PembahasanBB 1. PenelitianBStudiBKasusB:BPewarisanBSifatBKretinismeBdiBDesaBSigedangB PENGEMBANGAN MODUL PENGAYAAN GENETIKA BERBASIS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO UNTUK KELAS XII IPA.

88

B. PembahasanBB 1. PenelitianBStudiBKasusB:BPewarisanBSifatBKretinismeBdiBDesaBSigedangB

Desa Sigedang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah. Terdapat fenomena unik di desa ini yaitu fenomena kretinisme. Data penduduk Kelurahan Sigedang Tahun 2016 mencatat terdapat 7 warga yang mengalami kretinisme. Masyarakat desa Sigedang masih percaya akan mitos yang berkembang bahwa pada zaman dahulu ada seorang pertapa yang memiliki tubuh kerdil. Mitos ini turun-temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat menyakini bahwa manusia kerdil ini adalah titisan pertapa kerdil, saat ini sebagian besar menganggapnya sebagai faktor keturunan. Fenomena ini dapat dibuktikan secara ilmiah menggunakan pendekatan genetika. Fakta-fakta hasil penelitian yang diperoleh melalui observasi dan wawancara kemudian digeneralisasi menjadi konsep genetika. Konsep yang ditemukan digunakan untuk mengetahui apakah kretinisme merupakan suatu kelainan genetik atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala kretinisme sudah terlihat sejak lahir. Hal ini dibuktikan dengan adanya bayi berusia 3 bulan yang sudah menunjukkan ciri-ciri kretinisme, seperti bentuk tangan dan kaki membengkok serta suara tangisan yang lirih. Hasil wawancara terhadap 4 keluarga penderita kretinisme lainnya menyatakan bahwa penderita kretinisme sudah menunjukkan ciri-ciri kretinisme sejak lahir. Hal ini menunjukkan bahwa kretinisme yang diderita oleh warga desa Sigedang merupakan kretinisme sporadik atau kretinisme kongenital bawaan lahir. Menurut Suryati dan Supadmi 2010: 2, kretinisme sporadik dikenal 89 sebagai hipotiroid kongenital kekurangan hormon tiroiid sejak lahir yang disebabkan karena kelainan pada kelenjar tiroid seperti tidak adanya kelenjar tiroid aplasia, kelainan struktur kelenjar tiroid displasia, hipoplasia, lokasi abnormal kelenjar ektopik atau ketidaknormalan dalam mensintesis hormon tiroid karena gangguan metabolik. Kretinisme sporadik yang disebabkan karena kelainan kelenjar tiroid tidak diwariskan sebagai kelainan genetik, namun dialami sejak lahir kongenital. Kretinisme akibat gangguan metabolik dapat diwariskan mengikuti pola pewarisan tertentu. Gangguan metabolik ini disebut juga kesalahan metabolisme bawaan inborn error metabolism. Menurut William. S Klug, et all 2007: 270, kesalahan metabolisme bawaan adalah keadaan dimana gen tidak dapat mengkode pembentukan enzim yang berperan mengubah suatu zat substrat menjadi zat lain produk dalam proses metabolisme. Tubuh akan kelebihan zat substrat dan kekurangan zat lain produk. Kelebihan substrat dan atau kekurangan produk tertentu dapat berpengaruh pada fisiologi penderita kelainan metabolik tersebut. Pelacakan silsilah keluarga penderita kretinisme, menunjukkan bahwa terdapat anggota keluarga lain dalam satu keluarga yang juga menderita kretinisme. Konsep yang ditemukan berdasarkan fakta tersebut yaitu terjadi pewarisan gen yang memunculkan sifat pada keturunannya dengan pola pewarisan tertentu. Fakta berikutnya yaitu penderita kretinisme terdiri dari 5 orang perempuan dan 2 orang laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pola pewarisan kretinisme yaitu autosomal, karena laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki peluang untuk terekspresi. Pola pewarisan kretinisme secara pasti dapat 90 diketahui melalui analisis peta silsilah yang dilanjutkan dengan penentuan genotipe anggota keluarga.

