, 2005).

2.1.2. Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

3. Mempertahankan kestabilan karyawan

4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5. Mengaktifkan pengadaan karyawan

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan 8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 10.Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

2.1.3. Model Motivasi

Model motivasi berkembang dari teori klasik (tradisional) menjadi teori modern, sesuai dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Model-model motivasi ada tiga, yaitu :


(28)

1. Model tradisional yaitu mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar bergairah kerjanya meningkat, perlu diterapkan system insentif semakin besar produksi semakin banyak insentif yang diberikan kepada karyawan yang berprestasi

2. Model hubungan manusia mengemukakan bahwa memotivasi bawahan agar

bergairah dalam pekerjaannya dengan mengakui kebutuhan social mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.

3. Model sumber daya manusia mengemukakan bahwa karyawan dimotivasi oleh

banyak faktor, bukan hanya uang/barang atau keinginan terhadap pencapaian kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini, karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik.

2.2.4. Teori Motivasi

Teori-teori motivasi diklasifikasikan /dikelompokkan atas:

1. Teori Kepuasan (Content Theory) yang memusatkan dengan apa yang dimotivasi

2. Teori Motivasi Proses (Process Theory) yang memusatkan bagaimananya

motivasi.

3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) yang menitikberatkan pada cara dimana perilaku dipelajari (Malayu, 2005)

Berbeda dengan Handoko, pengelompokan teori motivasi menurut Nawawi (1998) dibagi menjadi 2, yaitu teori isi yang berfokus pada “apa” yang mendorong

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(29)

manusia melakukan kegiatan tertentu, dan teori proses yang berfokus pada “bagaimana” mendorong manusia agar berbuat sesuatu termasuk dalam bekerja di sebuah organisasi. Teori isi terdiri dari teori kebutuhan dari Abraham Maslow, teori prestasi dari Davis McClelland (1961). Teori proses motivasi terdiri dari teori penguatan, teori harapan dan teori tujuan sebagai motivasi.

2.1.4.1. Teori kebutuhan dari Abraham Maslow (1954)

Teori motivasi ini dikenal sebagai “Abraham Maslow hierarchy of needs”

dengan 5 tingkatan kebutuhan, yaitu : 1. Kebutuhan fisiologi

Menurut Maslow, kebutuhan fisik merupakan kebutuhan terendah yang harus dipenuhi dahulu. Kebutuhan itu yaitu kebutuhan makan, perumahan dan seks.

2. Kebutuhan keamanan

Kebutuhan akan keamanan jiwa yang sewaktu bekerja dan aman akan harta yang ditinggalkan sewaktu bekerja

3. Kebutuhan sosial

Kebutuhan sosial diwujudkan dalam perilaku keterlibatan emosional, rasa memiliki dan dimiliki, penerimaan dan persahabatan.

4. Kebutuhan penghargaan

Termasuk faktor-faktor yang penghargaan internal seperti harga diri, otonomi dan keberhasilan, dan faktor penghargaan eksternal seperti status, kekuasaan, pengakuan dan perhatian.


(30)

5. Aktualisasi diri

Dorongan untuk menjadi seseorang yang berarti dan mampu berbuat sesuatu seperti pertumbuhan professional, pencapaian potensi tertentu dan pencapaian kepuasan diri.

2.1.4.2. Teori dua faktor (teori motivasi Higiene) dari Frederick Herzberg (1959) Pada teori dua faktor menunjukkan adanya 2 kelompok faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu faktor kepuasan (satisfaction factors) atau motivator dan faktor bukan kepuasan (dissatisfies) sering disebut dengan pemeliharaan atau hygienic factors.

Faktor yang mempengaruhi motivator adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan, dan pengembangan potensi individu. Sedangkan faktor higiene adalah terdiri dari kebijakan dan administrasi perusahaan, mutu pengendalian teknis, kondisi kerja, hubungan kerja, status kerja, keamanan kerja, kehidupan pribadi dan penggajian (Handoko, 1995).

2.1.4.3. Teori Prestasi dari David McClelland

McClelland dalam Handoko (1995) menemukan bahwa kebutuhan berprestasi dapat dikembangkan pada orang dewasa. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi memiliki karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan yaitu:

1. Menyukai pengambilan resiko yang layak sebagai fungsi keterampilan, menyukai suatu tantangan dan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi hasil yang dicapai.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(31)

2. Menyukai kecenderungan menetapkan tujuan prestasi yang layak dan menghadapi resiko yang telah diperhitungkan.

3. Memiliki kebutuhan terhadap umpan balik apa yang dikerjakan.

4. Mempunyai keterampilan perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan

organisasi.

Teori McClelland (1961) ini berkaitan dengan kebutuhan tertinggi pada

kebutuhan Maslow yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini mengharuskan seseorang untuk belajar agar menguasai keterampilan yang memungkinkan seseorang mencapai prestasi.

2.1.4.4. Teori penguatan

Teori penguatan ini didasarkan oleh 2 prinsip yaitu : prinsip hukum ganjaran dan prinsip respon dan rangsangan. Berdasarkan prinsip pertama seseorang akan mengalami penguatan tingkah laku bila mendapat ganjaran positif/menyenangkan. Seseorang yang merasa berhasil menunaikan pekerjaannya/kewajibannya dengan sangat memuaskan, memperoleh dorongan positif untuk bekerja keras lagi di masa yang akan datang sehingga meraih keberhasilan yang lebih besar dalam karir. Dalam hal ini terlihat motivasi bersifat positif.

Sebaliknya jika seseorang kurang berhasil melakukan kewajibannya / tugasnya maka mendapat teguran dari atasannya, teguran merupakan faktor yang negatif oleh yang bersangkutan yang dijadikan dorongan untuk memperbaiki


(32)

kekurangan atau kesalahan sehingga di masa depan situasi kekurangberhasilan tidak terulang kembali.

2.1.4.5. Teori pengharapan

Teori pengharapan ini dikenal dengan Vector Vroom (1971) dalam Muchlas, (1998) dikatakan bahwa kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu tergantung pengharapan, bahwa tindakan ini segera diikuti oleh sebuah hasil dan tergantung pada daya tarik hasil tersebut kepada individu itu sendiri.

2.2. Kinerja Konselor ASI Eksklusif 2.2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah prestasi atau kemampuan yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan didalam organisasi (Mangkunegara, 2000). Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu, yang meliputi faktor individu adalah kemampuan, keahlian dan latar belajang serta demografi. faktor psikologis meliputi persepsi, sikap, personality, pembelajaran dan motivasi.

