pesta-pesta adat yang sedang dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat lebih menghormati klan penguasa tanah dan orang berilmu kebatinan, umpamanya dukun.
Pendapat mereka selalu dihargai oleh penduduk. Namun setelah masuknya pengaruh agama, di Desa Lumban Silintong pandangan demikian berubah ke arah persamaan hidup
berdasarkan ajaran agama. Masyarakat lebih menghormati marga penguasa tanah, guru agama dan pendeta daripada dukun-dukun yang ada.
Dalam upacara pesta, baik pesta adat maupun yang lainnya peranan golongan dukun sudah tidak kelihatan lagi. Mereka tidak mampu menonjolkan diri untuk menarik perhatian
masyarakat. Kegiatan-kegiatan serta pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan selalu diawali doa bersama yang bertujuan untuk menggantungkan diri terhadap Tuhan Maha Pencipta dan
Maha Besar. Segala kegiatan sosial yang bertentangan dengan ajaran agama mereka sudah tidak
mendapat dukungan lagi dari masyarakat. Masyarakat yang patuh dengan ajaran agamanya dianggap berhasil di kalangan masyarakat. Sikap tolong-menolong yang timbul di kalangan
masyarakat desa ini lebih besar terlaksana berdasarkan keagamaan daripada berdasarkan ikatan kekeluargaan.
2.4 Kelembagaan di Desa
Lembaga yang ada di Desa Lumban Silintong: -
Pemerintah desa -
Lembaga adat -
Badan Perwakilan Desa BPD
Universitas Sumatera Utara
- Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LKMD
- Kelompok Tani Koptan
- Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga PKK
- Karang Taruna
2.5 Sosial Budaya
Orang Batak Toba percaya bahwa kehidupan ada tiga yaitu kehidupan Banua Ginjang Dunia Atas, Banua Tonga Dunia Tengah, dan Banua Toru Dunia Bawah. Kehidupan
Banua Ginjang adalah kehidupan dalam nirwana dan dilambangkan dengan warna putih.
Kehidupan Banua Tonga adalah kehidupan sekarang yang penuh dengan permusuhan, taktik, dan pergolakan perilaku lainnya, dan ini disimbolkan dengan warna merah. Sedangkan
kehidupan Banua Toru merupakan kehidupan alam kubur yang dilambangkan dengan warna hitam. Ketiga warna ini sangat dominan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, baik itu
pada rumah, ulos, ukiran, dan pahatan yang terdapat pada masyarakat Batak Toba. Suku Batak Toba adalah suku yang berdiam di sekitar Danau Toba, yakni di Toba,
Humbang, Samosir, dan Silindung. Menurut sejarahnya, masyarakat Batak berasal dari dataran Asia, yaitu dari rumpun Melayu Tua Deutro Melayu yang mendarat di pantai barat
pulau Sumatera dan meneruskan perjalanan ke pedalaman. Akan tetapi orang Batak percaya bahwa mereka merupakan titisan dari Debata Mulajadi Nabolon melalui si Deak Parujar
yang turun ke bumi. Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilineal, yakni mengambil
garis keturunan dari laki-laki. Dalam masyarakat Batak Toba, anak laki-laki memegang peranan yang sangat penting karena merupakan penyambung garis keturunan atau marga.
Universitas Sumatera Utara
Sementara perempuan akan berhenti garis keturunannya karena menjadi bagian dari marga suaminya.
