Penyalahgunaan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Radio Dan Akibat Hukumnya Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

(1)

PENYALAHGUNAAN IZIN PENYELENGGARAAN

PENYIARAN RADIO DAN AKIBAT HUKUMNYA

BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2002

TENTANG PENYIARAN

TESIS

Oleh

HUKERIA HARIANJA

077005150/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

PENYALAHGUNAAN IZIN PENYELENGGARAAN

PENYIARAN RADIO DAN AKIBAT HUKUMNYA

BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2002

TENTANG PENYIARAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HUKERIA HARIANJA

077005150/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PENYALAHGUNAAN IZIN PENYELENGGARAAN PENYIARAN RADIO DAN AKIBAT HUKUMNYA

BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2002

TENTANG PENYIARAN Nama Mahasiswa : Hukeria Harianja

Nomor Pokok : 077005150

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Muhammad Abduh, SH) K e t u a

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH., MS) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

ABSTRAK

Perizinan adalah hal utama dari pengaturan mengenai penyiaran. Dalam rangkaian daur proses pengaturan penyiaran, perizinan menjadi tahapan keputusan dari negara (melalui KPI) untuk memberikan penilaian (evaluasi) apakah sebuah lembaga penyiaran layak untuk diberikan atau layak meneruskan hak sewa atas frekuensi. Dengan kata lain, perizinan juga menjadi instrumen pengendalian tanggung jawab secara kontinyu dan berkala agar setiap lembaga penyiaran tidak menyimpang dari misi pelayanan informasi kepada publik. Dalam sistem perizinan diatur berbagai aspek persyaratan, yakni mulai persyaratan perangkat teknis (rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran, termasuk jaringan penyiaran), substansi/format siaran (content), permodalan (ownership), serta proses dan tahapan pemberian, perpanjangan atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. Adapun permasalahan dalam tesis ini adalah: apakah syarat-syarat dan prosedur mendapatkan izin penggunaan frekuensi radio telah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, bagaimanakah penyalahgunaan izin penggunaan frekuensi radio dan akibat hukumnya berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, bagaimanakah upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan izin penggunaan frekuensi radio.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Pemberian izin dilakukan secara bertahap, yakni, izin sementara dan izin tetap. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan sedangkan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun. Perlu dicatat, bahwa izin penyiaran yang sudah diberikan dilarang dipindahtangankan (diberikan, dijual, atau dialihkan) kepada pihak lain (badan hukum lain atau perseorangan lain). Izin bisa diperpanjang melalui pengajuan kembali untuk kemudian dilakukan evaluasi dan verifikasi ulang terhadap berbagai persyaratan pemberian izin. Izin penyelenggaraan penyiaran yang sudah diberikan dan masih berlaku dimungkinkan untuk dicabut kembali oleh negara jika sewaktu-waktu lembaga penyiaran tersebut: Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan (ini berlaku bagi lembaga penyiaran yang belum memiliki izin tetap, yakni untuk lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 tahun); Melanggar


(5)

penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan; Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI; Dipindahtangankan kepada pihak lain; Melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.


(6)

ABSTRACT

Permit is especial matter of arrangement concerning broadcasting. In cycle network of process arrangement of broadcasting, permit become decision step of state (passing KPI) to give assessment (evaluation) do a competent broadcasting institute to be given or competent continue rights rent of frequency. Equally, permit also become instrument operation of responsibility by continue and periodic so that each; every broadcasting institute do not digress from mission service of information to public. In permit system arranged by various conditions aspect, namely start conditions of technical peripheral (elementary plan of broadcasting technique and technical conditions of peripheral of broadcasting, including broadcasting network), substantion/broadcast format (content), capital (ownership), and also process and giving step, lengthening of or repeal of permit management of broadcasting. As for problem of this thesis are: do procedure and conditions get permit usage of radio frequency have pursuant to code going into effect, how abuse of permit usage of radio frequency and its legal consequences pursuant to UU No. 32 Year 2002 about Broadcasting, how preventive effort to abuse of permit usage of radio frequency.

Methods used in this research is the judicial normative. Normative research method is also called as a doctrinal research (doctrinal research) is a study that analyzes whether a law written in the books (law as it is written in the book), and the law decided by judges through the court process (law it is enough by Judge through the judicial process). Research based on normative law and secondary data on the steps speculative theory-and-qualitative analysis of normative.

Giving of permit conducted step by step, namely, permit whereas and permit remain to. Before obtaining management permit remain to broadcasting, institute broadcasting is obliged to pass broadcast trial period at longest 6 (six month) while for the institute of broadcasting of television is obliged to through broadcast trial period at longest 1 (one year). Require to be noted, that broadcasting permit which have been given to be to be prohibited by transferred to other party (other legal body or other civil). Permit can be lengthened to pass proffering return to then evaluate and verification repeat to various conditions of giving of permit. Permit management of broadcasting which have been given and still go into effect to be enabled to be withdrawed by state if at any times institute the broadcasting: Do not pass broadcast trial period which have been specified (this go into effect to broadcasting institute which not yet owned permit remain to, namely for the institute of broadcasting is obliged to pass broadcast trial period at longest 6 months and for the institute of broadcasting of television is obliged to pass broadcast trial period at longest 1 year); Impinge usage of radio frequency spectrum and/or specified broadcast reach region; Do not conduct activity of broadcast more than 3 month (unannounced 3 month) to KPI; Transferred to


(7)

other party; Impinge rule of elementary plan of broadcasting technique and technical conditions of peripheral of broadcasting; or Impinge rule concerning broadcast program standard after existence of justice decision obtaining legal force remain to.


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan YME atas segala karunia-Nya, rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum, Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul tesis ini adalah: “Penyalahgunaan Izin Penyelenggaran Penyiaran Radio dan Akibat Hukumnya Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran”. Di dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat para pembimbing: Prof. Dr. M. Abduh, SH., MH, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., dan Dr. Pendastaren Tarigan, SH., M.S. Di mana di tengah-tengah kesibukannya masih tetap meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan mendorong semangat penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian studi ini, kepada:

1. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. Selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

3. Prof. Dr. M. Abduh, S.H., sebagai Ketua Komisi Pembimbing penulis, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan tesis


(9)

ini, serta dorongan dan masukan yang penulis pikir merupakan hal yang sangat substansi sehingga tesis ini selesai ditulis.

4. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., sebagai Anggota Komisi Pembimbing dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan dan saran kepada penulis.

5. Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S., sebagai Komisi Pembimbing, dengan penuh perhatian memberikan arahan serta dorongan dalam penulisan tesis ini. 6. Kedua Orang Tua tercinta yang mendidik dengan penuh rasa kasih sayang,

menanamkan budi pekerti yang luhur serta iman dan taqwa kepada Tuhan YME.

7. Kepada Suami dan Anak-anakku, Saudara-saudaraku, Kakak dan Adik Penulis sayangi, atas kesabaran dan pengertiannya serta memberikan do’a dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

8. Kepada Rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana dan rekan-rekan kerja saya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan YME membalas jasa, amal dan budi baik tersebut dengan pahala yang berlipat ganda. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat dan menyampaikan permintaan yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini terdapat kekurangan dan kekeliruan di sana-sini, penulis juga menerima kritik dan saran yang bertujuan serta bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan tesis ini.