Secara psikologis, kinerja pegawai terdiri dari kinerja potensi dan kinerja realitas. Artinya, pegawai yang memiliki kinerja di atas rata-rata dengan pendidikan atau pengetahuan memadai untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(33)

lebih mudah mencapai kinerja (prestasi) yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job) (Riduwan, 2008). Jadi dimensi dari variabel kinerja pegawai adalah pengetahuan dan keterampilan.

Menurut Gibson, Ivancevich dan Donelly (1996), variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku individual atau apa yang seseorang pekerja lakukan (misalkan: dalam menghasilkan keluaran, menjual mobil, merawat mesin). Variabel individual diklasifikasikan sebagai kinerja dan keterampilan, latar belakang, dan demografis.

Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangat penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Ilyas, 2001).

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja personil, dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas (Ilyas, 2001).


(34)

2.2.2. Konselor ASI Eksklusif 2.2.2.1 Pengertian Konselor ASI

Konselor ASI adalah orang yang dibekali keterampilan untuk membantu ibu memutuskan apa yang terbaik untuknya dan menumbuhkan kepercayaan diri ibu dalam memberikan ASI pada bayi (Siregar, 2004)

2.2.2.2. Konseling Pemberian ASI

Penyuluhan, bimbingan konseling pemberian ASI perlu diprogramkan oleh rumah bersalin/rumah sakit, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan untuk ibu dalam perawatan kehamilan, persalinan dan menyusui. Penyediaan pojok konsultasi berupa klinik laktasi, membuka pelayanan informasi melalui telepon, mendirikan Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan Kader Kelompok Pendukung ASI (KKP-ASI) adalah contoh kegiatan yang dapat mendukung keberhasilan ibu dalam memberikan ASI pada bayi. Penyuluhan masyarakat secara luas dengan menggunakan berbagai media maupun penjelasan di tempat-tempat pelayanan kesehatan dan pusat-pusat kegiatan masyarakat lainnya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya ASI (Sidi, 2004).

1. Pokok-pokok dalam memberikan konseling ASI

Pokok-pokok yang perlu diperhatikan dalam memberikan konseling ASI adalah sebagai berikut :

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(35)

a. Konseling memerlukan kemampuan berdialog dalam komunikasi antar pribadi, yang bersifat mendalam dan individual

b. Setelah konseling diharapkan mampu melihat diri dan situasi, memahami

kondisi dan kebutuhan, mampu memilih dan mengambil sikap dengan pemahaman yang mendalam tentang segala konsekwensi dan resiko sehingga lebih mantap dalam berperilaku

c. Untuk dapat memberi konseling petugas harus mampu mengenal klien

secara individual, meluaskan wawasan klien, untuk dapat memberdayakan dirinya sehingga mampu memilih secara mandiri, memutuskan dan mantap ketika menjalaninya (Soetjiningsih, 1997).

2. Kemampuan yang harus dimiliki oleh konselor ASI

Seorang konselor ASI harus mempunyai kemampuan dalam menjadi konselor, yaitu :

a. Keterampilan melakukan komunikasi antar pribadi.

b. Pengetahuan tentang ASI dan segala faktor yang terkait dengan pemberian

ASI, baik secara medis/teknis, sosial budaya dan agama.

c. Memahami program Pemberian ASI yang dilakukan oleh berbagai pihak baik

dari kalangan pemerintah maupun masyarakat (Depkes RI, 2005).

3. Sikap petugas konseling (konselor) ASI

Sebagai seorang petugas konseling (konselor) ASI harus mempunyai sikap sebagai berikut :


(36)

a. Menunjukkan perhatian

b. Bersikap ramah

c. Menerima klien seperti apa adanya

d. Menghargai pendapat klien dan lingkungannya

e. Memahami klien, tidak mencemooh, melecehkan atau memaksakan kehendak

sendiri

f. Menumbuhkan rasa percaya diri klien sehingga berani mengungkapkan

pikiran dan perasaannya, membahas bersama, mengambil keputusan sendiri g. Memberikan informasi secara jelas dan benar

h. Memperoleh kepercayaan klien

i. Mampu menjaga kerahasiaan klien apabila diperlukan (Soetjiningsih, 1997).

2.2.2.3. Pelayanan Laktasi (Depkes RI, 2005)

Melalui pelayanan yang optimal dan berkesinambungan, program laktasi tersebut meliputi :

1. Bimbingan prenatal merupakan dasar dari keberhasilan menyusui yang meliputi pemeriksaan, perawatan payudara, dengan menggunakan media cetak sebagai sarana untuk pendidikan bagi ibu-ibu yang menyusui

2. Pelayanan pasca natal yang rendah. Pelayanan ini meliputi pelayanan prenatal yang terlatih untuk mendapat tambahan pendidikan berkala yang akan membina ibu-ibu yang menyusui

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(37)

3. Konsultasi per telepon selama 24 jam. Penanganan yang segera untuk ibu-ibu yang mengalami masalah dalam pemberian ASI baik dengan telepon maupun dengan bimbingan ke rumah-rumah

4. Evaluasi proses menyusui di klinik laktasi. Adanya pemeriksaan rutin untuk

klinik laktasi yang di dalamnya memiliki rujukan pada kasus-kasus yang sulit dan memahami penyebab dan pengobatan penyakit

5. Konsultasi untuk NICU (Neonatal Intensive Care Unit) Untuk

mengkonprehensifkan program ini maka didukung oleh para petugas yang berkompeten untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul

6. Pendidikan petugas kesehatan. Dampak dari program laktasi ini adalah tidak

hanya pada ibu-ibu tetapi juga terhadap petugas kesehatan lain. Timbulnya kesadaran para petugas dalam peningkatan pengetahuan dasar mengenai filosofi laktasi dan informasi untuk menunjang manajemen laktasi.

2.2.3. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 2.2.3.1. Pengertian

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi air susu ibu saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim sampai bayi berumur 6 bulan (Roesli, 2005).


(38)

2.2.3.2. Manfaat ASI Eksklusif

Manfaat pemberian ASI, khususnya ASI eksklusif bagi bayi, ibu, keluarga, negara, bahkan dunia, sangat banyak untuk disebutkan satu per satu. Manfaat yang terpenting bagi bayi antara lain :

1. ASI merupakan nutrisi (zat gizi) yang sesuai untuk bayi yang mengandung

lemak, karbohidrat, protein, garam dan mineral, dan vitamin.

2. ASI mengandung zat protektif. Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit, karena adanya zat protektif dalam ASI yaitu laktobasilus bifidus, laktofrein, lisozim, komplemen C3 dan C4, faktor antistreptokokus, antibodi,

imunitas seluler, tidak menimbulkan alergi.

3. Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan. Waktu menyusu kulit bayi

akan menempel pada kulit ibu, kontak kulit yang demikian akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan bayi kelak.

4. Menyebabkan pertumbuhan yang baik. Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai

kenaikan berat badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas.

5. Mengurangi kejadian karies dentis. Insiden karies dentis pada bayi yang

mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisa susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk akan merusak gigi.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(39)

6. Mengurangi kejadian maloklusi. Telah dibuktikan bahwa salah satu penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan dot (Sidi, 2004).

Selain manfaat bagi bayi, pemberian ASI juga bermanfaat bagi ibu, yaitu : 1. Mengurangi pendarahan setelah melahirkan.

2. Mengurangi terjadinya anemia

3. Menjarangkan kehamilan

4. Tidak merepotkan dan hemat waktu

5. Mudah digunakan (portable) dan praktis

6. Mempercepat proses pelangsingan badan si Ibu setelah melahirkan. 7. Menurunkan resiko terkena kanker payudara.

8. Menumbuhkan ikatan kasih sayang antara ibu dan anaknya (Roesli, 2005). Selain manfaat di atas, pemberian ASI eksklusif juga dapat memberikan manfaat bagi negara yaitu akan menghemat pengeluaran negara karena hal-hal berikut :

1. Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui,

serta biaya menyiapkan susu.

2. Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah mencret dan sakit saluran nafas.

3. Penghematan obat-obatan, tenaga, dan sarana kesehatan.

4. Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk


(40)

5. Langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia (Sidi, 2004).

2.2.3.3. Komposisi ASI Eksklusif

Air susu mamalia (makhluk menyusui) spesifik spesies, yaitu disesuaikan secara alamiah dengan kebutuhan untuk tumbuh kembang secara khusus bagi bayi setiap jenis mamalia. Karena, demikian khususnya sehingga komposisi, lokasi, jumlah puting susu, dan frekuensi menyusui, semua diciptakan untuk mengoptimalkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang turunan mamalia tersebut. Demikian juga dengan air susu ibu yang telah disesuaikan dengan kebutuhan bayi (Roesli, 2005).

ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini tidak mungkin ditiru oleh buatan manusia.

Komposisi yang terkandung dalam ASI selama ibu menyusui terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Kolostrum

Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti-infeksi dan berprotein tinggi. Kolostrum merupakan pencahar ideal untuk membersihkan zat

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(41)

yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan berikutnya.

b. ASI transisi (peralihan)

ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang matang. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meningkat, dengan demikian maka volumenya juga semakin meningkat.

c. ASI matang (mature)

ASI matang merupakan ASI yang dikeluarkan sekitar hari ke-14 dan seterusnya, komposisinya relatif konstan (Alkatiri, 2003).

2.2.3.4. Peningkatan Pemberian ASI di Indonesia

Departemen Kesehatan telah menetapkan kebijakan-kebijakan untuk mendukung pemberian ASI eksklusif enam bulan ditambah dengan pemberian

makanan pendamping ASI mulai umur 6 bulan sampai 2 tahun. United Nation

International Children Emergency Fund (UNICEF) memberi dukungan kepada

Departemen Kesehatan dan mitra kerja lainnya dalam hal :

1. Finalisasi kebijakan nasional mengenai pemberian makanan pada bayi dan

balita.

2. Peningkatan alokasi sumber daya, termasuk sumber daya manusia, pendanaan dan pengorganisasian untuk pemberian makanan pada bayi dan balita


(42)

3. Memberikan motivasi kepada petugas kesehatan, fasilitas, serta lembaga-lembaga profesi khususnya yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan bayi untuk tidak mengedepankan kebutuhan komersial.

4. Melatih petugas kesehatan mengenai keterampilan konseling untuk pemberian

ASI dan MP-ASI

5. Revitalisasi gerakan rumah sakit sayang ibu/sayang bayi, supaya fasilitas

pelayanan kesehatan untuk persalinan memenuhi “sepuluh langkah untuk keberhasilan menyusui”

6. Penegakan peraturan perundangan mengenai pengendalian pemasaran susu bayi

dan pengganti ASI, serta peraturan perundangan untuk memberi perlindungan terhadap perempuan yang bekerja

7. Sosialisasi kebijakan mengenai pemberian makanan pada bayi dan balita dalam keadaan darurat (Depkes RI, 2005).

2.2.3.5. Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Tentang ASI di Puskesmas

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) dalam Strategi Nasional

Peningkatan Pemberian ASI Sampai Tahun 2005 menyatakan bahwa peningkatan pemberian ASI yang meliputi pemberian ASI eksklusif, menganjurkan ibu menyusui sampai bayinya berusia 2 tahun, dengan tidak membuang kolostrum. Hal tersebut merupakan salah satu upaya dalam peningkatan sumber daya manusia. Target pemerintah tahun 2005 adalah 80% ibu menyusui telah memberikan bayinya ASI eksklusif.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(43)

Untuk mencapai hal tersebut di atas Departemen Kesehatan RI (2002) telah menyusun Strategi Nasional yang salah satu sasarannya adalah petugas kesehatan dan masyarakat di wilayah kerja puskesmas. Tujuan umum dari kebijakan pemerintah tentang ASI di Puskesmas adalah meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberiannya sampai bayi berusia 2 tahun dengan pemberian secara baik dan benar. Salah satu tujuan khususnya adalah meningkatkan petugas kesehatan di tingkat puskesmas dalam melaksanakan manajemen laktasi dengan sasaran ibu-ibu di wilayah kerja puskesmas. Kegiatan yang dilakukan adalah : 1) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak), 2) Melengkapi sarana dan prasarana, 3) Melakukan pembinaan, dan 4). Melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 450/Menkes/SK/IV/2004 tanggal 07 April 2004 yaitu :

1. Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan

Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.

2. Melakukan pelatihan bagi petugas kesehatan dalam hal pengetahuan dan

keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan

penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun, termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.


(44)

4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi sesar bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.

5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan

menyusui meski ibu dipisahkan dari bayi atas indikasi medis.

6. Tidak memberikan makanan maupun minuman apapun selain ASI kepada bayi

baru lahir.

7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam

sehari.

8. Membantu ibu menyusui semua bayi tanpa pembatasan terhadap lama dan

frekuensi menyusui.

9. Tidak memberikan susu botol atau kompeng kepada bayi yang diberi ASI.

10.Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu

kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit, rumah bersalin, sarana pelayanan kesehatan lainnya.