Sistem kekerabatan masyarakat di Desa Lumban Silintong menganut sistem kekerabatan patrinineal, artinya kedudukan ataupun peranan laki-laki lebih tinggi dari
perempuan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan ditentukan laki-laki. Di Desa Lumban Silintong untuk urusan permasalahan perekonomian keluarga merupakan tanggung
jawab ayah dan ibu. Bagi masyarakat di Desa Lumban Silintong, laki-laki juga merupakan tokoh utama
dalam tatanan kemasyarakatan. Hal ini terlihat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Di samping kesibukannya sebagai kepala keluarga, berbagai kegiatan pada masyarakat Desa
Lumban Silintong selalu dipimpin dan dilakukan oleh laki-laki. Perempuan lebih bersifat sebagai pendukung atau penunjang. Dalam berbagai acara adat, pesta dan upacara-upacara
keagamaan pada umumnya lebih di dominasi oleh kaum laki-laki. Pimpinan-pimpinan lingkungan seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun yang ada di Desa Lumban
Silintong semuanya dijabat oleh laki-laki. Sistem kekerabatan di Desa Lumban Silintong masih terlihat satu dan utuh. Pada
umumnya semua tatanan masyarakat mempunyai ikatan kekeluargaan antara satu dengan yang lainnya. Hubungan marga sebelumnya tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial
masyarakat di desa ini. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila tetangga mereka adalah juga saudaranya. Dengan demikian, setiap warga saling mengenal antara satu dengan yang
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, masyarakat Batak Toba juga menganut kebudayaan Dalihan Na Tolu. Secara harafiah Dalihan berarti tungku yang terbuat dari batu, sedangkan Tolu berarti
numerik tiga dan Na adalah kata penghubung yang dalam bahasa Indonesia memiliki fungsi yang hampir sama dengan penghubung “yang”. Jadi dalam tafsiran denotatif Dalihan Na
Tolu adalah tiga buah tungku batu tempat diletakkannya periuk untuk memasak.
Pada prinsipnya Dalihan Na Tolu terdiri dari tiga unsur yang kuat dalam mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba, yakni:
Hula-hula: kelompok pemberi istri
Boru: kelompok penerima istri
Dongan tubu: kelompok semarga
Ketiga unsur ini masing-masing mempunyai pribadi dan harga diri, tahu akan hak dan kewajibannya sebagai pelaksana tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat. Di suatu
ketika pihak boru bisa saja menjadi pihak hula-hula atau dongan tubu dan demikian juga sebaliknya tergantung pada pihak yang mengadakan pesta.
Boru tidak lebih rendah dari hula-hula. Ada ungkapan yaitu bahwa hula-hula haruslah
“elek mar-boru” artinya agar hula-hula selalu bersikap membujuk dan sayang terhadap boru. Sedangkan setiap boru haruslah “somba mar-hula-hula” artinya bahwa setiap boru haruslah
bersikap hormat terhadap hula-hula dan setiap perbuatan hula-hula harus dipandang hormat oleh boru. Sedangkan suhut tuan rumah adat harus bersikap “manat mardongan tubu”
artinya dalam semarga haruslah juga bersikap hati-hati.
Universitas Sumatera Utara
Pesta nikah merupakan satu dari sekian banyak kegiatan adat yang di dalamnya berlaku sistem Dalihan Na Tolu. Salah satu kegiatan sosial budaya yang ada di Desa Lumban
Silintong adalah upacara perkawinan. Perkawinan berdasarkan prinsip Dalihan Na Tolu tersebut atau perkawinan sirkulasi asimetri tersebut berarti harus terdiri dari tiga kelompok
marga, yaitu kelompok ego dongan tubu, kelompok pemberi istri hula-hula, dan kelompok penerima istri boru.