Medan, Juni 2009

Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penulisan ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 15

G. Metode Penelitian ... 21

BAB II : SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR MENDAPATKAN IZIN PENGGUNAAN FREKUENSI RADIO ... 28

A. Peraturan Perundang-undangan Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran... 28

B. Prosedur Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran... 35

C. Persyaratan Rekomendasi Kelayakan ... 50

1. Persyaratan Umum ... 50


(11)

BAB III : PENYALAHGUNAAN IZIN PENYELENGGARAAN

PENYIARAN DAN AKIBAT HUKUMNYA BERDASARKAN

UU NO. 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN ... 58

A. Izin Penggunaan Frekuensi ... 58

1. Sejarah Media Penyiaran... 58

2. Teknik Penyiaran ... 68

B. Pengaturan Penggunaan Izin Frekuensi Radio Bidang Penyiaran... 72

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ... 72

2. Prosedur Mendapatkan Izin Penyiaran... 80

3. Hak dan Kewajiban Penyiaran ... 88

C. Bentuk Penyalahgunaan dalam Penyiaran ... 90

D. Akibat Hukum Penyalahgunaan Izin Frekuensi Radio Bidang Penyiaran Radio ... 91

1. Pengawasan Penyiaran ... 91

2. Pihak-Pihak yang Melakukan Pelanggaran Penyalahgunaan Izin Frekuensi Radio Bidang Penyiaran... 92

3. Sanksi Hukum atas Penyalahgunaan Bagi Pihak yang Melakukan Penyalahgunaan Izin Frekuensi Radio ... 92

BAB IV : UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN PENGGUNAAN FREKUENSI RADIO DALAM PENYIARAN ... 114

A. Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Pemberian Perijinan Penyiaran... 114

B. Peranan dan Tanggung Jawab Balai Monitoring ... 121


(12)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 162

A. Kesimpulan ... 162

B. Saran ... 165


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Struktur Organisasi Direktorat Frekuensi Radio & Orbit Satelit.. 48 2. Diagram Alur Proses Perizinan Frekuensi... 49 3. Proses Mendapatkan Izin Penggunaan Frekuensi Radio dalam

Penyiaran... 87 4. Relasi Mutual... 150 5. Social Contruction of Reality... 156


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemerdekaan menyatakan pendapat, menyampaikan, dan memperoleh informasi, bersumber dari kedaulatan rakyat dan merupakan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis. Dengan demikian, kemerdekaan atau kebebasan dalam penyiaran harus dijamin oleh negara. Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui, menjamin dan melindungi hal tersebut. Namun, sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka kemerdekaan tersebut harus bermanfaat bagi upaya bangsa Indonesia.

Dalam menjaga integrasi nasional, menegakkan nilai-nilai agama, kebenaran, keadilan, moral, dan tata susila, serta memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini kebebasan harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.1

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah melahirkan masyarakat informasi yang makin besar tuntutannya akan hak untuk

1 Penjelasan Umum, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.


(16)

mengetahui dan hak untuk mendapatkan informasi. Informasi telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut telah membawa implikasi terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di Indonesia. Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin sangat strategis, terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara Indonesia.

Penyiaran telah menjadi salah satu sarana berkomunikasi bagi masyarakat, lembaga penyiaran, dunia bisnis, dan pemerintah. Perkembangan tersebut telah menyebabkan landasan hukum pengaturan penyiaran yang ada selama ini menjadi tidak memadai. Peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan sebagian tugas-tugas umum pemerintahan, khususnya di bidang penyelenggaraan penyiaran, tidaklah terlepas dari kaidah-kaidah umum penyelenggaraan telekomunikasi yang berlaku secara universal.2

Atas dasar hal tersebut perlu dilakukan pengaturan kembali mengenai penyiaran. Undang-undang ini disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut: penyiaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, termasuk menjamin kebebasan berkreasi dengan bertumpu pada asas keadilan, demokrasi, dan supremasi hukum; penyiaran harus mencerminkan keadilan dan

2 Ibid.


(17)

demokrasi dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah, termasuk hak asasi setiap individu/orang dengan menghormati dan tidak mengganggu hak individu/orang lain; memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, juga harus mempertimbangkan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang penting dan strategis, baik dalam skala nasional maupun internasional; mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran; lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial dan berpartisipasi dalam memajukan penyiaran nasional; untuk itu, dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia yang menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik akan penyiaran; penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien; pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan aspirasi masyarakat yang beraneka ragam, untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai budaya asing.3

Perizinan adalah simpul utama dari pengaturan mengenai penyiaran. Dalam rangkaian daur proses pengaturan penyiaran, perizinan menjadi tahapan

3 Ibid.


(18)

keputusan dari negara (melalui KPI) untuk memberikan penilaian (evaluasi) apakah sebuah lembaga penyiaran layak untuk diberikan atau layak meneruskan hak sewa atas frekuensi. Dengan kata lain, perizinan juga menjadi instrumen pengendalian tanggung jawab secara kontinyu dan berkala agar setiap lembaga penyiaran tidak menyimpang dari misi pelayanan informasi kepada publik.

Dalam sistem perizinan diatur berbagai aspek persyaratan, yakni mulai persyaratan perangkat teknis (rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran, termasuk jaringan penyiaran), substansi/format siaran (content), permodalan (ownership), serta proses dan tahapan pemberian, perpanjangan atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. Sementara itu dari sisi proses dan tahapan, pemberian dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran akan diberikan oleh negara setelah memperoleh:4

a. Masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI; b. Rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;

c. Hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan

d. Izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.

4 www.muhammadiyah-radkom.blogspot.com/2007/03/ perizinan-penyelenggaraan-penyiaran.html, Diakses tanggal 2 Januari 2009.


(19)

Pemberian izin dilakukan secara bertahap, yakni, izin sementara dan izin tetap. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan sedangkan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun. Perlu dicatat, bahwa izin penyiaran yang sudah diberikan dilarang dipindahtangankan (diberikan, dijual, atau dialihkan) kepada pihak lain (badan hukum lain atau perseorangan lain).

Jangka waktu penggunaan izin penyelenggaraan penyiaran dibatasi dalam batas waktu tertentu, yakni untuk izin penyelenggaraan penyiaran radio adalah 5 (lima) tahun dan untuk penyelenggaraan penyiaran televisi adalah 10 (sepuluh) tahun. Izin ini bisa diperpanjang melalui pengajuan kembali untuk kemudian dilakukan evaluasi dan verifikasi ulang terhadap berbagai persyaratan pemberian izin. Izin penyelenggaraan penyiaran yang sudah diberikan dan masih berlaku dimungkinkan untuk dicabut kembali oleh negara jika sewaktu-waktu lembaga penyiaran tersebut:

a. Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan (ini berlaku bagi lembaga penyiaran yang belum memiliki izin tetap, yakni untuk lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 tahun);

b. Melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan;


(20)

c. Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI;

d. Dipindahtangankan kepada pihak lain;

e. Melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau

f. Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.5

Dirjen Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada tanggal 28 Juni 2007 di Jakarta, telah sepakat untuk mewaspadai terhadap kemungkinan praktik jual beli perizinan frekuensi radio dan lembaga penyiaran.

Ditjen Postel dan KPI juga mewaspadai upaya untuk memperoleh rekomendasi dan perizinan dengan mem-fait accomply Forum Rapat Bersama (FRB), bahwa pihak pemohon sudah terlanjur menginvestasikan biaya demikian banyak untuk pembelian peralatan penyiaran.6

Hal tersebut merupakan dua hal dari beberapa hasil kesepakatan bersama setelah pertemuan informal Ditjen Postel dan KPI pada Rabu malam di Kantor Ditjen Postel seperti yang disebutkan dalam siaran pers dari Ditjen Postel yang ditandatangani oleh Kepala Bagian Umum dan Humas, Gatot S. Dewa Broto yang dikabari oleh Koran dan Radio Antara Jakarta.

5 Ibid.

6 www.antara.co.id/arc/2007/6/28/waspadai-praktik-jual-beli-perizinan-radio/, Diakses tanggal 2 Januari 2009.