a. BAnalisisBPetaBSilsilahB

Peta silsilah pedigree adalah catatan asal usul suatu sifat dari generasi ke generasi. Peta silsilah ini dibuat supaya pewarisan sifat keturunan dalam satu keluarga dapat diikuti untuk beberapa generasi. Peta silsilah merupakan alat yang paling banyak digunakan dalam penelitian pewarisan sifat-sifat manusia dengan simbol-simbol tertentu yang telah disusun oleh para ahli genetika Anna, 1985: 69. Peta silsilah pedigree yang dapat digambarkan dari keluarga Rs adalah sebagai berikut: B B B Simbol angka romawi pada samping kiri peta silsilah menunjukkan suatu generasi. Empat generasi terdapat pada peta silsilah di atas. Generasi pertama dan kedua memiliki sifat normal namun sudah meninggal dunia. Generasi kedua, I II III IV Gambar 23. Peta Silsilah Keluarga Ruswanto tanpa genotipe 91 mempunyai 3 orang anak yang semuanya normal. Generasi keempat, muncul sifat kretinisme diblok hitam penuh yaitu pada perempuan no. 12 dan laki-laki no. 13. Generasi keempat, hanya terdapat 2 orang yang mengalami kretinisme, lainya memiliki sifat normal. Analisis peta silsilah dilakukan untuk mengetahui apakah kretinisme diwariskan menurut pola terpaut kromosom X dominan dan resesif, terpaut kromosom Y, autosomal dominan atau autosomal resesif. Analisis ini dilakukan dengan melakukan permisalan jika kretinisme diwariskan menurut pola tertentu, apakah keturunannya sesuai dengan peta silsilah atau tidak. 1 TerpautBKromosomBXBDominanBB Peta silsilah keluarga Rs menunjukkan bahwa sifat kretinisme tidak diturunkan secara terpaut kromosom X dominan. Dalam pewarisan sifat terpaut kromosom X dominan, laki-laki normal bergenotipe X c Y, laki-laki kretin X C Y, perempuan normal X c X c , perempuan kretin X C X C homozigot atau X C X c heterozigot. Sifat kretinisme disebut terpaut kromosom X dominan, apabila seorang perempuan kretin homozigot X C X C menikah dengan laki-laki normal X c Y, menghasilkan anak laki-laki dan perempuan yang kretin. Dapat pula perempuan normal heterozigot X C X c menikah dengan laki-laki normal X c Y dan menghasilkan anak laki-laki dan perempuan kretin dengan kemungkinan 25 . Hasil ini tidak sesuai dengan perkawinan pada keluarga Rs, karena laki-laki normal 5 dan perempuan normal 6 dapat menghasilkan anak perempuan dan laki-laki yang kretin. Laki-laki normal dan perempuan normal pasti akan 92 menghasilkan anak yang semuanya normal. Perkawinan laki-laki normal 5 dan perempuan normal 6 menurut pola terpaut kromosom X dominan, ditunjukkan pada persilangan berikut: P3 : ♂ 5 x ♀ 6 B X c Y X c X c normal normal Gamet : X c X c Y 2 TerpautBKromosomBXBResesifB Perkawinan antara laki-laki normal 5 dan wanita normal 6 menghasilkan anak perempuan 12 yang kretin. Hal ini menunjukkan bahwa kretinisme bukan sifat yang diwariskan secara terpaut kromosom X resesif. Dalam pewarisan sifat terpaut kromosom X resesif, laki-laki normal bergenotipe X C Y, laki-laki kretin X c Y, perempuan normal X C X C atau X C X c dan perempuan kretin X c X c . Sifat kretinisme disebut terpaut kromosom X resesif, apabila seorang perempuan kretin X c X c menikah dengan laki-laki normal X C Y, menghasilkan anak laki-laki kretin dan perempuan normal. Dapat juga perempuan normal homozigot X C X C menikah dengan laki-laki kretin X c Y, menghasilkan anak laki-laki dan perempuan normal. Berlaku jua pada perkawinan perempuan normal heterozigot X C X c dengan laki-laki kretin X c Y yang menghasilkan anak laki- laki dan perempuan kretin dengan kemungkinan 25. F4 : X c Y laki-laki normal dan X c X c wanita normal 93 Hasil ini tidak sesuai dengan perkawinan pada keluarga Rs, jika kretinisme bersifat terpaut kromosom X resesif, maka sifat tersebut tidak akan diekspresikan pada anak perempuan manapun karena orang tuanya normal. Perkawinan laki-laki normal 5 dan perempuan normal 6 menurut pola terpaut kromosom X resesif, ditunjukkan pada persilangan berikut: P3 : ♂ 5 x ♀ 6 B X C Y x X C X C atau X C X c normal normal normal Gamet : X C X C X C Y X c B B 3BTerpautBKromosomBYB Kretinisme juga bukan sifat yang terpaut kromosomY, karena seorang laki- laki normal 5 dapat menghasilkan dua anak laki-laki yang normal 11 dan kretin 13. Kretinisme disebut terpaut kromosom Y apabila laki-laki kretin XY C menikah dengan perempuan normal, menghasilkan anak perempuan normal dan laki-laki kretin. Laki-laki normal 5 pasti akan menghasilkan keturunan yang semuanya normal. Perkawinan laki-laki normal 5 dan perempuan normal 6 menurut pola terpaut kromosom Y, ditunjukkan pada persilangan berikut: P3 : ♂ 5 x ♀ 6 B XY C x XX normal normal Gamet : X X Y C F4 : XY C laki-laki normal dan XX wanita normal F4 : X C Y laki-laki normal dan X C X C wanita normal 94 4BAutosomalBDominanBB Sifat kretinisme tidak terpaut kromosom X maupun Y, hal ini menunjukkan bahwa kretinisme bersifat autosomal. Menurut Suryo 1997 : 102 sifat autosom merupakan sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom. Laki-laki dan perempuan mempunyai autosom yang sama. Sifat keturunan yang ditentukan secara autosomal dapat dijumpai pada laki-laki dan perempuan. Sifat autosomal dapat bersifat autosomal dominan dan resesif. Kretinisme bersifat autosom dominan dan diberi simbol “C”, maka individu normal bergenotip “cc” dan individu kretin bergenotip “CC” atau “Cc”. Permisalan ini tidak tepat jika diterapkan pada perkawinan laki-laki 5 dan perempuan normal 6 karena anak mereka 12 dan 13 mengalami kretinisme. Perkawinan antara individu normal “cc” dengan orang normal “cc” pasti akan menghasilkan anak yang normal pula. Perkawinan laki-laki normal 5 dan perempuan normal 6 menurut pola autosomal dominan, ditunjukkan pada persilangan berikut: P3 : ♂ 5 x ♀ 6 B cc x cc normal normal Gamet : c c 5BAutosomalBResesifB Kretinisme bersifat autosomal resesif dan diberi simbol “c” maka individu penderita kretinisme bergenotip “cc” dan individu normal bergenotip “CC” atau “Cc”. Hal ini bisa diterapkan pada semua perkawinan pada keluarga Rs. F4 : cc normal 95 Perkawinan antara laki-laki dan perempuan normal dapat menghasilkan keturunan yang normal dan kretin, ini berarti orang tua normal tersebut memiliki gen normal heterozigot Cc. Segregasi alel heterozigot resesif “Cc” akan menghasilkan gamet “C” dan “c”. Pertemuan antar gamet tersebut akan menghasilkan tiga jenis genotipe yaitu “CC”, “Cc” dan “cc”, sehingga fenotipe yang ditunjukkan adalah normal dan kretin. Bukti ini menunjukkan bahwa pola pewarisannya adalah autosomal resesif. Perkawinan laki-laki normal 5 dan perempuan normal 6 menurut pola autosomal reseif, ditunjukkan pada persilangan berikut: P3 : ♂ 5 x ♀ 6 B Cc x Cc normal normal Gamet : C C c c F4 : CC : Normal homozigot Cc : Normal heterozigot Peta silsilah dari keluarga Is dan Mh seperti terdapat pada Gambar. 13 dan 14 dapat dijadikan bukti yang memperkuat bahwa pewarisan gen kretinisme berpola autosomal resesif. Perkawinan pada keluarga Is antara laki-laki normal 7 dan perempuan normal 8 dapat menghasilkan keturunan kretin 10 dan pada perkawinan keluarga Mh antara laki-laki normal 6 dan 10 dan perempuan normal 7 dan 11 dapat menghasilkan keturunan yang normal dan kretin. Hal cc : Kretin 96 ini menunjukkan bahwa orang tua normal tersebut memiliki genotipe normal heterozigot Cc.