Namun harus juga mendapat dukungan segenap masyarakat dan komitmen yang sungguh-sungguh dari pemerintah maupun masyarakat itu sendiri terutama yang dekat dengan ibu dalam kesehariannya seperti suami, mertua dan lain-lain (Kresnawan, 2003). Keyakinan agama tertentu juga dapat berpengaruh seperti adanya pemberian makanan kurma pada bayi baru lahir karena mengikuti sunah rasul. Mitos-mitos yang berkembang beranggapan bahwa dengan menyusui akan mengurangi

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(45)

keindahan tubuh si ibu karena payudara ibu menjadi kendor dan tubuh ibu menjadi gemuk (Widodo, 2001)

2.2.3.6. Faktor-Faktor (Determinan) Yang Mempengaruhi Pemberian ASI

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola menyusui (Kresnawan, 2003; Depkes RI, 2005; Roesli, 2005; Soetjiningsih, 1997) dapat ditinjau dari 3 aspek adalah :

1. Aspek genetik (faktor keturunan)

Faktor yang berasal dari dalam ibu sendiri termasuk di dalamnya umur ibu, keadaan kesehatan ibu, paritas, pemakaian kontrasepsi, psikis ibu dan pengetahuan (Soetjiningsih, 1997). Produksi ASI akan mengalami perubahan pada kenaikan jumlah paritas walaupun tidak bermakna, dimana pada anak pertama jumlah ASI sebanyak 580 ml per 24 jam, anak kedua 654 ml per 24 jam, anak ketiga 603 ml per 24 jam, anak keempat 600 ml per 24 jam, anak kelima 506 ml per 24 jam dan anak keenam 524 ml per 24 jam (Alkatiri, 2003).

Selain itu pemakaian alat kontrasepsi dapat mempengaruhi produksi ASI, khususnya jenis pil yang mengandung estrogen yang tinggi akan menurunkan produksi ASI, oleh karenanya penggunaan kontrasepsi pada masa laktasi harus menggunakan urutan prioritas mulai dari MOW (Metode Operasi Wanita) atau MOP (Metode Operasi Pria) bila tidak ingin punya anak lagi. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam rahim), suntikan depoprovera, susuk norplant, mini pil dan menggunakan pil kombinasi bila ASI tidak dibutuhkan lagi atau setelah makanan


(46)

tambahan diperkenalkan pada bayi dan mengandung estrogen rendah (Soetjiningsih, 1997, Pusdiknakes, 1993).

Keadaan psikis ibu juga sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui. Ibu yang mengalami kecemasan akan lebih sedikit mengeluarkan ASI-nya dibandingkan yang tidak. Ibu yang kurang percaya diri tidak yakin bahwa ia mampu menyusui dengan baik adanya tekanan batin, takut kehilangan daya tarik sebagai wanita kesemuanya ini dapat mempengaruhi kegiatan menyusui (Widodo, 2001).

Pengetahuan ibu termasuk keunggulan dalam pemberian ASI serta kerugian yang akan ditimbulkan oleh susu formula yang diberikan pada bayi melalui botol terutama sebelum bayi umur 4-6 bulan sehingga dapat memotivasi mereka untuk memberi ASI. Dengan yang benar dan menguntungkan bagi bayi, ibu dan keluarga. Waktu pemberian ASI pada bayi diperoleh rentang waktu yang lama pada ibu yang mendapatkan pendidikan mengenai ASI, dan ditambah dengan saran-saran dari petugas kesehatan (Roesli, 2005).

2. Aspek lingkungan

Faktor ekstrinsik terdiri dari faktor sosial budaya masyarakat yang dapat berpengaruh terhadap pemberian ASI. Strata sosial seperti adanya lapisan-lapisan di masyarakat yang digolongkan berdasarkan status ekonomi, kedudukan dan pekerjaan semua ini dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif. Adanya diskriminasi antara anak laki-laki dan perempuan yang berdampak pada

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(47)

perolehan ASI, ibu lebih mengutamakan menyusui anak laki-laki dari pada anak perempuan karena adanya budaya pengutamaan anak laki-laki (Roesli, 2000).

3. Aspek gaya hidup

Aspek ini merupakan salah satu dari perilaku yang tidak terlepas dari lingkungan sosial budaya dan keadaan si ibu itu sendiri. Mengikuti teman atau orang yang terkemuka yang memberikan susu botol, merasa ketinggalan jaman jika menyusui bayinya adalah merupakan fenomena yang muncul di masyarakat. Faktor-faktor lain yang memperkuat penggunaan susu botol adalah pengaruh kosmetologi, gengsi supaya kelihatan lebih modern dan tidak kalah pentingnya adalah pengaruh dari iklan (Widodo, 2001).

4. Aspek pelayanan kesehatan

Petugas kesehatan memegang peranan penting dalam menyukseskan program ASI eksklusif. Kurangnya tenaga kesehatan dapat menyebabkan kurangnya tenaga yang dapat menjelaskan dan mendorong tentang manfaat pemberian ASI. Namun dapat pula sebaliknya justru petugas kesehatan memberi penerangan yang salah dengan menganjurkan pengganti ASI dengan susu kaleng.

Kebijakan institusi yang tidak menyokong serta nasehat petugas kesehatan yang bertentangan dan menghambat fisiologi laktasi adalah pencetus berakhirnya laktasi. Ketidakacuhan tenaga kesehatan serta program institusi pemerintah yang tidak terarah dan tidak mendukung adalah salah satu penyebab utama penurunan penggunaan ASI. Informasi yang cukup dapat disampaikan melalui berbagai media, namun akan lebih baik informasi ini berasal dari petugas kesehatan. Selain


(48)

itu pemberian ASI pertama setelah anak lahir akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Tiga puluh menit setelah lahir anak sebaiknya langsung diperkenalkan dengan ASI karena akan mempengaruhi produksi ASI disebabkan perangsangan terbentuknya ASI (Sidi, 2004).

Semakin cepat dan sering rangsangan tersebut akan memperlancar pengeluaran ASI. Diketahui bahwa bayi yang disusui tiga puluh menit setelah dilahirkan atau sebelumnya akan memungkinkan untuk tidak memberikan makanan pralaktal pada bayi. Tiga puluh menit pertama ini petugas kesehatan penuh berada di sisi ibu dan bayi karena sangat menentukan (Widodo, 2001).

2.2.3.7 Manajemen Laktasi

Manajemen laktasi adalah tatalaksana yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya dimulai pada antenatal, segera setelah bayi lahir, neonatal dan post neonatal (Depkes RI, 2005).