(21)

Ditjen Postel dan KPI juga mewaspadai terhadap upaya pemohon yang mungkin ada yang memanfaatkan hasil pengukuran dari Balai atau Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel untuk dijadikan justifikasi memperoleh rekomendasi dan perizinan.

Ditjen Postel juga menyanggupi untuk selalu memberikan pengayaan informasi tentang substansi teknis frekuensi bagi KPI dan KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) jika diperlukan serta memberi perhatian tertentu pada daerah-daerah tertentu yang tidak ada kelembagaan KPID-nya.

KPI juga memahami kebijakan Ditjen Postel melalui Balai dan Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel yang tersebar di seluruh Indonesia dalam melakukan penertiban terhadap sejumlah lembaga penyiaran yang selain tidak menunjukkan sikap yang kooperatif terhadap ketentuan yang ada, juga terhadap yang benar-benar sudah tidak bisa ditoleransi kesalahannya dalam rangka mengamankan sumber daya alam frekuensi radio yang sangat terbatas dan untuk menjaga ketertiban penggunaannya.

Dalam kesepakatan tersebut, Ditjen Postel menyatakan sangat terbuka atas kritikan dan masukan KPI tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh KPI, KPID dan para pemohon perizinan lembaga penyelenggaraan penyiaran swasta terhadap kinerja dan cara penanganan yang dilakukan oleh Balai dan Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel.

Sebaliknya pula KPI juga sangat terbuka atas kritikan dan masukan Ditjen Postel dan Ditjen SKDI tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh


(22)

Balai dan Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel yang tersebar di seluruh Indonesia terhadap kinerja dan cara penanganan yang dilakukan oleh KPI dan KPID yang juga tersebar di seluruh Indonesia.

Ditjen Postel dan KPI sepakat untuk memonitoring terhadap perkembangan lembaga penyiaran yang memperoleh izin tetap harus dilakukan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan yang ada. Dalam pertemuan tersebut juga disinggung ada wacana kemungkinan rencana untuk pelaksanaan penertiban yang tidak hanya dilakukan oleh Balai atau Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel, tetapi juga KPID.7

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) mencapai kesepakatan soal pelaksanaan Forum Rapat Bersama (FRB). Kesepakatan ini diharapkan dapat segera mengakhiri kontroversi proses perizinan lembaga penyiaran, khususnya bagi pemohon Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP).8

Dalam Pasal 33 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dapat diberikan setelah ada hasil kesepakatan antara Pemerintah dan KPI dalam FRB. Sebelum ini, proses penerbitan IPP bagi lembaga penyiaran di seluruh Indonesia masih terhenti pada tahap Evaluasi Dengar Pendapat (EDP). Terhentinya proses penerbitan IPP tersebut adalah karena KPI dan DPR RI menolak beberapa pasal terkait

7 Ibid.

8 Sasa Djuarsa Sendjaja, “Regulasi Penyiaran Kembali Dikerkah Pemerintah” Dikutip dari http://www.kpi.go.id/index.php?etats=detail&nid=38, Diakses tanggal 2 Januari 2009.


(23)

bidang perizinan dalam paket Peraturan Pemerintah (PP) tentang penyiaran karena dipandang tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Beberapa pasal tersebut diantaranya mengatur tentang pelaksanaan FRB dan penerbitan IPP.

Kesepakatan KPI Pusat dan Departemen Komunikasi dan Informatika ini dicapai dalam pertemuan keduanya di Kantor KPI Pusat pada Selasa, 1 Mei 2007 yang dihadiri Komisioner KPI Pusat dan KPID Jawa Barat serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang didampingi jajarannya. Butir-butir kesepakatan yang dicapai adalah:

1. Menkominfo sepakat untuk melibatkan KPI sebelum mengeluarkan peraturan berikutnya terkait perizinan. Menkominfo juga sepakat untuk melibatkan KPI menyelaraskan peraturan menteri yang telah dikeluarkan dengan peraturan KPI;

2. Lembaga penyiaran komunitas tidak perlu berbadan hukum koperasi atau Perseroan Terbatas (PT) namun cukup menggunakan badan hukum Perkumpulan yang dikuatkan dengan akte notaris serta melaporkan keberadaan badan hukum tersebut ke Pemerintah Daerah setempat; 3. Formulir pengajuan IPP yang dikeluarkan secara berbeda antara KPI

dan Depkominfo akan diselaraskan;

4. KPI dan Depkominfo juga bersepakat untuk mengintegrasikan database penyiaran seluruh Indonesia;


(24)

5. KPI Pusat mengakui kewenangan pemerintah pusat dalam pengaturan frekuensi sementara pemerintah juga berkomitmen untuk tidak mencampuri kewenangan KPI dalam mengatur isi siaran;

6. Izin Prinsip akan ditandatangani bersama antara KPI dan Menkominfo dengan dilampirkannya rekomendasi kelayakan dari KPI. Izin prinsip adalah izin uji coba siaran sebelum diterbitkannya izin permanen yaitu IPP;

7. Lembaga penyiaran yang telah mendapatkan Izin Stasiun Radio (ISR) berdasarkan "Izin Penyesuaian" yang dikeluarkan oleh Depkominfo, tetap harus melapor ke KPI untuk menempuh EDP namun dengan perlakuan yang berbeda;

8. IPP yang telah dikeluarkan oleh KPI yang merupakan hasil FRB antara KPI Daerah dengan pemerintah daerah tidak akan dianulir dan akan diputihkan sejauh tidak ada persoalan teknis frekuensi;

9. Depkominfo menyatakan bahwa FRB yang dilaksanakan di daerah dengan KPID Sumatera Barat dan Sumatera Utara tidak ditujukan untuk memecah-belah KPI;

10. Formula untuk pelaksanaan FRB berikutnya akan lebih disederhanakan, dan diharapkan dapat dilakukan antara KPI Pusat dan Depkominfo; 11. Beberapa kasus sengketa frekuensi seperti kasus radio Suara Metro dan


(25)

KPI Pusat mengingatkan bahwa kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan di atas masih memerlukan tindak lanjut. Untuk itu, KPI Pusat akan berkoordinasi secara intensif dengan Depkominfo untuk mengoperasionalisasikan kesepakatan di atas.9

KPID Sumatera Utara berkoordinasi dengan Balai Monitoring (Balmon) setempat berencana melakukan penataan ulang alokasi frekuensi radio komunitas yang dipergunakan oleh radio non komunitas yang ada di wilayah Sumatera Utara.10

Cukup banyak radio-radio yang bukan radio komunitas bersiaran menggunakan kanal yang diperuntukan bagi radio komunitas. Hal ini harus ditata ulang agar sesuai dengan alokasi. Oleh karena itu, sebaiknya melakukan pembahasan bersama mengenai persoalan tersebut dengan Balmon.

Padahal menurut catatan, jumlah radio komunitas yang bersiaran di wilayah Sumatera Utara sangat banyak. Sedangkan jumlah kanal yang disediakan untuk bersiaran bagi radio komunitas sesuai master plan Ditjen Postel hanya tiga kanal yakni 107.7, 107.8 dan 107.9 Mhz.

Dari data yang masuk di KPI, permohonan izin penyelenggaraan penyiaran oleh radio komunitas kepada KPID mencapai ratusan lembaga penyiaran. Jumlah radio komunitas di wilayah Sumatera Utara yang melakukan

9 Ibid.

10 KPID dan Balmon Bahas Kanal Radio Komunitas, Dikutip dari http://www.kpi.go.id/index.php?etats=detail&nid=747, Diakses tanggal 3 Januari 2009.