Ketiga kelompok ini selalu dalam bentuk aliansi. Maka kelompok ego ialah ego sendiri bersama dengan teman semarganya, yang disebut dongan sabutuha. Kelompok hula-
hula ialah mertua dan saudara mertua ego, saudara istri dan semua anggota dari garis keturunan saudara istri. Kemudian masuk dalam kelompok ini juga ialah kelompok garis
keturunan saudara ibu ego dan semua kelompok garis keturunan pengambilan istri dari nenek, ayah, saudara dan anak ego. Sedangkan yang masuk dalam kelompok boru ialah
semua kelompok marga yang mengambil wanita garis keturunan marga ego. Perlu juga diperhatikan tentang istilah boru ini sebab kata ‘boru’ berlaku baik untuk anak putri maupun
marga penerima istri. Masyarakat Lumban Silintong saling tolong-menolong untuk mengupayakan agar
perayaan ataupun pelaksanaan pesta adat suatu rumah tangga dapat berjalan lancar. Istilah yang mereka pakai dalam bagian ini adalah marhobas. Marhobas maksudnya
membantu pihak suhut yang mengadakan pesta untuk mengerjakan ataupun melengkapi kebutuhan-kebutuhan dalam pesta, seperti memasak, menerima tamu dan segala sesuatunya
sesuai dengan posisinya dalam konteks Dalihan Na Tolu yang sebelumnya aturan-aturan akan tugas dan tanggung jawab tersebut sudah ditetapkan dengan mengundang seluruh
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Lumban Silintong dan sanak famili dari luar kampung, baik dekat maupun jauh. Bagi masyarakat setempat pergi marhobas dapat juga dikatakan dengan sebutan manghobasi.
Manghobasi suatu pesta dilakukan secara gotong royong, kecuali pihak tuan rumah.
Hal ini berlangsung secara bergantian. Dengan kata lain, setiap rumah tangga akan mendapat giliran untuk dihobasi. Sebab suatu pesta terlaksana tidak menyesuaikan dengan suatu
peraturan lingkungan. Umpamanya untuk pesta pernikahan bisa terjadi jika seorang anak sudah tergolong dewasa. Di sisi lain jika orang meninggal, maka siapa menduga suatu
keluarga akan mendapat gilirannya untuk dihobasi. Marsiadapari
biasanya bertujuan untuk kepentingan masyarakat umum atau kepentingan sesama warga masyarakat. Kegiatan marsiadapari pada umumnya diwujudkan
dalam kegiatan atau aktivitas kerja bersama dengan tujuan yang sama. Seperti kerja bakti dalam membangun irigasi, menata lingkungan ataupun menyelenggarakan suatu kegiatan
upacara ritual, masyarakat masih menerapkan sistem marsiadapari dalam mengolah lahan pertanian.
19
Ikatan kekeluargaan bagi masyarakat Desa Lumban Silintong masih terjaga erat, baik yang tinggal di dalam satu dusun maupun yang tinggal di dusun lain. Eratnya bentuk
persaudaraan di desa ini terlihat dari kegiatan marsiadapari dan adanya rasa tolong menolong di antara warga masyarakat dalam kehidupan bersama khususnya dalam kehidupan
agama dan adat. Para petani di desa ini menunjukkan adanya rasa senasib dan sepenanggungan di antara mereka. Hal ini antara lain bila di antara mereka sedang
19
Marsiadapari adalah bentuk kerja bersama yang dilakukan secara timbal balik. Jika pada hari ini jasa kerja sekelompok keluarga dimanfaatkan oleh pemilik lahan, maka di hari berikutnya sesuai kesepakatan si
pemilik lahan gantian memberi jasa kerja kepada sekelompok keluarga tadi sesuai ukuran yang telah ia dapatkan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
mengadakan suatu pesta acara adat, ataupun bila di antara mereka sedang mengalami musibah dukacita. Dalam kehidupanya sebagai petani, mereka mempunyai tujuan yang
sama, yaitu bagaimana hasil produksi pertanian mereka semakin meningkat. Tujuan utama sebagai petani ini pulalah yang mendorong adanya semangat gotong-royong dan sikap
tolong-menolong di sesama petani. Salah satu bentuk marsiadapari dan tolong-menolong dalam kehidupan
bermasyarakat di Desa Lumban Silintong terlihat dalam sebuah acara pesta adat. Bagi masyarakat di Desa Lumban Silintong yang melakukan sebuah acara pesta baik pernikahan
pamasu-masuon, mamestahon huta pesta tugu peresmian suatu huta, monding saur matua meninggal, ulangtahun
, dan sebagainya. Untuk meringankan beban dari keluarga yang mengadakan pesta, para tetanga dongan sahuta dan dongan saparadaton biasanya
memberikan sumbangan papungu tumpak dalam bentuk uang ataupun beras. Sumbangan ini dilakukan dalam bentuk kewajiban bagi anggota masyarakat yang mengadakan acara adat.
