xlv pendistribusian kekuasaan distribution of power, sumber distribution of
resources , dan pengambilan keputusan distribution of decision making.
Pendekatan aksi sosial didasarisuatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klienyang seringkali menjadi korban ketidakadilan
struktur. Aksi sosial berorientasi baik pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan dan
tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokrasi, kemerataan equality dan keadilan
equity.
40
2. Tahapan Pengembangan Masyarakat
Tahapan pengembangan masyarakat yang biasa dilakukan pada beberapa organisasi pelayanan masyarakat, antara kelompok yang satu
dengan yang lain mempunyai beberapa perbedaan dan persamaan. Hal tersebut bisa dilihat dari dua buku yang penulis jadikan sebagai bahan
rujukan, yaitu: Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat karya Edi Suharto dan Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas karya Isbandi Rukminto Adi. Namun, secara garis besar tahapan
pengembangan masyarakat dapat dirumuskan menjadi lima tahapan, antara lain:
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan need assessment. Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai kekurangan yang
mendorong masyarakat untuk mengatasinya. Asesmen kebutuhan dapat
40
Ibid ., h. 45.
xlvi diartikan sebagai penentuan besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam suatu
populasi yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam kondisi yang direalisasikan.
Terdapat lima jenis kebutuhan yang terdapat di masyarakat, antara lain:
41
1. Kebutuhan absolut absolute need adalah kebutuhan minimal atau
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia agar dapat mempertahankan kehidupannya survive.
2. Kebutuhan normatif normative need adalah kebutuhan yang
didefinisikan oleh ahli atau tenaga profesional. Kebutuhan ini biasanya didasarkan standar tertentu.
3. Kebutuhan yang dirasakan felt need adalah sesuatu yang dianggap
atau dirasakan orang sebagai kebutuhannya. Kebutuhan ini merupakan petunjuk tentang kebutuhan yang nyata real need. Akan tetapi,
kebutuhan ini berbeda dari satu orang ke orang lainnya, karena sangat tergantung ada persepsi orang yang bersangkutan mengenai sesuatu
yang diinginkannya pada suatu waktu tertentu. 4.
Kebutuhan yang dinyatakan stated need adalah kebutuhan yang dirasakan yang diubah menjadi kebutuhan berdasarkan banyaknya
permintaan. Besarnya kebutuhan ini tergantung pada seberapa orang yang memerlukan pelayanan sosial.
41
Ibid., h. 76-77.
xlvii 5.
Kebutuhan komparatif comparative need adalah kesenjangan gap antara tingkat pelayanan yang ada di wilayah-wilayah yang berbeda
untuk kelompok orang yang memiliki karakteristik sama.
Dalam proses penilaian assessment dapat digunakan teknik SWOT,
dengan melihat Kekuatan strength, Kelemahan Weaknesses, Kesempatan Opportunities, dan Ancaman Threat. Dengan menggunakan tehnik ini
dalam proses assessment masyarakat sudah dilibatkan secara aktif agar mereka dapat merasakan bahwa permasalahan yang sedang dibicarakan
benar-benar permasalahan
yang sedang
dibicarakan benar-benar
permasalahan yang keluar dari pandangan mereka sendiri. Disamping itu, pada tahap ini pelaku perubahan juga memfasilitasi warga untuk menyusun
prioritas dari permasalahan yang akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya.
42
b. Penentuan Tujuan Isbandi Rukminto Adi menyebut tahapan kedua ini dengan tahapan
perencanaan alternatif program atau kegiatan. Pada tahap ini agen
perubah secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya.
43
Tujuan dapat didefinisikan sebagai kondisi di masa depan yang ingin dicapai. Maksud utama penentuan tujuan adalah untuk membimbing program
ke arah pemecahan masalah. Tujuan dapat menjadi target yang menjadi dasar bagi pencapaian keberhasilan program. Terdapat dua jenis atau tingkat
tujuan, yaitu, tujuan umum goal dan tujuan khusus objektive. Tujuan
42
Isbandi Rukminto Adi, op. cit., h. 252
43
Ibid. , h. 253.
xlviii umum dirumuskan secara luas sehingga pencapaiannya tidak dapat diukur.
Sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan yang spesifik dan terukur mengenai jumlah yang menunjukkan kemajuan ke arah pencapaian tujuan
umum. Rumusan tujuan khusus yang baik memiliki beberapa ciri:
44
1. Berorientasi pada keluaran output bukan pada proses atau masukan
input. 2.
Dinyatakan dalam istilah yang terukur. 3.
Tidak hanya menunjukkan arah perubahan misalnya meningkatkan, tetapi juga tingkat perubahan yang diharapkan misalnya 10 persen.
4. Menunjukkan jumlah populasi secara terbatas.
5. Menunjukkan pembatasan waktu
6. Realistis dalam arti dapat dicapai dan menunjukkan usaha untuk
mencapainya. 7.