(26)

permohonan izin penyiaran merupakan yang cukup diperhitungkan kuantitasnya di antara daerah-daerah lain di Indonesia.11

Alasan dilakukan penegakan hukum terpadu dari penggunaan kanal frekuensi radio penyiaran TV, antara lain:12

a. PP 38/2007 pengelolaan spektrum frekuensi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat;

b. Di berbagai daerah telah terjadi kekacauan penggunaan kanal TV, berupa penetapan dan pendudukannya tanpa mengikuti ketentuan yang berlaku;

c. Telah beroperasi siaran TV lokal tanpa Izin dari lembaga yang berwenang pada kanal-kanal yang bukan peruntukannya;

d. Terjadi ketidakpastian hukum status dari siaran TV ilegal;

e. Terjadi hambatan hukum, administrasi dan teknis proses perizinan penyelenggaraan siaran TV;

f. Banyak kasus penanganan peradilan yang tidak jelas, tegas dan konsisten;

g. Adanya potensi penerimaan negara yang hilang;

h. Adanya kesamaan pemahaman dalam pelaksanaan penegakan hukum.

11 Ibid.

12 Filosofi Penegakan Hukum Pelanggaran Penggunaan Kanal Frekuensi Radio Penyiaran TV, www.postel.go.id/, Diakses tanggal 3 Januari 2009.


(27)

Pemerintah Pusat Ditjen Postel juga berkewajiban untuk melakukan penyelesaian permasalahan tersebut di atas.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah syarat-syarat dan prosedur mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran telah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku? 2. Bagaimanakah penyalahgunaan izin penyelenggaraan penyiaran dan

akibat hukumnya berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran?

3. Bagaimanakah upaya pencegahan yang dilakukan oleh Balai Monitoring terhadap penyalahgunaan izin penyelenggaraan penyiaran?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui syarat-syarat dan prosedur mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran apakah telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.


(28)

2. Untuk mengetahui penyalahgunaan izin penyelenggaraan penyiaran dan akibat hukumnya berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

3. Untuk mengetahui upaya pencegahan yang dilakukan oleh Balai Monitoring terhadap penyalahgunaan izin penyelenggaraan penyiaran.

D. Manfat Penelitian

Manfaat penulisan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Dapat mengetahui peraturan hukum apa yang dipakai pemerintah untuk tercapainya penggunaan penyiaran radio yang mempunyai izin yang sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

2. Secara Praktis

Dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan penyiaran. Sehingga dengan adanya penulisan ini pemerintah dapat mengatur izin penggunaan penyiaran yang baik dan sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.


(29)

E. Keaslian Penulisan

“Penyalahgunaan Izin Penyelenggaran Penyiaran dan Akibat Hukumnya Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran”, ini sengaja penulis angkat menjadi judul penelitian ini merupakan karya ilmiah yang sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), terutama yang berkaitan dengan Izin Penggunaan Frekuensi Radio. Penulis menyusun penelitian ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan media elektronik, juga melalui bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, keaslian penelitian ini dapat saya pertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Tujuan hukum mengenai perijinan penyelenggaraan penyiaran ini tidak terlepas dari tujuan hukum pada umumnya. Tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit), dan kepastian hukum (rechtszekerheid).13 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice), Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of the

13 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, (Satu Kajian filosofis dan Sosiologis), (Jakarta: Gunung Agung, 2002), hal. 85.


(30)

justice to secure from enjury).14 Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur kehendak (the element of will).15 Maka teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.16

Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.

Selain itu, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai sarana pembangunan dapat diartikan, bahwa hukum sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Teori

14

Bismar Nasution, Op.Cit., hal. 4-5.

15 George Whitecross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, edisi kedua, (London: Oxford University Press, 1951), hal. 221.

16 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 79.


(31)

ini dikemukakan oleh Roscoe Pound, yakni “Law as A Tool as Social

Engineering”17. Di mana hukum harus diusahakan bersifat antisipatif, sehingga

tidak menghambat laju perkembangan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan izin penggunaan frekuensi radio. Dalam pembahasan mengenai Penyalahgunaan Izin Penggunaan Frekuensi Radio dan Akibat Hukumnya Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, teori utama yang digunakan adalah teori kedaulatan negara (staats-souvereiniteit) yang dikemukakan oleh Jean Boudin dan George Jellinek. Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara dan negara mengatur kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat melindungi anggota masyarakatnya terutama anggota masyarakat yang lemah. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang mengatur tentang susunan perekonomian Indonesia. Dalam penjelasan pasal tersebut diuraikan ketentuan dasar mengenai demokrasi ekonomi Indonesia. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan yang bercorak kolektivistis dengan tidak mengabaikan prinsip hak individu.

Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak

17 Roscoe Pound, Social Control Through Law: Jural Postulets”, Cet.1, dikutip dalam Filsafat Hukum dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), hal. 578-579, dikutip dari Pound, Jurisprudence, Vol.3, hal.8-10, dikutip dari Stone, Human Law and Human Justice (1965), hal. 280.


(32)

perseorangan dilindungi oleh hukum. Hak perseorangan adalah relatif, sifat perseorangan dalam hukum perjanjian menimbulkan gejala-gejala hukum sebagai akibat hubungan hukum antara persoon dengan persoon lainnya. Konsep hukum dan teori hukum dalam sistem mendekatkan hukum pada permasalahan peran sekaligus fungsi hukum. Orang (termasuk dalam pengertian kelembagaan) dapat melakukan sesuatu kehendak melalui pemanfaatan hukum.18

2. Konsepsi

Guna menghindarkan perbedaan pengertian tentang istilah-istilah yang dipakai dalam penulisan ini, definisi operasional dari istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.19

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media

18

Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1999), hal. 69., Lihat Buku Imam Kabul, Paradigma Pembangunan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), hal. 7.

19 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka (1).


(33)

lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.20

Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.21

Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.

Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.22

Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan.23

20 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka (2). 21 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka (3). 22 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka (4). 23


(34)

Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut.

Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.

Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.24

Sistem penyiaran nasional adalah tatanan penyelenggaraan penyiaran nasional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku menuju tercapainya asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran nasional sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.25

24 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka (6). 25


(35)

Tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antarwilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia internasional.26

Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.27

Izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.28

Penyalahgunaan izin penggunaan frekuensi radio adalah pemakaian spektrum frekuensi radio tertentu tanpa melalui proses pendaftaran yang sah secara hukum untuk memperoleh izin untuk menggunakan spektrum frekuensi radio tertentu.29

G. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ialah penalaran yang mengikuti suatu alur berfikir atau logika yang tertentu dan yang menggabungkan metode induksi (empiris), karena penelitian

26

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka (8). 27 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka (10). 28 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka (11).

29 Muhammad Mufid, “Izin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio”, Dikutip dari www.google.co.id/izin_penggunaan_Spektrum_frekuensi_Radio.htm, Diakses tanggal 12 April 2009.


(36)

ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian empiris dan hipotesis-hipotesis atau teori yang disusun secara deduktif.30 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)31 Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.32

Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari wawancara dengan informan dan penelitian kepustakaan (library research), sebagai suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, wawancara, serta sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Digunakan pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya.

Jadi disimpulkan bahwa metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk

30

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Rineka Cipta, 1994), hal. 105.

31 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Grafiti Press, 2006), hal. 118.

32


(37)

menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.33 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Penelitian hukum ini dikatakan juga penelitian yang ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan perundang-undangan, yang dilakukan secara vertikal dan horizontal. Ditelaah secara vertikal berarti akan dilihat bagaimana hirarkisnya, sedangkan secara horizontal adalah sejauhmana peraturan perundang-undangan yang mengatur pelbagai bidang itu mempunyai hubungan fungsional secara konsisten.

