2.2. Landasan Teori
Suharto  1997,  menyebutkan  bahwa  kebijakan  adalah  suatu  ketetapan  yang memuat  prinsip-prinsip  untuk  mengarahkan  cara-cara  bertindak  yang  dibuat  secara
terencana  dan  konsisiten  dalam  mencapai  tujuan  tertentu.  Kebijakan  senantiasa berorientasi  kepada  tindakan  action-oriented  dan  berorientasi  kepada  masalah
problem-oriented. Dunn  1991,  menyebutkan  bahwa  analisis  kebijakan  mengkaji  kebijakan  yang
telah berjalan, ruang lingkup serta metoda analisis kebijakan umumnya bersifat deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibat dari suatu kebijakan. Dari kajian kebijakan
tersebut  diharapkan  dapat  memperoleh  kesimpulan  apakah  kebijakan  yang telah dijalankan efektif atau tidak.
Kebijakan  yang  diambil  pemerintah  dalam  usaha  pengendalian  harga  bahan pangan terutama untuk kenaikan harga minyak goreng diwujudkan dalam bentuk campur
tangan pemerintah diantaranya dengan pemberian subsidi bagi pengusaha atau produsen minyak goreng yaitu dengan menghapus PPN sebesar 10  terhadap pengusaha minyak
goreng  yang  nantinya  diharapkan  bisa  mengurangi  sebagian  biaya  produksi  pengusaha sehingga  bisa  menyalurkan  minyak  gorengdengan  harga  yang  lebih  murah  kepada
masyarakat luas. Penghapusan PPN itu sendiri diberi Cap DTP Ditanggung Pemerintah. Walaupun  pemerintah  bermaksud  membantu  konsumen  dalam  memperoleh
minyak  goreng  dengan  harga  murah,  namun  ternyata  kebijakan  tersebut  dianggap memihak  produsen.  Penghapusan  PPN  tersebut  sendiri  disebut  sebagai  fasilitas  yang
diberikan pemerintah kepada Pengusaha Kena Pajak, berupa :
1. Penangguhan Pembayaran PPN  PPNBM, atau 2. Pajak terutang tidak dipungut, atau
3. PPN ditanggung Pemerintah. Menurut  Sukarji  1999,  Fasilitas tersebut  diberikan  kepada  pengusaha  dengan
maksud  untuk  mendorong  pertumbuhan  bidang  usaha  yang  bersangkutan,  untuk membantu  likuiditas  perusahaan  atau  untuk  meunjang  program  pemerintah  yang
menyangkut hidup orang banyak. Subsidi adalah pemberian pemerintah kepada produsen untuk mengurangi biaya
produksi yang ditanggung produsen. Subsidi merupakan kebalikan atau lawan dari pajak, sering juga disebut sebagai pajak negatif. Subsidi yang diberikan atas produksi penjualan
sesuatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut menjadi lebih rendah. Dengan subsidi, produsen merasa ongkos produksinya menjadi lebih kecil sehingga ia bersedia
menjual lebih murah kepada konsumen.  Subsidi menyebabkan harga keseimbangan yang tercipta di pasar lebih rendah daripada harga keseimbangan sebelum atau tanpa subsidi,
sedangkan jumlah keseimbangannya semakin bertambah. Dumairy, 1999 Lebih lanjut Dumairy 1999, menyatakan bahwa subsidi produksi yang diberikan
oleh pemerintah menyebabkan ongkos produksi yang dikeluarkan oleh produsen menjadi lebih sedikit daripada ongkos produksi yang seharusnya dikeluarkan untuk menghasilkan
barang  tersebut,  Karena  ongkos  produksi  yang  dikeluarkan  oleh  produsen  lebih  kecil, produsen  bersedia  menawarkan  produknya  dengan  harga  yang  lebih  rendah,  sehingga
sebagian  subsidi  bisa  dinikmati  juga  oleh  konsumen.  Kebijakan  yang  dikeluarkan pemerintah  dengan  memberikan  subsidi  atas  suatu  barang  akan  membuat  harga  yang
dibayar  oleh  konsumen  akan  turun,  sedangkan  secara  bersamaan  akan  meningkatkan permintaan akan barang tersebut.