b. PenentuanBGenotipeBB

Hasil analisis peta silsilah, diketahui bahwa kretinisme merupakan kesalahan metabolisme bawaan yang diturunkan secara autosomal resesif. Kemungkinan genotipe masing-masing anggota keluarga dapat ditentukan. Genotipe adalah susunan genetik individu. Hasil wawancara dengan keluarga, yang dapat diketahui hanyalah kondisi fisik fenotipe nya saja normal atau kretin, sedangkan untuk mengetahui genotipenya kita harus melakukan penentuan genotipe. Generasi I dan II pada peta silsilah keluarga Rs sudah meninggal dunia, sehingga tidak diketahui pasti genotipenya. Genotipe dapat dibuat kemungkinannya, sehingga dapat diturunkan pada generasi IV. Penentuan genotipe ini menjadi lebih mudah jika diurutkan dari individu yang mengalami kelainan terlebih dahulu. Gambar 24. Penentuan Genotipe dimulai dari Individu yang mengalami Kretinisme 97 Individu kretin 13 dan 14 sudah pasti memiliki genotipe homozigot resesif “cc”. Mereka mendapat alel “c” dari kedua orangtuanya. Hal ini berarti laki-laki 5 dan perempuan 6 bergenotipe heterozigot “Cc”. Hasil perkawinan antara laki-laki heterozigot dengan perempuan heterozigot akan menghasilkan keturunan normal homozigot “CC”, normal heterozigot “Cc” dan kretin “cc”. Terdapat dua kemungkinan laki-laki normal 12 yaitu CC atau Cc. Genotipe laki-laki normal 5 sudah diketahui yaitu Cc, ia mendapat alel c dari salah satu orangtuanya. Ayah atau ibunya, salah satu dapat dipastikan adalah individu heterozigot dan tidak dimungkinkan keduanya heterozigot karena tidak ada keturunan kretin pada generasi III. Berdasarkan fakta tersebut, maka prediksi genotipe individu 3 dan 4 adalah CC dan Cc atau sebaliknya. Hasil perkawinan antara CC dan Cc akan menghasilkan keturunan bergenotipe CC dan Cc. Kemungkinan genotipe perempuan normal 7 dan 9 yaitu CC atau Cc. Keduanya menikah dengan laki-laki normal 8 dan 10, dengan kemungkinan genotipe CC atau Cc, keturunan yang dilahirkan 15 – 19 diketahui semuanya normal, dengan demikian terjadi perkawinan antara laki-laki homozigot dengan perempuan heterozigot atau sebaliknya, sehingga kemungkinan genotipe individu no. 15-19 yaitu CC atau Cc. Genotipe laki-laki pada generasi II yaitu CC atau Cc, jika ia homozigot CC, kedua orangtuanya pada generasi I 1 dan 2 dapat dipastikan bergenotipe CC. Ia heterozigot Cc maka salah satu orangtuanya adalah individu heterozigot, baik 98 itu ayah maupun ibu. Genotipe masing-masing individu pada keluarga Rs, Is dan Mh dapat dilihat pada Gambar 15, 16, 17. 2. PengembanganB ModulB PengayaanB GenetikaB BerbasisB FenomenaB KretinismeBdiBDesaBSigedang,BKejajar,BWonosoboB B Hasil penelitian dianalisis potensinya melalui tahap identifikasi proses dan produk penelitian, seleksi dan modifikasi hasil penelitian sebagai sumber belajar serta pengemasan hasil penelitian menjadi sumber belajar. B

