Upaya Penanggulangan Nonpenal Penjatuhan Sanksi Terhadap Narapidana yang Melakukan Tindak Pidana Selama Menjalani Pembinaan Menurut Hukum Pidana di Indonesia (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

85

B. Upaya Penanggulangan Nonpenal

Menurut Barda Nawawi Arief, sarana penal mempunyai keterbatasan dan mengandung beberapa kelemahan sisi negatif, antara lain: a. Secara dogmatisidealis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajamkeraskarena itu, juga sering diseut sebagai ultimun remedium; b. Secara fungsionalpragmatis, operasionalisasi dan aplikasinya memerlukan saran pendukung yang lebih bervariasi antara lain: berbagai undang-undang organik. Lembagaaparat pelaksana dan lebih menuntut biaya tinggi; c. Sanksi hukuman pidana merupakan remedium yang mengandung sifat kontradiktifparadoksial dan mengandung unsurefek samping yang negatif; d. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan kurieren am symptom menanggulangimenyembuhkan gejala. Jadi hukum sanksi pidana hanya merupakan pengobatan kausatif karena sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks diluar jangkauan hukum pidana; e. Hukumsanksi hukum pidana hanya merupakan bagian kecil, subsistem dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks sebagai maslah sosio-psikologis, sosio politi, sosio ekonomi, sosio kultural dan sebagainya; Universitas Sumatera Utara 86 f. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individualpersonal, tidak bersifat struktural atau fungsional; keefektifan pidana masih bergantung kepada banyak faktor, karena itu masih sering dipersalahkan. 156 Masalah penanggulangan kejahatan sangat kompleks karena bertautan satu sama lain, yaitu aspek pribadi dan aspek lingkungan yang mempengaruhi individu tersebut. 157 Keterbatasan pendekatan penal dalam upaya penanggulangan kejahatan seperti dikemukakan diatas, harus diikuti dengan pendekatan non-penal, yang dapat berupa pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana prevention without punishment dan upaya mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui media massa influencing views of society on crime and puishmentmass media. 158 Adapun penanggulangan nonpenal yang dilakukan oleh petugas Lapas untuk mengurangi perbuatan pidana pada Lapas, yaitu: 1. Perbaikan Infrastruktur pada Lapas Perbaikan ini lebih menyoroti pada perbaikan bangunan yang ada pada Lapas. 159 Misalnya dengan mengganti peralatan-peralatan Lapas yang lama dengan peralatan baru yang kuat dan tahan lama. Mengurangi penggunan barang- barang yang terbuat dari mudah terbakar kemudian menggantikannya dengan barang-barang yang terbuat dari logam stainless stell, menambah pengamanan pintu dengan menggunakan pintu yang terbuat dari besi. Penggunaan bahan-bahan 156 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kkebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana, PT Citra Aditya, Bandung, 1998, hal.139-140 157 Noach Simanjuntak dan L.Pasaribu, Op.Cit, hal.343. 158 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan kejahatan Kekerasan,Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, hal19 159 David J Cooke dkk, Op.Cit., hal 169 Universitas Sumatera Utara 87 yang terbuat dari logam bertujuan agar peralatan tersebut tidak mudah terbakar dan dirusak. Penanggulangan juga dilakukan dengan menambah pengawasan dengan menggunakan kamera –kamera pengawas pada tempat-tempat yang diperkirakan rawan untuk dijadikan tempat terjadinya perbuatan kriminal. Pembenahan infrastuktur dimulai dari kondisi bangunan, seperti lapisan tembok Lapas, luas dari area pembinaan, dan alat-alat pelengkap lainnya. Untuk lebih aman, pada Lapas hendaknya dipasang alat scan x-ray, yang berfungsi untuk memeriksa barang-barang