1. Tipe atau Jenis Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma dalam hukum positif. Penelitian ini bersifat deskriftif analitis. Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu.34 Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan dalam Izin Penggunaan Frekuensi Radio.

33 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 57.

34 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Prenada Media, 1997), hal. 42.


(38)

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.35 Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, akan menghasilkan suatu penelitian yang akurat. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Penyalahgunaan Izin Penggunaan Frekuensi Radio.

3. Sumber Data Penelitian

Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier dan pandangan dari stakeholder frekuensi radio, yang digunakan dalam penelitian ini.

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Badan hukum primer yang otoritasnya di bawah undang-undang adalah peraturan pemerintah, peraturan presiden atau peraturan suatu badan hukum

35


(39)

atau lembaga negara. Putusan pengadilan merupakan konkretisasi dari perundang-undangan.

b. Bahan hukum sekunder

Berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.36

c. Bahan hukum tersier

Berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, kamus kesehatan, majalah dan jurnal ilmiah.37

d. Pandangan dari stakeholder frekuensi radio

Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai sumber penelitian serta pandangan dari stakeholder frekuensi radio.

36 Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 141.

37 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Grafindo, 2006), hal. 14.


(40)

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Metode atau teknik menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan, ujian, dokumen dan lainnya.38

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, dan putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Metode Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaedah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.39 Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan, dan studi wawancara dengan beberapa informan/narasumber di Badan Komunikasi dan Informatika di Medan, dan data juga diperoleh dari dokumen-dokumen atau

38 Riduan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, (Bandung: Bina Cipta, 2004), hal. 97. 39


(41)

arsip-arsip dari para narasumber di Badan Komunikasi dan Informatika tersebut serta hasil wawancara diolah dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif.


(42)

BAB II

SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR MENDAPATKAN IZIN PENGGUNAAN FREKUENSI RADIO

A. Peraturan Perundang-undangan Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran

Peraturan undang-undang mengenai perizinan bagi lembaga penyiaran yaitu pertama Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, kedua yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, ketiga yaitu Keputusan Menteri Perhubungan No. 15 Tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran FM (Frequency Modulation), keempat Keputusan KPI Nomor 40/SK/KPI/08/2005 tentang Panduan Pelaksanaan Proses Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Panduan Prosedur Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi Pemohon Lembaga Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi merupakan panduan bagi Pemohon dalam proses permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dalam penggunaan spektrum frekuensi radio.

Setiap Pemohon yang ingin mengajukan permohonan IPP akan mendapat Keputusan KPI Nomor 40/SK/KPI/08/2005 tentang Panduan


(43)

Pelaksanaan Proses Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi, dan wajib mengerti isi panduan ini sebelum mengajukan permohonannya.

Panduan dari Keputusan KPI Nomor 40/SK/KPI/08/2005 tentang Panduan Pelaksanaan Proses Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi tersebut dibagi dalam 5 (lima) bagian, yaitu:40

1) Panduan Umum, berisi hal-hal umum yang perlu diketahui berkaitan dengan IPP;

2) Peraturan perundang-undangan perizinan bagi Lembaga Penyiaran, berisi undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan KPI serta surat keputusan instansi Pemerintah dan lembaga terkait yang harus diperhatikan dan dipatuhi;

3) Prosedur Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran, merupakan uraian tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan IPP;

4) Persyaratan Rekomendasi Kelayakan, merupakan uraian persyaratan umum dan persyaratan khusus dalam permohonan IPP, setiap Pemohon harus memahami semua persyaratan tersebut;

5) Lain-lain, berisi informasi yang perlu diketahui oleh Pemohon.

40 Keputusan KPI Nomor 40/SK/KPI/08/2005 tentang Panduan Pelaksanaan Proses Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi.


(44)

Panduan Umum

1. Hal penting harus diperhatikan:41

a. Bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945;

b. Bahwa agar segera tercipta satu sistem penyiaran nasional yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, maka ditetapkan Prosedur IPP (yang dilengkapi dengan Panduan Prosedur Administratif Permohonan IPP) untuk membantu pelaku industri penyiaran, baik yang baru maupun yang lama dalam proses penyesuaian diri sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002, Ketentuan Peralihan Pasal 60;

2. Panduan Prosedur Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran merupakan salah satu kegiatan Komisi Penyiaran Indonesia dalam menjalankan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;

3. Setiap lembaga penyiaran wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebelum menyelenggarakan kegiatannya;

41


(45)

4. Izin Penyelenggaraan Penyiaran adalah hak yang diberikan oleh Negara kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran dan secara administratif diberikan oleh Negara melalui KPI;

5. KPI terdiri atas KPI Pusat yang dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah yang dibentuk di tingkat provinsi;

6. Prosedur administratif permohonan IPP dimulai dari KPID setempat (daftar alamat terlampir). Apabila di daerah provinsi tertentu belum terbentuk KPID, maka permohonan dan proses selanjutnya diselenggarakan oleh KPI Pusat;

7. Prosedur Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran diberlakukan secara serentak di seluruh Indonesia untuk semua Lembaga Penyiaran jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi;

8. Informasi perihal proses perizinan bisa diakses oleh masyarakat secara terbuka dan transparan melalui KPI;

9. Sebelum memulai proses perizinan, Pemohon harus membaca Panduan ini secara lengkap dan memahami isi Panduan atas:

a. Tahapan yang harus dilalui;

b. Semua persyaratan yang diterangkan dalam panduan ini; c. Semua berkas dan formulir yang harus diisi;


(46)

10. KPI tidak menjanjikan secara implisit atau eksplisit, bahwa permohonan IPP akan serta merta diluluskan sebelum Pemohon dinyatakan secara resmi menerima sertifikat IPP;

11. Bahwa semua perubahan yang berkaitan dengan prosedur permohonan IPP akan senantiasa diberitahukan ke publik;

12. Bahwa publik dapat memberikan masukan di setiap proses permohonan IPP mulai dari awal hingga akhir, terutama pada saat Evaluasi Dengar Pendapat antara Pemohon dan KPI;

13. Bahwa sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun, dengan memperhatikan semua persyaratan yang telah ditentukan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;

14. Bahwa setelah lulus Masa Uji Coba Siaran, Pemohon akan diberikan IPP untuk menjalankan usaha jasa penyiaran radio atau televisi secara sah dengan selalu mematuhi peraturan dan perundangan yang berlaku;

15. Bahwa Pemohon yang lulus dan mendapatkan IPP akan diumumkan ke publik.


(47)

Dalam mempersiapkan dan mengajukan permohonan IPP Lembaga Penyiaran, beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bawah ini harus dipahami.

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;42

a) Pasal 13 ayat (1) mengatur mengenai jasa penyiaran, yaitu terdiri atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi;

b) Pasal 13 ayat (2) mengatur mengenai penyelenggara jasa penyiaran, yaitu Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas dan Lembaga Penyiaran Berlangganan;

c) Pasal 32 mengatur tentang Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran;

d) Pasal 33 dan 34 mengatur mengenai Perizinan.

2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan peraturan pelaksanaannya, antara lain:

a) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;

b) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekeunsi Radio dan Orbit Satelit;

c) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2001 tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Tipe Alat dan Perangkat Telekomunikasi;

42 Ibid.


(48)

d) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 2001 tentang Persyaratan Teknis Alat dan Perangkat Telekomunikasi;

e) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran FM (Frequency Modulation);

f) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2003 tentang Standardisasi Perangkat Telekomunikasi;

g) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 76 Tahun 2004 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency (UHF);

h) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 2005 tentang Sertifikat Alat dan Perangkat Telekomunikasi.