a. IdentifikasiBProsesBdanBProdukBPenelitianB

Identifikasi proses dan produk penelitian meliputi pengkajian persyaratan suatu hasil penelitian sebagai sumber belajar dan pengkajian proses dan produk yang relevan dengan permasalahan Biologi di SMA. 1 PengkajianBPersyaratanBHasilBPenelitianBsebagaiBSumberBBelajarB B Hasil penelitian berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber belajar Biologi apabila memenuhi beberapa persyaratan. Menurut Djohar 1987: 2, syarat sumber belajar yaitu memiliki kejelasan potensi ketersediaan objek dan permasalahan yang diangkat, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, kejelasan sasaran dan peruntukannya, kejelasan informasi yang dapat diungkap, kejelasan pedoman eksplorasi serta memiliki kejelasan perolehan yang diharapkan. Objek dan permasalahan yang diangkat dalam suatu penelitian harus memiliki kejelasan, untuk dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Objek pada penelitian ini adalah keluarga yang memiliki keturunan kretinisme yaitu keluarga Rs, Is, dan Mh. Permasalahan yang diangkat adalah pewarisan sifat kretinisme di Desa Sigedang. Dengan demikian, penelitian 99 ini memiliki kejelasan potensi ketersediaan objek dan permasalahan yang diangkat. Hasil penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber belajar harus sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD KTSP mata pelajaran Biologi. Hasil penelitian studi kasus pewarisan sifat kretinisme di Desa Sigedang sesuai dengan Standar Kompetensi SK yaitu memahami penerapan konsep dasar dan prinsip-prinsip hereditas serta implikasinya pada salingtemas. Siswa dapat memahami konsep dan prinsip hereditas melalui analisis peta silsilah, analisis pola pewarisan kretinisme dan penentuan genotipe anggota keluarga. Kompetensi Dasar KD yang harus dicapai yaitu siswa dapat menerapkan prinsip-prinsip pewarisan sifat manusia pada kehidupan. Siswa dapat berlatih menerapkan prinsip pewarisan sifat pada fenomena kretinisme, melalui hasil penelitian ini. Dengan demikian, hasil penelitian ini sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hasil penelitian ini dikemas menjadi sumber belajar yang diperuntukan bagi siswa kelas XII IPA yang telah lulus KKM materi Genetika. Siswa yang telah lulus materi genetika, sudah memahami tentang konsep gen dan pewarisan sifat pada manusia dengan baik. Wawasan serta pengetahuan siswa tentang pewarisan sifat pada manusia akan diperdalam dengan pewarisan sifat kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo. 100 Dengan demikian, hasil penelitian ini sudah memiliki kejelasan sasaran dan peruntukannya. Informasi yang akan diungkap yaitu bagaimana pewarisan kretinisme di Desa Sigedang, meliputi jenis kretinisme yang diderita warga Desa Sigedang, peta silsilah keluarga yang memiliki keturunan kretinisme, pola pewarisan kretinisme serta genotipe masing-masing anggota keluarga. Dengan demikian, hasil penelitian ini memiliki kejelasan informasi yang akan diungkap. Pedoman eksplorasi yaitu prosedur kerja dalam penelitian, meliputi observasi awal, menentukan subjek penelitian, wawancara mendalam dan observasi, analisis peta silsilah dan menarik kesimpulan. Pedoman eksplorasi ini tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh siswa kelas XII IPA, karena keterbatasan waktu dan kemampuan siswa. Tahap yang bisa dilakukan oleh siswa yaitu analisis peta silsilah untuk mengetahui pola pewarisan kretinisme dan penentuan genotipe anggota keluarga. Dengan demikian, hasil penelitian ini memiliki pedoman eksplorasi yang jelas. Perolehan yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu perolehan kognitif, afektif dan psikomotorik. Perolehan kognitif yang didapat yaitu bertambahnya wawasan dan pengetahuan siswa tentang kretinisme. Perolehan afektif yang didapat yaitu meningkatnya kesadaran, rasa ingin tahu dan peduli terhadap fenomena di masyarakat. Perolehan psikomotorik yang didapat yaitu memiliki kemampuan menyusun peta silsilah keluarga. 101 Dengan demikian, hasil penelitian ini memiliki kejelasan perolehan yang didapat. 2 PengkajianB ProsesB danB ProdukB yangB RelevanB denganB PermasalahanB BiologiBdiBSMAB B Proses dalam penelitian studi kasus pewarisan kretinisme di Desa Sigedang yaitu metode ilmiah meliputi identifikasi masalah, perumusan tujuan penelitian, perencanaan dan pelaksanaan penelitian, pembahasan hasil penelitian dan penarikan kesimpulan. Produk yang dikaji yaitu fakta hasil penelitian yang digeneralisasi menjadi konsep. Fakta diperoleh melalui wawancara dan observasi.

