Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok dan dikonsumsi

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok dan dikonsumsi

oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia baik yang berada di perkotaan maupun pedesaan. Dapat dikatakan bahwa minyak goreng adalah komoditas yang sangat strategis, karena berdasarkan pengalaman Indonesia selama ini, menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian nasional.Amang , dkk, 1996 Melonjaknya harga komoditas sembilan bahan pokok sembako sudah menjadi agenda rutin yang tiba-tiba bisa terjadi setiap tahunnya. Biasanya fenomena ini selalu terjadi ketika menjelang dan saat akan menghadapi hari besar seperti Bulan Ramadhan, Idul Fitri, Natal dan hari besar lain. Namun pada pertengahan tahun 2007 kenaikan harga minyak goreng diakibatkan oleh hal lain yang menyebabkan harga minyak goreng mencapai Rp.10.000 yang sangat memberatkan konsumen, hal ini diduga karena pengaruh dari harga CPO Crude Palm Oil internasional yang mengalami kenaikan.Saputra, 2007. Indonesia saat ini masih tercatat sebagai produsen CPO terbesar di dunia, dengan produksi sekitar 17,10 juta ton Tabel 1.1. Jumlah produksi ini seharusnya sangat memungkinkan pasokan minyak goreng yang berlebih di pasar domestik, Namun kenyataan yang terjadi adalah kurangnya pasokan CPO ke pasar domestik yang membuat harga minyak goreng meningkat. Pada tahun 2007 Indonesia mengalami peningkatan produksi minyak sawit mengungguli Malaysia. Peningkatan produksi ini menunjukkan bahwa Indonesia mulai menguasai pangsa pasar minyak sawit dunia dan akan menggeser posisi Malaysia yang telah menjadi Market Leader selama ini. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 Produksi Minyak Sawit Dunia. Tabel 1.1 Produksi Minyak Sawit Dunia Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Malaysia Produksi Juta ton 11.80 11.90 13.35 13.98 14.96 16.05 16.55 Indonesia Produksi Juta ton 8.40 9.62 10.44 12.23 13.10 15.90 17.10 Lainnya Produksi Juta ton 4.11 4.13 4.28 4.45 5.35 4.95 5.29 Dunia Produksi Juta ton 24.31 25.66 28.07 30.66 33.42 36.90 38.95 Sumber : Oil World, 2007 Diolah Data Sementara Dugaan konsumsi minyak goreng Indonesia sampai dengan tahun 2005 adalah sekitar 6 juta ton dimana 83.3 terdiri dari minyak goreng sawit sedangkan sisanya adalah minyak goreng kelapa. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.2 Tabel 1.2 Dugaan Konsumsi Minyak Goreng Indonesia dalam 000 ton Tahun Minyak Goreng Sawit Persen Minyak Goreng Kelapa Persen Total 1999 2,494.1 77.5 725.8 22.5 3,219.9 2000 2,806.1 78.5 769.5 21.5 3,575.6 2001 3,137.9 79.6 806.5 20.4 3,944.4 2002 3,508.1 80.6 846.9 19.4 4,355.0 2003 3,964.9 81.8 879.8 18.2 4,844.7 2004 4,527.7 82.9 933.4 17.1 5,461.1 2005 5,062.8 83.8 980.4 16.2 6,043.3 Sumber: BPS, 1999 Namun kecenderungan naiknya permintaan CPO di pasar dunia yang merupakan bahan baku minyak goreng dan sebagai biofuel yang berperan untuk mensubstitusikan minyak bumi membuat pengusaha ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari penjualan CPO ke luar negeri, dengan kata lain daya tarik pasar ekspor menjadi prioritas pengusaha . Akibatnya, pasokan minyak goreng domestik terancam langka, sebab kelangkaan minyak goreng bisa terjadi karena kekurangan salah satu komponen minyak goreng, yakni CPO. Saputra, 2007. Fluktuasi harga minyak goreng yang terjadi membuat pemerintah memandang stabilitasi harga kebutuhan pokok khususnya minyak goreng merupakan hal yang penting bagi masyarakat dan bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan, sehingga pemerintah mengeluarkan paket kebijakan Stabilisasi Bahan Pokok. Tujuan dikeluarkannya kebijakan Stabilisasi Harga Bahan Pokok tersebut adalah untuk menstabilkan harga dan menjamin ketersediaannya di dalam negeri. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah kebijakan menyalurkan CPO ke pengolah minyak goreng domestik oleh pengusaha CPO dengan kuantitas tertentu sehingga diharapkan dengan kebijakan ini dapat membantu pemerintah menyalurkan minyak goreng murah kepada masyarakat melalui Operasi Pasar dan mengamankan stok minyak goreng didalam negeri. Kebijakan kedua adalah menaikkan besaran Pungutan Ekspor yang semula 1,5 menjadi 6,5 untuk mengurangi niat pengusaha menjual CPO-nya ke luar negeri, namun dalam pelaksanaannya, seiring dengan terus meningkatnya harga CPO Internasional, pemerintah memberlakukan kenaikan Pungutan Ekspor sesuai dengan Kenaikan Harga CPO Internasional. Kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah adalah Penghapusan PPN atas minyak goreng curah dan kemasan yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat dalam mendapatkan minyak goreng murah. Kebijakan pemerintah mewajibkan pengusaha kena pajak untuk menyalurkan sebagian minyak goreng ke pasar domestik dengan harga murah karena semua pajaknya teah ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan penghapusan PPN ini juga membantu pemerintah dalam menyediakan minyak goreng untuk kebutuhan Operasi Pasar di berbagai daerah di Indonesia. Dengan adanya paket kebijakan stabilisasi harga bahan pokok ini diharapkan harga minyak goreng yang masih tinggi bisa terkendali dan stabil. Namun diperlukan kajian bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah tersebut terhadap stabilisasi dan keefektifannya menurunkan harga minyak goreng curah di dalam negeri.

1.2. Identifikasi Masalah