bawaan para pengunjung Lapas. “Sebelum kerusuhan Lapas terjadi, pagar pembatas pengaman Lapas hanya ada satu lapis,yaitu hanya tembok. Tetapi setelah kerusuhan Lapas tersebut, pagar pembatas pengaman Lapas di rombak menjadi 3 lapisan. Pagar pembatas ke satu dan kedua berupa pagar yang terbuat dari jeruji besi yang dibagian atas dilingkari kawat berduri, sedangkan pagar pembatas ketiga terbuat dari tembok beton. Penambahan tembok pelapis ini bertujuan untuk mempersulit narapidana apabila ingin menggebrak keluar dari Lapas, atau paling tidak dengan ditambahnya tembok tersebut, jika narapidana hendak menggebrak keluar, maka dengan banyaknya lapisan membuat kesempatan petugas untuk menyelamatkan diri lebih terbuka untuk mengurangi korban dan dapat memberikan waktu sambil menunggu bantuan datang Kerusuhan yang terjadi di Lapas waktu itu bukan cuma disebabkan oleh karena satu faktor saja, tetapi kerusuhan itu terjadi akibat rentetan dari banyaknya kekurangan yang dimiliki oleh Lapas ini. Kerusuhan itu salah satunya disebabkan akibat tuntutan narapidana yang tidak terpenuhi. Seperti yang terjadi pada waktu itu, kebutuhan narapidana akan air yang tidak terpenuhi. Nah, untuk penanggulangannya tentu kita akan perbaiki kekurangan yang menjadi tuntutan narapidana tersebut. Utamanya itu terkait kebutuhan narapidana didalam Lapas, seperti ketersediaan air.” 160 2. Perbaikan komunikasi dalam Lapas. Penanggulangan nonpenal lainnya adalah melalui sistem komunikasi. Aksi kita menentukan reaksi orang lain. Petugas Lapas yang baik adalah seorang ahli 160 Kutipan wawancara dengan Kabid. Administrasi keamanan dan ketertiban Lapas Tanjung Gusta Kelas 1, Bpk E. Manurung, pada tanggal 3 juni 2015. Universitas Sumatera Utara 88 berkomunikasi. Ia bisa menenangkan narapidana ketika sedang “tinggi”; membujuk narapidana ketika mereka keras kepala; bisa memberikan dukungan ketika narapidana bersedih. 161 Sebagian petugas Lapas berprinsip bahwa narapidana harus dimarah-marahi, maka setiap perintah harus dibumbuhi dengan kata-kata kotor. 162 Cara yang lain dianggap terlalu lembek, padahal komunikasi yang baik bukan berarti lembek. Komunikasi yang baik sangat baik, sangat membantu meredakan ketegangan didalam Lapas, dan mengurangi kemungkinan timbulnya keributan, penyanderaan maupun demonstrasi lainnya. Komunikasi yang baik meningkatkan motivasi kerja dan meningkatkan kepuasan kerja bagi petugas Lapas. Mengamati adalah dasar dimana semua kecakapan berkomunikasi bertumpu. Mengamati sangatlah penting. 163 Narapidana mungkin merasa segan untuk membicarakan masalahnya kepada petugas. Jika anda mengamati, anda bisa melihat kesulitan narapidana dan mendekati dia atau bersiap jika masalah timbul. Bagian kedua dari mengamati, bagian yang paling penting berikutnya adalah membuat kesimpulan. 164 Kesimpulan yang akan dibuat harus dengan menggunakan informasi yang telah dikumpulkan untuk melihat bagaimana perasaan narapidana, seperti apa hubungannya dengan yang lain, dan bagaimana ia akan bersikap dikemudian hari. Jika petugas Lapas dapat menyimpulkan apa yang dirasakan oleh narapidana dengan berdasarkan hasil pengamatan, petugas Lapas bisa meramalkan bagaimana mereka akan bersikap. Komunikasi yang baik memberi kecenderungan membuat Lapas berjalan baik. Ini bukan ide baru yang 161 David J Cooke dkk, Op.Cit., hal 119. 162 Ibid. 163 Ibid, hal 12.1 164 Ibid, hal 123. Universitas Sumatera Utara 89 dibuat-buat oleh psikolog, tetapi pegalaman telah membuktikan. Bahkan pada tahun 1844 saja, Direktur Jenderal Lapas di Skotlandia telah membuktikan bahwa dengan pengaruh pribadi petugas yang baik, dibeberapa Lapas tingkat kepatuhan tumbuh luar biasa. 