2.2.3.7.1. Manajemen Laktasi yang Dilakukan pada Masa Antenatal

Pada masa ini, setiap ibu hamil datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk periksa kehamilannya maka dilakukan manajemen laktasi dengan urutan sebagai berikut :

a. Pemeriksaan kesehatan atau fisik yang dimulai dengan anamnesa.

b. Pemeriksaan kehamilan dimulai dengan anamnesa, dilanjutkan inspeksi, palpasi dengan Leopold untuk dapat memperkirakan kehamilan, umur kehamilan, posisi janin, letak janin, perkiraan kehamilan.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(49)

c. Pemeriksaan payudara dilanjutkan perawatan, yang paling penting adalah puting susu, untuk mempersiapkan menyusui apabila sudah melahirkan.

d. Melakukan pemantauan kenaikan berat badan (BB) dengan menimbang BB ibu

hamil, yang terpenting adalah kenaikan sebelum dan sesudah hamil sampai pada trimester III. Selama trimester I terjadi kenaikan BB sebesar 0,7-1,4 kg tiap minggu dan selama trimester I dan II kenaikan BB menjadi lebih banyak yaitu 0,35-0,4 kg seminggu. Selama kehamilan kenaikan BB sekitar 7-12 kg.

e. Diberikan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai ASI dan

kecukupan gizi. Mengenai ASI misalnya tentang manfaat ASI dan menyusui; cara menyusui yang benar, manfaat rawat gabung, bahaya dari susu formula atau susu botol. Mengenai gizi misalnya tentang makanan ibu hamil, agar memperhatikan kecukupan gizinya dalam makanan sehari-hari, termasuk mencegah kekurangan zat gizi besi. Jumlah makanan sehari-hari perlu ditambah mulai kehamilan trimester II sampai 1-2 porsi dari jumlah makanan pada saat sebelum hamil (Depkes RI, 2001).

2.2.3.7.2. Manajemen Laktasi Saat Segera Setelah Bayi Lahir

Pelaksanaan manajemen laktasi pada masa ini adalah dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi agar mulai kontak dengan bayi (skin

to skin) dan mulai menyusui bayi. Karena saat ini bayi dalam keadaan paling peka

terhadap rangsangan, selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu secara naluri. Peran petugas di sini adalah membantu kontak ibu dengan bayi sedini mungkin untuk memberikan rasa aman dan kehangatan.


(50)

Sekresi ASI diharapkan akan semakin cepat dengan menyusukan lebih dini. Sekresi ASI akan mudah dengan adanya rangsangan isapan mulut bayi secara refleks. Ada dua refleks yang sangat penting dalam proses laktasi, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran. Kedua refleks ini bersumber dari perangsangan puting susu akibat isapan bayi yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran. Tiga refleks yang lain yang penting dalam mekanisme isapan bayi adalah refleks menangkap (on demand) karena secara alamiah bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Sewaktu bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak, demikian halnya bayi yang lapar atau bayi kembar sesuai dengan kebutuhan bayi. Semakin kuat daya isapnya semakin banyak ASI diproduksi. Produksi ASI selalu berkesinambungan setelah payudara disusukan, maka akan terasa kosong dan payudara melunak. Pada keadaan ini ibu tetap tidak akan kekurangan ASI, karena ASI akan terus diproduksi asal bayi tetap menghisap, ibu cukup makan dan minum serta adanya keyakinan mampu memberi ASI pada anaknya. Dengan demikian ibu dapat menyusui bayi secara murni 6 bulan, dan tetap memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun (Depkes RI, 2005).

2.2.3.7.3. Manajemen Laktasi Masa Neonatus

Masa neonatus yaitu masa sebulan (sekitar 28 hari) setelah bayi lahir. Pelaksanaan manajemen laktasi masa neonatus adalah sebagai berikut :

a. Bayi hanya diberi ASI saja (ASI eksklusif) tanpa diberi minuman apapun. b. Ibu selalu dekat dengan bayi atau rawat gabungan.

c. Menyusui tanpa ada jadwal atau setiap kali meminta (on demand)

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(51)

d. Melaksanakan cara menyusui (melekatkan dan meletakkan) yang baik dan benar

e. Bila bayi terpaksa dipisah dari ibu karena indikasi medik, bayi harus tetap

mendapat ASI dengan cara memerah ASI untuk mempertahankan agar produksi ASI tetap lancar.

f. Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) dalam waktu kurang dari 30 hari setelah melahirkan (Depkes RI, 2005).

2.2.3.7.4. Manajemen Laktasi Selanjutnya (Post Neonatal)

Manajemen laktasi selanjutnya adalah masa post neonatal pada masa setelah 30 hari bayi lahir. Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), manajemen laktasi selanjutnya meliputi :

a. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lainnya.

b. Memperhatikan kecukupan gizi dan makanan ibu menyusui sehari-hari, dimana

pada saat menyusui, ibu perlu makanan sebanyak 1,5-2 kali lebih dari biasanya (4-6 piring) dan minum rata-rata 10 gelas sehari (8-12 gelas/hari).

c. Cukup istirahat / tidur siang / berbaring 1-2 jam, menjaga ketenangan pikiran dan menghindarkan ketenangan fisik yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.

d. Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk menunjang

keberhasilan menyusui.

e. Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi tidak mau


(52)

f. Memperhatikan kecukupan gizi makanan bayi, terutama setelah berusia 6 bulan, selain ASI berikan MP-ASI yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas secara bertahap.

2.2.3.7.5. Persiapan Psikologis

Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan sangat berarti, karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus sudah terjadi pada saat kehamilan atau bahkan jauh sebelumnya. Sikap ibu dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: Adat / kebiasaan / kepercayaan menyusui di daerah masing-masing, pengalaman menyusui sebelumnya atau pengalaman menyusui dalam keluarga / kerabat, pengetahuan tentang manfaat ASI, kehamilan diinginkan atau tidak, dukungan dari dokter / petugas kesehatan, teman atau kerabat dekat, terutama pada ibu yang baru pertama hamil (Soetjiningsih, 1997).

Penyuluhan, siaran radio, televisi / video, artikel di majalah / surat kabar dapat meningkatkan pengetahuan ibu, tapi tidak selalu dapat mengubah apa yang dilakukan oleh ibu. Banyak ibu yang mempunyai masalah yang kadang tidak dapat diutarakan, atau tidak dapat diselesaikan oleh dokter / tenaga kesehatan, karenanya seorang dokter / tenaga kesehatan harus dapat membuat ibu tertarik dan simpati serta berusaha mencari seseorang yang dekat atau berperan dalam kehidupan ibu, suami atau anggota keluarga / kerabat yang lain. Dokter / tenaga kesehatan harus dapat memberikan perhatian dan memperlihatkan simpatinya. Langkah-langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui adalah

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(53)

mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses dalam menyusui bayinya, menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui adalah proses alamiah yang hampir semua ibu berhasil menjalaninya, bila ada masalah maka dokter / tenaga kesehatan akan menolong dengan senang hati (Sidi, 2004).