3) Peraturan KPI

a) Nomor 005/SK/KPI/5/2004 tentang Kewenangan, Tugas, dan Tata Hubungan Antara KPI Pusat dan KPI Daerah;

b) Nomor 009/SK/KPI/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS);

c) Nomor 40/SK/KPI/08/2005 tentang Panduan Pelaksanaan Proses Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi;


(49)

d) Panduan Penilaian Kelayakan Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi.43

B. Prosedur Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran

Bagian Kesebelas mengatur tentang Perizinan penyiaran radio dalam Pasal 33 UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, menyebutkan:

(1) Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran;

(2) Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini;

(3) Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik;

(4) Izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh:

a. Masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI; b. Rrekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;

c. Hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan

d. Izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.

(5) Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI;

(6) Izin penyelenggaraan dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran wajib diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ada kesepakatan dari forum rapat bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c; (7) Lembaga penyiaran wajib membayar izin penyelenggaraan penyiaran melalui

kas negara;

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama Pemerintah.

43


(50)

Pasal 34 UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, menyebutkan: (1) Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut:

a. Izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun;

b. Izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b masing-masing dapat diperpanjang;

(3) Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun;

(4) Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain;

(5) Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena:

a. Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan;

b. Melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan;

c. Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI;

d. Dipindahtangankan kepada pihak lain;

e. Mmelanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau

f. Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

(6) Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis masa izin dan tidak diperpanjang kembali.

Kemudian diatur pula dalam Keputusan KPI Nomor 40/SK/KPI/08/2005 tentang Panduan Pelaksanaan Proses Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi yang menyatakan bahwa sebelum mengajukan permohonan IPP, Pemohon harus terlebih dahulu mengetahui bahwa:

1) Alokasi saluran frekuensi radio/kanal yang diinginkan masih tersedia sesuai peta alokasi frekuensi radio/kanal yang ditetapkan Pemerintah;


(51)

2) Tersedianya sumber daya manusia yang profesional dan sumber daya lainnya sehingga Lembaga Penyiaran tersebut mampu menyelenggarakan siaran secara berkesinambungan.

Selanjutnya Pemohon harus memperhatikan terhadap hal-hal yang harus dipatuhi di setiap tahapan.

a. Pengambilan Panduan44

1) Di tahap awal ini, Pemohon menghubungi KPI, kemudian KPI memberikan: a) Panduan Prosedur Administratif Permohonan IPP bagi Pemohon

Lembaga Penyiaran Komunitas Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi, yang di dalamnya juga berisi antara lain:

i. Formulir RK-1 tentang format Surat Permohonan yang diajukan Pemohon untuk memperoleh IPP bagi Lembaga Penyiaran Komunitas Jasa Penyiaran Radio atau Jasa Penyiaran Televisi; ii. Formulir RK-2 tentang format Data dan Informasi Lembaga

Penyiaran Pemohon;

iii. Formulir RK-3 tentang format Pernyataan Kesanggupan mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS); iv. Formulir RK-4 tentang format Pernyataan Keberadaan dan

Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Komunitas Pemohon;

b) Buku Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS).

44


(52)

2) Pemohon harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini: a) Panduan Permohonan IPP dapat diambil di:

i. KPID yang telah terbentuk di setiap provinsi (Daftar Alamat KPID, terlampir);

ii. KPI Pusat di Jakarta.

b) Semua formulir dalam buku panduan tersebut adalah contoh format. Berkas asli untuk Surat Permohonan dan lainnya yang diajukan ke KPI dibuat/diketik oleh Pemohon dengan identitas Lembaga Penyiaran Pemohon;

c) KPI akan membantu setiap Pemohon yang berkonsultasi atau mengklarifikasi segala hal yang terkait dengan dan tata cara pengajuan permohonan IPP.

b. Penyerahan Kelengkapan Berkas Pemohon

1) Setelah lengkap berkas permohonan, kemudian diserahkan kepada KPI setempat;

2) Surat Permohonan berikut lampiran-lampirannya dibundel rapi dan diserahkan dalam rangkap 2 (dua), satu asli dan satu fotokopi;

3) Pada waktu berkas permohonan Pemohon diterima KPI, KPI mengeluarkan tanda terima sementara atas penerimaan berkas dari Pemohon;

4) Apabila surat permohonan telah masuk dan diberi tanda terima, Pemohon berhak setiap waktu menanyakan kepada KPI tentang kelangsungan proses permohonan.


(53)

c. Verifikasi Administratif

Verifikasi Administratif adalah tahapan pemeriksaan administratif oleh KPI tentang dokumen dan persyaratan administrasi yang harus dilengkapi oleh Pemohon pada saat mengajukan permohonannya.45

1) Dalam hal setelah selesai dilakukan verifikasi administratif oleh KPI setempat, ternyata berkas tersebut belum lengkap sebagaimana disyaratkan, maka KPI memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon untuk segera melengkapi berkas permohonannya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak Pemohon menerima pemberitahuan tertulis tersebut, yang ditunjang dengan pemberitahuan lisan (telepon); 2) Apabila persyaratan dan kelengkapan permohonan tidak dipenuhi dalam

jangka waktu tersebut di atas, maka Pemohon dianggap membatalkan permohonannya atau mengundurkan diri;

3) Apabila berkas permohonan telah dinyatakan lengkap, maka Pemohon akan menerima Tanda Terima Resmi berkas permohonan IPP.

d. Verifikasi Faktual

Verifikasi Faktual adalah tahapan di mana KPI memeriksa kesesuaian seluruh data administratif berkas permohonan Pemohon dengan kondisi yang ada di lapangan.

Anggota KPI yang bertanggungjawab atas perizinan mengkoordinasikan verifikasi faktual dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

45


(54)

1) Pelaksanaan verifikasi dikoordinasikan dengan Pemohon; waktu dan tempat pelaksanaan di lapangan harus diberitahukan sebelumnya;

2) Pemohon wajib berada di tempat dan mendampingi Anggota KPI saat pelaksanaan verfikasi faktual berlangsung;

3) Verifikasi faktual dilakukan dengan cara:

a) Mencocokkan dokumen fotokopi dengan dokumen aslinya;

b) Mencocokkan kesesuaian antara uraian tertulis/tergambar dengan kenyataan fisik di lapangan;

c) Mewawancarai pemilik, pemegang saham dan/atau karyawan. e. Evaluasi Dengar Pendapat KPI46

Evaluasi Dengar Pendapat adalah tahap di mana Pemohon mempresentasikan Studi Kelayakannya dihadapan Anggota KPI dan unsur masyarakat yang diundang.

1) KPI berkoordinasi dengan Pemohon perihal waktu, tempat, dan tata cara pelaksanaannya;

2) Pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat dapat dilakukan untuk beberapa Pemohon sekaligus pada tempat yang sama dengan waktu bergiliran;

3) Pemohon secara sendiri atau bersama-sama dengan Pemohon lainnya bertanggung jawab penuh atas pembiayaan penyelenggaraan Evaluasi Dengar Pendapat di bawah koordinasi KPI setempat. Hal yang harus disiapkan Pemohon adalah:

46


(55)

a) Tempat; b) Konsumsi;

c) Peralatan presentasi;

d) Studi Kelayakan dan dokumen presentasi.