165 Sikap berontak terhadap hukuman pun rendah karena para petugas Lapas memrikan alasan yang jelas dan masuk akal kepada narapidana, sebelum terpaksa memberikan hukuman. 3. Pengoptimalan pembinaan pada narapidana di Lapas “Penanggulangan nonpenal selanjutnya dilakukan melalui pengoptimalan kegiatan pembinaan, misalnya dengan memberikan pembinaan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Pembinaan melalui kegiatan keagamaan dilakukan dengan pengawasan yang lebih ketat lagi. Sebelum dan sesudah kegiatan pembinaan tersebut dilakukan pengabsenan oleh petugas Lapas. Hal dilakukan untuk memastikan bahwa narapidana yang bersangkutan dipastikan mengikuti pembinaan tersebut. Jika kemudian diketahui bahwa ada narapidana yang tidak ikut, maka narapidana ter sebut diberi hukuman administrasi tata tertib.” 166 Penanggulangan dengan menggunakan pemberikan pengetahuan keagamaan sanagt berguna baginarapidana. Semakin mereka peduli dengan ajaran agamanya, maka semakin baik pula bagi kepribadian narapidana. Insiden agresif bisa dicegah sebelum berkembang menjadi lebih serius. 167 Supaya mampu mencegah, petugas harus dilatih agar senantiasa siap menangani kekerasan, terutama membekali mereka dengan beberapa kecakapan teknik psokologi diatas. 168 Pelatihan bagi petugas juga bisa membuat petugas Lapas, merasa lebih kompeten, sekaligus mengurangi rasa stres dalam lingkunga kerja. 169 165 Ibid. 166 Kutipan wawancara dengan Kabid. Administrasi keamanan dan ketertiban Lapas Tanjung Gusta Kelas 1, Bpk E. Manurung, pada tanggal 3 juni 2015. 167 David J Cooke dkk, Op.Cit., hal 173. 168 Ibid. 169 Ibid. Universitas Sumatera Utara 90 Pencegahan nonpenal juga kerap berkembang seiring dengan dikerluarkannya surat edaran oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Surat edaran yang dikeluarkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan tersebut beberapa ada yang berkaitan dengan dilakukannya peningkatan pengamanan pada waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan ketegangan dan ada pula tentang terkait urusan administratif saja. Pencegahan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana pada dasarnya sudah dilakukan sebelum terjadi kerusuhan dibeberapa Lapas di Indonesia. Setelah terjadi peristiwa kerusuhan Lapas, Ditjen Pemasyarakatan kemudian mengeluarkan beberapa surat edaran yang berkaitan dengan pengamanan dan kemanan di Lapas, diantaranya adalah : a. Surat edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS- 121.PK.01.04.01 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Kewaspadaan Keamanan Dan Ketertiban Di Unit Pelaksana Teknis UPT Pemasyarakatan. Surat edaran tersebut dikeluarkan untuk mengantisipasi gejolak keamanan dan ketertiban di masyarakat yang dapat berimbas pada pola kehidupan didalam Unit Pelaksana Teknis UPT Pemasyarakatan sehubungan dengan akan diadakannya Pemilihan Umum Anggota Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden bulan April dan Juni 2014. Melalui surat tersebut, Ditjen Pemasyarakatan mengingatkan kembali agar Kementerian Hukum dan HAMdi seluruh Indonesia memberikan perintah kepada Kepala Divisi Pemasyarakatan dan Kepala UPT Pemasyarakatan dimasing-masing wilayah yang pertama untuk meningkatkan koordinasi dengan Universitas Sumatera Utara 91 Kepolisian, TNI, dan istansi terkait untuk dapat melakukan pemantauan keamanan, dan melakukan koordinasi Komisi Pemiliham Umum KPU setempat untuk melakukan sosialisasi Pemilu terhadap warga binaan pemasyarakatan di UPT pemasyarakatan. Kedua, menjaga netralitas dalam pelaksanaan Pemilu dengan cara, melarang adanya pemasangan atribut Partai Politik didalam UPT pemasyarakatan, melarang menerima bantuan yang patut diduga ada kaitannya dengan penyelenggaraan Pemilu, semua partai politik atau perorangan tidak diperbolehkan menyelenggarakan