Peran dokter / tenaga kesehatan dalam mendukung ibu menyusui sangat penting karena dapat memberikan dukungan psikologis pada ibu, sehingga ibu mau dan mampu menyusui bayinya. Hal yang diberikan pada ibu untuk mendukung psikologis ibu adalah :

a. Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan / formula.

b. Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman

menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga lainnya.

c. Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain berperan dalam keluarga, ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayinya sehingga perlu adanya pembagian tugas keluarga (Depkes RI, 2001).

Pelaksanaan manajemen laktasi tersebut dengan melakukan KIE pada ibu, karena KIE merupakan salah satu bentuk pemberian informasi pada ibu yang berkaitan dengan menyusui. Tujuan KIE pada pelaksanaan manajemen laktasi, adalah agar ibu mempunyai bekal pengetahuan tentang menyusui,. Seperti mengetahui cara-cara menyusui yang baik dan benar, tanda-tanda posisi menyusui yang benar, mengeluarkan ASI dengan tangan, mengosongkan payudara dengan pompa, cara menyimpan ASI di rumah, masalah-masalah yang dihadapi ibu menyusui dan cara mengatasinya, serta gizi yang diperlukan pada saat menyusui (Depkes RI, 2005).


(54)

2.3. Landasan Teoritis

Menurut Hezberg (1959), keputusan manusia terdiri atas dua hal yaitu puas dan tidak puas. Two Factor yaitu motivator, yang menghasilkan kepuasan kerja atau perasaan positif. Hygiene. Di sini ada perasaan negatif atau ketidakpuasan kerja. Menurut teori ini kita harus menciptakan dan meningkatkan faktor motivator dan mengurangi faktor hygiene.

Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpuasan di kalangan karyawan, yaitu : kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, hubungan dengan pengawas, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan kerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status dan keamanan.

Beberapa faktor yang sering memberikan kepuasan kepada karyawan yaitu tercapainya tujuan, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, pertanggungjawaban, peningkatan, pengembangan.

Hygiene

Ketidakpuasan Kerja Tinggi Ketidakpuasan Kerja Rendah

Gaji dan keamanan, pengawas, lingkungan kerja, Hubungan pribadi, kebijakan perusahaan

Motivator

Kepuasan Kerja Tinggi Kepuasan Kerja Rendah

Pencapaian, pengakuan, pekerjaan, tanggung jawab, Kemajuan, perkembangan.

Gambar 2.1. Skema Motivasi Model 2 Faktor Herzberg

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(55)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai

berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen Motivator

a. Prestasi

b. Tanggung jawab c. Pengembangan

MOTIVASI

Higiene

a. Kondisi kerja b. Status

c. Gaji

Kinerja Konselor ASI Eksklusif

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat kita lihat bahwa faktor prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, gaji akan berpengaruh terhadap kinerja konselor ASI eksklusif.


(56)

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah explanatory research yang menekankan penjelasan variabel motivasi konselor meliputi : prestasi, tanggungjawab, pengembangan, kondisi kerja, status, gaji terhadap kinerja konselor ASI eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan alasan bahwa di Kabupaten Aceh Barat capaian AKB 45 per 1000 kelahiran hidup tahun 2004, 35 per 1000 pada tahun 2005 dan 13 per 1000 kelahiran hidup tahun 2006 dan pencapaian program ASI eksklusif hanya 3% yang tercapai (Dinkes Kabupaten Aceh Barat, 2007), sedangkan target nasional yaitu sebesar 80% (Roesli, 2008) dan belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh motivasi konselor terhadap kinerja konselor ASI eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai Januari 2008 sampai dengan Februari 2009.


(57)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat, bidan dan tenaga sukarela yang dilatih menjadi konselor untuk melaksanakan konseling pada ibu menyusui di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan jumlah 212 orang petugas konselor.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling dan

besar sampel ditentukan dengan rumus (Gaspersz, 1991). n = NZ2 P(1-P)

NG2 + Z2 P(1-P)

Keterangan

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi (jumlah konselor 212 orang)

Z : Nilai derajat kepercayaan 95% adalah 1.96

P : Proporsi dari populasi, ditetapkan (P=0,5)

G : Penyimpangan sampel dari populasi (10%=0,1)

N = NZ2 P(1-P) NG2 + Z2 P(1-P) N = 212(1.96)2 0,5 (1- 0,5) 212(0,1)2 + (1,96)2 0,5 (1-0,5)

= 203,6048 3,0804


(58)

Dari rumus di atas diperoleh 67 orang konselor sebagai sampel penelitian. Untuk mengambil jumlah sampel sebanyak 67 orang konselor dilakukan secara proporsional sampel sebanding dengan jumlah populasi (Prasetyo B dan Jannah M.L, 2006) yang tersebar di 12 (dua belas) kecamatan yang ada di Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan terlebih dahulu diketahui perbandingan jumlah sampel yang dibutuhkan dengan jumlah populasi. Maka sampel pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Jumlah Konselor di seluruh Puskesmas kecamatan (12 Kecamatan) Di Kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007

No Puskesmas Perhitungan Jumlah Sampel

1. Johan Pahlawan 20/212 x 67 6

2. Sama Tiga 21/212 x 67 7

3. Kawai XVI 21/212 x 67 7

4. Meuntulang 21/212 x 67 7

5. Pante Cermin 20/212 x 67 6

6. Meurebo 20/212 x 67 6

7. Kuta Padang Layung 20/212 x 67 6

8. Drien Rampak 20/212 x 67 6

9. Woyla 18/212 x 67 6

10. Suak Ribee 13/212 x 67 4

11. Woyla Barat 12/212 x 67 4

12. Woyla Timur 4/212 x 67 1

13. Sungai Mas 3/212 x 66 1

Jumlah 67

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2007

Jumlah sampel tiap puskesmas tersebut dari jumlah populasi yang ada dilakukan secara dengan tabel angka acak yang tersebar di 13 (tiga belas) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(59)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan responden yang perpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data yang tercatat pada Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Untuk mengetahui valid atau tidaknya kuesioner dilakukan ujicoba. Ujicoba kuesioner penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh. Dengan jumlah responden sebanyak 15 orang konselor.