Hal ini juga dilakukan secara bergantian dalam setiap acara adat. Selain memberikan sumbangan, para petani di desa ini juga turut berpatisipasi untuk membantu pihak yang
mengadakan pesta dalam bentuk materi dan tenaga. Kegiatan tolong-menolong juga terlihat pada sebuah keluarga yang tertimpa
kemalangan, seperti ada salah satu dari anggota keluarga yang kecelakaan. Apabila ada terdengar salah satu dari warga masyarakat yang kemalangan, para petani di desa ini pada
umumnya berdatangan untuk menjenguk. Biasanya bagi anggota masyarakat yang tertimpa bencana, di desa ini diadakan sebuah acara mangapuli menjenguk keluarga yang tertimpa
masalah. Acara ini dilakukan dalam bentuk doa bersama antarsesama warga. Bagi keluarga
Universitas Sumatera Utara
terdekat yang mengalami musibah biasanya mamboan sipanganon membawa makanan sebagai bentuk adanya rasa senasip dan sependeritaan.
Budaya dan hukum adat selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat, sehingga pola kehidupan masyarakat di desa ini diikat oleh sistem adat yang berlaku. Masyarakat
menggangap bahwa selain hukum agama, hukum tertinggi adalah hukum adat. Segala bentuk permasalahanperselisihan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, selalu diselesaikan
dengan hukum adat di samping hukum agama. Adanya umpasa dan umpama pribahasa dan pepatah merupakan bagian dari budaya
adat yang berlaku di Desa Lumban Silintong. Masyarakat di desa ini menerapkan hukum adat dalam bentuk pengucapan umpasa dan umpama yang banyak mengandung makna, nilai-nilai
ataupun norma-norma falsafah hidup. Sistem politik, hukum dan adat diwujudkandidasari dari umpasa dan umpama yang merupakan indikator ataupun tolok ukur dalam kehidupan
bermasyarakat. Menurut adat, kehidupan masyarakat di desa ini mempunyai status ataupun golongan
yang berbeda yaitu status parhuta pemilik huta dan boru ni huta sonduk hela maisolat marga boru. Namun, dalam hukum agama status dan golongan masyarakat sama tanpa ada
perbedaan. Dalam hukum agama setiap masyarakat yang melanggar hukum, dihukum sesuai hukum yang berlaku tanpa memandang status maupun golongan.
Dalam pelaksanaan tatanan kehidupan sehari-hari di Desa Lumban Silintong terdapat dua unsur kepemimpinan yang bekerja sama untuk mengatur tatanan hidup kemasyarakatan.
Adapun kedua kepemimpinan itu adalah kepemimpinan formal dan nonformal.
Universitas Sumatera Utara
Kepemimpinan formal yaitu kepemimpinan yang berhubungan dengan pemerintahan desa seperti kepala desa, kepala dusun, dan sekretaris desa. Kepemimpinan nonformal yaitu
kepemimpinan adat dan agama yang berfungsi sebagai pemimpin kehidupan yang berhubungan dengan adat dan agama. Setiap acara adat biasanya dipimpin oleh dua unsur
yang berbeda yaitu raja huta dan raja adat. Pemimpin agama sering disebut dengan sintua penatua gereja dan parhangir pimpinan gereja. Kedua pimpinan ini biasanya berfungsi
untuk memimpin acara kerohanian yang ada dalam masyarakat.
2.6 Mata Pencaharian