Relevan dengan kebutuhan dan tujuan umum.
c. Penyusunan dan Pengembangan Rencana Program
Pada tahap penyusunan dan pengembangan rencana program atau
menurut istilah Isbandi Rukminto Adi tahapan pemformulasikan rencana aksi yaitu tahapan dimana agen perubah membantu masing-masing
kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
45
Dalam proses perencanaan sosial, para perencana dan pihak-pihak terkait atau para pemangku kepentingan stakeholders selayaknya bersama-
sama menyusun pola rencana intervensi yang koprhensif. Pola tersebut
44
Edi Suharto, op. cit., h. 77.
45
Isbandi Rukminto Adi, op. cit., h. 254.
xlix menyangkut tujuan-tujuan khusus, strategi-strategi, tugas-tugas dan prosedur-
prosedur yang ditujukan untuk membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan pemecahan masalah. Suatu rencanan biasanya dikembangkan dalam
suatu pola yang sistematis dan pragmatis dimana bentuk-bentuk kegiatan dijadwalkan dengan jelas. Program dapat dirumuskan sebagai suatu
perangkat kegiatan yang saling tergantung dan diarahkan pada pencapaian satu atau beberapa tujuan khusus objektives. Penyusunan program dalam
proses perencanaan sosial mencakup keputusan tentang apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam proses perumusan program.
46
1. Identifikasi program alternatif. Penyusunan program merupakan tahap
yang membutuhkan kreativitas. Karenya sebelum satu program dipilih ada baiknya jika diidentifikasi beberapa program alternatif.
2. Penentuan hasil program. Bagian dari identifikasi program alternatif
adalah penentuan hasil apa yang akan diperoleh dari setiap program laternatif. Hasil dapat dinyatakan dalam tiga tahapan, yaitu:
pelaksanaan tugas, unit pelayanan, dan jumlah konsumen. 3.
Penentuan biaya. Informasi tentang biaya mencakup keseluruhan biaya program maupun biaya per hasil.
4. Kriteria pemilihan program. Setelah program-program alternatif
diidentifikasi, maka harus dilakukan pilihan diantara mereka. Pemilihan dapat dilakukan atas dasar rasional, yakni bersandar pada
kriteria tertentu. Kriteria yang tergolong rasional adalah menyangkut
46
Edi Suharto, op. cit., h. 78-79.
l pentingnya, efisensi, efektivitas, fisibilitas feasibility, keadilan dan
hasil-hasil tertentu.
d. Pelaksanaan Program Implementasi Program
Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial penting dalam proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang
sudah direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerjasama antara agen perubah dan warga
masyarakat, maupun kerjasama antar warga.
47
Tahap implementasi program intinya menunjuk pada perubahan proses perencanaan pada tingkat abstraksi yang lebih rendah. Penerapan
kebijakan atau pemberian pelayanan merupakan tujuan, sedangkan operasi atau kegiatan-kegiatan untuk mencapainya adalah alat pencapaian tujuan.
Ada dua prosedur dalam melaksanakan program, yaitu:
48
1. Merinci prosedur operasional untuk melaksanakan program.
2. Merinci prosedur agar kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana.
e. Evaluasi Program
Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya
dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga pada tahap ini diharapkan akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk
melakukan pengawasan secara internal. Sehingga dlaam jangka panjang
47
Isbandi, Rukminto Adi, loc. cit.
48
Edi Suharto, loc. cit.
li diharapkan akan dapat membentuk suaut sistem dalam masyarakat yang lebih
mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yag ada.
49
Pada tahap evaluasi program, analisis kembali kepada permulaan proses perencanaan untuk menentukan apakah tujauan yang telah ditetapkan
dapat dicapai. Evaluasi menjadikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Evaluasi baru dapat dilaksanakan kalau rencana sudah
dilaksanakan. Namun demikian, perencanaan yang baik harus sudah dapat menggambarkan proses evaluasi yang akan dilaksanakan.
50
49
Isbandi Rukminto Adi, op. cit., h. 256.
50
Edi Suharto, op. cit., h. 79-80.
lii
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Otonomi Daerah dan Latar Belakang Keberadaan Bidang Diklat Kerja Badiklatlitbang Kabupaten Tangerang
Lahirnya era reformasi di penghujung tahun 1990 membawa perubahan- perubahan fundamental dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam tata
hubungan politik pemerintahan dan kenegaraan. Agenda resmi pemerintahan saat itu adalah pengejawantahan desentralisasi dalam bingkai otonomi daerah.