b. SeleksiBdanBModifikasiBHasilBPenelitianBsebagaiBSumberBBelajarBBiologiB B

Seleksi dan modifikasi hasil penelitian sebagai sumber belajar Biologi meliputi penyesuaian proses prosedur kerja dan produk fakta dan konsep dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Berdasarkan seleksi proses berupa prosedur kerja, terdapat beberapa tahapan yang dirasa sulit jika diterapkan dalam kegiatan pengayaan untuk siswa kelas XII IPA. Hal tersebut karena penelitian ini membutuhkan waktu yang cukup lama, kurang lebih 2 minggu, sehingga tidak memungkinkan untuk membawa siswa ke lokasi penelitian. Penelitian ini memerlukan kehati-hatian dalam melakukan wawancara, karena masalah yang diteliti berkaitan dengan fisik seseorang. Tahapan yang bisa dilakukan oleh siswa melalui kegiatan pengayaan yaitu analisis peta silsilah dan penentuan genotipe berdasarkan data yang sudah diperoleh. Tahapan ini sesuai dengan kemampuan siswa kelas XII IPA, karena 102 dalam kegiatan pembelajaran Biologi mereka telah mempelajari materi pewarisan sifat pada manusia. Seleksi produk penelitian berupa fakta dan konsep yaitu dengan melihat kesesuaian antara konsep yang ditemukan dengan konsep yang diharapkan dalam KTSP, tidak semua produk penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Konsep yang telah terseleksi yaitu kretinisme yang diderita oleh warga Desa Sigedang merupakan kretinisme sporadik atau kongenital bawaan lahir. Kretinisme ini diwariskan menurut pola autosomal resesif. Genotipe penderita kretinisme yaitu homozigot resesif cc. Genotipe orang tua penderita kretinisme yaitu heterozigot Cc. Genotipe saudara normal, ada 2 kemungkinan yaitu homozigot dominan CC atau heterozigot Cc. Konsep ini relevan dengan konsep yang diharapkan pada KTSP yaitu penerapan prinsip-prinsip pewarisan sifat manusia pada kehidupan.

