1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu negara tropis yang dikenal memiliki beranekaragam tanaman buah-buahan dan sayur - sayuran. Diantara berbagai
buah-buahan tersebut, buah rambutan Nephelium lappaceum merupakan buah musiman yang banyak digemari karena kandungan vitamin C nya. Kulitnya yang
berwarna merah masih belum dimanfaatkan, adanya warna merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami [1].
Keamanan pangan berkaitan erat dengan penggunaan bahan tambahan makanan. Dalam melakukan bisnis di Indonesia, produsen makanan masih banyak
menggunakan bahan tambahan makanan food additive diantaranya adalah zat pewarna yang kurang terpantau, baik dalam ketepatan bahan yang digunakan
maupun dosis yang digunakan. Dengan hasil penelitian-penelitian yang menunjukkan efek samping dari penggunaan bahan kimia sintetis terhadap
kesehatan manusia, maka sudah saatnya untuk menyadarkan kita akan pentingnya menjaga kesehatan dengan menggunakan bahan alami back to nature. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dicari alternatif bahan alami yang berpotensi sebagai zat pewarna, diantaranya adalah kulit buah rambutan [2].
Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, tidak seperti zat warna sintetik yang
menimbulkan dampak negatif. Diantara zat warna sintetik yang sangat berbahaya untuk kesehatan sehingga penggunaannya dilarang adalah zat warna merah
rhodamin B. Salah satunya yaitu rhodamin B merah yang sering digunakan pada makanan ringan dan saos. Penggunaan pewarna tekstil ini berbahaya jika
dikonsumsi dalam jangka panjang yaitu dapat menimbulkan kanker dan kerusakan hati serta ginjal [3].
Di Indonesia terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan pangan, misalnya zat warna untuk tekstil dan kulit
dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2 Manusia dan hewan telah mengonsumsi antosianin sejak lama bersama
buah-buahan dan sayuran dan tanpa ada efek samping yang merugikan. Pigmen ini sangat berpotensi sebagai pengganti pewarna makanan sintetik. Antosianin
tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air [4]. Pada pH rendah asam pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi akan
berubah warna. Konsentrasi pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Penggunaan zat pewarna alami seperti pigmen antosianin masih terbatas
pada beberapa produk makanan dan produk minuman sari buah, juice dan susu [5]. Pada lampiran D ditunjukkan beberapa hasil penelitian yang membuat zat
pewarna alami dari buah-buahan. Adapun yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah pada hasil penelitian Lydia [1] yang menyatakan konsentrasi terbaik
pelarut etanol adalah etanol 95 dan Laura [8] memperoleh perbandingan terbaik antara bahan baku dan pelarut adalah 1:10.
Ekstraksi senyawa golongan flavonoid dilakukan pada suasana asam karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan
pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta mencegah oksidasi flavonoid [1]. Beberapa bahan yang dapat diekstrak sebagai sumber pewarna
alami yang mengandung antosianin yaitu kelopak bunga rosella, kubis merah, elderberry, blueberry, ubi jalar ungu, bunga kana, buah duwet, strawberry, daun
bayam merah, kulit rambutan, kulit buah anggur dan kulit manggis [6]. Senyawa golongan flavonoid termasuk senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan pelarut
yang bersifat polar pula. Beberapa pelarut yang bersifat polar diantaranya etanol, air dan etil asetat [7].
Pada penelitian ini, kulit buah rambutan merah akan diteliti sebagai sumber antosianin. Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu: ukuran
dari kulit rambutan, waktu dan temperatur ekstraksi. Ekstraksi pigmen antosianin menggunakan asam klorida karena pigmen antosianin lebih stabil pada kondisi
asam.
Universitas Sumatera Utara
3
1.2 Perumusan Masalah