Menjawab tantangan itu, pemerintah era reformasi telah mengeluarkan dua paket kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemeritahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
51
Namun, kedua
Undang-undang tersebut
direvisi total
dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua Undang-undang sebelumnya tersebut
direvisi karena dianggap cenderung desentralisasi sedikit campur tangan pemerintah. Hal tersebut akan positif jika diikuti oleh kesiapan yang memadai
dari daerah dalam menerima dan mengimplementasikan otonomi.
52
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
51
H. Jazuli Juwaini, Otonomi Sepenuh Hati Jakarta: Al-Itishom Cahaya Umat, 2007, h. 20.
52
Ibid., h. 72.
liii mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
seempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarati mengganti konsep otonomi daerah Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang hanya mengatur
wewenang Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, sementara kewenangan Pemerintah KabupatenKota tidak diatur secara jelas.
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa dalam penerapan otonomi harus tetap dalam prinsip otonomi luas, nyata,
dan bertanggung jawab. Luas, berarti daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa,
dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Prinsip otonomi nyata bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi
dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud prinsip otonomi bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
53
Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah konsekuensi langsung dari Undang-undang
No. 32 tahun 2004. Jika Undang-undang No. 32 tahun 2004 mengatur mekanisme power sharing,
maka Undang-undang No. 33 tahun 2004 mengatur mekanisme financial sharing
.
54
Undang-undang No. 33 tahun 2004 merupakan penjabaran
53
Ibid. , h. 41.
54
Ibid., h. 60.
liv lebih lanjut dari UU. No. 32 tahun 2004. Prinsip umum yang diatur dalam UU.
No. 32 tahun 2004 dijabarkan dalam UU. No. 33 tahun 2004 antara lain: 1 Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah didanai
dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah. 2 Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah didanai dan
atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara. 3 Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut dilakukan secara terpisah.
55
Berdasarkan kondisi obyektif Kabupaten Tangerang yang sebagian besar perekonomiannya ditopang oleh sektor industri yang tumbuh di berbagai kawasan,
maka ditetapkan visi Kabupaten Tangerang Terwujudnya Masyarakat Tangerang yang Beriman, Maju, Mandiri, Berorientasi Industri dan
Berwawasan Lingkungan.
Kemudian yang dimaksud dengan: 1.
Masyarakat Kabupaten Tangerang; adalah kelompok orang dengan segala
aspek kehidupannya, yang meliputi sikap perilaku dan pola pikir dalam sosial budaya, agama, politik, ekonomi, hukum, ilmu pengetahuan teknologi yang
memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang ada di Kabupaten Tangerang;
2.
Beriman; adalah percaya, yakin dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan memenuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta hidup rukun antar umat manuisa. Terpenuhinya kebutuhan manusia dari
segi materi memerlukan penyeimbang dari sisi rohani, sehingga terjamin keseimbangan mental dan spiritual;
55
Ibid., h. 62.
lv 3.
Maju; berarti cerdas, sehat dan dinamis menuju taraf hidup yang lebih baik,
proaktif, kreatif, dan disiplin sesuai dengan fungsi, peran dan kedudukan masing-masing anggota masyarakat;
4.
Mandiri; berarti mampu mengatasi permasalahan dan hidup bertanggung
jawab dengan tidak ada ketergantungan pada pihak lain atau dikendalikan oleh pihak lain. Visi kemandirian adalah tetap berada koridor Negara
Keasatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945;
5.
Berorientasi Industri; berarti perilaku yang mengarah pada pertimbangan
ekonomis dengan memperhitungkan tenaga, waktu, biaya, dan sumber daya teknologi yang terus berkembang dan tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri tapi berorietasi pasar; 6.
Berwawasan Lingkungan;
berarti berorientasi
pembangunan mempertimbangkan kondisi lingkungan yang harus dipatuhi oleh setiap
pelaku pembangunan karena pembangunan berwawasan lingkungan akan memberi manfaat bagi kelangsungan hidup dan pembangunan;
56
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka ditetapkan misi pemerintah
Kabupaten Tangerang sebagai berikut: 1.
Memfasilitasi peningkatan kualitas sumber daya manusia SDM yang beriman, sehat, cerdas, produktif, partisipatif dan kompetitif;
2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif di bidang agrobisnis, manufaktur,
dan jasa serta mewujudkan demokrasi ekonomi bagi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah serta sektor informal;
56
www.kabupatenkab.com., 5 Maret 2008.
lvi 3.
Mewujudkan keserasian dan keseimbangan pembangunan yang berwawasan lingkungan melalui perencanaan pelaksanaan dan pengendalian;
4. Mewujudkan pemerintahan yang baik good government dan kemandirian
otonomi daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 5.
Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
57
Dalam melaksanaan Program Pembangunan Daerah PROPEDA Kabupaten Tangerang tahun 2003-2007 sebagai pedoman untuk melaksanakan
Rencana Pembangunan Pemerintah Daerah yang merupakan tahapan perencanaan tahunan dalam rangka mewujudkan Visi Daerah yang telah disepakati bersama
antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat Kabupaten Tangerang, Pemerintah Daerah menuangkannya ke dalam 5 Kebijakan Umum Pembangunan Kabupaten
Tangerang yang akan dilaksanakan selama sepuluh tahun kedepan salah satu
diantaranya adalah Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia melalui Pendidikan Keterampilan, Produktivitas bekerja, Etos Kerja dan Perluasan
Kesempatan Kerja serta Peningkatan Kualitas Kesehatan Fisik dan Mental.
58
Sehubungan dengan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang telah menetapkan Peratauran Daerah Perda Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Organisai Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang dan dipertegas dengan dikeluarkannya Surat Keputusan SK Bupati Tangerang Nomor 25 Tahun 2004
tanggal 19 Juli 2004 tentang tugas pokok, fungsi dan tata kerja Bidang Diklat Kerja Kabupaten Tangerang membentuk Bidang Pendidikan dan Pelatihan Kerja
Kabupaten Tangerang yang bertanggung jawab kepada Kepala Badan Diklat
57
Ibid.
58
Sumber: Bidang Diklat Kerja Badiklatlitbang Kabupaten Tangerang.
lvii Litbang, yang sebelumnya bernama Unit Pelaksana Teknis Kerja UPT
Tangerang. Bidang Diklat Kerja Badan Pendidikan Pelatihan, Penelitian, dan
Pengembangan Kabupaten Tangerang merupakan lembaga pengelola kegiatan pelatihan kerja di Kabupaten Tangerang yang berdiri sejak tahun 2004 yang
sebelumnya bernama Unit Pelaksana Teknis UPT Pendidikan dan Pelatihan Kerja Diklat Kerja. Pada awalnya lembaga ini merupkan latihan kerja yang
berada langsung di bawah koordinasi Departemen Tenaga Kerja dengan nama Kursus Latihan Kerja KLK. Kemudian pada tauhn 1997 KLK mengalami
perubahan nama menjadi Balai Latihan Kerja Industri BLKI. Seiring dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai
dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 revisi dari Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan pengaruh besar terhadap keberadaan
lembaga tersebut. Gambar III.1
Sejarah Keberadaan Bidang Diklat Kerja Badiklatlitbang Kabupaten Tangerang
59
KLK KURSUS LATIHAN KERJA
Tahun 1985 Kepmenaker No. 181 Tahun 1984 sd 1997
BALAI LATIHAN KERJA INDUSTRI
Tahun 1997 Kepmenaker No. 88 Tahun 1997 sd 2001
59
Sumber: Bidang Diklat Kerja Badiklatlitbang Kabupaten Tangerang.
lviii
UPT. DIKLAT KERJA KAB. TANGERANG
Perda No. 11 Tahun 2001 SK. Bupati no 95 tahun 2001
BIDANG DIKLAT KERJA BADAN PENDIDIKAN PELATIHAN PENELITIAN PENGEMBANGAN
BADIKLATLITBANG KAB. TANGERANG
Perda No. 16 Tahun 2004 SK. Bupati No. 25 Tahun 2004
Dalam bagan tersebut, perubahan nama lembaga sering dilakukan. Hal ini seiring kebijakan pemerintah dalam upaya memberdayakan masyarakat dan untuk
lebih meningkatkan kinerja lembaga tersebut. Dari tahun 1985 sampai 2001 lembaga ini masih dalam kerangka
pemerintah pusat di bawah naungan Departemen Tenaga Kerja, setelah adanya Undang-undang tentang otonomi daerah dari tahun 2001 sampai seterusnya
lembaga tersebut dikelola sendiri oleh pemerintahan otonom dalam hal ini kabupaten. Hal tersebut dimaksudkan agar lembaga tersebut bisa disesuaikan
dengan tingkat kebutuhan SDM daerah tersebut.
B. Visi, Misi, Tugas Pokok, Fungsi, Sasaran, dan Indikator Kinerja 1. Visi Bidang Diklat Kerja Badiklatlibang Kabupaten Tangerang
Visi Bidang Diklat Kerja Kabupaten Tangerang mengacu pada salah
satu Misi Kabupaten Tangerang yaitu: Peningkatan kualitas sumber daya manusia SDM yang beriman, sehat, cerdas, produktif, partisipasi dan
kompetitif. Berdasarkan kondisi obyektif terhadap seluruh sumber daya
untuk meraih masa depan yang lebih baik, maka Bidang Pendidikan dan
lix
Pelatihan Kerja menetapkan Visi sebagai berikut: Terwujudnya sumber daya manusia yang kompeten di bidang Industri 2008.
60
2. Misi Bidang Diklat Kerja Badiklatlibang Kabupaten Tangerang