4) Undangan Evaluasi Dengar Pendapat ini disampaikan kepada Pemohon dan pihak-pihak yang diperlukan dalam proses Evaluasi Dengar Pendapat. KPI menyiapkan dan mendistribusikan undangan kepada unsur-unsur masyarakat (DPRD setempat, akademisi, tokoh masyarakat, pakar ekonomi media, pihak pemerintah provinsi/kabupaten/kota, balai/loka monitor); 5) Pemohon harus hadir sesuai dengan waktu yang ditetapkan;

6) Dengan melampirkan surat kuasa, Pemohon dapat menunjuk secara resmi seseorang atau beberapa orang untuk mendampingi Pemohon saat menjelaskan Studi Kelayakannya;

7) Semua berkas milik Pemohon terbuka untuk umum pada saat Evaluasi Dengar Pendapat dilaksanakan. Sebelum dan setelah Evaluasi Dengar Pendapat, berkas milik Pemohon bersifat tertutup untuk umum dan dijaga kerahasiaannya oleh KPI;

8) Di akhir pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat, KPI mengeluarkan Berita Acara yang ditandatangani oleh:

a) Anggota KPI yang memimpin acara Evaluasi Dengar Pendapat; b) Pemohon;


(56)

c) 2 (dua) orang saksi yang mewakili unsur masyarakat/undangan yang hadir satu tembusan Berita Acara diberikan kepada Pemohon.

9) Fotokopi berita acara Evaluasi Dengar Pendapat dapat diberikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

f. Evaluasi Internal KPI47

Evaluasi Internal KPI adalah Rapat Pleno KPI yang diselenggarakan setelah evaluasi dengar pendapat. Dalam evaluasi internal ini diputuskan apakah:

1) Permohonan IPP Pemohon mendapat rekomendasi kelayakan dan dapat diteruskan ke tahap selanjutnya; atau

2) Permohonan IPP Pemohon ditolak, dan kepada pemohon yang bersangkutan akan diberikan surat pemberitahuan penolakan.

g. Forum Rapat Bersama KPI Pusat dan Pemerintah

Forum Rapat Bersama antara KPI Pusat dan Pemerintah merupakan tahap lanjut proses permohonan IPP Pemohon setelah dikeluarkannya rekomendasi kelayakan.

1) Forum Rapat Bersama adalah suatu wadah koordinasi antara KPI dan Pemerintah di tingkat pusat khusus perihal permohonan izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran;

2) Forum Rapat Bersama diselenggarakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung setelah pihak Pemerintah menerima Rekomendasi Kelayakan

47 Ibid.


(57)

KPID atau KPI Pusat dan Studi Kelayakan (Proposal Akhir) Pemohon yang telah dievaluasi KPID atau KPI Pusat;

3) Rapat dilaksanakan secara tertutup, bersifat bebas, jujur, dan adil. Peserta Rapat terdiri dari wakil KPI dan wakil Pemerintah cq. Departemen yang bertanggung jawab di bidang penyiaran dan telekomunikasi;

4) Materi Forum Rapat Bersama adalah rekomendasi Kelayakan KPI Pusat atau KPID beserta Studi Kelayakan (proposal akhir);

a) KPI Pusat menyiapkan materi yang terkait dengan Rekomendasi Kelayakan yang dilengkapi dengan usulan alokasi frekuensi radio/kanal yang diajukan Pemohon;

b) Pemerintah menyiapkan materi terkait master plan frekuensi radio di wilayah siaran yang diajukan Pemohon.

5) Forum rapat bersama ini mempunyai wewenang untuk menyepakati hal teknis dan nonteknis; tetapi khusus untuk hal nonteknis tidak membatalkan rekomendasi kelayakan yang diajukan oleh KPI;

6) Pemerintah akan melakukan validasi data/pengecekan ulang terhadap usulan alokasi frekuensi radio/kanal berdasarkan master plan, atau alokasi frekuensi lintas perbatasan (cross border) antar kabupaten/antarkota antar provinsi atau antarnegara, dengan melakukan pengukuran (clearance frekuensi);


(58)

7) Hasil Forum Rapat Bersama dituangkan dalam bentuk Berita Acara Rapat dan ditandatangani oleh semua peserta Forum Rapat Bersama. Berita Acara tersebut berisikan antara lain:

a) Kesepakatan alokasi frekuensi radio/kanal untuk Pemohon;

b) Kesepakatan pembentukan Tim Evaluasi Masa Uji Coba Siaran di tingkat provinsi, dengan jangka waktu uji coba siaran yang telah ditetapkan bersama;

h. Masa Uji Coba Siaran48

Masa Uji Coba Siaran adalah tahap yang harus dilalui setelah Pemohon mendapatkan alokasi frekuensi dan sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran dengan spektrum frekuensi radio. Masa Uji Coba Siaran paling lama 6 (enam) bulan untuk penyiaran radio dan paling lama 1 (satu) tahun untuk penyiaran televisi.

1) Setelah adanya kesepakatan dalam Forum Rapat Bersama terhadap alokasi frekuensi/kanal untuk Pemohon dan waktu pelaksanaan uji coba siaran, KPI akan mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada Pemohon untuk melaksanakan uji coba siaran dalam jangka waktu yang ditentukan;

2) Masa Uji Coba Siaran digunakan termasuk untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur, monitoring penggunaan frekuensi yang sudah ditetapkan, pelaksanaan uji coba siaran dan evaluasi penyelenggaraan uji coba siaran;

48


(59)

3) Tim Evaluasi Uji Coba Siaran terdiri dari:

a) Unsur KPID/KPIP, yang ditegaskan dalam surat internal KPI, yang bertugas mengevaluasi aspek-aspek kelayakan Pemohon; dan

b) Wakil Pemerintah, yang ditetapkan oleh Pemerintah, yang bertugas mengevaluasi rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran;

4) Tim Evaluasi Uji Coba Siaran mulai bekerja paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah Berita Acara Forum Rapat Bersama ditandatangani;

5) Pemohon harus memperhatikan bahwa:

a) Masa Uji Coba Siaran Pemohon dimulai paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah adanya kesepakatan disetujuinya permohonan Pemohon dan dengan diterbitkannya berita acara Forum Rapat Bersama tentang Permohonan Pemohon;

b) Bahwa Masa Uji Coba Siaran tidak dapat diperpanjang;

c) Pemohon wajib membuat laporan perkembangan (progress report) setiap bulan selama masa uji coba siaran;

d) Bahwa selama Masa Uji Coba Siaran, Lembaga Penyiaran tidak boleh menyelenggarakan siaran iklan niaga, kecuali iklan layanan masyarakat. Ketentuan ini tidak berlaku bagi penyelenggara Lembaga Penyiaran yang sedang menyesuaikan sebagaimana diatur dalam pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.


(1)

Dwarkin Ronald, Dalam Kutipan Bismar Nasution Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum.

Feintuck, Mike, Communications, Inggris: D&D Co., 1999.

Galenter Marc, Modernisasi Sistem Hukum Dalam Myron Weiner (ed) Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press 1993, Cetakan III.

Hadjon Philipus M, dkk, Pengantar Hukum Adminstrasi Indonesia (Introduction to the Indonesian Administrative Law, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005.

Halim, Abdul Barkatullah, Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce, Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005. Hamidi Jazim, Revolusi Hukum Indonesia, Jakarta: Penerbit Konstitusi Press,

2006.

Hartono Sumaryati, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung: Alumni, 1991.

Head, Sydney W., dan Christopher H. Sterling, Broadcasting In America, fourth edition, Boston: Houghton Miffin Company, 1982.

Kabul, Imam, Paradigma Pembangunan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005.

Kusrianto, Adi, Pengantar Desain Komunikasi Visual, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007.

Kusumaat Maja Muchtar, Hubungan antara Hukum dengan Masyarakat, Landasan Pikiran Pola dan Mekanisme Pelaksanaan Pembaharuan Hukum, Jakarta: BPHN LIPI. 1996.

Lowe, Bret William, Seni Menggunakan dan Meningkatkan Periklanan yang Efektif, Jakarta: Elex Media Computindo, 1996.