c. PengembanganBHasilBPenelitianBmenjadiBModulBPengayaanB

Hasil penelitian yang telah memenuhi syarat sebagai sumber belajar dan telah diseleksi serta dimodifikasi, dapat dikemas menjadi sumber belajar. Peneliti mengemas hasil penelitian ke dalam modul pengayaan, agar hasil penelitian dapat dimanfaatkan langsung oleh siswa dan dapat menambah wawasan tentang pewarisan sifat kretinisme. Modul pengayaan ini dapat digunakan sebagai alternatif bahan ajar dalam kegiatan pengayaan materi genetika. Penyusunan modul pengayaan ini menggunakan model ADDIE Analyze, Design, Development, Implementation and Evaluation. Penyusunan modul ini hanya sampai tahap pengembangan development. 103 1 TahapBAnalisisBAnalysisB Tahap analisis ini meliputi analisis kompetensi, analisis materi, analisis siswa dan analisis instruksional. Analisis kompetensi merupakan tahapan identifikasi Standar Kompetensi SK, Kompetensi Dasar KD KTSP, kedalaman serta keluasan kompetensi yang akan dikembangkan. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, Standar Kompetensi SK yang menjadi target yaitu 3. Memahami penerapan konsep dasar dan prinsip-prinsip hereditas serta implikasinya pada salingtemas. Kompetensi Dasar KD yang akan dicapai yaitu 3.4 Menerapkan prinsip-prinsip pewarisan sifat dalam kehidupan. Analisis SK dan KD menunjukkan bahwa penelitian tentang fenomena pewarisan sifat kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo berpotensi sebagai sumber kegiatan pengayaan yang dikemas dalam bentuk modul. Kompetensi yang akan dikembangkan dalam modul pengayaan ini adalah menerapkan prinsip pewarisan sifat kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo. Analisis materi menunjukkan bahwa materi genetika yang dipelajari melalui buku paket atau modul pembelajaran tidak banyak mengungkap fenomena pewarisan sifat yang ada di lingkungan sekitar peserta didik. Contoh-contoh yang digunakan sebagian besar merupakan fenomena yang terjadi di luar negeri, ini akan memberikan pembelajaran yang kurang bermakna kepada siswa. Modul pengayaan ini akan menambah pendalaman materi tentang pewarisan sifat kretinisme di Desa Sigedang, 104 Kejajar, Wonosobo. Materi ini meliputi analisis peta silsilah dan penentuan genotipe. Analisis karakteristik siswa menunjukkan bahwa modul pengayaan ini tepat untuk siswa kelas XII IPA. Berdasarkan teori perkembangan anak Piaget, siswa kelas XII SMA usia 17-18 tahun termasuk dalam kelompok Operasional Formal, yang artinya ia sudah mampu memahami masalah abstrak dengan logis, menjadi lebih ilmiah dalam berfikir-sebab dan akibat dan mampu mengembangkan kepedulian isu sosial Rita Eka Izzaty dkk, 2013: 37. Dengan demikian, diharapkan siswa mampu memahami konsep pewarisan gen kretinisme yang disajikan dalam bentuk modul pengayaan dengan benar. Analisis instruksional dilakukan dengan cara menjabarkan Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD menjadi tujuan dan indikator pembelajaran. 2 TahapBDesainBDesignB Tahap design modul meliputi tahap pengembangan kerangka modul, penyusunan sistematika dan perancangan alat evaluasi. Kerangka modul ini dirancang dengan menjabarkan 3 komponen modul yaitu bagian awal, inti dan akhir. Kerangka modul ini menggambarkan keseluruhan isi modul. Penentuan sistematika isi modul disesuaikan dengan Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD yang telah dijabarkan menjadi tujuan dan indikator pembelajaran. Modul yang disusun beralur induktif, dari umum ke khusus. Modul ini menyususn uraian materi dari 105 yang bersifat umum yaitu kesalahan metabolisme bawaan ke materi yang bersifat khusus yaitu pewarisan kretinisme di Desa Sigedang. Kelebihan cara menguraikan materi secara induktif yaitu siswa dapat memahami konsep dasar untuk menjembatani dalam memahami materi yang bersifat khusus. Alat evaluasi yang digunakan dalam modul ini adalah tes formatif dan ulangan harian. Tes formatif berupa soal pilihan ganda untuk mengetahui pemahaman konsep siswa tentang pewarisan sifat pada manusia, khusunya kretinisme. Tes formatif dikerjakan setelah selesai mempelajari masing-masing kegiatan belajar. Modul ini dilengkapi dengan kunci jawaban untuk mencocokkan jawaban siswa dengan jawaban yang benar. Modul ini juga dilengkapi dengan penjelasan mengenai umpan balikfeedback untuk mengetahui skor ketercapaian siswa setelah mempelajari materi pada masing-masing kegiatan. Siswa bisa melanjutkan untuk mempelajari kegiatan belajar berikutnya jika sudah mencapai skor 80 , jika belum mencapai ia harus mempelajarinya kembali. Evaluasi akhir berupa soal ulangan harian. Soal ulangan harian berbentuk pilihan ganda yang bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa setelah mempelajari keseluruhan materi. 3 TahapBPengembanganBDevelopmentB Tahap pengembangan terdiri dari pra penulisan, penulisan draft, penyuntingan, revisi dan uji coba terbatas. Tahap pra penulisan dilakukan 106 dengan mengkaji bahan materi yang akan dimasukkan dalam modul. Bahan materi dikumpul dari buku referensi, jurnal, hasil penelitian pewarisan sifat kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo dan sumber lain yang relevan. Draft modul ini disusun berdasarkan kerangka modul kemudian diajukan kepada pembimbing I dan II untuk mendapat saran. Saran dari pembimbing selanjutnya ditindaklanjuti untuk menghasilkan modul yang berkualitas. Saran yang pertama yaitu penggunaan kata kerja operasional pada tujuan pembelajaran kegiatan belajar II. Kalimat “menganalisis genotipe” dirasa kurang tepat karena tahap analisis genotipe memerlukan proses rumit dan dilakukan secara mikroskopis menggunakan peralatan laboratorium. Modul ini hanya menyajikan peta silsilah dan siswa diminta untuk menentukan genotipe anggota keluarga berdasarkan peta silsilah tersebut. Kata “menganalisis” diganti menjadi “menentukan”. Saran kedua yaitu skema terjadinya kesalahan metabolisme sebaiknya mengutip dari sumber yang relevan, tidak membuat sendiri karena kurang tepat. Penulis kemudian mencari referensi genetika yang memuat skema terjadinya kesalahan metabolisme bawaan. Skema ini terdapat pada buku Essential of Genetics karangan William S. Klug, Michael Cumming dan Charlote Spencer tahun 2007. Saran ketiga, menuliskan 2 kemungkinan genotipe pada anggota keluarga yang normal yaitu CC atau Cc. Penulis awalnya hanya menuliskan satu genotipe saja. Berdasarkan teori, genotipe individu 107 normal dapat berupa normal homozigot atau heterozigot. Genotipenya secara pasti dapat diketahui dengan analisis genotipe di Rumah Sakit. Penulis menjelaskan dalam modul ini, mengapa ada 2 kemungkinan genotipe pada individu normal dan bagaimana cara untuk mengetahui genotipe secara pasti. Saran keempat, menambahkan satu bentuk evaluasi akhir berupa soal ulangan akhir. Soal ulangan akhir ini menjadi alat untuk mengetahui pemahaman siswa setelah mempelajari keseluruhan materi dalam modul ini. Jumlah soal dibuat lebih banyak dari soal tes formatif 1 dan 2. Saran kelima, soal pada quiz sebaiknya disesuaikan dengan uraian materi. Quiz sebelumnya meminta siswa untuk menjawab soal tentang konsep yang tidak diberikan dalam uraian materi, dengan tujuan untuk mengasah kemampuan siswa. Hal tersebut dirasa kurang tepat, karena siswa akan kesulitan dalam mengerjakan soal yang belum ia pelajari sebelumnya. Penulis kemudian mengganti soal pada quiz yang sesuai dengan uraian materi. Saran keenam, memperbaiki stuktur kalimat yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan EYD. Saran ketujuh, memblur gambar wajah penderita kretinisme, untuk menjaga privasi penderita kretinisme tersebut. Saran kedelapan, memperbaiki peta konsep agar lebih jelas, karena peta konsep ini menjadi acuan siswa sebelum mempelajari materi dalam modul. 108

