Latar Belakang PERSEPSI SISWA TERHADAP PROGRAM SEKOLAH AMAN BENCANA (SAB) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA DI SMP N 2 TABANAN TAHUN 2016.
pemberdayaan komunitas sekolah berupa pembentukan SekolahMadrasah Aman dari Bencana.
Data Bank Dunia tahun 2013 menyebutkan bahwa 28 penduduk Indonesia adalah anak-anak. Data Bank Dunia tahun 2010 juga menyebutkan Indonesia memiliki
jumlah sekolah yang terletak pada daerah rawan bencana terbanyak keempat di dunia. Sejumlah kejadian bencana di Indonesia yang berdampak pada kerusakan sekolah
antara lain tsunami Aceh tahun 2004 yang merusak lebih dari 2000 sekolah, gempa di Yogyakarta tahun 2006 yang menghancurkan 2.900 sekolah serta gempa bumi
Sumatera Barat tahun 2009 yang menimbulkan kerusakan pada 241 sekolah. Secara kuantitatif, sebesar 75 sekolah di Indonesia berada pada resiko rawan bencana dari
sedang sampai tinggi. Untuk itu dibutuhkan sekolah aman bencana yang perlu dijadikan prioritas. Sekolah sebagai tempat berkumpulnya peserta didik selama jam
pelajaran penting dalam kesiapsiagaan mengingat kerentanan peserta didik yang tinggi. Upaya pengurangan risiko bencana perlu dilakukan guna mencegah jatuhnya
korban jiwa dan kerusakan pada sekolah atau madrasah yang rentan terhadap bencana. BNPB, 2012
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana khususnya tahap pra-bencana. Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen
penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana LIPI
–UNESCOISDR, 2006 dalam Teguh, 2015. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan
rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat LIPI, 2006-2007. Hasil dari penelitian yang dilakukan Khairuddin, dkk. , 2012
menyimpulkan bahwa kesiapsiagaan masyarakat sekolah dalam mengurangi risiko bencana masih pada taraf mengetahui tindakan-tindakan dan belum memiliki
keterampilan dalam melakukan kesiapsiagaan. Suatu penelitian kajian risiko bencana gempabumi pada SMP di wilayah Kabupaten Bantul Yogyakarta juga meyebutkan
bahwa semua SMP di seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul rawan terhadap risiko bencana alam gempabumi. Namun kesiapsiagaan komunitas SMP agar terhindar dari
dampak bencana alam gempabumi masih rendah. Meskipun tingkat kesadaran komunitas SMP terhadap rawannya bencana gempabumi yang mengancam
wilayahnya cukup tinggi yaitu 81 Dwisiwi, dkk, 2012. Untuk meningkatkan keterampilan dalam melakukan kesiapsiagaan maka Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali sendiri telah melaksanakan program pembentukan Sekolah Aman Bencana SAB. Program ini dibentuk pada tahun 2015
yang pelaksanaanya telah di dua sekolah yakni SMPN 2 Tabanan dan SMPN 3 Bangli. Kegiatan yang dilakukan BPBD Provinsi Bali di kedua sekolah menengah tersebut
masing-masing dilaksanakan selama 5 hari. Kegiatan diisi dengan pemberian materi kebencanaan, diskusi dan simulasi saat terjadi bencana. Kegiatan pembentukan SAB
yang telah dilakukan oleh BPBD Provinsi Bali belum ada evaluasinya. Untuk itu maka penting diketahui capaian ataupun umpan balik dari pelaksanaan program agar
kedepannya program Sekolah Aman Bencana dapat terlaksana sesuai dengan harapan dan mencapai tujuan utamanya yaitu membentuk budaya aman bencana sedini
mungkin dari komunitas sekolah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui persepsi siswa terhadap
program Sekolah Aman Bencana yang dilakukan oleh BPBD Provinsi Bali di SMPN 2 Tabanan. SMPN 2 Tabanan dipilih menjadi lokasi penelitian karena SMPN 2
Tabanan memiliki rasio luas lahan sekolah per jumlah siswa yang jauh lebih rendah dari SMPN 3 Bangli yaitu 0,259 m
2
siswa berbanding 3,28 m
2
siswa. Berdasarkan data
tersebut maka dapat diketahui bahwa SMPN 2 Tabanan memiliki kerentanan yang lebih tinggi saat terjadi bencana dibandingkan SMPN 3 Bangli.