3.4.3.1. Uji Validitas

Uji validitas instrumen menurut Hidayat (2007) dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment untuk menghitung koefisien korelasi:

Rhitung =

( )( )

( )

{

2 2

}

{

2

( )

2

}

Y Y N X X N Y X XY N Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ Keterangan :

rhitung = Koefisien korelasi

ΣXi = Jumlah skor item

ΣYi = Jumlah skor total (item)


(60)

Selanjutnya untuk mengetahui thitung setiap butir pertanyaan dengan

menggunakan rumus uji t yaitu :

thitung =

(

)

( )

2

r 1 2 n r − − Keterangan :

t = Nilai thitung

r = Koefisien korelasi hasil rhitung

n = Jumlah responden

Dari hasil ujicoba validitas kuesioner yang telah dilakukan menunjukkan bahwa seluruh kuesioner dinyatakan valid yaitu thitung > ttabel (1,782), dapat dilihat

pada Tabel 3.2.

3.4.3.2. Uji Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Reliabilitas data setiap butir pertanyaan dicari dengan menggunakan rumus Spearman Brown, yaitu :

r11 =

b b r r . + 1 2

Keterangan :

r11 = Koefisien reliabilitas internal seluruh item

rb = Korelasi product moment antarabelahan.

Dari hasil ujicoba reliabilitas kuesioner, seluruh kuesioner yang dibagikan dinyatakan valid yaitu thitung > ttabel (0,576), dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(61)

Tabel 3.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

VALIDITAS RELIABILITAS No

Pertanyaan

Koefisien

Korelasi tHitung tTabel Keputusan tHitung tTabel Keputusan

1 0,505 2,111 1,782 Valid 0,671 0,576 Valid 2 0,506 2,112 1,782 Valid 0,672 0,576 Valid 3 0,616 2,819 1,782 Valid 0,762 0,576 Valid 4 0,748 4,065 1,782 Valid 0,855 0,576 Valid 5 0,669 3,245 1,782 Valid 0,801 0,576 Valid 6 0,538 2,306 1,782 Valid 0,700 0,576 Valid 7 0,640 3,003 1,782 Valid 0,780 0,576 Valid 8 0,663 3,187 1,782 Valid 0,796 0,576 Valid 9 0,703 3,569 1,782 Valid 0,825 0,576 Valid 10 0,501 2,088 1,782 Valid 0,667 0,576 Valid 11 0,541 2,322 1,782 Valid 0,702 0,576 Valid 12 0,588 2,623 1,782 Valid 0,740 0,576 Valid 13 0,655 3,129 1,782 Valid 0,791 0,576 Valid 14 0,536 2,292 1,782 Valid 0,698 0,576 Valid 15 0,487 2,010 1,782 Valid 0,655 0,576 Valid 16 0,519 2,193 1,782 Valid 0,683 0,576 Valid 17 0,716 3,699 1,782 Valid 0,834 0,576 Valid 18 0,538 2,306 1,782 Valid 0,700 0,576 Valid 19 0,572 2,516 1,782 Valid 0,728 0,576 Valid 20 0,481 1,978 1,782 Valid 0,649 0,576 Valid 21 0,717 3,715 1,782 Valid 0,835 0,576 Valid 22 0,699 3,530 1,782 Valid 0,823 0,576 Valid 23 0,784 4,568 1,782 Valid 0,879 0,576 Valid 24 0,709 3,630 1,782 Valid 0,830 0,576 Valid 25 0,756 4,175 1,782 Valid 0,861 0,576 Valid 26 0,844 5,675 1,782 Valid 0,915 0,576 Valid 27 0,918 8,364 1,782 Valid 0,957 0,576 Valid 28 0,736 3,930 1,782 Valid 0,848 0,576 Valid 29 0,603 2,728 1,782 Valid 0,752 0,576 Valid 30 0,770 4,363 1,782 Valid 0,870 0,576 Valid 31 0,510 2,139 1,782 Valid 0,675 0,576 Valid 32 0,450 1,821 1,782 Valid 0,621 0,576 Valid 33 0,500 2,084 1,782 Valid 0,667 0,576 Valid 34 0,584 2,598 1,782 Valid 0,737 0,576 Valid 35 0,514 2,161 1,782 Valid 0,679 0,576 Valid 36 0,501 2,087 1,782 Valid 0,667 0,576 Valid 37 0,491 2,032 1,782 Valid 0,658 0,576 Valid 38 0,632 2,940 1,782 Valid 0,774 0,576 Valid 39 0,819 5,151 1,782 Valid 0,900 0,576 Valid 40 0,735 3,908 1,782 Valid 0,545 0,576 Valid 41 0,571 2,513 1,782 Valid 0,727 0,576 Valid


(62)

Lanjutan Tabel 3.2.

VALIDITAS RELIABILITAS No

Pertanyaan

Koefisien

Korelasi tHitung tTabel Keputusan tHitung tTabel Keputusan

42 0,736 3,926 1,782 Valid 0,848 0,576 Valid 43 0,617 2,831 1,782 Valid 0,763 0,576 Valid 44 0,554 2,400 1,782 Valid 0,713 0,576 Valid 45 0,537 2,301 1,782 Valid 0,699 0,576 Valid 46 0,568 2,493 1,782 Valid 0,725 0,576 Valid 47 0,614 2,804 1,782 Valid 0,760 0,576 Valid 48 0,578 2,556 1,782 Valid 0,732 0,576 Valid

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1.Variabel Independen

3.5.1.1. Karakteristik

a. Umur adalah usia konselor yang dihitung dalam tahun dari tanggal lahir konselor sampai saat dilakukan penelitian.

b. Jenis kelamin adalah perbedaan antara wanita dan pria yang dilihat secara fisik dari konselor.

c. Pendidikan adalah latar belakang pendidikan formal konselor terakhir yang pernah ditempuh.

d. Masa kerja adalah masa kerja konselor yang dimulai sejak bekerja di

tempat kerja sampai saat penelitian dilakukan.

e. Status adalah status kepegawaian konselor berdasarkan pegawai negeri sipil (PNS) dan honorer.

3.5.1.2. Motivasi

a. Motivator adalah faktor pendorong bersifat intrinsik, yang bersumber dari dalam diri konselor

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(63)

b. Prestasi adalah hasil kerja yang dicapai konselor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya

c. Tanggung jawab adalah kewajiban konselor dalam pelaksanaan tugasnya

yang memuaskan.

d. Pengembangan adalah usaha yang dilakukan konselor untuk

meningkatkan kemampuannya secara teknis, teoritis, konseptual, dan moral sesuai dengan kebutuhan pekerjaan, melalui pendidikan dan latihan. e. Higiene adalah faktor yang bersifat ekstrinsik yang bersumber dari luar

diri konselor.

f. Kondisi kerja adalah keadaan di tempat kerja konselor seperti rasa nyaman tempat kerja, ventilasi yang cukup, penerangan lampu yang memadai dan sarana lain yang ada.

g. Status adalah kebutuhan sosial yang diperoleh dari tugasnya sebagai

konselor.

h. Gaji adalah tarif yang diberikan untuk pembayaran dalam tugas sebagai konselor.