d. PenilaianBKualitasBModulBPengayaanBB 1 AhliBMateriB

Ahli materi memberikan penilaian terhadap kualitas modul berdasarkan kebenaran konsep Biologi, khususnya Genetika. Penilaian kedua ahli materi, dihasilkan sebanyak 73 konsep benar 98,64 dan 1 konsep salah 1,35 . Satu konsep yang dinyatakan salah oleh ahli materi I yaitu konsep “Satu gen mengkode pembentukan satu enzim”. Konsep ini dinyatakan benar oleh ahli materi II. Ahli materi I menyatakan bahwa belum tentu hanya satu gen yang mengkode pembentukan satu enzim, bisa dipengaruhi oleh protein lain. Peneliti menuliskan teori ini berdasarkan teori Beadle dan Tatum tahun 1941 yang meneliti pertumbuhan Neurospora crassa berdasarkan Jurnal Protein Science Cambridge University Vol.4, tahun 1995, halaman 1017-1019. Beadle dan Tatum meneliti pertumbuhan kapang Neurospora crassa mutan, yang diperolehnya dengan memberikan radiasi sinar X pada kapang tersebut. Spora kapang mutan ini diletakkan pada tabung yang berisi asam amino, vitamin dan bahan organik esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Kapang yang telah tumbuh kemudian dipindahkan ke tabung dengan media tanpa nutrisi. Hasilnya, kapang mutan ini tidak dapat tumbuh. Beadle dan Tatum mengulang percobaan ini dengan menambahkan vitamin atau asam amino esensial. Mereka menumbuhkan kapang mutan tersebut pada media yang hanya berisi vitamin saja tanpa asam amino, 109 hasilnya kapang mutan tidak dapat tumbuh. Mereka kemudian menumbuhkan kapang pada media yang berisi 20 asam amino esensial, hasilnya kapang dapat tumbuh. Beadle dan Tatum menduga bahwa ada 1 dari 20 asam amino tersebut yang menjadi faktor pertumbuhan kapang. Mereka menumbuhkan kapang mutan ini pada masing-masing media yang berisi 1 asam amino, hasilnya kapang yang ditumbuhkan pada media dengan asam amino arginin yang dapat tumbuh. Hasil penelitian ini menjadi dasar pemikiran Beadle dan Tatum bahwa gen pada kapang mutan ini tidak dapat membentuk enzim yang dibutuhkan untuk mengubah 19 asam amino menjadi zat lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, hanya 1 asam amino yang dapat diubah, yaitu arginin. Beadle dan Tatum mengemukakan teori bahwa satu gen mengkode pembentukan satu enzim yang spesifik. Elizabeth Martin dan Robert Hine 2008, menyatakan bahwa teori “satu gen satu enzim” sudah berkembang menjadi “satu gen satu polipeptida”. Hal ini didasarkan pada penelitian tentang hemoglobin, diketahui bahwa pembentukan hemoglobin manusia dikode oleh dua gen yang berbeda. Satu gen mengkode struktur rantai alpha, satu lainnya mengkode struktur rantai beta. Peneliti kemudian mengkonsultasikan kebenaran konsep ini dengan pembimbing. Konsep satu gen mengkode pembentukan satu enzim ditambahkan keterangan bahwa saat ini hipotesis sudah berkembang menjadi satu gen satu polipeptida. 110 Ahli materi juga memberikan saran untuk ditindaklanjuti yaitu pertanyaan pada quiz kegiatan belajar I tidak perlu menyebutkan gejala medis kretinisme seperti katup jantung abnormal, denyut nadi melambat dan sulit bernafas. Siswa SMA Kelas XII cukup diberikan gejala secara fisik. Peneliti kemudian memperbaiki pertanyaan dalam quiz ini. Saran berikutnya yaitu memperbaiki pengertian autosom dan fenotipe pada glosarium. Pengertian autosom yang sebelumnya ditulis oleh penulis adalah kromosom yang tidak terlibat secara langsung dalam penentuan jenis kelamin, bukan kromosom seks. Pengertian ini dirasa membingungkan, sehingga penulis menggantinya menjadi kromosom yang ada pada tubuh manusia kecuali pada kelamin. Kromosom yang ada pada kelamin disebut gonosom. Pengertian fenotipe yang sebelumnya ditulis adalah sifat fisik dan fisiologis dari suatu organismeyang ditentukan oleh susunan genetiknya. Pengertian ini diperbaiki menjadi suatu karakteristik dari suatu organisme yang ditentukan oleh susunan genetiknya. 2 BAhliBMediaB Ahli media memberikan penilaian terhadap kualitas modul berdasarkan aspek kelayakan isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafisan. Berdasarkan hasil penilaian ahli media, terdapat 1 aspek yang dianggap kurang yaitu aspek kegrafisan. Aspek kegrafisan yang dianggap kurang oleh ahli media I adalah kesesuaian ukuran modul dengan standar ISO. Instrumen penilaian ahli media yang dibuat oleh peneliti kurang lengkap, tidak menyertakan standar ISO yang dimaksud apa, apakah standar ISO 111 A3, A4 atau A5. Standar ISO yang dimaksud peneliti adalah standar ISO A4 210 x 297mm. Peneliti memperbaiki isntrumen ini agar tidak menimbulkan kesalahpahaman pada penilai selanjutnya yaitu Guru Biologi. Persentase penilaian terbesar adalah sangat baik 60,86, baik 38,04, kurang 0,10 dan sangat kurang 0 . Ahli media memberikan beberapa saran untuk perbaikan modul yang disusun. Saran pertama, penulisan daftar pustaka tidak konsisten. Penulis memperbaiki penulisan daftar pustaka mengacu pada ketentuan penulisan daftar pustaka. Saran kedua, penulisan sumber gambar dari