Manan Bagir, Hukum Positif di Indonesia (Suatu Kajian Teoritik), Yogyakarta: UII Press, Cetakan Pertama.

_______, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Ind-Hill Co,1992


(2)

MD, Mahfud, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1999.

Morissan, Media Penyiaran, Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005.

Mufid, Muhammad, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Jakarta: Kencana, 2007.

Mustafa, Bacshan, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1985.

Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindopersada, 2007.

Rahardjo Satjipto, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Angkasa, 1991.

Rahardjo, Agus, Cyber Crime, Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Saydam, Gouzali, Sistem Telekomunikasi di Indonesia, Bandung: CV. Alfabeta, 2006.

Siagian SP, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, 1990.

Siahaan Lintong O, Prospek PTUN Sebagai Penyelesaian Sengketa Administrasi Indonesia, Jakarta: Perum Percetakan Negara RI.2005, Cetakan Pertama.

Silaban, M.H, “Masalah Penerapan Hukum dalam Penuntutan Kasus-Kasus Kejahatan Komputer di Indonesia”, Lokakarya Penanggulangan Kejahatan Komputer, Jakarta: BPHN-Depkeh, 1990.

Simorangkir, J.C.T, Undang-Undang Hak Cipta 1987 dengan Komentar, Jakarta: Djambatan, 1998.

Situmorang Victor M dan Jusuf Juhir, Aspek Hukum dalam Pengawasan dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Soeprapto Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pemberlakuannya, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998.


(3)

Spelt N.M dan JBJM. Ten Berge, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya: 1993.

Stellinga, Grondtriekken van het Nederland Administratif Rech, Bandung: Alumni, 1981, Terpetik dalam Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara.

Susanto, Astrid S., Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Jilid III, Bandung: Bina cipta, 1989.

Vivian, John, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Kencana, 2008, edisi kedelapan.

B. Artikel/Majalah/Jurnal

Armando, Ade, “Etika Siaran”, Artikel Koran Kompas terbit tanggal 26 Mei 2004.

Basah Sjahchran, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya: 1995.

Ecip, Sinasar, “Eksploitasi Siaran”, Artikel Koran Kompas, terbit tanggal 1 Juli 2004.

Kumara, Alex, “Batasan Wilayah Siaran Televisi Indonesia”, Artikel Koran Kompas terbit tanggal 8 September 2002.

Lubis M.Solly, Diktat Teori Hukum, Program Magister Ilmu Hukum USU Medan, 2006.

Manan Bagir, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Peraturan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah Tidak Dipublikasikan, Jakarta: 1995.

Mustofa, Agus, “Bisnis Stasiun TV Nasional”, Artikel Koran Kompas terbit tanggal 8 September 2002.

Pound, Roscoe, “Social Control Through Law: Jurnal Postulets”, Cet.1, dikutip dalam Filsafat Hukum dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 2001. ---, Jurisprudence, Vol.3, Tahun 1965.


(4)

Priyanto, “Dialog Interaktif antara Pers dan Penyiaran”, Artikel Koran Kompas, terbit tanggal 6 November 2002.

Soejardjono Siti Tanadjoel Tarki, Kumpulan Hasil Terjemahan Bidang Peradilan Tata Usaha Negara, Makalah, Jakarta: 1994.

Quail, Mc, “Public Service in Broadcasting”, sixth edition, Amerika: Portal Magazine, 1992.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Keputusan KPI Nomor 40/SK/KPI/08/2005 tentang Panduan Pelaksanaan Proses Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi.

D. Internet

Feintuck, Mike, “Language of Minority Journal,

www.freshknowledge_journal.com, Diakses tanggal 25 April 2009. Lihat Thomas, Journals of Culture, Inggris: Red Co., 1998.

Gema, Ari Juliano, Cbyer Crime; Sebuah Fenomena di Dunia Maya, 2000,

dapat dijumpai dalam situs internet:

http://www.theceli.com/dokumen/jurnal/ajo/a002.shtml.

Junaidi, Arif, “Regulasi Penyiaran Kini”,

www.google.co.id/regulasi_peyiaran.htm, Diakses tanggal 12 April 2009.


(5)

Hutajulu, Fran, “Broadcast Competitions”, www.cbc-news.com, Diakses tanggal 12 April 2009.

Rahman, Lia, “Penyiaran Publik”, www.public-info.co.id, Diakses tanggal 12 April 2009.

http://muhammadiyah-radkom.blogspot.com/2007/03/perizinan-penyelenggaraan-penyiaran.html, Diakses tanggal 2 januari 2009 www.antara.co.id/arc/2007/6/28/waspadai-praktik-jual-beli-perizinan-radio/,

Diakses tanggal 2 Januari 2009.

Viverisma, Vivi, “Fitur Media”, www.google.co.id/media_ feature_ekopol.htm, Diakses tanggal 12 April 2009.

Rhosidi, Rasyid, “Teori Media Penyiaran”, www.general-hotmail.com, Diakses tanggal 12 April 2009.

“Filosofi Penegakan Hukum Pelanggaran Penggunaan Kanal Frekuensi Radio Penyiaran TV”, www.postel.go.id/, Diakses tanggal 3 Januari 2009. Mufid, Muhammad, “Izin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio”,

www.google.co.id/izin_penggunaan_Spektrum_Frekuensi_Radio.htm, Diakses tanggal 12 April 2009.

KPID dan Balmon, Kanal Radio Komunitas,

http://www.kpi.go.id/index.php?etats=detail&nid=747, Diakses tanggal 3 Januari 2009.

Sendjaja, Sasa Djuarsa, “Regulasi Penyiaran Kembali Dikerkah Pemerintah”,http://www.kpi.go.id/index.php?etats=detail& nid=38, Diakses tanggal 2 Januari 2009.

Sutadi, Heru, “Cyber Crime, Apa Yang Bisa Dibuat?”, dapat dijumpai dalam situs internet: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0304/05/opi01.html

E. Kamus

Algra, dkk, Kamus Istilah Hukum Indonesia-Belanda, 1983.

Gunawan Adi, Kamus Inggris – Indonesia, Indonesia - Inggris, Surabaya: Penerbit Kartika, 2000.


(6)

Indrawan WS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jombang: Lintas Media, 2006. Poerwadarminta WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1985. Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Sitanggang Cormentyna, dkk, Kamus Pelajar, Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2004.


Dokumen yang terkait

Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Studi Pada Radio Most Fm Medan)

5 74 74

Pola Penyiaran Radio Bahana Kusuma FM (99,5 MHz) Dan Minat Dengar (Studi Deskriptif Tentang Pola Penyiaran Radio Bahana Kusuma FM Dalam Menarik Minat Dengar Anak Muda Kota Kabanjahe)

4 88 132

JAMINAN KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB PERS DALAM PERSPEKTIF HUKUM MEDIA MASSA Studi Komparatif UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Dan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers

0 17 2

KONSEP DAN MANAJEMEN PENYIARAN TELEVISI BERJARINGAN SEBAGAI IMPLEMENTASI UU NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN (Studi Pada Persiapan Sakti TV Surabaya)

0 4 31

Aspek Hukum Penyiaran Dalam Penyelenggaraan Penyiaran Yang Dilakukan Oleh PT Net Mediatama Indonesia Terkait Izin Penyelenggaraan Penyiaran.

0 1 2

PERAN DEWAN PENGAWAS LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TVRI DAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DALAM MENJAGA NETRALITAS ISI PROGRAM SIARAN TVRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN.

0 0 1

UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

0 0 32

Peraturan KPI No. 3 Tahun 2006 tentang Izin Penyelenggaraan Penyiaran

0 0 27

BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN A. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran - Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lok

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Studi Pada Radio Most Fm Medan)

0 0 14