Menurut Kepmenkes 1204MenkesSKX2004 pada proses pengangkutan, petugas yang menangani limbah harus menggunakan alat pelindung diri yang
terdiri dari : a
Topihelm b
Masker c
Pelindung mata d
Pakaian panjang coverall e
Apron untuk industry f
Pelindung kakisepatu boot, dan g
Sarung tangan khusus
disposable gloves
atau
heavy duty gloves
.
2.1.9 Penyimpanan
Pada prinsipnya limbah medis harus sesegera mungkin ditreatment setelah dihasilkan dan penyimpanan merupakan prioritas akhir bila limbah benar
– benar tidak dapat langsung diolah. Limbah tidak boleh terlalu lama disimpan karena
pada suhu kamar dapat medorong pertumbuhan agen penyakit, selain itu juga karena pertimbangan estetika. Beberapa faktor penting dalam penyimpanan
Reinhardt, 1991 : a.
Melengkapi tempat penyimpanan dengan cover atau penutup. b.
Menjaga agar areal penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan limbah non- medis.
c. Membatasi akses sehingga hanya orang tertentu yang dapat memasuki
area. d.
Labeling dan pemilihan tempat penyimpanan yang tepat.
Menurut Kepmenkes 1204MenkesSKX2004, kriteria penampungan sementara sebagai berikut :
1. Apabila Rumah Sakit memiliki insenerator di lingkungannya, maka harus
membakar limbahnya selambat – lambatnya 24 jam.
2. Bagi RS yang tidak memiliki insenerator, maka limbah medis padatnya
harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan RS yang memiliki insenerator untuk dilakukan pemusnahan selambat
– lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.
2.1.10 Pengolahan Limbah Medis
Menurut Departemen Kesehatan RI, pengelolaan limbah rumah sakit harus disesuaikan dengan penggolongannya. Hal ini bertujuan untuk efektivitas
pekerjaaan dan efisiensi
financial
. Untuk limbah golongan A dan B perlu dibuang ke dalam kontainer khusus dan diinsenerasi. Sementara untuk limbah laboratoriun
atau golongan C seperti limbah radioaktif umumnya disimpan dalam area rumah sakit itu sendiri untuk menunggu waktu paruhnya habis dan disingkirkan sebagai
sebagai limbah non radioaktif. Terdapat beberapa jenis pengolahan yang biasa digunakan dalam suatu
rumah sakit, yaitu dengan lahan urug,
autoclave
, dan insenerator.
Autoclaving
atau
steam pressure sterilization
dilaksanakan dengan pengadaan uap jenuh pada temperatur 120°C dalam tekanan. Biaya operasi alat ini lebih murah dibanding
insenerator tetapi masih membutuhkan lahan untuk pembuangan akhir. Sedangkan lahan urug digunakan untuk menampung limbah
– limbah yang telah diolah dengan
autoclave
maupun insenerator.
Insenerator merupakan cara yang paling dianjurkan untuk seluruh limbah klinis karena kemampuannya untuk menghancurkan komponen berbahaya dari
limbah, terutama limbah yang berkategori
infectious
seperti limbah patogen, limbah kimia, limbah dari benda tajam jarum, gunting, dll selain itu juga limbah
farmasi Reinhardt, 1991. Sedangkan untuk limbah umum atau yang tidak berbahaya, tidak diperlukan pengolahan dan dapat disatukan dengan limbah
domestik. Limbah radioaktif yang digunakan di rumah sakit tergolong memiliki daya radioaktivitas level rendah. Penanganan limbah radioaktif dapat dilakukan
di area rumah sakit itu sendiri, dan pada umumnya disimpan untuk menunggu waktu paruhnya habis, untuk selanjutnya disingkirkan sebagai limbah non-
radioaktif biasa. Sistem pengolahan dan pembuangan limbah rumah sakit antara lain :
a. Pemanasan dengan uap
Autoclaving
Autoclaving sering digunakan untuk perlakuan limbah infeksius dengan prinsip pemanasan dengan uap di bawah tekanan. Perlakuan dengan suhu
tinggi padaperiode singkat akan membunuh bakteri dan mikroorganisme yang membahayakan. Kekurangannya adalah tidak dapat digunakan untuk
volume limbah yang besar. b.
Desinfeksi Desinfection Peranan desinfeksi untuk institusi yang besar terbatas penggunaannya.
Limbah medis dalam jumlah kecil dapat didesinfeksi dengan bahan kimia seperti
hipoklorit
atau permanganat. Tetapi kemampuan desinfeksi untuk
terserap limbah akan menambah bobot sehingga menimbulkan masalah dalam penanganan.
c. Insenerator
Dalam pegolahan limbah rumah sakit dilihat dari aspek ekonomi, teknis, lingkungan, sosial, dan adanya partisipasi dari pihak swasta aka yang
paling direkomendasikan adalah insenerator Suwargono, 2004. Tetapi dalam pengoperasiannya memerlukan perhatian lebih terhadap residu yang
dihasilkan baik ke udara maupun abu yang dibuang ke landfill. Adapun keuntungan dan kerugian insenerator terpusat
collective
dan individual
onsite
dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Kentungan dan Kerugian Insenerator Terpusat
Collective
dan individual Onsite Terpusat Collective
Individual Onsite
Beroperasi terus – menerus
Beroperasi
start-stop
dan emisi akan selalu melampaui pada saat
start-stop
Operator
full-time
dan memiliki keahlian lebih diperlukan
Operator
part time
Insenerator lebih canggih karena ukuran dan kapasitasnya lebih besar
dan tidak hanya melayani satu investasi
Insenerator sederhana
Biaya lebih efektif memerlukan biaya bahan untuk pengangkutan dan resiko
dalam perjalanan Biaya kurang efektif tetapi tanpa
tambahan biaya untuk pengangkutan
Penghasil limbah tidak bertanggungjawab terhadap
pengoperasian insenerator Penghasil limbah
bertanggungjawab langsung
Kedudukan insenerator tidak terbatas dalam halaman institusi
Tempat kedudukan terbatas Penghasil limbah kurang
bertanggungjawab terhadap pembuangan akhir limbah
Penghasil limbah bertanggungjawab langsung
Sumber : Sanitasi Rumah Sakit, Jakarta 2002
Jika fasilitas insenerasi tidak tersedia, limbah medis dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah
– langkah pengapuran
liming
tersebut meliputi sebagai berikut :
a. Menggali lubang dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
b. Menebarkan limbah medis di dasar lubang sampai setinggi 75 cm.
c. Menambahkan lapisan kapur.
d. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih dapat ditambahkan
sampai ketinggian 0,5 meter di bawah permukaan tanah. e.
Menutup lubang tersebut harus dengan tanah. Perlu diperhatikan bahwa bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi
nonbiodegradable
, misalnya kantong plastik tidak boleh ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang ditimbun dengan kapur ini harus dibungkus kertas.
Limbah tajam harus ditanam.
2.1.11 Insenerator