internet kurang tepat. Penulis hanya mencantumkan domain URL nya saja. Sumber gambar dari internet yang benar mencantumkan domain URL beserta nama file nya, contoh : https: www.apbioghd.wikispace.comphenylketouria Saran ketiga, beberapa gambar belum proporsional. Penulis kemudian mengubah ukuran gambar agar proporsional. Saran keempat, rentang persentase pada feedback kurang sesuai dengan kategori pencapaian. Siswa dapat melanjutkan untuk mempelajari kegiatan belajar II apabila mencapai tingkat 80 . Berdasarkan kategori pencapaian, tingkat 80 termasuk kategori cukup. Penulis mengharapkan siswa dapat melanjutkan ke kegiatan belajar II ketika sudah mencapai kategori baik. Penulis kemudian memperbaiki rentang persentase pada feedback, sehingga tingkat 80 termasuk dalam kategori baik. 112 Saran keempat, gambar desa Sigedang kurang menunjukkan ciri desa tersebut. Gambar sebaiknya menggambarkan keadaan sebenarnya. Penulis kemudian mengganti gambar desa Sigedang dengan gambar Balai Desa Sigedang, sebagai ciri khas desa tersebut. 3 GuruBBiologiB BModul pengayaan yang disusun diujikan terbatas kepada 2 Guru Biologi SMA N 2 Wonosobo. Guru menilai kualitas modul dari aspek kelayakan isi, penyajian, kebahasaan, kegrafisan dan keterlaksanaan. Persentase penilaian terbesar yaitu baik 98,91 , kemudian sangat baik 0,10 , kurang dan sangat kurang 0 . Guru tidak memberikan saran untuk perbaikan, karena modul ini dinyatakan baik untuk digunakan dalam kegiatan pengayaan. Hal ini juga didasarkan karena penggunaan hasil penelitian berupa fenomena yang terjadi di masyarakat menjadi sumber belajar masih sangat minim. 4 BSiswaB Modul pengayaan yang disusun, diujikan terbatas kepada 15 siswa kelas XII MIA 5 SMA N 2 Wonosobo yang telah lulus KKM materi genetika. Siswa menilai kualitas modul dari aspek penyajian, kebahasaan, kegrafisan dan kebermaknaan. Sebanyak 2 orang siswa menyatakan tidak setuju pada aspek kebahasaan, tepatnya pada pernyataan “Kalimat yang digunakan tidak menimbulkan makna ganda ambigu”. Peneliti tidak bisa memperbaiki kalimat yang dianggap ambigu karena siswa tersebut tidak menuliskan kalimat mana yang dianggapnya ambigu. Sebanyak 4 orang 113 siswa menyatakan tidak setuju pada aspek kebermaknaan, tepatnya pada pernyataan “Setelah mempelajari modul ini, saya terdorong untuk melakukan studi kasus tentang fenomena genetik lain yang terjadi di masyarakat”. Persentase penilaian terbesar adalah setuju 60,23 , kemudian sangat setuju 38,35 , tidak setuju 1,41 dan sangat tidak setuju 0 . Penilaian kualitas modul secara keseluruhan menunjukkan bahwa modul berkualitas baik. Berdasarkan aspek kebenaran konsep, hanya ada 1 konsep yang perlu dikaji kembali. Peneliti telah menindaklanjuti kesalahan tersebut sebelum diujikan ke lapangan. Berdasarkan aspek kelayakan isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafisan sudah baik, namun masih ada yang perlu diperbaiki seperti penggunaan tanda baca dan penulisan kata. Guru sebagai pengguna modul, menyatakan modul ini baik untuk digunakan dalam kegiatan pengayaan materi genetika karena diangkat dari fenomena yang dekat dengan siswa. Modul berbasis fenomena yang dekat dengan lingkungan siswa sangat baik digunakan sebagai sumber belajar, karena siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di sekolah untuk memecahkan permasalahan di masyarakat. Guru juga menyatakan bahawa ia termotivasi untuk mengembangkan sumber belajar Biologi berbasis fenomena atau lingkungan yang dekat dengan siswa. Siswa sebagai pengguna modul, menyatakan setelah mempelajari modul ini merasa lebih bersyukur atas apa yang Tuhan karuniakan, terutama kondisi fisik. Wawasan dan pengetahuan tentang fenomena kretinisme yang dekat dengan 114 lingkungan siswa menjadi bertambah. Siswa juga merasa lebih sadar akan pentingnya mengetahui pewarisan suatu sifat dalam keluarga dan paham bagaimana cara menghindari pertemuan suatu sifat yang merugikan atau menyebabkan kelainan. Sebagian besar siswa menyatakan sangat tertarik untuk meneliti fenomena lain yang terjadi di masyarakat. B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B 119 BABBVB KESIMPULANBDANBSARANB B A. KesimpulanBB Berdasarkan hasil penelitian Pengembangan Modul Pengayaan Genetika Berbasis Fenomena Kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo untuk Kelas XII IPA, dapat disimpulkan bahwa : 1. Kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo diwariskan secara autosomal resesif. 2. Modul pengayaan genetika berbasis fenomena kretinisme di Desa Sigedang dihasilkan melalui penelitian RD dengan model ADDIE, yang dibatasi samapi tahap Pengembangan Development. 3. Kualitas Modul Pengayaan Genetika Berbasis Fenomena Kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo termasuk dalam kategori sangat baik berdasarkan penilaian ahli materi dan ahli media serta baik berdasarkan penilaian Guru Biologi dan siswa Kelas XII MIA 5 SMA N 2 Wonosobo.

B. SaranBB