kampanye atau semacamnya didalam UPT pemasyarakatan. Ketiga, meningkatkan pengamanan pada pintu P2U dan pos-pos pengamanan untuk mencegah gangguan keamanan dan ketertiban yang timbul dari dalam maupun dari luar UPT Pemasyarakatan. Keempat, meningkatkan pelaksanaan kontrol oleh kepala UPT Pemasyarakatan terutama pada malam hari dan hari-hari libur. Kelima, menambah bantuan pengamanan pelaksanaan piket harian dan piket pada hari-hari libur bagi para pejabat struktur atau pejabat fungsional umum. Keenam, KaUPT Kepala Pengamanan agar secara bergilir minimal setiap satu minggu sekali mengadakan pengarahan dan evaluasi guna mencegah terjadinya gangguan keamanan. Terakhir yaitu penangguhan cuti dari seminggu sebelum Pemilu Legislatis dan Pemilu Presiden sampai dengan seminggu setelah Pemilu Legislatis dan Pemilu Presiden bagi pegawai LAPAS, RUTAN. Universitas Sumatera Utara 92 b. Surat Edaran Direkur Jenderal Pemasyarakatan Republik Indonesia Nomor: PAS-PK.01.01.02-106 Tentang Pemindahan Narapidana ke Lembaga Pemasyarakatan Dalam Rangka Menguarangi Over Kapasitas. Guna terciptanya keseimbangan pemerataan penyebaran ini Lapas sesuai dengan daya tampung yang ada pada masing-masing UPT Pemasyarakatan serta untuk keamanan pembinaan, maka diminta kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah agar memeintahkan kepada Lapas diwilayah masing-masing untuk memindahkan narapidana ke Lapas lain yang tidak over kapasitas. Pemindahan narapidana tersebut harus memperhatikan hal-hal diantaranya 1 Narapidana yang dipindahkan adalah narapidana yang putusan pidannya telah berkekuatan hukum yang tetap, tidak mempunyai perkara lain yang sedang di lakukan proses penyidikan perkara baru, berbadan sehat, sisa pidana yang harus dijalani lebih dari 2 dua tahun, usia maksimal 55 tahun dan bukan anak pidana. 2 Ijin pemindahan diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM setempat, dalam hal pemindahan dalam satu wilayah kerja kantor wilayah yang bersangkutan atau ijin dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam hal pemindahan antar wilayah kerja kantor Kementerian Hukum dan HAM RI. Universitas Sumatera Utara 93 3 Biaya pemindahan narapidana tersebut dibebankan pada anggaran rutin Lapas atau Kantor Kementerian Hukum dan HAM yang memindahkan untuk pemindahan dalam satu wilayah kerja Kantor Kementerian Hukum dan HAM dan dibebankan anggaran sekretariat jenderal kementerian hukum dan HAM Direktorat Jenderal Pemastarakatan. 4 Pengawalan pemindahan narapidana tersebut dilakukan oleh kepolisian. 5 Memberikan pemberitahuan kepada masing-masing keluarga narapidana yang dipindahkan. 6 Kepala UPT memberikan laporan lengkap kpelaksanaan kepada Ditjen Pemasyararakatan. c. Surat Edaran Direktur Jenderal Peasyarakatan Nomor: PAS- 30.PK.01.04.01 tahun 2013 Tentang Tindak Lanjut Hasil Penggeledahan Barang-Barang Terlarang Di LAPAS, Rutan dan Cabang Rutan. Untuk mencegah timbulnya keamanan dan ketertiban di Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan terkait dengan peredaran narkoba, penggunaan handphone dan barang-barang terlarang lainnya, maka dipandang perlu dilakukan langkah penertiban yang lebih tegas. Surat edaran ini juga dibuat dalam rangka mengoptimalkan peran Satgas Pencegahan dan Penanggulangan Gangguan Keamanan dan ketertiban Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dan Satgas Kamtib di Universitas Sumatera Utara 94 Lapas. Terhadap barang terlarang hasil penggeledahan tersebut dilakukan pendataan . d. . Surat Edaran Ditjen Pemasyarakatan mengeluarkan surat edaran Nomor Pas.165.PK.01.04.01 tahun 2011 tentang peningkatan stabilitas Keamanan dan Ketertiban di Unit Pelaksana Teknis UPT. Surat edaran tersebut berisikan agar membuat rencana aksi untuk