3.5.2. Variabel Dependen

Kinerja konselor adalah pelaksanaan konseling yang dilakukan oleh konselor pada ibu menyusui sesuai dengan uraian tugasnya.


(64)

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)

Aspek pengukuran variabel bebas adalah motivator yang meliputi prestasi, tanggung jawab, pengembangan dan hygiene meliputi kondisi kerja, status dan gaji.

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Karakteristik Responden

No Variabel Definisi Indi-

kator Kategori Cara ukur

Skala ukur

1 Karakteristik konselor

Ciri-ciri konselor dilihat dari umur, pendidikan, masa kerja dan status

a. Umur Usia konselor yang dihitung dalam tahun dari tanggal lahir sampai dengan saat dilakukan penelitian

1 a. 20-30 tahun b. 31-40 tahun c. 41-50 tahun d. >50 Tahun

Wawancara/ kuesioner

Interval

b. Jenis kelamin Perbedaan antara wanita dan pria yang dilihat secara fisik.

1 a. Laki-laki b. Perempuan

Wawancara/ kuesioner

Nominal

c. Pendidikan Latar belakang pendidikan formal konselor terakhir yang pernah ditempuh

1 a. SPK b. D-III

Kepe-rawatan c. S-1

Kepera-watan

Wawancara/ kuesioner

Ordinal

d. Masa kerja Masa kerja konselor yang dimulai sejak bekerja di tempat kerja sampai saat penelitian dilakukan.

1 a. 1-10 tahun b. 11-20 tahun c. > 20 tahun

Wawancara/ kuesioner

Interval

e. Status Status kepegawaian konselor berdasarkan pegawai negeri sipil (PNS) dan honorer.

1 a. PNS b. Honor

Wawancara/ kuesioner

Nominal

Amiruddin : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif Di Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009


(65)

Tabel 3.4. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)

No Nama Variabel Indikator Jumlah Kategori Bobot Nilai

Variabel Alat ukur

Skala ukur

1. Prestasi 8 1. Baik 2. Kurang baik

17-24 8-16

Kuesioner Interval 2. Tanggung jawab 8 1. Baik

2. Kurang baik

17-24 8-16

Kuesioner Interval 3. Pengembangan 8 1. Baik

2. Kurang baik

17-24 8-16

Kuesioner Interval 4. Kondisi kerja 8 1. Baik

2. Kurang baik

17-24 8-16

Kuesioner Interval 5. Status 8 1. Baik

2. Kurang baik

17-24 8-16

Kuesioner Interval 6 Gaji 8 1. Baik

2. Kurang baik

17-24 8-16

Kuesioner Interval

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen)

Aspek pengukuran variabel dependen adalah kinerja konselor ASI eksklusif yang ada pada program ASI eksklusif

Tabel 3.5. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen)

No Nama Variabel Jumlah

Indikator Kategori

Bobot Nilai

Variabel Alat ukur

Skala ukur

1. Kinerja 15 1. Baik 2. Kurang baik

8-15 0-7

Kuesioner Interval

3.7. Metode Analisa Data

Teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan beberapa tahapan, yaitu uji univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square, dan multivariate dengan

menggunakan regresi logistik untuk melihat seberapa kuat pengaruh motivasi

konselor (variable Independen) terhadap kinerja konselor ASI eksklusif (Variabel


(1)

41.948b 1 .000

38.839 1 .000

48.078 1 .000

.000 .000

41.322 1 .000

67 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15. 76.


(2)

Regresi Logistik Tahap 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 33 .0

0 34 100.0

50.7 Observed

baik kurang baik pelaksanaan

Overall Percentage Step 0

baik kurang baik

pelaksanaan Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables in the Equation

.030 .244 .015 1 .903 1.030

Constant Step 0

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variables not in the Equation

27.661 1 .000

30.231 1 .000

14.484 1 .000

18.481 1 .000

38.933 1 .000

41.948 1 .000

49.748 6 .000

prestasi tanggungjawab pengembangan kondisi_kerja status_p gaji Variables

Overall Statistics Step

0


(3)

Model Summary

23.975a .642 .857

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001. a.

Classification Tablea

30 3 90.9

2 32 94.1

92.5 Observed

baik kurang baik pelaksanaan

Overall Percentage Step 1

baik kurang baik

pelaksanaan Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

-1.549 1.795 .745 1 .388 .212

5.178 2.279 5.160 1 .023 177.283

-5.567 2.448 5.171 1 .023 .004

3.357 1.589 4.461 1 .035 28.693

4.664 1.832 6.480 1 .011 106.022

3.174 1.556 4.161 1 .041 23.898

-14.261 4.152 11.796 1 .001 .000

prestasi tanggungjawab pengembangan kondisi_kerja status_p gaji Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: prestasi, tanggungjawab, pengembangan, kondisi_kerja, status_ p, gaji.


(4)

Regresi Logistik Tahap 2

Classification Tablea,b

0 33 .0

0 34 100.0

50.7 Observed

baik kurang baik pelaksanaan

Overall Percentage Step 0

baik kurang baik

pelaksanaan Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables in the Equation

.030 .244 .015 1 .903 1.030

Constant Step 0

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variables not in the Equation

30.231 1 .000

14.484 1 .000

18.481 1 .000

38.933 1 .000

41.948 1 .000

49.601 5 .000

tanggungjawab pengembangan kondisi_kerja status_p gaji Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.


(5)

24.761a .638 .851 Step

1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001. a.

Classification Tablea

29 4 87.9

2 32 94.1

91.0 Observed

baik kurang baik pelaksanaan

Overall Percentage Step 1

baik kurang baik

pelaksanaan Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

3.785 1.400 7.308 1 .007 44.052

-5.104 2.339 4.762 1 .029 .006

3.101 1.550 4.003 1 .045 22.212

4.141 1.776 5.436 1 .020 62.842

3.091 1.484 4.336 1 .037 21.991

-13.956 3.926 12.639 1 .000 .000

tanggungjawab pengembangan kondisi_kerja status_p gaji Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: tanggungjawab, pengembangan, kondisi_kerja, status_p, gaji. a.


(6)