Tarif  merupakan  pajak  atau  cukai  yang  dikenakan  untuk  suatu  komoditi  yang diperdagangkan  lintas-batas  territorial.  Tarif  Ekspor  atau  yang  lebih  dikenal  dengan
Pungutan  Ekspor  PE  merupakan  pajak  yang  dikenakan  pada  eksportir  untuk  suatu komoditi yang di ekspor. Salvatore, 1997.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2005 tentang  Pungutan  ekspor  Atas  Barang  Ekspor  Tertentu,  Pungutan  ekspor  dimaksudkan
untuk mendukung pelestarian sumber daya alam dan menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri. Dalam menetapkan Harga Patokan ekspor untuk
komoditi ekspor CPO dan produk turunannya digunakan harga rata-rata bursa Rotterdam dan Kuala Lumpur dalam satu bulan sebelum penetapan Harga Pungutan Ekspor.
Pasokan  CPO  tersebut untuk  bulan Mei  2007  sebesar  97.525  Sembilan  Puluh Tujuh Ribu  Lima Ratus Dua  Lima ton dan bulan Juni 2007 sebesar 102.800 Seratus
Dua Ribu Delapan Ratus ton untuk dikirim ke pabrik minyak goreng anggota Assosiasi Industri Minyak Makan Indonesia AIMMI dan atau Gabungan Industri Minyak Nabati
Indonesia GIMNI untuk diolah menjadi Olein Minyak goreng dengan ratio 1 satu kilogram CPO menjadi 1satu kilogram Minyak goreng.
Kerangka Pemikiran
Pada  pertengahan  2007  dengan  terjadinya  kenaikan  harga  minyak  goreng, pemerintah berusaha menstabilkan harga minyak goreng yang sempat mencapai harga di
atas Rp.10.000, Juni 2007. Pemerintah mengeluarkan 3 kebijakan utama sebagai respon atas  kenaikan  harga  tersebut  yaitu  pengahapusan  PPN  sebesar  10  yang  seharusnya
menjadi  beban  produsen  dan  distributor,  dinaikkannya  Pungutan  Ekspor  PE  minyak sawit secara progresif mengikuti harga CPO internasional, dan kebijakan terakhir adalah
dengan mengharuskan setiap pengusaha memasok produksi minyak sawitnya ke pasaran domestik, yang disebut sebagai Domestic Market Obligation DMO.
Semua  kebijakan  yang  dikeluarkan  dianggap  pemerintah  akan  mampu menurunkan harga minyak goreng domestik dan menjaga pasokan minyak sawit sebagai
bahan baku minyak goreng di dalam negeri. Secara garis besar banyak kalangan menilai semua kebijakan tersebut tidak efektif karena hanya bersifat jangka pendek dan berpihak
pada sebagian kalangan. Namun pemerintah tetap menjalankan kebijakan tersebut dengan alasan bahwa kebijakan dalam menstabilkan harga kebutuhan pokok, termasuk minyak
goreng  merupakan  hal  yang  penting  bagi  masyarakat  dan  bagi  perekonomian  secara keseluruhan.
Jika  kebijakan-kebijakan  pemerintah  tersebut  dinilai  efektif  maka  akan  mampu membuat harga minyak goreng turun menjadi harga semula dan stabil. Namun jika tidak
maka pemerintah seharusnya mencari lagi kebijakan lain kebijakan alternatif yang bisa dengan efektif menurunkan harga minyak goreng dan bukan hanya untuk jangka pendek
namun juga untuk jangka panjang.
Dalam  penelitian  ini  kebijakan  pemerintah  sebagai  suatu  instrumen  penstabil harga akan dinilai keefektifannya dalam menurunkan harga minyak goreng dan melihat
kebijakan mana yang paling efektif untuk menurunkan harga minyak goreng . Secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
Kebijakan Pemerintah
Penghapusan PPN
Pungutan ekspor
Domestic Market Obligation
Efektif Tidak
Efektif
Penurunan dan stabilitas harga
Kebijakan Alternatif
Kenaikan Harga Minyak Goreng
Hipotesis Penelitian
1. Kebijakan  Pungutan  Ekspor  tidak  berpengaruh  kepada  harga  minyak  goreng curah.
2. Kebijakan Domestic Market Obligation DMO tidak berpengaruh kepada harga minyak goreng curah.
3. Harga CPO Domestik berpengaruh terhadap harga minyak goreng curah.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Pengumpulan Data