mewujudkan meningkatkan ketertiban di UPT Pemasyarakatan, yang isinya antara lain: 1 Bagi Petugas a Melakukan pembinaan petugas secara intensif berupa tatap muka, pengarahan, keteladanan, dan pengawasan berjenjangmelekat. b Mewajibkan penggeledahan terhadap petugas yang akan masuk blok LapasRutan untuk menghindari masuknya barang- barang terlarang seperti narkotika, senjata api, senjata tajam dll. c Mengusulkan penghargaan kepada petugas yang berprestasi dalam menegakkan tata tertib LapasRutan dan memberi pelayanan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan. d Menindak tegas kepada petugas yang melakukan pelanggaran, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dan kalau ada indikasi pidana diserahkan kepada Kepolisian. Universitas Sumatera Utara 95 2 Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan a Diberikan hak sesuai paraturan yang berlaku tanpa dipungut biaya seperti biaya pembinaan, pelayanan kesehatan, makanan, remisi, pembebasan bersyarat dll. b Tidak memberika fasilitas berlebih kepada narapidana tertentu. c Tidak memberikan kesempatan kepada Warga Binaan unutk melakukan prostitusi dan perjudian. d Tidak diperlakukan dengan kekerasanpenganiayaan. e Dilarang menggunakan handphone dan barang-barang ainnya didalam LapasRutan. f Menindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku kepada narapidanatahanan yang melakukan pelanggaran, serta kalau ada indikasi pidana diserahkan kekepolisian. 3 Kebijakan Lain a Melakukan kontrol keiling dan penggeledahan di LapasRutan secara rutin dan insidentil yang dilakukan sendiri dan bekerjasama dengan kepolisian. b Meningkatkan propembinaan kepribadian dan kemandirian agarnarapidana bisa bekerja dan tersentuh pembinaan. c Memperketat pengawasan keluar masuknya barang dan orang dengan melakukan penggeledahan secara cermat, sehingga barang terlarang dapat dicegah masuk LapasRutan. d Memberdayakan warung telepon khusus bagi wargabinaan. Universitas Sumatera Utara 96 Mengimplementasikan rencana aksi tersebut dalam kurun waktu1 satu bulan dengan segera melaporkan kepada Direktur Jemderal Pemasyarakatan, untuk menunjukkan kesiapan mewujudkan meningkatakan ketertiban di UPT Pemasyarakata. Kepala divisi Pemasyarakatan dan Kepala UPT melakukan pengawasaninspeksi mendadak terus menerus dan kami juga akan melakukan inspeksi mendadak dan menindaklajuti pengaduan secara terus menerus. Universitas Sumatera Utara 97 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

26 227 125

Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan ( Studi Deskriptif : Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan)

0 56 127

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan

5 76 122

Respon Narapidana Wanita Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan.

4 52 144

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007)

1 65 128

Pembinaan Narapidana di Lembaga :Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,(Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 32 344

Sistem Pembinaan Anak Pidana Dllembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Anak Tanjung Gusta Medan

0 18 130

Penjatuhan Sanksi Terhadap Narapidana yang Melakukan Tindak Pidana Selama Menjalani Pembinaan Menurut Hukum Pidana di Indonesia (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penjatuhan Sanksi Terhadap Narapidana yang Melakukan Tindak Pidana Selama Menjalani Pembinaan Menurut Hukum Pidana di Indonesia (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 0 25

PENJATUHAN SANKSI TERHADAP NARAPIDANA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA SELAMA MENJALANI PEMBINAAN MENURUT HUKUM PIDANA DI INDONESIA (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan) SKRIPSI

0 0 11